0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
56 tayangan3 halaman
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia telah mengalami perubahan dari masa ke masa, mulai dari demokrasi parlementer pada masa Republik I, demokrasi terpimpin pada masa Republik II, kekuasaan presiden yang dominan pada masa Republik III, hingga peran lembaga-lembaga negara yang proporsional dan kebebasan berpolitik masyarakat yang lebih besar pada masa Reformasi saat ini.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia telah mengalami perubahan dari masa ke masa, mulai dari demokrasi parlementer pada masa Republik I, demokrasi terpimpin pada masa Republik II, kekuasaan presiden yang dominan pada masa Republik III, hingga peran lembaga-lembaga negara yang proporsional dan kebebasan berpolitik masyarakat yang lebih besar pada masa Reformasi saat ini.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia telah mengalami perubahan dari masa ke masa, mulai dari demokrasi parlementer pada masa Republik I, demokrasi terpimpin pada masa Republik II, kekuasaan presiden yang dominan pada masa Republik III, hingga peran lembaga-lembaga negara yang proporsional dan kebebasan berpolitik masyarakat yang lebih besar pada masa Reformasi saat ini.
Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Dari Masa Ke Masa
A. Masa Republik Indonesia I (1945-1959)
Demokrasi yang digunakan pada periode ini adalah demokrasi parlementer, karena pada masa ini merupakan kejayaan parlemen dalam sejarah politik Indonesia. Demokrasi parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamirkan dan diperkuat dalam Undang–Undang Dasar 1949 dan 1950. Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan barlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai kepala negara dan menteri-menterinya mempunyai tanggung jawab politik. Penerapan demokrasi tersebut ternyata kurang cocok di Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan dalam beberapa negara Asia lain. Persatuan masyarakat Indonesia melemah dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif setelah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk didominasi oleh partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. Disamping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak mendapat saluran dan tempat yang realistis dalam kehidupan politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting. Misalnya seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai rubberstamp (presiden yang membubuhi capnya belaka) dan seorang tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan- persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indoonesia pada umunya. Faktor-faktor semacam inilah yang mendorong presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dan berakhirnya masa demokrasi parlementer.
B. Masa Republik Indonesia II (1959-1965)
Pada periode ini sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi terpimpin, dengan ciri-ciri didominasi oleh presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial-politik. Dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali kepada UUD 1945 berdampak sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Dengan demokrasi terpimpin memungkinkan Soekarno untuk menjadi salah satu agenda setter politik Indonesia, yang akhirnya membuat dia menjadi pemimpin yang sangat berkuasa dan menjadi seorang diktator. Politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik ulur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama pada waktu itu, yaitu Soekarno, PKI dan Angkatan Darat. Pada periode ini juga terjadi penyelewengan di bidang perundang- undangan dimana berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai Dekrit 5 Juli sebagai sumber hukum. Kemudian didirikan pula badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan. Partai politik dan pers yang menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi bertambah suram. G 30S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya masa demokrasi Pancasila.
C. Masa Republik Indonesia III (1965-1998)
Landasan formal dari periode ini adalah Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, serta ketetapan-ketetapan MPRS. Pada Periode ini menunjukkan peranan presiden yang semakin besar, karena pemusatan kekuasaan berada di tangan presiden (Soeharto) yang telah menjelma sebagai tokoh yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia, tidak saja karena jabatannya sebagai presiden dalam sistem presidensial, tetapi juga karena pengaruhnya yang dominan dalam elit politik Indonesia. Keberhasilan memimpin penumpasan G 30S/PKI dan kemudian membubarkan PKI dengan menggunakan Surat Perintah 11 Maret (Super Semar) memberikan peluang yang besar bagi Soeharto untuk menjadi tokoh yang paling berpengaruh di Indonesia menggantikan Soekarno. Masa Republik Indonesia III menunjukkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pemilu. Pada periode ini telah dilaksanakan enam kali pemilu, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, dan 1997. Namun ternyata nilai-nilai demokrasi tidak diberlakukan dalam pemilu-pemilu tersebut karena tidak ada kebebasan memilih bagi para pemilih dan tidak ada kesempatan yang sama bagi ketiga Organisasi Peserta Pemilu (OPP) untuk memenangkan pemilu. Pada periode ini, pembangunan ekonomi Indonesia sangat baik karena menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an. Namun seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut, ternyata Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) juga berkembang dengan pesat. Di bidang politik, dominasi Presiden Soeharto telah membuat presiden Soeharto menjadi penguasa mutlak karena tidak ada satu lembaga pun yang dapat menjadi pengawasa presiden dan mencegahnya melakukan penyelewengan kekuasaan (abuse of power). Akibat dari semua ini adalah semakin menguatnya kelompok-kelompok yang menentang Presiden Soeharto dan Orde Baru terutama dari kelompok mahasiswa dan pemuda. Gerakan mahasiswa yang berhasil menduduki Gedung MPR/DPR di Senayan pada bulan Mei 1998 merupakn langkah awal kejatuhan Presiden Soeharto dan tumbangnya orde baru. Presiden Soeharto merasa tidak mendapat dukungan yang besar dari rakyat sehingga ia memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Presiden RI pada tanggal 20 Mei 1998. Mundurnya Presiden Soeharto ini menjadi pertanda berakhirnya masa Republik Indonesia III dan disusul dengan masa Republik Indonesia IV.
D. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang)
Pada periode ini Indonesia memasuki era baru yang biasa disebut dengan era reformasi yaitu era yang menjadi babak baru dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Jika masa sebelumnya demokrasi di Indonesia diwarnai oleh kekuasaan presiden yang sangat dominan dan peran lembaga-lembaga lainnya, di era reformasi ini tampak peran yang sangat proporsional di antara lembaga-lembaga negara yang ada. Kemudian jika di masa sebelumnya kebebasan warga masyarakat mendirikan partai politik sangat dibatasi dengan dalih penciptaan stabilitas nasional yang mantap, pada era reformasi ini warga masyarakat memiliki kebebasan politik yang sangat besar untuk mendirikan partai politik. Langkah terobosan yang dilakukan pada periode ini untuk melakukan perubahan adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 serta pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.