Anda di halaman 1dari 2

7.

Gerak Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

A. Demokrasi Parlementer (1949 – 1959)


Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar, yaitu:

 Pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 - 17
Agustus 1950. Dalam rentang waktu ini, bentuk negara Indonesia berubah dari kesatuan
menjadi serikat. Sistem pemerintahan berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.
 Pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 pada
rentang waktu 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959. Periode pemerintahan ini bentuk negara
kembali berubah menjadi negara kesatuan. Sistem pemerintahan menganut sistem
parlementer.

B. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)


Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam dekrit tersebut,
Presiden menyatakan membubarkan Dewan Konstituante dan kembali pada UUD NRI 1945.
Dekrit presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer dan era Demokrasi terpimpin
dimulai. Yang disebut demokrasi pada masa ini ialah perwujudan kehendak presiden dalam
rangka menempatkan dirinya sebagai satu-satunya institusi yang paling berkuasa di
Indonesia. Soekarno memiliki kuasa absolut dan berwenang penuh atas penyelenggaraan
negara. Beberapa kebijakan masa demokrasi terpimpin yakni:
- Berkonfrontasi dengan Malaysia
- Keluar dari PBB
- Menyelenggarakan Asian Games pertama
- Menghabiskan anggaran negara dan memanfaatkan pinjaman untuk pembangunan
proyek-proyek mercu suar
- Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup
- Tidak ada pemilu
- Soekarno membentuk Kabinet 100 Menteri (Kabinet Dwikora II) dengan jumlah 132
pejabat pembantu presiden

C. Demokrasi Pancasila Era Orde baru (1965 – 1998)


Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep
Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat
Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik
dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno
menjadi lebih demokratis pada Orde Baru. Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde
Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu:

1. Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang
mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan.
2. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi
musuh Indonesia pada masa ini.
3. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan
PKI dalam waktu relatif singkat. Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya
terwujud. Karena sebenarnya tidak ada perubahan subtantif dari kehidupan politik
Indonesia.
Antara Orde Baru dan Orde lama sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan
politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses
politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan adalah pengontrol utama lembaga negara lain
yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM,
Partai Politik dan sebagainya). Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki
oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan
dan Panglima Tertinggi ABRI. Berdasarkan kondisi tersebut, pelaksanaan demokrasi
Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan
konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa. Kenyataan yang terjadi, pelaksanaan
Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.

D. Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1998 – Sekarang)


Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden pada Sidang Umum MPR pada Maret
1998. Tetapi penyimpangan-penyimpangan pada masa pemerintahan Orde Baru membawa
Indonesia pada krisis multidimensi, diawali krisis moneter yang tidak kunjung reda. Krisis
moneter membawa akibat terjadinya krisis politik, di mana tingkat kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah begitu kecil. Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di
Indonesia. Akibatnya pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto
terperosok ke dalam kondisi yang diliputi berbagai tekanan politik baik dari luar maupun
dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta
Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan
massa yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari
jabatannya.
Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil
alih Gedung DPR/MPR. Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh. Soeharto ingin
menyelamatkan kursi kepresidenan dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti
perombakan (reshuffle) kabinet dan membentuk Dewan Reformasi. Tetapi pada akhirnya
Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya. Presiden
Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka menyatakan berhenti sebagai Presiden.
Dengan menggunakan UUD 1945 pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden
Habibie disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. Karena DPR tidak
dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil alih gedung DPR. Kepemimpinan Indonesia
segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya
proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi kontroversi tentang status hukumnya,
pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu bertahan selama satu tahun kepeminpinan.

Anda mungkin juga menyukai