Anda di halaman 1dari 3

Demokrasi Masa Orde Baru

Demokrasi terpimpin masa Orde Lama berakhir setelah keluarnya surat perintah 11
Maret (Supersemar). Kemudian dimulailah era demokrasi Pancasila pada masa
Orde Baru ini.

Pelaksanaan demokrasi masa orde baru diletakkan pada kemurnian Pancasila dan
UUD 1945. Meski begitu, demokrasi pada masa Orde Baru ini tidak berjalan sesuai
rencana karena banyak terjadi penyimpangan seperti:

1. Berkurangnya kontrol sipil terhadap militer


2. Sistem peradilan yang kurang independen
3. Pelaksanaan pemilu yang tidak demokratis
4. Kekuasaan eksekutif yang lebih luas jika dibandingkan dengan kekuasaan
legislatif dan yudikatif
5. Peran media massa yang dibatasi
6. Adanya tekanan terhadap kelompok kepentingan
7. Perlindungan yang minim terhadap kelompok minoritas

Baca artikel detikedu, "Perkembangan Demokrasi di Indonesia Masa Orde Lama-


Reformasi"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6603491/perkembangan-
demokrasi-di-indonesia-masa-orde-lama-reformasi.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Demokrasi Indonesia periode orde baru (1965-1998) Era baru dalam pemerintahan dimulai
setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto
dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Baca juga: Isi Pokok Demokrasi Pancasila dan
Asasnya Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep
Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat
Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik dari
yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih
demokratis pada Orde Baru. Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah
pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu: Soeharto sebagai tokoh utama
Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa Indonesia
dari keterpurukan. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
menjadi musuh Indonesia pada masa ini. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan
Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu relatif singkat. Baca juga: Asas Pokok
Demokrasi Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena sebenarnya tidak
ada perubahan subtantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde lama
sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan
Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan
adalah pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA,
BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya). Soeharto mempunyai
sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar,
Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI. Berdasarkan kondisi
tersebut, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa.

Demokrasi Masa Reformasi


Setelah masa Orde Baru berakhir atas tuntutan masyarakat, pemerintahan di
Indonesia hingga kini masuk ke era reformasi. Pada masa reformasi ini, demokrasi
sudah lebih terjamin dan dapat dilaksanakan oleh semua golongan masyarakat.

Bukti perkembangan yang signifikan pada demokrasi di era reformasi ini ditandai
dengan banyak munculnya partai politik, kemerdekaan pers, terselenggaranya
pemilu yang demokratis, adanya otonomi daerah, hingga pembebasan narapidana
politik dan tahanan politik.

Baca artikel detikedu, "Perkembangan Demokrasi di Indonesia Masa Orde Lama-


Reformasi"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6603491/perkembangan-
demokrasi-di-indonesia-masa-orde-lama-reformasi.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Demokrasi Indonesia periode reformasi (1998-sekarang) Soeharto terpilih kembali sebagai


Presiden pada Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Tetapi penyimpangan-penyimpangan
pada masa pemerintahan Orde Baru membawa Indonesia pada krisis multidimensi, diawali krisis
moneter yang tidak kunjung reda. Krisis moneter membawa akibat terjadinya krisis politik, di
mana tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Kerusuhan-kerusuhan terjadi
hampir di setiap daerah di Indonesia. Akibatnya pemerintahan orde baru di bawah pimpinan
Presiden Soeharto terperosok ke dalam kondisi yang diliputi berbagai tekanan politik baik dari
luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka
meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan
massa yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari jabatannya.
Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara Demokrasi Lengsernya Soeharto
Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung
DPR/MPR. Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh. Soeharto ingin menyelamatkan
kursi kepresidenan dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti perombakan (reshuffle)
kabinet dan membentuk Dewan Reformasi. Tetapi pada akhirnya Presiden Soeharto tidak punya
pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya. Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana
Merdeka menyatakan berhenti sebagai Presiden. Dengan menggunakan UUD 1945 pasal 8,
Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya di
hadapan Mahkamah Agung. Karena DPR tidak dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil
alih gedung DPR. Kepemimpinan Indonesia segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini
merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi
kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu bertahan
selama satu tahun kepeminpinan.

Sistem demokrasi masa orde lama


Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama (1959–1965) adalah masa
ketika Presiden Indonesia Soekarno berkuasa di bawah naungan
Undang-Undang Dasar 1945 yang asli. Demokrasi terpimpin sendiri
adalah sebuah sistem demokrasi yang seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran
Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD
1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai
tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota
Konstituante. Pemungutan suara ini dilakukan pada 30 Mei, 1 Juni, dan 2 Juni 1959 dalam
rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
[butuh rujukan]
Hasil pemungutan suara hari pertama menunjukan bahwa: 269 orang setuju untuk kembali ke
UUD 1945 dan 119 orang menolak untuk kembali ke UUD 1945. Meskipun suara terbanyak
menyetujui opsi kembali ke UUD 1945, suara tersebut belum mencapai 2/3 dari jumlah suara,
yaitu 312 suara sehingga pemungutuan suara harus diulangi.[4] Pemilihan hari kedua
menunjukan bahwa: 264 setuju dan 204 menolak. Adapun pemilihan hari ketiga menunjukan
bahwa: 263 setuju dan 203 menolak.[5]
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai
2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut Dekret
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:[6]

1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950


2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Setelah diberlakukannya Dekrit Presiden diberlakukan, keterlibatan militer dalam politik dan
lembaga politik kian meluas. Pada 10 Juli 1959, Sukarno mengumumkan Kabinet Kerja,
sepertiganya menteri berasal dari militer.[7]

Anda mungkin juga menyukai