Anda di halaman 1dari 7

IMBALAN MENGAJAR

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Tafsir dan Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu : Dr. H. Fakrur Rozi, M.Ag

oleh :

1. Thoha Ikhsan (1803016030)


2. Arifatul Hidayah Lintang (1803016031)
3. Hana Syafitri (1803016032)
4. Agnes Karwati (1803016033)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS UIN WALISONGO

SEMARANG

2019
BAB I

A. Latar Belakang
Segala puji syukur hanya milik Allah sang Khalik, yang maha pengasih dan
maha penyayang, dan shalawat salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah
yang senantiasa kita harapkan selalu syafaat beliau kelak di yaumil qiyamah.
Mengambil upah dalam mengajarkan Al-Qur’an atau hadis Nabi SAW, atau
ilmu agama lainnya, maka berhak menerima dari jerih payahnya. Sebagaimana dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda yang artiya:
“Dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda pekerjaan yang lebih
berhak menerima upahnya ialah mengajarkan kitab Allah Ta’ala” H.R Bukhari dan
Muslim.
Dari hadis diatas bisa disimpulkan bahwa orang yang mengajar Al-Qur’an,
dapat menerimaupah dari apa yang diajarkan.
Dalam pembahasan ini kami akan menyampaikan pendapat para Ulama Imam
Mazhab tentang pekerjaan-pekerjaan Ibadah (ketaatan), seperti membaca Al-Qur’an,
mengajarkan Al-Qur’an dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian imbalan mengajar?
2. Bagaimana konsep upah dalam Islam?
3. Bagaimana penjelasan imbalan mengajar menurut Q.S Al-An’am / 6:160?
4. Bagaimana penjelasan hadis-hadis tentang imbalan mengajar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian imbalan mengajar.
2. Untuk mengetahui konsep upah dalam Islam.
3. Untuk mengetahui penjelasan imbalan mengajar menurut Q.S Al-An’am / 6 : 160.
4. Untuk mengetahui hadis-hadis tentang imbalan mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Imbalan Mengajar


B. Konsep Upah Dalam Islam
C. Imbalan Mengajar Menurut Q.S Al-An’am Ayat 160

‫ى إ ََّّل م ۡثلَ َها َوه ۡم‬ َ ‫َمن َجا ٓ َء بٱ ۡل َح‬


َّ ‫سنَة فَلَهۥ َع ۡشر أَمۡ ثَال َه ۖا َو َمن َجا ٓ َء بٱل‬
ٓ َ‫سيئَة فَ ََل ي ۡجز‬
١٦٠ َ‫ََّل ي ۡظلَمون‬
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali
lipat amalnya. Dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am 6: Ayat 160)
Pada ayat ini diterangkan dengan jelas, bahwa siapa berbuat amal baik, maka
Allah akan memberikan pahala balasannya di hari akhirat dengan sepuluh kali lipat
amalnya. Barang siapa berbuat kejahatan hanya dibalas setimpal dengan kejahatannya,
sebab Allah tidak akan menganiaya sedikitpun atau merugikan mereka. Yang dimaksud
dengan orang yang beramal baik di sini ialah orang-orang mukmin, karena amal baik
orang kafir sebelum masuk Islam tidak akan bermanfaat bagi mereka di akhirat.1
Di dalam ayat ini Allah SWT, juga telah menerangkan prinsip-prinsip iman
dan menegakan bukti-bukti atas kebenarannya. Dan juga membantah syubhat-
syubhat yang dikeluarkan oleh orang-orang kafir. Kemudian pada sepuluh wasiat
tersebut, Allah menyebutkan pula tentang prinsip-prinsip keutamaan dan tata
kesopanan yang diperintahkan oleh Islam. Juga disebutkan kekejian-kekejian dan
sifat-sifat rendah yang menjadi lawannya, yang dilarang oleh Islam.
Untuk itu Allah Ta’ala menerangkan pula disini tentang pembalasan umum
diakhirat kelak atas kebaikan-kebaikan yaitu iman, amal-amal sholeh. Serta
pembalasan atas keburukan-keburukan yaitu kekafiran dan segala perbuatan yang
keji. Baik yang tampak atau yang tidak tampak.

Penjelasan

1 Departemen Agama RI, Al-Qura’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) hlm. 282
1. Yang berbuat kebaikan akan mendapatkan sepuluh kali pahala

َ ‫َمن َجا ٓ َء بٱ ۡل َح‬


‫سنَة فَلَهۥ َع ۡشر أ َ ۡمثَال َه ۖا‬
Barang siapa yang datang kepada Tuhannya pada hari kiamat dengan
membawa kelakuan yang baik, berupa ketaatan yang telah dia lakukan, sedang
hatinya tentram dengan keimanan, maka dia akan memperoleh di sisi Tuhan-
nya sepuluh kebaikan. Semisalnya, dari anugerah Tuhan yang tiada terbatas,
dan sepuluh kebaikan ini tidak termasuk kelipat gandaan yang dijanjikan oleh
Allah bagi orang yang Dia kehendaki atas beberapa jenis amal. Seperti
pembelanjaan dijalan Allah, karena untuk pembelanjaan dijalan Allah itu, Allah
benar-benar telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda tanpa kaitan.
Kesimpulannya, bahwa lipat sepuluh akan diberikan kepada setiap orang yang
melakukan kebaikan. Sedangkan kelipatan-kelipatan yang lebih dari itu, berbeda-
beda sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala berkaitan dengan keadaan-keadaan
orang yang berbuat baik, yang Allah ketahui. Barang siapa yang mengeluarkan
satu dirham dengan hati yang sedih atas kehilangannya satu dirham itu, tentu tidak
sama dengan orang yang mendermakannya dengan hati yang rida, dan gembira
karena mendapatkan taufik dari Allah. Sehingga ia dapat melakukan kebaikan
dan akan memperoleh pahala diakhirat.
2. Yang berbuat keburukan akan mendapatkan balasan yang setimpal

‫ى إ ََّّل م ۡثلَ َها‬


ٓ َ‫سيئَة فَ ََل ي ۡجز‬
َّ ‫َو َمن َجا ٓ َء بٱل‬
Dan barang siapa melakukan perbuatan buruk yang menjadi tabiat kekafiran dan
diliputi oleh kekejian dan kemunkaran, maka tak akan diberi balasan kecuali
hukuman yang buruk semisalnya, sesuai dengan sunnah Allah tentang pengaruh
amal-amal buruk dalam merusak dan mengotori jiwa.
Maksud ayat sesungguhnya dari golongan yang melakukan keburukan, tidak
dianiaya pada hari pembalasan oleh Allah, karena dia telah suci dari perbuatan
zalim, menurut akal atau naqal. Muslim telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu
Zar dari Nabi SAW. Tentang firman yang diriwayatkan dari Tuhannya bahwa
Allah berfirman (dalam hadis qudsi sebagai berikut):
“ Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan atas diri-Ku
berbuat aniaya dan Aku jadikan penganiayaan sesama kamu sebagai sesuatu yang
diharamkan. Maka janganlah kamu saling menganiaya.” (Al-Hadis).
Juga tidak pula ada dari pihak selain Allah, karena tidak ada seorangpun
makhluk yang mempunyai kekuasaan atau usaha pada hari itu, yang
memungkinkan berbuat aniaya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang
kuat dan jahat di dunia, terhadap orang-orang yang lemah.2
Kandungan Nilai Yang Dapat Diambil Dari Tafsiran Ayat Diatas Yaitu:
Amal perbuatan yang kita lakukan selalu dipantau oleh Allah, setiap perbuatan
baik akan dicatat dalam buku kebaikan dan dilipat gandakan pahalanya. Dan setiap
perbuatan buruk akan dilipat gandakan pula dosanya. Dalam dunia pendidikan
semua kegiatan yang baik akan mendapat jalan yang baik dan pahala yang berlipat
ganda juga, seperti pahala seorang guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya
tanpa pamrih.
Orang yang mengambil upah dari mengajarkan ilmu pendidikan baik ilmu
umum maupun ilmu agama serta Al-Qur’an adalah boleh karena hal tersebut
merupakan hasil dari jerih payahnya. Mengenai masalah ini para ulama banyak
yang berbeda pendapat, terdapat ulama yang membolehkan dan tidak
membolehkan. Seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam
Syafi`i, Maliki, Hanbali dan Ibnu Hazm yang membolehkan, karena perbuatannya
termasuk keadalam maslahah hidup.
D. Hadis-Hadis Tentang Imbalan Mengajar

‫ض لَه ْم‬
َ ‫ فَ َع َر‬، ‫ص َحاب النَّبي صلى هللا عليه وسلم َم ُّروا ب َماءٍ فيه ْم لَدي ٌغ‬ ْ َ ‫َّاس رضي هللا عنهما أ َ َّن نَفَرا ً م ْن أ‬ ٍ ‫ف َعن ابْن َعب‬
‫طلَقَ َرج ٌل م ْنه ْم فَقَ َرأ َ بفَات َحة ْالكت َاب َع َلى‬
َ ‫إن في ْال َماء َرجَلً لَديغًا ؟ فَا ْن‬
َّ ‫ق‬ ٍ ‫ ه َْل فيك ْم م ْن َرا‬: ‫َرج ٌل م ْن أ َ ْهل ْال َماء فَقَا َل‬
ْ َ ‫شاء إلَى أ‬
‫ َوقَالوا‬، َ‫ فَكَرهوا ذَلك‬، ‫ص َحابه‬ َّ ‫ فَ َجا َء بال‬، َ ‫ فَبَ َرأ‬،]‫ مجموعة من الغنم‬: ‫شَاءٍ [أي‬: ً‫َّللا أَجْ را‬
َّ ‫أ َ َخذْتَ َعلَى كتَاب‬
َّ ‫ فَقَا َل َرسول‬، ً ‫ َ أ َخ َذ َع َ ل ى ك َت ا ب ََّّللا أَجْ را‬، ‫ َ ي ا َر س و َل ََّّللا‬: ‫؟ َح َّت ى َق د م و ا ا ْ ل َم د ي َ ن َة َف َق ا ل و ا‬
‫َّللا صلى هللا‬
َّ ‫َما أ َ َخذْت ْم َعلَيْه أَجْ ًرا كتَاب‬
‫َّللا) رواه البخاري‬

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa sekelompok dari para shahabat
Nabi sallallahu alaihi wa sallam melewati perkampungan yang terkena sengatan. Maka
salah seorang penduduk perkampungan menawarkan seraya mengatakan, “Apa ada
diantara kamu semua orang yang meruqyah. Sesungguhnya ada seseorang terkena
sengatan di perkampungan? Maka ada salah seorang diantara mereka pergi dan
dibacakan Fatihatul Kitab (dengan imbalan) sejumlah kambing dan sembuh. Maka

2 Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi Jilid 8, (Semarang : CV Toha Putra, 1993) hlm. 149-152
beliau sambil membawa kambing kembali ke teman-temannya. Sementara mereka
tidak menyukainya. Seraya mengatakan, “Apakah kamu mengambil upah dari
kitabullah? Sampai mereka di Madinah. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
mengambil upah dari Kitabullah. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang paling berhak anda mengambil upah itu dari kitabullah.” HR.
Bukhori, (5405).

Hadist diatas memberikan motivasi bolehnya menerima upah bagi guru ataupun
pendidikserta pengobatan dengan membacakan ayat Al-Qur’an. Latar belakang hadist
diatas adalah ketika salah seorang sahabat yang telah menerima upah setelah ia atas izin
Allah menyembuhkan seseorang yang terkena sengatan hewan berbisa. Para sahabat
lainnya memandang hal itu seperti menjual ayat Allah dan mengadukannya kepada
Rasulullah ‫ﷺ‬. Lalu Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang paling berhak
kamu ambil upah adalah kitab Allah.”

Al-,Asqlalany dalam Fath al-Bariy (4):453 menjelaskan adanya prbedaan para ulama
dalam system penggajian, honor, atau upah dalam pendidikan dan pengajaran:

1. Jumhur ulama memperbolehkan menerima upah dalam pengajaran berdasarkan hadis


diatas
2. Ulama Hanafiyah melarang penerimaan upah dalam pengajaran dan
memperbolehkannya dalam pengobatan atau ruqiyah saja. Alasan mereka adalah
karena mengajarkan Al-Qur’an adalah pahalanya dari Allah berupa pahala.

Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim dalam Syarah bulugh al-Maram,


menjelaskan bahwa berdasarkan hadis diatas hokum menerima upah atau gaji dalam
pengajaran Al-Qur’an ada beberapa pendapat:
1. Jika pemberian upah dari kehendak dari orang yang diajar maka boleh saja.
2. Jika diupahkan mengajar atau diberi upah karena membaca Al-Qur’an tidak
diperbolehkan.

Larangan Upah
Tentang Larangan Menerima Upah Mengajarkan Agama )
َ ‫قَا َل أ َب ْي بْن َك َعبْ ׃ َعل ْمت َرجَلً ْالق ْرﺁ َن فَأ ْهد‬
َ‫ي ل ْى قَ ْو ًسا فَذَك َْرت ذَلكَ للنَّبي صلى اهللا عليه وسلم فَقَا َل ׃ إ ْن أ َ َخذْتَ َها أ َ َحذْت‬
) ‫َق ْو ًسا م َن النَّار فَ َردَدْت َها ( راوه إبن ماجه و أبو دوود‬
Artinya Matan Hadits : “ Telah berkata Ubay bin Ka’ab : Saya telah mengajar seorang
laki-laki akan Qur’an, lalu dihadiahkan kepada saya satu panah, lantas saya khabarkan
yang demikian kepada Rasulullah saw. Maka sabdanya : “Jika engkau ambil dia, berarti
engkau ambil satu panah dari api”. Lalu saya kembalikan dia. (HR.Ibnu Majah, Abu
Daud).
Kitab ‘Awn al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud disebutkan bahwa al-Khathabiy
berkata: bahwa para ulama bereda pendapat mengenai hadis:
3. Sebagian mengambil makna hadis secara tekstual dengan melarangnya seperti
pendapat Abu Hanifah.
4. Sebagian berpendapat boleh asalkan tidak dipersyaratkan atau memang dari
kehendak santri.
5. Sebagian membolehkan sebagaimana pendapat Malik, Atha’, al-Syafi’i, dan Abu
Tsawr. Alasan mereka adalah berdasarkan hadist Sahal bin SA’ad bahwa Nabi
bersabda kepada orang yang hendak menikah tapi tidak ada kemampuan harta
untuk mahar,
“Aku nikahkan engkau akan dia dengan maskawin apa yang engkau hafal dari Al-
Qur’an.”
Hadist tentang kebolehan menerima upah memang terjadi kontradiktif. Ada
yang membolehkan dan ada pula yang melarang. Menurut pendapat yang mashyur jika
terjadi kontradiksi antara dua hadist maka yang didahulukan adalah yang larangan,
namun konteks dalam hal ini berbeda. Hadist kebolehan menerima upah dalam konteks
ruqiyah dan hadist larangan dalam konteks mengajar Al-Qur’an. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa menerima upah dalam pengajaran Al-Qur’an atau agama
boleh saja dengan melihat situasi dan kondisi murid yang diajar.

Anda mungkin juga menyukai