Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Konsep
Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf

Mata Kuliah : Qiraat I

Dosen pembimbing :
Muhammad Haninurrohman, Lc

Disusun oleh :

Ani Suparni / 171311720

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN JAKARTA
2017

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan
Hidayah Nya saya dapat berekspresi dan berkarya sehingga makalah ini bisa tersusun. Shalawat
dan salam juga saya panjatkan kehadirat junjungan Nabi besar Muhammad SAW. beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Syari’at Islam. Tak lupa ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya saya tujukan kepada semua pihak terutama :
1. Rektor Institut PTIQ Jakarta Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA
2. Dekan Fakultas Tarbiyah Institut PTIQ Jakarta H. Baeti Rhman, MA
3. Dosen pembimbing Qira’at Muhammad Haninurrhman, Lc
Berkat bimbingan dan arahan Beliau makalah ini bisa tersusun sesuai kajian dan paparan
“ Konsep Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf ”.
Penyusunan makalah ini diajukan guna melengkapi salah satu tugas dari mata kuliah
Qira’at. “ Konsep Al-Qur’an Diturunkan dengan Tujuh Huruf ” tersusun dari beberapa sumber
referensi sehingga paduan cuplikan yang tersirat memerlukan kehati-hatian dalam membaca dan
memahaminya. Dikhawatirkan kecerobohan membaca dapat merusak arti cuplikan referensi
yang sebenarnya. Diakui kemampuan penulis dalam memaparkan makalah ini belum maksimal.
Masih banyak kekurangan dan kekhilafan yang tertulis didalamnya, untuk itu mohon semua
pihak memakluminya.
Harapan, do’a dan usaha maksimal menyatu demi tersusunnya sebuah karya yang
berkualitas namun mengingat pengetahuan dan wawasan masih terbatas, belum tuntas mohon
dimaklumi adanya. Kritik dan saran yang positif dan bermanfaat sangat dibutuhkan, demi
perbaikan penyusunan makalah berikutnya. Segala keterbatasan yang ada dalam tulisan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini adalah milik penulis. Kebenaran dan kesempurnaan
hanya milik Allah. Semoga makalah ini bermanfaat dan semoga kita senantiasa berada dalam
Lindungan dan Maghfirah Allah SWT. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
Jakarta, 16 September 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………………. 1


Daftar isi …………………………………………………………………………….. 2

Bab I. Pendahuluan ………………………………………………………………….. 3


A. Latar belakang ………………………..……………………………………… 3
B. Rumusan masalah ……………………………………………………………. 4
C. Tujuan Penulisan Makalah ……………….…………………………………. 4
D. Manfaat Penulisan Makalah ………………….……………………………… 4

Bab II. Pembahasan ……………………………………..………………………….... 5


A. Pengertian Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf)…………………………………….. 5
B. Konsep Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf ..……………………….. 6
C. Dalil Diturunkannya Al Qur’an Dengan 7 Huruf …………..………………... 7
D. Perbedaan Pendapat Ulama Seputar Pengertian Tujuh Huruf ………………… 8
E. Hikmah Dari Turunnya Al Qur’an Dengan Tujuh Huruf ……………………... 18

Bab III. Penutup ……………………………………………………………………... 19


A. Kesimpulan …………………………………………………..…………….… 19
B. Saran ……………………………………………………………..…………... 19

Daftar Pustaka ……………………………………………………….……………….. 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al Qur’an adalah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di tengah
keragaman dialek (lahjah) yang timbul dari fitrah antara satu kabilah dengan kabilah lainnya
dalam lagam, suara dan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab-kitab sastra. Setiap kabilah
mempunyai irama tersendiri dalam mengucapkan kata-kata. Namun kaum Quraisy memiliki
keunggulan karena mereka mempunyai tugas menjaga Baitullah, menjamu jamaah haji,
memakmurkan Masjidil Haram dan menguasai perdagangan.
Imam Al Zarkasyi dalam bukunya, Al Burhan fii ‘Ulum Al Qur’an, mengingatkan bahwa
Al Qira’at (bacaan) itu berbeda dengan Al Qur’an (yang dibaca). Qira’at ialah perbedaan cara
membaca lafaz-lafaz wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhur cara itu
adalah mutawatir. Al Qur’an menyempurnakan makna kemukjizatannya karena mencakup semua
huruf dari wajah Qira’at di antara dialek-dialek yang ada saat itu.. Hal ini merupakan salah satu
sebab yang memudahkan Al Qur’an untuk dibaca, dihafal dan dipahami.
Pada periode Makkah, Al Quran memakai satu wajah yaitu bahasa Quraisy. Rasulullah
dan para sahabat menemukan kesulitan ketika hijrah ke Madinah, saat banyak orang
berbondong-bondong masuk Islam dari berbagai kalangan yang berbeda. Di antara mereka ada
yang lanjut usia dan tidak mengerti baca tulis Al Qur’an, sehingga munculah di dalam Qira’at
satu cabang ilmu pengetahuan yang disebut Sab’atul Ahruf.
Pada pembahasan makalah ini, ada beberapa poin yang menjelaskan bahwa Konsep
Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf banyak diperdebatkan oleh para ulama. Banyak dalil
yang menunjukan akan hal tersebut antara lain hadis dari Ibnu Abbas RA, berkata:

‫ فَلَ ْم أَزَ ْل‬,ُ‫علَى َح ْرفٍ فَ َرا َج ْعتُه‬


َ ‫ أ َ ْق َرأَنِى ِجب ِْر ْي ُل‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫س ْو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
. ٍ‫س ْب َع ِة أ َ ْح ُرف‬
َ ‫أ َ ْست َ ِز ْيدُهُ َو يَ ِز ْيد ُ ِنى َحتَّى ا ْنتَ َهى اِ َلى‬

3
“Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al Qur’an) kepadaku dengan satu huruf.
Kemudian berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun
menambahnya kepada ku sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhori Muslim)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Sab’atu Ahruf (Tujuh huruf) ?
2. Bagaimanakah Konsep Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf ?
3. Apa saja dalil-dalil diturunkannya Al Qur’an dengan Tujuh Huruf ?
4. Apa pendapat para ulama tentang Al Qur’an diturunkan dengan Tujuh Huruf?
5. Apa saja hikmah diturunkannya Al Qur’an dengan Tujuh Huruf ?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


1. Mengetahui pengertian Sab’atu Ahruf (Tujuh huruf)
2. Mengetahui Konsep Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf
3. Mengetahui dalil-dalil diturunkannya Al Qur’an dengan Tujuh Huruf
4. Mengetahui pendapat para ulama tentang Al Qur’an diturunkan dengan Tujuh Huruf
5. Mengetahui hikmah diturunkannya Al Qur’an dengan Tujuh Huruf

D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH


 Manfaat penulisan makalah bagi penyaji :
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan pendidikan dalam menyusun
makalah tentang Konsep Al Qur’an Diturunkan Dengan Tujuh Huruf ini. Kajian dan
paparan dalil dalil yang berkaitan dengan judul makalah sangat menuntut adanya
ketelitian dan kesungguhan dalam mempelajari Al Qur’an sehingga kualiatas keilmuan
pun bertambah,.

 Manfaat penulisan makalah bagi pembaca / peserta diskusi


Dapat menambah pengetahuan dan pendidikan tentang sejarah turunnya
Al Qur’an dengan Tujuh Huruf. Apabila makalah ini benar benar difahami maka selain
bertambah pemahaman juga bertambah keyakinan akan mukjizat Al Qur’an.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SAB’ATU AHRUF (TUJUH HURUF)


Secara bahasa, pengertian kata “harf ( ‫ﺤَرْف‬ ) ” (jamaknya: ahruf / ‫اﻷَﺤْرُف‬ ) telah

banyak dibahas oleh beberapa ahli. Secara etimologi, harf berarti tepi / ujung terakhir dari
sesuatu, huruf al-Ahruf yang berarti “huruf” istilah dalam ilmu nahwu.[2] Selain itu, harf yang

bermakna puncak seperti ‫الﺠَبل‬ ‫ْف‬


ُ ‫ﺤَر‬ diartikan “puncak gunung”.[3] Dari pengertian di atas harf

bisa berarti; salah satu huruf hijaiyah, sisi, arah, segi dari sesuatu atau aksara abjad karena
merupakan batas terputusnya suara atau ujung/akhir surat.
Pengertian kata “tujuh”, secara harfiah bermakna sebagai sebuah bilangan dengan
batasan yang jelas. Secara makna “tujuh” bukan bilangan dalam arti sebenarnya, melainkan
bermakna untuk memudahkan tidak mempersulit. “Tujuh” juga bermakna memberi keleluasaan
sehingga bisa memilih diantara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan berarti semua
kalimah yang ada dalam Al Qur’an bisa dibaca dengan tujuh macam bacaan. Namun, tujuh
bacaan yang berbeda itu dimaksudkan pada beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca
sampai tujuh bacaan. Kata “tujuh” hanya menunjukkan pengertian jumlah yang banyak di dalam
bilangan satuan.
Sedangkan yang dimaksud Al Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah sebagai
kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga bisa memilih diantara bacaan-bacaan yang
diinginkan, tapi bukan dimaksudkan bahwa semua kalimat yang ada dalam Al Qur’an bisa
dibaca dengan tujuh macam bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda
itu pada beberapa tempat yang beebeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh bacaan.[4]

[2] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm 254-255
[3] Ibid
[4] Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan (Beirut : Dar al-Fikr,1988), hlm 154

5
B. KONSEP AL QUR’AN DITURUNKAN DENGAN TUJUH HURUF
Cukup banyak periwayatan hadits yang meredaksikan tentang penurunan Al Qur’an
dengan tujuh huruf. Hadits yang dianggap paling jelas, menurut Subhi As-Shalih, adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadits ini menginformasikan bahwa suatu waktu
Rasulullah SAW mencegah `Umar Ibn al-Khattab untuk melarang Hisyam Ibn Hakim
memperdengarkan bacaan Al Qur’an surat al-Furqan yang sebagian dibaca dengan memakai
beberapa “huruf” yang dianggap asing oleh ‘Umar. Rasulullah SAW menegaskan: (Al Qur’an
diturunkan dalam “tujuh huruf”, karena itu bacalah mana yang mudah dari Al Qur’an).
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini, sehingga muncul
berbagai macam interpretasi tentang “tujuh huruf”.Ibn Hayyan berpendapat bahwa perbedaan
para ahli tentang makna “tujuh huruf” ada sekitar 35 pendapat lebih diantaranya
1. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh
macam bahasa yaitu bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan
Yaman. Menurut Abu Hatim as Sijistani, Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy,
Hudzail, Tamim, Asad, Rabi’ah. Hawazin dan Sa’d bin Bakar.
2. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa
yang paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa
Quraisy, sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau
Yaman. Berkata Abu Ubaid: “Yang dimaksud adalah bukanlah setiap kata boleh dibaca
dengan tujuh bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran di dalam Al Quran. Sebagian
bahasa Quraisy, sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain lain.”
3. Ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh segi,
yaitu; Amr (perintah), Nahyu (larangan), Wad (ancaman), Jadal (perdebatan), Qashash
(cerita) dan Matsal ( perumpaman).
4. Segolongan ulama berpendapat, “tujuh huruf” adalah tujuh macam hal yang didalamnya
terjadi Ikhtilaf (perbedaan), yaitu:
Perbedaan kata benda ( Ikhtilaful Asma’ ); dalam bentuk Mufrod Mudzakkar dan cabang
cabangnya, seperti Tasniyah, Jamak, Ta’nist. Misalnya firman Allah dalam surat
Al Mukminun : 8 dibaca dalam bentuk jamak dan dibaca pula dengan bentuk mufrod.

Sedang rasmnya ‫ﻷﻤَاﻨََاﺗﻫم‬ dalam mushaf adalah yang kedua qiroat itu karena tidak

adanya alif yang mati (sukun). Kedua macam qiroat itu adalah sama. Sebab bacaan dalam

6
bentuk jamak dimaksudkan untuk arti Istigraq (mencakupi) yang menunjukkan jenis
jenisnya, sedang bacaan dengan bentuk mufrod dimaksudkan untuk jenis yang
menunjukkan makna banyak, yaitu semua jenis amanat yang mengandung bermacam
macam amanat yang banyak jumlahnya. Pada umumnya perbedaan yang mempengaruhi
pemahaman pandangan tujuh huruf itu adalah ;
a. Perbedaan segi I’rob,
b. Perbedaan dalam Tashrif,
c. Perbedaan dalam Taqdim dan takhir,
d. Perbedaan dalam segi Ibdal (pergantian),
e. perbedaan dengan adanya penambahan dan pengurangan,
f. perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim dan tarqiq.
5. Beberapa ulama juga berpendapat “tujuh huruf” berarti Qira’at tujuh ( Qira’ah Sab’ah).

6. Tujuh tidak diartikan secara harfiah ( ‫)م ﻟﻪ ﻻﻣﻔﻬﻮ‬, namun menunjukkan lambang

kesempurnaan atau menunjukkan jumlah banyak dan sempurna.


7. Pendapat terakhir mengemukakan bahwa tujuh huruf yang dimaksud adalah Tujuh
wajah/segi dari lafadz-lafadz yang berbeda dalam satu kalimat, namun maknanya tunggal.

C. DALIL DITURUNKANNYA AL QUR’AN DENGAN 7 HURUF


Orang Arab mempunyai aneka ragam lahjah yang timbul dari fitrah mereka dalam suara
dan huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensip dalam kitab-kitab
sastra.[5] Al Qur’an yang di wahyukan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad,
menyempurnakan makna kemukjizatannya. Semua huruf dan wajah qira’at yang tersurat dan
tersirat dalam Al Qur’an adalah bagian dari lahjah-lahjah orang Arab sehingga mudah dibaca,
dihafal dan difahami. Nas-nas sunah cukup banyak mengemukakan hadits mengenai turunya Al
Qur’an dengan tujuh huruf. Di antaranya:
Ibnu Abbas berkata:

‫ فَلَ ْم أَزَ ْل‬,ُ‫علَى َح ْرفٍ فَ َرا َج ْعتُه‬


َ ‫ أ َ ْق َرأ َ ِنى ِجب ِْر ْي ُل‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫س ْو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫قَا َل َر‬
. ٍ‫س ْب َع ِة أ َ ْح ُرف‬
َ ‫أ َ ْست َ ِز ْيدُهُ َو َي ِز ْيد ُ ِنى َحتَّى ا ْنتَ َهى اِلَى‬

[5] Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm 225.

7
“Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf.
Kemudian berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun
menambahnya kepada ku sampai dengan tujuh huruf.” (HR. Bukhori Muslim)
Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar
telah diselidiki oleh Ibn Jarir di dalam pengantar tafsir-nya. As-Suyuthi menyebutkan bahwa
hadits-hadits tersebut di riwayatkan dari dua puluh orang sahabat. Abu ‘Ubaid Al-Qasim
bin Salam menetapkan kemutawatiran hadis mengenai turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf.[6]

D. PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA SEPUTAR PENGERTIAN TUJUH HURUF


Ibn Hayyan mengatakan: “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf
menjadi tiga puluh lima pendapat”.[7] Namun kebanyakan pendapat itu bertumpang tindih. Di
sini kami akan mengemukakan beberapa pendapat di antaranya yang dianggap paling mendakati
kebenaran.[8]
1. Sebagian besar ulama berpendapat; “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa yaitu bahasa
Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Menurut Abu Hatim As-
Sijistani, Al Qur’an di turunkan dalam bahasa Quraisy, Huzail, Tamim, Azad, Rabi’ah,
Hawazin, dan Sa’ad bin Bakar. Dan diriwayatkan pula oleh penpendapat yang lain.
2. Suatu kaum berpendapat bahwa yang di maksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam
bahasa yang paling fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian berbahasa Quraisy,
yang lain berbahasa Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim atau Yaman. Secara
keseluruhan Al Qur’an mencakup ketujuh bahasa tersebut. Pendapat ini berbeda dengan
pendapat sebelumnya, karena yang di maksud dengan “tujuh huruf” dalam pendapat ini
adalah “tujuh huruf” yang bertebaran di berbagai surah Al Qur’an, bukan tujuh bahasa yang
berbeda dalam kata tetapi sama dalam makna.
Berkata Abu ‘Ubaid: “Yang di maksud bukanlah setiap kata boleh di baca dengan tujuh
bahasa, tetapi tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al Qur’an. Sebagiannya bahasa Quraisy,
sebagian yang lain bahasa Huzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain” dan katanya pula: “
Sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena dominan dalam Al Qur’an.”
[6] Al-Itqan, Jilid 1, hlm 41.
[7] Al-Itqan, Jilid 1, hlm 45.
[8] Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm 229.

8
3. Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang di maksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh
wajah, yaitu: Amr, Nahyu, Wa’d, Wa’id, Jadal, Qasas, dan Masal. Atau Amr, Nahyu, Halal,
Haram, Muhkam, Mutasyabih dan Amsal.
4. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh
macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf, yaitu:
a. Ikhtilaful Asma’ ( perbedaan kata benda)
b. Perbedaan dalam segi I’rab (harokat akhir kata)
c. Perbedaan dalam Tasrif,
d. Perbedaan dalam Taqdim (mendhulukan) dan Ta’khir (mengakhirkan)
e. Perbedaan dalam segi Ibdal (penggantian)
f. Perbedaan karena ada penambahan dan penguranganPerbedaan lahjah.
5. Menurut sebagian ulama yaitu tujuh itu tidak diarikan harfiyah (bukan bilangan enam sampai
delapan) tetapi bilangan tersebut hanya lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang
arab.
6. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh qiraah.

Ada tiga pendapat yang sangat kuat argumentasinya. Dalam kajian ini ketiganya
ditampilkan sesuai kutipan aslinya,mengingat penyusun masih dalam proses pembelajaran.
Pendapat pertama, bahwasannya yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa Arab dalam satu makna. Pendapat ini di pilih oleh Sufyan bin
‘Uyainah, ibn Jarir, ibn Wahb dan lainya. Ibn ‘Abdil Bar menisbatkan pendapat ini kepada
sebagian besar ulama dengan dalil. Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Bakrah berikut :
“ Jibril mengatakan: “Wahai Muhammad, bacalah Al-Qur’an dengan satu huruf, lalu Mikail
mengatakan: tambahkanlah. Jibril berkata lagi: dengan dua huruf! Jibril terus
menambahnya hingga sampai dengan enam atau tujuh huruf. Lalu ia berkata: semua itu obat
penawar yang memadai, selama ayat azab tidak di tutup dengan ayat rahmat, dan ayat
rahmat tidak di tutup dengan ayat madzhab. Seperti kata-kata: hulumma, ta’ala, aqbil,
izhab, asra’ dan ‘ajal”
ْ ‫أ َ ْق ِب‬,
Seperti kata ‫ل‬ ‫ﺗَ َعال‬,‫ َﻫلُ َّم‬,‫ع ِﺠ ْل‬ ْ ‫ أَس ِْر‬yang lafazh-lafazh tersebut sekalipun berbeda namun
َ dan‫ع‬
maknanya adalah sama (yaitu kemari). Dan yang berpendapat dengan pendapat ini adalah,
Sufyan bin ‘Uyainah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahb dan yang lainnya.

9
Dan Ibnu Abdil Barr menyandarkan pendapat ini kepda kebanyakan ulama. Dan yang
menunjukkan hal ini adalah hadits Abi Bakrah radhiyallahu 'anhu:

‫علَى َح ْرفَي ِْن َحتَّى َبلَ َغ‬ َ :‫فَقَا َل ِمي َكا ِئي ُل ا ْستَ ِز ْدهُ فقَا َل‬. ٍ‫علَى َح ْرف‬َ َ‫ يا مﺤﻤد ا ْق َرأ ْالقُ ْرآن‬:‫أن ِجب ِْري ُل قَا َل‬
ٍ ‫ب ِب َر ْح َﻤ ٍة أ َ ْو آ َيةَ َر ْح َﻤ ٍة ِب َعذَا‬
‫ب‬ ٍ ‫عذَا‬َ َ‫ كُ ُُ لُّ َها شَافٍ َكافٍ َما لَ ْم ﺗ َ ْخ ِت ْم آ َية‬:‫س ْب َعةَ أَ ْح ُرفٍ فَقَا َل‬
َ ‫ستة أو‬
‫ن َْﺤ َو قَ ْو ِل َك ﺗَ َعا َل َوأ َ ْق ِب ْل َو َﻫلُ َّم َوا ْذﻫَبْ َوأَس ِْر ْع َوع ِْﺠ ْل‬
”Sesungguhnya Jibril 'alaihissalam berkata:”Wahai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam satu
huruf.” Maka Mikail 'alaihissalam berkata: ”Mintalah tambahan huruf.” Maka Jibril
'alaihissalam berkata:”Dalam dua huruf.”
dan Jibril 'alaihissalam terus menerus menambahkannya sampai dalam enam atau tujuh huruf.
Lalu ia mengatakan:”Semuanya adalah obat penawar yang memadai, selama ayat adzab (ayat
yang menceritakan tentang siksa) tidak ditutup dengan ayat rahmat (ayat yang menceritakan
tentang rahmat/kasih sayang) dan ayat rahmat tidak ditutup dengan ayat adzab. Seperti

َ ‫ﺗَ َعا‬
ucapanmu:‫ل‬ , ‫أ َ ْق ِب ْل‬, ْ‫ ا ْذﻫَب‬, ‫ع‬
ْ ‫ أَس ِْر‬, dan ‫( ”ع ِْﺠ ْل‬HR Imam Ahmad no. 21055)
Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata: ”Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyebutkan lafazh-lafazh tersebut hanyalah untuk memberikan contoh terhadap
huruf-huruh (dialek) yang dengannya Al Qur’an diturunkan, dan bahwasanya ia adalah makna-
makna yang sama pemahamannya, dan beda pengucapannya.
Dan tidak ada satupun di dalamnya makna yang saling bertentangan, dan tidak ada sisi makna
yang kotradiksi dan menafikkan makna sisi yang lain, seperti kata rahmat yang berlawanan
dengan adzab.”
Dan pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang banyak, di antaranya:

‫ لقد قرأتُ على رسول هللا صلى‬:‫ فقال‬،‫قرأ رجل عﻨد عﻤر بن الخطاب رضي هللا عﻨه فغيَّر عليه‬
،‫ يا رسول هللا‬:‫ فقال‬،‫ فاختصﻤا عﻨد الﻨبي صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قال‬.‫ي‬
َّ ‫هللا عليه وسلم فلم يغيِر عل‬
‫ فعرف الﻨبي صلى هللا عليه‬،‫عﻤر شيء‬
َ ‫ فوقع في صدر‬:‫ بلى! قال‬:‫ألم ﺗقرئﻨي آية كذا وكذا؟ قال‬
‫ إن‬،‫عﻤر‬
ُ ‫ يا‬:‫ ثم قال‬-‫قالها ثالثا‬- ‫ اب َع ْد شيطانا‬:‫فضرب صدره وقال‬
َ :‫ قال‬،‫وسلم ذلك في وجهه‬
ْ
.‫ﺗﺠعل رحﻤة عذابا أو عذابا رحﻤة‬ ‫ ما لم‬،‫القرآن كلَّه صواب‬

10
”Ada seorang laki-laki yang membaca Al Qur’an di sisi ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu
'anhu, lalu hal itu membuat ‘Umar marah, lalu orang itu berkata:”Aku telah membacanya di sisi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun beliau tidak memarahiku.”
Perawi hadits berkata:”Lalu keduanya berselisih pendapat di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.” Maka orang itu berkata:
”Wahai Rasulullah bukankah anda membacakan kepadaku ayat ini dan ini?” Beliau
bersabda:”Ya benar” Perawi berkata:”Maka dalam diri ‘Umar radhiyallahu 'anhu ada sesuatu
yang mengganjal (ketika mendengar jawaban Nabi), maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengetahui hal itu dari wajahnya. Lalu beliau menepuk dada ‘Umar dan
bersabda:”Jauhilah setan” Beliau mengulanginya tiga kali. Kemudian beliau juga
berkata:”Wahai ‘Umar, Al Qur’an itu seluruhnya adalah benar, selama ayat rahmat tidak
dijadikan ayat adzab, dan ayat adzab tidak dijadikan rahmat.” (Tafsir ath-Thabari)
Dari Busr bin Sa’id radhiyallahu 'anhu:

‫ ﺗلقَّيتها من رسول‬:‫ فقال ﻫذا‬،‫ أن رجلين اختلفا في آية من القرآن‬:‫أن أبا ُجهيم اﻷنصاري أخبره‬
‫ فسأال رسو َل‬،‫ ﺗلقَّيتها من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫ وقال اآلخر‬.‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ إن القرآن أنزل على سبعة‬:‫ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫هللا صلى هللا عليه وسلم عﻨها‬
‫الﻤراء فيه كفر‬
ِ َ‫ فإن‬،‫ار ْوا في القرآن‬
َ ‫ فال ﺗ َﻤ‬،‫أحرف‬
” Abu Juhaim al-Anshari telah mengabarkan kepadaku, bahwa ada dua orang laki-laki berselisih
mengenai satu ayat di dalam Al Qur'an. Salah satu dari keduanya berkata:"Sesungguhya saya
telah menerima langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Sedangkan yang lain
berkata:"Saya juga menerimanya langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Lalu
keduanya menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau pun
bersabda: "Sesungguhnya Al Qur`an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka janganlah
Al Qur'an itu diperdebatkan dan diperselisihan. Karena perdebatan mengenai ayat Al Qur'an itu
merupakan kekufuran." (HR. Ahmad dalam al-Musnad, Ath-Thabari dalam Tafsirnya)
َّ ‫نَا ِشئَةَ ِإ‬
Dari al-A’masy rahimahullah, ia berkata:”Anas radhiyallahu 'anhu membaca ayat ‫ن‬ ‫اللَّ ْي ِل‬
َ ‫شدُّ ِﻫ‬
‫ي‬ ْ ‫ب َو َو‬
َ َ ‫طئا أ‬ ْ َ ‫قِيال أ‬
ُ ‫ص َو‬ (QS. Al-Muzamil : 6) Maka sebagian orang berkata

kepadanya:”Wahai Abu Hamzah (Anas), kalimat itu ialah ‫( أ َ ْق َو ُم‬bukan ‫ب‬ ْ َ‫) أ‬. Maka beliau
ُ ‫ص َو‬
pun berkata:”‫أ َ ْق َوم‬, ‫ب‬ ْ َ ‫ أ‬dan ‫ أ َ ْﻫيَأ‬maknanya sama.” (HR. Imam ath-Thabari)
ُ ‫ص َو‬
11
Dan dari Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:

‫ اقرإ القرآن على‬:‫نُبئت أن جبرائيل وميكائيل أﺗيا الﻨبي صلى هللا عليه وسلم فقال له جبرائيل‬
.‫ استزده‬:‫ فقال له ميكائيل‬.‫ اقرإ القرآن على ثالثة أحرف‬:‫ فقال‬.‫ استزده‬:‫ فقال له ميكائيل‬.‫حرفين‬
‫ﻫو‬،‫أمر وال نهي‬
ٍ ‫ وال‬،‫ﺗختلف في حالل وال حرام‬
ُ ‫ ال‬:‫ قال مﺤﻤد‬،‫ حتى بلغ سبعة أحرف‬:‫قال‬
،29 :‫احدَة } [سورة يس‬
ِ ‫ص ْي َﺤة َو‬ ْ ‫ وفي قراءﺗﻨا { ِإ ْن َكان‬:‫ قال‬،‫ ﺗعال وﻫلم وأقبل‬:‫كقولك‬
َ ‫َت ِإال‬
)‫ في قراءة ابن مسعود (إن كانت إال زقية واحدة‬،]53
”Aku diberitahukan bahwa Malaikat Jibril dan Mikail'alaihimassalam menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lalu Jibril 'alaihissalam berkata:”Bacalah Al Qur’an dengan dua huruf.”Maka
Mikail 'alaihissalam berkata kepada beliau: ”Mintalah tambah” Maka
Jibril 'alaihissalam berkata: ”Bacalah al-Qur’an dengan tiga huruf” Lalu
Mikail 'alaihissalam berkata lagi: ”Mintalah tambah” Perawi berkata:”Hingga sampai tujuh
huruf” Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:”Huruf-huruf (bacaan-bacaan) tersebut tidak
berbeda dalam masalah halal haram, dan tidak pula dalam masalah perintah dan larangan.
Namun ia hanya seperti perkataanmu:’Ta’aal, Halumma, dan Aqbil. Dan seperti dalam qira’ah
kita:

]53 ،29 :‫احدَة } [سورة يس‬


ِ ‫ص ْي َﺤة َو‬ ْ ‫{ إِ ْن َكان‬
َ ‫َت إِال‬
Dan dalam qira’at Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu:

)‫(إن كانت إال زقية واحدة‬


(Diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam Tafsirnya)
Pendapat yang kedua” tujuh huruf” adalah tujuh bahasa (dialek) dari bahasa-bahasa
(dialek) Arab yang dengannya al-Qur’an diturunkan, artinya bahwa secara keseluruhan kalimat-
kalimat al-Qur’an tidak keluar dari ketujuh huruf tersebut. Pendapat ini dijawab bahwa bahasa
Arab lebih dari tujuh. Dan bahwasanya ‘Umar radhiyallahu 'anhudan Hisyam bin Hakim
keduanya adalah orang Quraisy, satu kabilah, namun berbeda dalam bacaan mereka. Dan
mustahil kalau ‘Umar radhiyallahu 'anhu mengingkari bahasanya sendiri, maka yang dimaksud
dengan tujuh huruf bukanlah apa yang dimaksud oleh mereka (pendapat kedua). Dan tidak ada
maksud yang lain (dari tujuh huruf) kecuali perbedaan alfazh dalam mengungkapkan satu
makna, dan itu adalah pendapat yang kami sampaikankan.

12
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah setelah membawakan dalil-dalil (yang menguatkan
pendapatnya) beliau berkata dalam rangka membatalkan pendapat kedua:
”Bahkan tujuh huruf yang dengannya al-Qur’an diturunkan adalah tujuh bahasa dalam satu
huruf, dan satu kalimat dengan perbedaan lafazh-lafazh dan kesesuaian makna. Seperti

perkataan anda:”َّ‫هلُم‬
َ , َّ‫أ َ ْق ِب ْل‬, ‫تَعَال‬, َّ‫إِلَي‬, ‫صدِينَحْ ِوي‬
ْ َ‫ق‬, ‫ قُ ْربِي‬dan yang lain, dari lafazh-lafazh yang
pengucapannya berbeda namun maknanya sama, sekalipun lisan-lisan mereka berbeda dalam
menjelaskannya. Seperti yang kami riwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
yang kami riwayatkan dari Shahabat radhiyallahu 'anhum.

Dan itu seperti perkataan anda:” َّ‫هلُم‬


َ , َّ‫أ َ ْق ِب ْل‬, ‫ت َ َعال‬. juga perkataan:”Maa Yanzhuruuna Illa

Zaqiyyatn.’ dan dibaca pula:“Illaa Shaihatan.”


Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah menjawab pertanyaan yang mungkin terlontar:”Di
kitab Allah yang mana kita dapati satu huruf dibaca dengan tujuh bahasa (dialek) yang berbeda
lafazh dan sama dalam makna?” Maka beliau rahimahullahmenjawab:”Kamu tidak mengklaim
kalau hal itu ada sekarang ini”Dan terhadap pertanyaan lain:”Lalu bagaimana dengan keenam
huruf lainnya, kenapa ia tidak ada?” Beliau jawab:”Umat Islam diperintahkan untuk menjaga
(menghafalkan) al-Qur’an, dan mereka diberi pilihan untuk membaca dan menghafalnya dengan
huruf mana saja dari ketujuh huruf tersebut yang mereka suka. Kemudian setelah itu ada alasan
yang mengharuskan mereka membacanya dengan satu huruf pada zaman ‘Utsman radhiyallahu
'anhu dikarenakan khawatir munculnya fitnah. Kemudian ummat sepakat di atas hal tersebut
(membaca dengan satu huruf) , yang mana mereka terjaga dari kesesatan (maksudnya
kesepakatan mereka adalah benar karena ummat ini dijaga dari kesesatan).”(Tafsir ath-
Thabari)
Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh sisi
bahasa;yaitu berupa amr (perintah), nahyu (larangan), halal, haram, muhkam, mutaysabih,
dan matsal (perumpamaan). Maka bisa dijawab bahwa zhahir (makna yang nampak) dalam
hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah suatu
kalimat yang dibaca dengan dua, tiga sampai tujuh model bacaan dalam rangka memberikan
kelonggaran bagi ummat ini. Dan satu perbuatan atau benda tidak mungkin menjadi halal atau
haram dalam satu ayat, dan makna kelonggaran bukan dalam hal mengharamkan yang halal dan

13
menghalalkan yang haram dan juga bukan dengan merubah sesuatu dari maknanya yang
disebutkan.
Dan yang ada dalam hadits-hadts yang lalu menjelaskan bahwa para Shahabat radhiyallahu
'anhumyang berselisih dalam bacaan menghadap kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, lalu beliau meminta masing-masing dari mereka untuk membaca, kemudian
beliau shallallahu 'alaihi wasallam membenarkan masing-masing dari bacaan mereka sekalipun
bacaannya berbeda-beda. Sampai-sampai sebagian shahabat bingung terhadap pembenaran
beliau terhadap bacaan-bacaan tersebut. Maka Nabishallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada
para Shahabat yang bingung ketika beliau membenarkan semua bacaan:
َّ
‫إن هللا أ َم َرني أن أقرأ على سبعة أحوف‬
”Sesungguhnya Allah memerintahkan aku untuk membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf.”
Dan sudah dimaklumi bahwa perdebatan (perselisihan) mereka dalam hal-hal yang
mereka perselisihkan di dalamnya adalah bagian dari itu (dalam masalah bacaan). Seandainya
perdebatan mereka dan perselisihan mereka dalam makna yang ditunjukkan oleh bacaan mereka
berupa, penghalalan, pengharaman, janji, ancaman dan yang semisalnya tentu mustahil bagi
Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam untuk membenarkan semuanya (perbedaan mereka), dan
(mustahil) memerintahkan masing-masing mereka untuk berpegang teguh dengan bacaannya
masing-masing di atas apa yang ada pada mereka.
Dan juga seandainya hal itu boleh dibenarkan maka berarti Allah Yang Mahaterpuji telah
memerintahkan sesuatu dan mewajibkannya –dalam bacaan orang yang bacaannya
menunjukkan wajib- dan sekaligus melarang hal yang sama dan memperingatkannya –dalam
bacaan orang yang bacaannya menunjukkan larangan dan peringatan- dan juga membolehkan
perbuatan itu. Dan berarti juga Dia membolehkan bagi siapa saja para hamba-Nya untuk
melakukan apa yang mereka suka untuk mereka perbuat, dan bagi siapa dari para hambanya
untuk meninggalkannya dalam bacaan orang yang bacaannya menunjukkan takhyiir (pilihan).
Dan hal menjadikan orang yang berkata dengan pendapat ini menetapkan seandainya ia
mengatakannya- apa yang telah dinafikkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitab-Nya:

}82{‫َك ِثير‬ ‫اختِالَفا‬ َ ‫أَفَالَ يَتَدَب َُّرونَ ْالقُ ْر َءانَ َولَ ْو َكانَ ِم ْن ِعﻨ ِد‬
ْ ‫غي ِْر هللاِ لَ َو َجدُوا فِي ِه‬
” Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an? Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”

14
(QS. An-Nisaa’: 82)

Dan dalam penafian (peniadaan) Allah Yang Maha terpuji terhadap adanya perbedaan
(perselisihan) itu, adalah dalil yang sangat jelas bahwa Dia tidaklah menurunkan kitab-Nya
melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam melainkan dengan satu hukum
yang disepakati oleh seluruh makhluknya, bukan dengan hukum-hukum yang berbeda-beda.
Adapun pendapat keempat yang mengatakan bahwa maksud dari tujuh huruf adalah sisi-sisi
perbedaan yang di dalamnya terjadi perbedaan. Maka pendapat ini dijawab bahwa sekalipun
pendapat ini menyebar dan bisa diterima, namun ia tidak tegak dihadapan dalil-dalil pendapat
pertama yang secara tegas menunjukkan bahwa ia (maksud tujuh huruf) adalah perbedaan dalam
lafazh dan kesamaan makna. Dan sebagian sisi perubahan atau perbedaan yang mereka sebutkan
datang lewat Qira’ah Ahad(tidak mutawatir). Dan tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa
semua yang ada di dalam al-Qur’an ditetapkan lewat riwayat yang mutawatir. Dan
kebanyakannya kembali kepada bentuk kalimat atau cara penyampaian, yang tidak menjadikan
adanya perbedaan dalam lafazh. Seperti perbedaan dalam ‘Irab, Tashrif (Sharf),
Tafkhim (penebalan bacaan huruf), Tarqiq (penipisan bacaan huruf), Fath, Imalah, Izhar,
Idgham, danIsymam. Dan ini bukan termasuk perbedaan yang di dalamnya ada bermacam-
macam lafazh dan makna, karena sifat-sifat tersebut yang berbeda dalam pengucapannya tidak
keluar dari statusnya sebagai satu lafazh.
Dan pembela pendapat ini memandang bahwa mushaf-mushaf ‘Utsmani telah mencakup ketujuh
huruf ini semua, dalam artian bahwasanya ia mencakup huruf-huruf (bacaan) yang
memungkinkan ditunjukkan oleh rasm (tulisan) tersebut.

}8{ َ‫َوالَّذِينَ ُﻫ ْم ﻷ َ َمانَاﺗِ ِه ْم َو َع ْه ِد ِﻫ ْم َراعُون‬


”Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
(QS. Al-Mu’minun: 8) yang dibaca dengan bentuk jamak dan mufrad (tunggal) dalam rasm

‘Utsmani ditulis ‫ ﻷَمﻨ ِت ِه ْم‬, bersambung dan di atasnya ada alif kecil (di atas

huruf Miim dan Nuun).seperti dalam firman-Nya dalam surat Saba’ ayat 19:

ِ َ‫أ َ ْسف‬
}19{ … ‫ارنَا‬ َ‫فَقَالُوا َربَّﻨَا َبا ِع ْد َبيْن‬
Di dalam mushaf ‘Utsmani ditulis ‫ َب ِع ْد‬dengan menyambung hurufBa’ dengan ‘Ain dan ada alif

kecil (di atas huruf Ba’).

15
Dan ini tidak bisa diterima pada setiap sisi perbedaan yang mereka sebutkan. Seperti perbedaan
dengan penambahan dan pengurangan ; seperti dalam surat at-Taubah ayat 100:

ُ ‫اْﻷ َ ْن َه‬
{100{… ‫ار‬ َ َ ‫َوأ‬
ٍ ‫عدَّ لَ ُه ْم َجﻨَّا‬
‫ت ﺗَ ْﺠ ِري ﺗَ ْﺤتَ َها‬
ْ َ‫ﺗ‬
dibaca ‫ﺠ ِري‬ ُ ‫ اْﻷ َ ْن َه‬dengan tambahan ‫من‬
‫ار ﺗَ ْﺤت َ َها من‬
seperti dalam surat al-Lail ayat 3:

}3{ ‫َواْﻷُنثَى‬ ‫َو َما َخ َلقَ الذَّ َك َر‬


dibaca ‫والذَّ َك َر‬ ‫ َواْﻷُنثَى‬dengan mengurangi kata َ‫َو َما َخلَق‬
Dan perbedaan dengan cara mendahulukan dan mengakhirkan,
seperti dalam firman-Nya dalam surat Qaaf ayat 19:

}19{ … ِ ‫ت بِ ْال َﺤ‬


‫ق‬ ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َﻤ ْو‬ ْ ‫َو َجآ َء‬
َ ‫ت‬
Dibaca dengan:

ِ ‫بِ ْال َﻤ ْو‬


َّ}19{ …َّ‫ت‬ ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َﺤ‬
‫ق‬ ْ ‫َو َجآ َء‬
َ ‫ت‬
Dan perbedaan dalam penggantian,
seperti dalam firman-Nya dalam surat al-Qari’ah ayat 5:

}5{ ‫َوﺗَ ُك ْو ُن ْال ِﺠبَا ُل َك ْال ِع ْه ِن ْال َﻤ ْﻨفُ ْو ِش‬


Dibaca dengan:

ِ ‫ْال َﻤ ْﻨفُ ْو‬


}5{ ‫ش‬ ‫َوﺗَ ُك ْو ُن ْال ِﺠبَا ُل َك ْالصوف‬
ِ ‫ َك ْال ِع ْه‬dengan ‫َك ْالصوف‬
Dengan mengganti ‫ن‬

Kalau seandainya hal-hal ini terkandung dalam mushaf ‘Utsmani maka tidak mungkin ia
(mushaf ‘Utsmani) menjadi pemutus (solusi) perselisihan dalam masalah perbedaan bacaan. Hal
ini dikarenakan penyelesaian perbedaan itu hanyalah dengan mengumpulkan manusia di atas
satu huruf di antara huruf yang tujuh yang dengannya Al Qur’an diturunkan. Kalau bukan karena
itu (dengan cara itu) niscaya perbedaan tersebut akan berlangsung terus. Dan seandainya
demikian niscaya tidak ada perbedaan antara pengumpulan Al Qur’an di zaman ‘Utsman
radhiyallahu 'anhu dengan zaman Abu Bakar radhiyallahu 'anhu.
Namun yang ditunjukkan oleh atsar-atsar (riwayat) dalam masalah ini adalah bahwa
pengumpulan (penyusunan) al-Qur’an yang dilakukan oleh ‘Utsman radhiyallahu 'anhu ada
dengan cara menyalin salah satu huruf dari ketujuh huruf, sehingga menyatukan manusia di atas

16
satu bacaan, yang mana beliau berpendapat bahwa pembolehan membaca Al Qur’an dengan
tujuh huruf adalah dalam rangka mengangkat kesusahan dan kesulitan (dalam membaca dan
menghafal) di masa-masa awal Islam, dan kebutuhan akan hal itu sudah berakhir. Maka kuatlah
alasan untuk menghilangkan sumber Khilaf (perbedaan) dengan cara menyatukan manusia di
atas satu huruf. Dan para Shahabatpun menyepakati hal itu.
Dan para Sahabat radhiyallahu 'anhum di zaman ‘Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu
'anhuma belum butuh terhadap pengumpulan al-Qur’an seperti yang terjadi pada pengumpulan
di zaman ‘Utsman radhiyallahu 'anhu. Karena di zaman keduanya belum terjadi perbedaan
sebagaimana yang terjadi di zaman ‘Utsman radhiyallahu 'anhu. Dengan demikian
‘Utsman radhiyallahu 'anhu telah diberikan taufiq (ilham dan kemudahan) untuk melakukan hal
yang besar, yaitu menghilangkan perbedaan, menyatukan ummat dan menenteramkan mereka.
Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah pendapat pertama, yaitu bahwa yang di
maksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab.”
Rasulullah saw bersabda : “Agar mempermudah ummatku, bahwa ummatku tidak mampu
melaksanakannya“,
Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazry berkata: “Adapun sebabnya Al Qur’an didatangkan
dengan tujuh huruf, tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada ummat, serta
memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasan, rahmat dan spesialisasi yang
diberikan kepada ummat utama disamping untuk memenuhi tujuan Nabinya sebagai makhluk
yang paling utama dan kekasih Allah ta’ala “.
Dimana Jibril mendatangi Nabi SAW. sambil berkata: “Bahwa Allah Swt telah
memerintahkan kamu untuk membacakan Al Qur’an kepada ummatmu dengan satu huruf”.
Kemudian Nabi saw menjawab: “Saya akan minta ‘afiyah (kesehatan) dan pertolongan dulu
kepada Allah karena ummatku tidak mampu”.
Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan sampai dengan tujuh huruf. Menyatukan
ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari
berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-su ku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada
musim haji dan lainnya.

17
E. HIKMAH DARI TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN TUJUH HURUF
Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al Qur’an dengan “tujuh huruf”
adalah sebagai berikut:[9]
1. Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis,
yang setiap kabilahnya mempunyai dialek berbeda namun belum terbiasa menghafal
syari’at, apa lagi mentradisikannya.
2. Bukti kemukjizatan Qur’an yang mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding
dengan segala macam cabang dialek bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap orang
Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah
menjadi lahjah kaumnya.
3. Kemukjizatan Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya, sebab perubahan-
perubahan bentuk lafadz pada sebagian huruf dan kata-kata memberikan peluang luas
untuk dapat disimpulkan dari padanya berbagai hukum. Hal inilah yang menyebabkan
Qur’an relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para Fuqaha dalam Istinbat
(penyimpulan hukum) dan Ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.
4. Bukti kemukjizatan Quran bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang Arab. Al Quran
mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan segala macam cabang
dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang Arab, sehingga setiap orang
Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah
menjadi watak dasar mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan Al Quran
sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan mereka tidak
mampu menghadapi tantangan tersebut. Sekalipun demikian, kemukjizatan itu bukan
terhadap bahasa melainkan kepada naluri kebahasaan mereka itu sendiri.

18
[9] Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, hlm 244.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur dengan berbagai dialek (lafjah) yang
berbeda dari berbagai suku yang ada di Arab saat itu. Mengingat dialek suku Quraisy lebih
dominan karena mempunyai banyak kekhususan diantaranya menjaga Baitullah dan menerima
jemaah haji dari seluruh penjuru dunia maka dialeknya banyak digunakan dalam penyusunan
Al Qur’an ini. Untuk membuktikan bahwa Al Qur’an itu benar-benar kitab yang diturunkan oleh
Allah SWT. Dzat yang Maha bijaksana sehingga Al Qur’an turun sesuai dengan tujuan dan
fungsinya, perlu adanya kajian beberapa Fuqoha tentang ilmu Qira’at.Pada dasarnya masing-
masing ulama berpendapat bahwa Al Qur’an diturunkan atas “tujuh huruf”, dalil-dalil yang
tersaji dalam makalah ini mempunyai pemahaman yang mengungkap “tujuh huruf” dengan
banyak pengertian di dalamnya. Dari sekian banyak pendapat yang memperdebatkan masalah
konsep tujuh huruf dalam penyusunan al Qur’an ini maka dapat disimpulkan bahwa tujuh huruf
itu bukan menunjukan jumlah bilangan tetapi jumlah bahasa atau dialek yang ada dan
berkembang dikalangan bangsa Arab saat al Qur’an di turunkan. Ketujuh bahasa itu adalah
bahasa Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.
Mengingat al Qur’an adalah kalam Ilahi untuk seluruh umat maka dengan bahasa yang
tersirat dan tersurat sesuai konsep yang sudah disepakati, diharap mudah dipelajari, dipahami
dan dapat merealisasikan ajaran yang terkandung di dalamnya. Subhanallah dengan pemahaman
yang dipelajari dan diamalkan dari Al Qur’an seoserang yang mengimaninya akan mendapat
kunci kesuksesan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Meyakini kebenaran bahasa dalam al
Qur’an sebagai bahasa komunikasi seoserang dengan Sang Maha Pencipta Allah SWT. maka
konsep tujuh huruf sangatlah tepat dan realistis pembuktiannya. Sejarah membuktikan para
Fuqaha yang memperdebatkanya dapat memperjelas kebenaran dan argumennya tentang konsep
tujuh huruf tersebut. Al Qur’an akan tetap lestari hingga akhir zaman dengan konsep tujuh huruf
itu kalaupun ada perbedaan hanya dalam penafsiran tetapi maknanya tetap sama. Tafsir yang
berkembang hanya memperjelas pemahaman makna tanpa mengubah makna aslinya, mengingat
zaman semakin berkembang.

19
B. SARAN
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis menyarankan seharusnya dalam membaca ayat-ayat Al Qur’an memperhatikan kaidah-
kaidah yang benar serta disesuaikan dengan ilmu qira’at Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf) sehingga
mudah dipahami oleh semua pembaca dan pendengarnya, agar makna dari pemahaman Al
Qur’an tepat mengena serta dapat dirasakan nilai kemanfaatannya bagi seluruh umat manusia.
Untuk kesempurnaan materi pembahasan, penulis mengharapkan pembaca untuk memberikan
sumbangan saran serta kritikan dalam memperbaiki makalah penulis yang akan datang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Digital
Al-Itqan, Jilid 1
Fathoni, Ahmad. Kaidah Qiraat Tujuh I. Institut PTIQ Jakarta. 1991.
Hudlari Bik, Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, Terj. Mohammad Zuhri, Rajamurah Al-Qona’ah, 1980.
http://www.muslimdaily.net/khazanah-islam/turunnya-al-quran-dengan-tujuh-huruf.html/ diakses
pada pukul 22:05 WIB tanggal 9/13/2017

http://blog.pesantrenmedia.com/7-huruf-dalam-al-quran-sabatul-ahruf/ diakses pada pukul 21:32


WIB tanggal 9/13/2017

Manna Khalil Al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, 2013.

___________________. ‫ القرآن علوم في مباحث‬Maktabah Ma’arif Linasyr wat Tauzi’


Riyadh. Diterjemahkan dan dipsoting oleh Abu Yusuf Sujono. tth.

Rosihon Anwar, Ulum Al Qur’an, CV Pustaka Setia, 2010.

21

Anda mungkin juga menyukai