Program Studi :
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat, rahmat, dan
salam selalu tercurahkan kepada Baginda alam nabi besar Muhammad SAW. atas
limpahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Moderasi Islam Indonesia sebagai agen Islam Rahmatan lil ‘Alamin ”
tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini merupakan tugas yang diberikan
dalam mata kuliah Islam Moderat.
Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan penulisan makalah ini. Saya menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen pengajar yang telah
memberikan tugas danpetunjuk kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.
Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami maupun rekan-rekan, sehingga dapat menambah pengetahuan kita
bersama.
BAB II .....................................................................................................................4
PEMBAHASAN .....................................................................................................4
A. Islam Moderat ............................................................................................4
B. Islam Wasath ..............................................................................................6
C. Islam Rahmatan lil Alamin .......................................................................7
A. Islam Moderat
Terkait itu, beberapa tahun lalu Rektor Universitas Paramadina yang saat
itu dijabat oleh Anies Baswedan bertemu dengan Presiden SBY. Agenda yang
dibicarakan oleh keduanya adalah bagaimana memperkuat ‘Islam Jalan Tengah’
di Indonesia .1‘Islam Jalan Tengah’ adalah istilah lain dari ‘Islam Moderat’.
‘Islam Moderat’ tentu merupakan istilah baru. Istilah ini tidak pernah dikenal
dalam khazanah keilmuan Islam klasik (baik dalam terminologi pemikiran
maupun fikih Islam) ataupun dalam konteks siyasah Islam.
Para pemikir Islam maupun para ulama fikih selama berabad-abad tidak
pernah memunculkan kedua istilah ini. Demikian pula para ulama siyasah Islam.
Kedua istilah ini tidak lain dimunculkan oleh para pemikir dan politisi Barat
ketika mereka menilai kecenderungan kaum Muslim dengan melakukan
kategorisasi: ‘Islam Moderat’ versus ‘Islam Radikal’. ‘Islam Radikal’ juga sering
disebut dengan istilah ‘Islam Garis Keras’ atau ‘Islam Ekstrem’ yang dikesankan
‘angker’. Istilah ini juga sering diidentikkan dengan kaum fundamentalis bahkan
teroris.
1
Republika, 29/2/2008
khususnya kalangan Barat, memunculkan kedua istilah tersebut di tengah-tengah
kaum Muslim?
Dua belas tahun lalu, tepatnya Rabu (29/3/2006), PM Inggris saat itu,
Tony Blair, pernah berkunjung ke Indonesia. Sekretaris Negara saat itu, Yusril
Ihza Mahendra, mengatakan bahwa PM Blair menunjukkan minatnya dalam
diskusi tentang kemajuan Islam di Indonesia. Selain bertemu dengan Presiden
SBY, Blair juga bertemu dan berdialog dengan para pemuka agama Islam di
Indonesia. Yusril mengatakan, dialog difokuskan pada kemajuan apa yang disebut
sebagai ‘Islam Moderat’ dan cara-cara untuk menghadapi pemahaman yang salah
tentang agama Islam. 2
Walhasil, baik Blair maupun Bush telah memvonis Islam dengan ‘ideologi
setan’. Bukan suatu kebetulan jika pernyataan-pernyataan Bush maupun Blair saat
itu diamini dan didukung oleh Gerhard Schroeder (Kanselir Jerman), Berlusconi
(PM Italia) serta para pemimpin, politisi, akademisi dan banyak masyarakat Barat.
2
Eramuslim.com, 30/3/2006
Siapapun yang memiliki pemikiran tersebut dia golongkan sebagai
ekstremis yang harus diperangi. Padahal keempat ciri yang disebut Blair
mencerminkan ajaran Islam itu sendiri. Pasalnya, Islam jelas menolak penjajahan
Israel atas Palestina sebagai tanah milik kaum Muslim. Islam telah menjadikan
syariah sebagai dasar hukum. Islam juga telah mewajibkan kaum Muslim bersatu
dalam naungan Khilafah. Islam pun mengharamkan pengadopsian nilai-nilai
liberal (hadharah) Barat.
Anehnya, pada sisi lain, Blair mempromosikan wajah Islam yang dia sebut
‘moderat’. Mereka yang menyetujui Israel, menolak syariah, menolak kesatuan
kaum Muslim dalam Kekhilafahan dan mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat
disebut oleh Blair memiliki prasyarat menjadi moderat. Padahal ciri-ciri terakhir
yang disebut oleh Blair ini tidak satu pun bersumber dari ajaran Islam, tetapi
murni bersumber sentimen ideologi Barat sendiri, yakni Kapitalisme sekular yang
notabene bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Sebagai agama dan ajaran, Islam tidak pernah berubah. Islam sudah
lengkap dan sempurna. Hanya saja, pemahaman pemeluknya terhadap Islam itulah
yang berbeda-beda. Ada yang lengkap dan tidak. Ada yang memahami Islam dari
satu aspek, sementara aspek yang lain ditinggalkan. Misalnya, Islam hanya
dipahami dengan tasamuh (toleransi)-nya saja, sementara ajaran Islam yang lain,
yang justru melarang tasamuh tidak dipakai. Dari sini, seolah-olah Islam hanya
mengajarkan tasamuh sehingga Islam terkesan permissif. Padahal kenyataannya
ada yang boleh di-tasamuh dan ada yang tidak. Dengan demikian, tetap harus
dipilah antara Islam dan orangnya.
3
Riza Sihbudi , Menyandera Timur Tengah. (Jakarta: Mizan,2004).. Hal ; 234
4
BBC 29/03/04
5
Artikel Paul Reynolad berjudul “ Preventing a ‘Clash of Civilisations”
Adapun kategorisasi Islam—Moderat, Liberal, Ekstrem, Radikal,
Fundamentalis, dan sebagainya—adalah mapping (pemetaan) yang berfungsi
untuk memudahkan peneliti dalam memahami Islam. Kategorisasi seperti ini
merupakan bagian dari pemetaan yang dilakukan untuk memilah-milah Islam
berdasarkan kecenderungan orangnya.
Dari aspek ini saja sudah keliru. Sebabnya, Islam dinilai dengan menilai
orangnya. Tentu ini bukan dari orang Islam. Karena orang Islam tidak mempunyai
kepentingan untuk melakukan itu. Pemilahan atau pemetaan itu sengaja dilakukan
oleh orang yang berada di luar Islam dalam rangka mendekati orang Islam untuk
kepentingan mereka.
Lalu apa kepentingan mereka? Jelas, yaitu: devide et impera; belah bambu;
satu diinjak, yang lain dirangkul. Tujuan akhirnya, agar orang Islam bisa
dijinakkan dan dikuasai oleh penjajah. Inilah strategi yang juga akui sendiri oleh
George Tenet, mantan Direktur CIA; bahkan merupakan rekomendasi terakhir
Donald Rumsfeld sebelum lengser. Dia menegaskan, bahwa umat Islam tidak bisa
dikalahkan oleh orang luar, kecuali oleh orang Islam sendiri.
B. Islam Wasath
Umat wasath yang dimaksud adalah umat terbaik dan terpilih karena
mendapatkan petunjuk dari Allah. Jalan lurus dalam surat al Fatihah adalah jalan
tengah diantara jalan orang yang dibenci [yahudi] dan jalan orang sesat [nasrani]
8
. Karakter umat washtiyah ada empat : Umat yang adil, Umat pilihan [QS Ali
6
Mufradat al Fazh Al Qur’an, Raghib Al Isfahani jil II entri w-s-th
7
At Tahrir wa At Tanwir jil II hal 17
8
Tafsir Al Manar jil. II hal 4
Imran : 110], Terbaik dan Pertengahan antara ifrath [berlebihan] dan tafrith
[mengurangi] 9. Makna washatiyah dalam perspektif tafsir ini tidak .10
Islam adalah agama (ad-din) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, diri
dan sesamanya. Dengan demikian Islam bukan hanya mengatur masalah akidah,
ibadah dan akhlak; tetapi juga mengatur masalah ekonomi, pemerintahan, sosial,
pendidikan, peradilan dan sanksi hukum serta politik luar negeri. Inilah yang
dimaksud dengan Islam kaffah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam
al-Quran (QS al-Baqarah [2]: 208).
Karena itu Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna sehingga
Islam tidak lagi membutuhkan agama atau ajaran lain (QS al-Maidah [5]: 3).
Bahkan jika ada yang merasa perlu untuk mengambil dari agama atau ajaran lain,
dengan tegas Allah tolak, dan apa yang dia ambil itu tidak akan pernah diterima
(QS Ali Imran [3]: 85).
9
Tafsir Al Rari, jil. II hal 389-390
10
https://www.obsessionnews.com/islam-moderat-atau-islam-radikal/
11
Al-Wa‘ie, KH Hafidz Abdurrahman, MA
Karena itu pula, Islam—sebagai agama dan ajaran—harus dibedakan
dengan pemeluknya.Sebagai agama dan ajaran, Islam tidak pernah berubah. Islam
sudah lengkap dan sempurna. Hanya saja, pemahaman pemeluknya terhadap
Islam itulah yang berbeda-beda. Ada yang lengkap dan tidak. Ada yang
memahami Islam dari satu aspek, sementara aspek yang lain ditinggalkan.
Misalnya, Islam hanya dipahami dengan tasamuh (toleransi)-nya saja, sementara
ajaran Islam yang lain, yang justru melarang tasamuh tidak dipakai.
Dari aspek ini saja sudah keliru. Sebabnya, Islam dinilai dengan menilai
orangnya. Tentu ini bukan dari orang Islam. Karena orang Islam tidak mempunyai
kepentingan untuk melakukan itu.Pemilahan atau pemetaan itu sengaja dilakukan
oleh orang yang berada di luar Islam dalam rangka mendekati orang Islam untuk
kepentingan mereka.
Lalu apa kepentingan mereka? Jelas, yaitu: devide et impera; belah bambu;
satu diinjak, yang lain dirangkul. Tujuan akhirnya, agar orang Islam bisa
dijinakkan dan dikuasai oleh penjajah.
Inilah strategi yang juga akui sendiri oleh George Tenet, mantan Direktur
CIA; bahkan merupakan rekomendasi terakhir Donald Rumsfeld sebelum lengser.
Dia menegaskan, bahwa umat Islam tidak bisa dikalahkan oleh orang luar, kecuali
oleh orang Islam sendiri. Mengingat pada peristiwa 9/11 Ketiga, pejabat CIA dan
FBI, seperti direktur CIA George Tenet. George Tenet menginginkan otoritas dan
pendanaan untuk rencana pengembangan operasi rahasia ke seluruh dunia
(Worldwide Attack Matrix). Dan 4 hari setelah 9/11, Tenet langsung diberi
otoritas untuk melakukan proyek tersebut.12
Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri yang terbentang dari
Cina, Indonesia, India, Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir hingga Maroko dan
Andalusia. Islam juga mendominasi cita-cita dan akhlak mereka serta berhasil
membentuk gaya hidup mereka. Islam telah membangkitkan harapan mereka serta
meringankan permasalahan dan kecemasan mereka. Islam telah berhasil
membangun kemuliaan dan kehormatan mereka…Mereka telah disatukan oleh
Islam; Islam telah berhasil melunakkan hati mereka, meski mereka berbeda-beda
pandangan dan latar belakang politik. .14
12
Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Satu Dasawarsa The Clash of Civilizations : Membongkar
Politik Amerika di Pentas Dunia, (Yogyakarta : Ar-Ruzz, 2003), hlm. 178-179
13
https://www.obsessionnews.com/islam-moderat-sebuah-kekeliruan-interpretasi-
epistemologi/
14
Will Durant, 1926. The History of Civilization, vol. xiii, hlm. 151
banyak yang telah menyimpang dari al Qur’an karena berasal dari epistemologi
Barat yang sekuler.
Islam adalah suatu pengertian, suatu paham, suatu begrip sendiri, jang
mempujai sipat-sipat sendiri pula. Islam tak usah ‘demokratis’ 100%, bukan pada
otokrasi 100%, Islam itu……jah, Islam”.15. Ungkapan penggagas partai Masyumi
ini adalah salah satu pemikiran dan keyakinannya saat menanggapi pujian
Soekarno kepada Kemal Attaturk yang mengubah ideologi Islam di Turki menjadi
negara demokrasi Barat.
15
M. Natsir, Kapita Selecta : 453
memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Sebab itu, Islam itu adalah
primair”.
Karena itu tidaklah sama antara makna Islam washatiyah dengan Islam
moderat, bagi langit dan bumi. Istilah washatiyah berasal dari epistemologi
Qur’an, sementara istilah moderat berasal dari epistemologi Barat. Meskipun
banyak cendekiawan muslim memaksakan diri untuk menyamakannya.
Menyamakan keduanya akan melahirkan epistemologi oplosan yang menyesatkan
umat.
- Para pemikir Islam maupun para ulama fikih selama berabad-abad tidak
pernah memunculkan kedua istilah ini. Demikian pula para ulama siyasah
Islam. Kedua istilah ini tidak lain dimunculkan oleh para pemikir dan
politisi Barat ketika mereka menilai kecenderungan kaum Muslim dengan
melakukan kategorisasi: ‘Islam Moderat’ versus ‘Islam Radikal’. ‘Islam
Radikal’ juga sering disebut dengan istilah ‘Islam Garis Keras’ atau ‘Islam
Ekstrem’ yang dikesankan ‘angker’. Istilah ini juga sering diidentikkan
dengan kaum fundamentalis bahkan teroris.
b. Saran
https://www.obsessionnews.com/islam-moderat-sebuah-kekeliruan-
interpretasi-epistemologi/
Will Durant, 1926. The History of Civilization, vol. xiii, hlm. 151