Anda di halaman 1dari 21

METODOLOGI STUDI ISLAM

( ISLAM DAN STUDI AGAMA )

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Metodologi Studi
Islam

Disusun Oleh

KELOMPOK 2

ANDRI LUMOTO

MAYANG LAANA

RAHMA S LABUGA

DESTI KATILI

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
T.A 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur dengan tulus dipanjatkan ke akhirat Allah Swt. Karena
berkat taufik dan hidayat-Nya, makalah Metodologi Studi Islam selesai.
Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita
Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir
zaman, dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia
Agama yang disampaikan oleh Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad
Saw. Kini telah berusia hampir lima belas abad lamanya, dan kian hari terasa
samakin dibutuhkan oleh umat manusia yang mendambakan kehidupan yang
tertib, aman, dan damai.
Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari
sempurna baik dari segi isi,metodologi penulisan, maupun analisisnya. Untuk
itu saran dan kritik dari pembaca guna menyempurnaan buku ini akan disambut
dengan senang hati.

Gorontalo, 19 Oktober 2018

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................2


2.1 Pengertian Agama Islam ....................................................................................2
2.2 Sejarah islam ........................................................................................................3
2.3 Nilai-nilai Studi Islam ..........................................................................................12
2.4 Jalan Tengah Peradaban Studi Islam .................................................................. 15

BAB III PENUTUP ..................................................................................................16


4.1 Kesimpulan ..........................................................................................................16
4.2 Saran ....................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................17

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejatera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kahidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-Qur’an dan Hadist. Islam mengajarkan
kehidupan yang dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebagai ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam islam
dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu
dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini
hadirnya Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi
pertama sebagai pemimpin dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan
persoalan-persoalan yang muncul di pulangkan kepada dan diselesaikan oleh
Nabi Muhammad.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Agama Islam?
2. Bagaimana Sejarah Studi Islam?
3. Apa Nilai-Nilai Studi Islam?
4. Bagaimana Jalan Tengah Peradaban Islam?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama Islam


Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian
agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian
tentang Islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dari segi pembahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata selima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti yang berarti berserah
diri masuk dalam kedamaian. 1
Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan bahwa islam
berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa.
Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan
selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata
aslama itu yang menjadikan kata islam yang mengandung arti dari segala arti
yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh karena itu, orang yang berserah
diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim. Orang yang demikian berarti
telah menyatakan bahwa dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah
Swt. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan
akhirat. 2
Dari pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama
yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. 3
Senada dengan itu Nurcholis madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada
Tuhan merupakan hakikat dari pengertian islam. Sikap ini tidak saja merupakan
ajaran tuhan kepada hamba-Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan
disangkutkan kepada manusia itu sendiri. Dengan kata lain ia diajarkan sebagai
pemenuhan alam manusia, peretumbuhan perwujudannya pada manusia selalu
bersifat dari dalam, tidak tumbuh, apa lagi dipaksa dari luar, karena cara yang

1 Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam) (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve,1980), ham 2.
2 NasruddinRazak, Dienul Islam, (Bandung, Al-Ma’arif, 1997), cet. II, ham 56.
3 Harun Nasation, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI,Press, 1979), hlm 9.

5
demikian menyebabkan islam tidak otentik, karena kehilangan dimensinya yang
paling mendasar dan mendalam, yaitu kemurnian dan keikhlasan. 4
Dikalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah
Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini dikarena dinisbahkan
pada umumnya agama diluar Islam yang namanya disandarkan pada nama
pendirinya. Di persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan
pada pendirinya Zarathustra (w.583 SM). Selanjutnya terdapat nama agama
Budha yang dinisbahkan kepada tokoh pendirinya Sidharta Gautama Budha
(lahir 560 M). Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan yang
disandarkan pada orang-orang yahudi (Jews), asal nama dari nagara Juda
(Jedua) atau Yahudi. 5
Dengan demikian, Secara istilah islam adalah nama bagi seatu agama
yang berasal dari Allah Swt. Nama islam itu demikian itu memiliki perbedaan
yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai
hubungan drngan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari suatu
negara. Kata islam adalah nama yang diberikan oleh tuhan sendiri. Hal demikian
dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan oleh Allah
Swt.

2.2 Sejarah Islam


Umat islam sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya, tentu saja
tidak lepas dari peristiwa sejarah. Oleh karena itu, paparan berikut ini
dikhususkan untuk membicarakan sejarah umat islam meskipun, katerbatasan
ruang, sejarah tersebut disajikan singkat.

A.FASE-FASE SEJARAH ISLAM


Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat di mulainya
sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi
dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dumulai
sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul. Oleh karena itu, menurut
pendapat pertama in, selama tiga belas tahun Nabi Muhammad Saw tinggal di

4 Nurcholis Madjid, Islam Dokrin dan Peradaban, Sebuah Tela’ah Kritis tentang Masalah Keimanan,
Manusiaan dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 1992), hlm 426.
5 A Khaer Suryaman, Pengantar ilmu hadis, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1980), hlm 23.

6
Mekah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat. Kedua,
sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam dimulai sejak Nabi
Muhammad Saw hujrah ke Madinah, karena masyarakat muslim baru berdaulat
ketika Nabi Muhammad tinggal di Madinah. Nabi Muhammad Saw tinggal di
Madinah tidak hanya sebagai Rasul, tetapi juga sebagai pemimpin atau kepala
negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat islam, sejarawan
juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau periode sejarah islam.
Paling tidak, ada dua periode sejarah islam dibuat oleh ulama Indonesia, yaitu
A.Hasymy dan Harun Nasution.
Menurut A. Hasymy (1978: 58),periode sejarah islam adalah sebagai
berikut.
1. Permulaan Islam (610-661 M)
2. Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3. Daulah Abbasiah 1 (750-847 M)
4. Daulah Abbasiyah II (847-946 M)
5. Daulah Abbasiyah III (946-1075 M)
6. Daulah Mughal ( 1261-1520 M)
7. Daulah Utsmaniah (1520-1801 M)
8. Kebangkitan (1801-sekarang)
Berbeda dengan A.Hasymy, 6 Harun Nasution (1975: 13-4) dan
Nourouzaman Shidiqi (1986: 12) membagi sejarah islam menjadi tiga periode,
yaitu sebagai berikut.
1. Periode Klasik (650-1250 M)
2. Periode Pertengahan ( 1250-1800 M)
3. Periode modern (1800-sekarang)
Untuk kepentingan analisis,periodisasi sejarah islam yang dipakai dalam
kesempatan ini adalah periodisasi yang dibuat oleh ulama pada umumnya, yaitu
sejarah islam klasik, pertengahan, dan modern. 7

6 Ibid , hlm. 428


7 Ibid, hlm. 24

7
B. ISLAM PERIODE KLASIK
Perkembangan islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika
tinggal di Mekah, Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya mendapat
tekanan dari kalangan Quraisy yang tidak setuju terhadap ajaran yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. Karena tekanan itu, Nabi Muhammad Saw terpaksa
mengirim sejumlah pengikutnya ke Abesinia yang beragama Kristen Koptis
untuk mendaptkan suaka. Itulah fase Mekah yang membuat Nabi Saw bertahan
di Mekah atas dekungan keluarganya. Setelah itu, istri-istrinya, khadijah,
meninggal dunia. Tidak lama kemudian,kepala sukunya meninggal, lalu
digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya.
Pada tahun 620 M, Nabi Muhammaf Saw membuat persetujuan dengan
sejumlah penduduk yatsrib yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya
diterima di kalangan mereka. Didahului dengan kelompok kecil yang bisa
dipercaya, kemudian Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Yatsrib. Setelah itu,
Yasrib disebut Madinah (Madinah al-Rasul). (Anas Ma’ruf, 1994 : 7).
Di Madinah, umat islam dikelompokan menjadi dua: (1) umat islam
yang berasal dari Mekah dan ikut berpindah ke Yatsrib, yang yang disebut
Muhajirin, dan (2) umat islam yang berasal dari Madinah, yang menerimah
kedatangan umat islam dari Mekah. Kelompok kedua disebut Anshar. Di
samping dua kategorisasi di atas, masih terdapat masyarakat yang tetap
memeluk agamanya semula yang tidak berpindah untuk menganut agama islam.
Peristiwa hijrah ditanggapi dengan berbagai pandangan. Orang Mekah
memandang hijrah sebagai keruntuhan terakhir Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan bagi kalangan muhajirin dan anshar, hijrah mengandung beberapa
kalahiran baru, yang tak lama setelah itu berkembang melintasi jazirah Arab.
Setelah kedudukan islam di Madinah menjadi kuat, umat islam
menentukan langkah berikutnya, yaitu menaklukkan mekah setelah sebelumnya
melakukan perudingan yang hampir tanpa kekerasan (630 M). Kesuksesan Nabi
menjadi lengkap. Tempat-tempat suci seperti Kabah, sumur zam-zam,dan
makam Nabi Ibrahim a.s. dikuasai oleh umat islam. Dengan demikian, pada
zaman Nabi Muhammad Saw terdapat dua kota sebagai pusat pengembangan
islam, yaitu Madinah dan Mekah.
Setelah Nabi Muhammad Saw wafat,umat islam berikhtilaf tentang
penggantinya. Menurut satu versi, Nabi Muhammad Saw telah menentukan
8
penggantinya dengan cara wasiat. Kelompok yang beranggapan seperti inii,
dalam sejarah,disebut Syi’ah. Sedangkan versi kedua berpendapat bahwa Nabi
Muhammad Saw tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka
bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi.
Kelompok kedua ini kemudian dikenal sebagai kelompok sunni.
Tidak lama setelah dipimpin oleh khalifah, umat islam yang pada waktu
itu pada umumnya berasal dari suku-suku Arab, mulai melakukan berbagai
penaklukan. Pada tahun 633 M., pasukan umat islam dikirm ke Suriah di utara
dan Persia di timur. Enam tahunkemudian, umat islam maju ke barat, dan sungai
Nil diduduki. Setelah itu, beberapa kota satu per satu berhasil ditaklukkan,
seperti Damaskus (635 M), Bait al-Maqdis, Mesopotamina dan Babilonia, dan
Hulwan (640 M), Nihawand (642 M), Isfahan (643 M), Persia, Iskandariah (642
M), Mesir (639-641 M), Tripoli (647 M), dan Siprus (649 M). Dengan
terlaksananya penaklukan-penaklukan itu, islam yang pada zaman Nabi
Muhammad Saw bersifat Arab menjadi bersifat internasional. Khazanah
kebudayaan klasik pun diserap, dan orang-orang non Arab, terutama Persia,
Kian banyak mengambil aalih jabatan pemerintahan di neger-negeri taklukan.
(Anas Ma’ruf, 1994: 10-11).
Akhir kekuasaan al-khulafa al-rasyidun ditandai dengan terpecahnya
umat islam menjadi dua kubu besar: pendukung Ali bin Abi Thalib dan
pendukung Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang ketika itu berkedudukan sebagai
gubernur Suriah. Perang dua kubu ini diakhiri dengan perdamaian yang dalam
sejarah dikenal dengan tahkim. Hasil tahkim mengecewakan pendukung Ali.
Sebagian pendukungnya ada yang kecewa secaea “berlebihan” yang akhirnya
mencabut dukungannya terhadap Ali, dan berbalik menentang samua pihak
yang terlibat dalam tahkim. Kelompok ini, dalam sejarah, dikenal sebagai
Khawarij.
Meskipun berakhir dengan perpecahan, kekuasaan al-khulafa al-
rasyidun telah berhasil mengubah sifat islam yang bercorak lokal Arab menjadi
bercorak “Internasional”. Pusat-pusat penyebaran islam ketika itu sudah
berpindah; bukan hanya di Mekah dan Madinah, melainkan juga di Suriah di
utara dan Persia di timur, Damaskus, Bait al-Maqdis, Mesopotamia, Babilonia,
Hulwan, Nihawand, Isfahan, Iskandariah, Mesir, Tripoli, dan Siprus.

9
Kekuasaan Bani Umayah di mulai setelah khalifah keempat, Ali bin Abi
Thalib, meninggal dunia. Tidak berbeda dengan fase sebelumnya, kekuasaan
Bani Umayah ditandai dengan perluasan wilayah yang luar biasa. Ibu kota negar
dipindah ke Damaskus, dekat Bait al-Maqdis, oleh Dinasti umat islam yang
sebelumnya telah menduduki Tripoli (sekarang Libia), melanjutkan penaklukan
di Afrika (sekarang Tunisia, Alljajair, dan Maroko).
Pada abad ke-7 M., umat islam melakukan penjagaan yang dipimpin
oleh Thariq bin Jiyad di gunung karang besar yang menguasai Selat Laut
Tengah dan Samudra Atlantik (711 M). Mereka akhirnya sampai di Eropa. Dua
tahun kemudian, umat islam bisa tiba di Australia, dari Spanyol, serangan
diteruskan ke daerah Perancis menggunakan pegunungan Pirenia. Pada tahun
732 M., umat islam di pukul mundur oleh Tours dan Poitiers(Anas Ma’ruf (ed.),
1994: 11).
Di sebelah utara, umat islam betempur secara bergelombang melawan
tentara kerajaan Bizantium. Prajurit Bani Umayah kadang-kadang masuk ke
wilayah Asia kecil, bukan mengepung konstantinopel, tetapi tidak sampai pada
perluasan wilayah yang tetap. Di sebelah Timur, umat islam menduduki
Transoxiana (sekarang Uzbekistan) dan Sind. Sungai Syr Darya dan sungai
Indus menjadi batas timur kekuasaan islam (Anas Ma’ruf (ed.), 1994: 11).
Akhirnya, kekuasaan Bani Umayah berakhir atas pembentrokan yang dimottori
oleh Abu al-Abbas dari Bani Abbas yang bekerja sama dengan Abu Muslim al-
Khurasani dari Syiah.
Abu Abbas pendiri Dinasti Bani Abbas (750 M) pembina sebenarnya
adalah al-Manshur (754-755 M). Sebagai usaha mempertahankan dinasti yang
berada di tangannya, al-Manshur memindahkan ibu kota negara, dari Damaskus
ke Bagdad. Selain itu, ia juga tidak menjadikan orang-orang arab sebagai
pengawalnya. Ia memili orang-orang Persia. Tradisi baru yang dilakukan oleh
al-Manshur adalah mengankat jabatan wazir yang membawahi kepala-kepala
dapartemen. Wazirnya yang terpilih adalah Khalid bin Barmak yang berasal
dari Persia.
Sumber ekonomi Bani Abbas adalah pertanian dan perdagangan. Dalam
bidang pertanian, dibangun simtem pengairan yang sekarang dikenal dengan
irigasi. Dalam sistem perdagangan, dinasti ini memiliki pelabuhan yang

10
merupakan daerah transit perdagangan antara barat dan timur. ( Harun
Nasution, 1, 1985: 68).
Harun al-Rasyid (785-809 M). Adalah raja termasyur pada dinasti ini.
Kekayaan negara, oleh Harun al-Rasyid, digunakan untuk mendirikan rumah
sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi dan pemandia-pemandian umum.
(Harun Nasution, 1, 1985: 68).
Al-Makmun (813-833 M) sangat memperhatikan ilmu pengetahuan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani kedalam bahasa arab, ia menggaji
para menerjemah dari golongan kristen, Sabi, dan penyembah bintang. Di
samping itu, ia pun mendirikan Bait al-Hikmah. Al-Mu’tasim (833-842 M)
adalah raja pertama yang mengankat pengankat pengawalnya dari kalangan
Turki. Tentara-tentara Turki dalam perjalanannya ternyata sangat berkuasa di
istana. Akhirnya, raja berkuasa secara simbolik; yang brekuasa secara de facto
adalah tentara-tentara Turki. (Harun Nasution, 1, 1985: 68). Al-Watsiq (842-
847 M) berusaha melepaskan cengkraman tentara Turki dengan memindhkan
ibu kota negara dari Bagdad ke kota Samara. Tetapi kekuasaan tentara-tentara
Turki tidak dapat disingkirkan. Al-Mutawakkil (847-861 M) merupakan raja
besar terakhir dari dinasti Bani Abbas; khalifah sesudahnyapada umumnya
lemah dan tidak bisa mengendalikan kehendak para sultan dan para pengawal.
Akhirnya, al-Muta’adid (870-892 M) memindahkan kembali ibu kota negara
dari Samara ke Bagdad. Khalifah terakhir dinastiBani Abbas adalah al-
Mu’tasim (1242-1258 M). Pada zamannyalah Bagdad dihancurkan oleh
Hulagu.
Harun Nasution (1, 1985: 69) menyimpulkan bahwa Bani Umayah,
dengan Damaskus sebagai ibu kotanya, mementingka kebudayaan arab. Bani
Abbas dengan Bagdad sebagai ibu kotanya, agak jauh dari pengaruh arab, tetapi
banyak di pengaruhi oleh unsur Persia. Jabatan wazir yang diberikan oleh al-
Manshur kepada khalid bin Barmak kemudian dipegang secara turun-temurun
oleh anak dan cucu Khalid bin Barmak.
Jasa besar dinasti Abbas adalah dalm bidang pengembangan ilmu
pengetahuan. Pada zaman Harun al-Rasyid dan al-Makmun, buku-buku yunani
diterjemahkan kedalam bahasa arab. Bait al-Hikmah yang dirikan oleh al-
Makmun bukan hanya menjadi pusat penerjemahan, melainkan juga berfungsi
sebagai akademi yang di dalamnya terdapat perpustakaan. Di antara ilmu-ilmu
11
yang di ajarkan di Bait al-Hikmah adalah kedokteran, matematik, optik,
geografi, fisika,astronomi, sejarah, dan filsafat.
Pada zaman Bani Abbas menjadi integrasi bahasa. Bahasa arab di pakai
dimana-mana menggantikan bahasa Yunani dana bahasa Persia sebagai bahasa
adminitrasi. Disamping itu, bahasa arab juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan.
Di pulai Malta, bahasa arab campuran dengan bahasa italia. Integrasi bahasa
juga berimplikasi pada kebudayaan. Orang eropa belajar peradaban kepada
dunia islam. Berikut adalah contoh integrasi bahasa: beras yang di dalam bahasa
inggris disebut rice, berasal dari al-urz ( bahasa arab), jeruk—yang dalam
bahasa inggris disebut lemon-berasal dari al-laimun (bahasa arab); dan gula—
yang dalam bahasa inggris sugar dan suiker –berasal dari kata al-sukkar (bahasa
arab). (Harun Nasution, 1,1985: 74).
Umat islam berkembang sedemikian rupa sehingga mengusai berbagai
ilmu pengetahuan. Dalam bidang astronomi terdapat al-Fazari (abad VIII) yang
pertama kali menyusun astrolobe (alat untuk mengukur tinggi bintang-bintang),
juga terdapat al-Fargani yang menyusun ilmu astronomi yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Dalam bidang optik, terdapat Abu Ali al-
Hasan bin Haitsam (abad X) yang di kenal dengan teorinya yang menyatakan
bahwa benda dapat dilihat karena benda mengirim cahaya ke mata. Dalam
bidang kimia, terdapat Jabir Ibnu Hayyan yang terkenal sebagai bapak kimia,
dan juga Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M) dalam bidang fisika, terdapat
Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048 M) yang mengemukakan teori
perputaran bumi sebelum Gelileo. Dalam bidang geografi, terdapat Abu al-
Hasan Ali al-Mas’ud yang mengarang Muruj al-Dzahab . dalam bidang
kedokteran, terdapat al-Razi yang menyusun buku tentang penyakit cacar dan
campak, Ibnu Sina (980-1037 M) yang menyusun kitab al-Qunan fi al-Thib.
Ulama yang terkenal dalam di ilmu-ilmu agama yang hidup pada waktu
itu adalah sebagai berikut: dalam bidang tafsir terdapat al-Thabarin (8839-923
M) dalam bidang hadis terdapat Bukhara dan Muslim (abad IV) dala fikih
terdapat Abu Hanifah,Malik bin Annas, al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan
Daud al-Zhahiri, dalam bidang sejarah terdapat Ibnu Hisyam (abad VIII), dalam
bidang teologi terdapat Washil bin Atha (pendiri Muktazilah), dan dalam bidang
tasawuf terdapat Yazid al- Bustami dan Husein bin Manshur al-Hallaj. (Harun
Nasution, 1, 1985:75-3).
12
DISINTEGRASI (1000-1250 M)
Disintegrasi di bidang politik sebenarnya ditandai dengan adanya
keinginan wilayah-wilayah yang jauh dari ibu kota negara, yaitu Bagdad, untuk
melepas diri. Dinasti-dinasti kecil sebenarnya sudah ada sejak abad IX M.
Diantaranya Dinasti Samani (874-999 M) di Transoxania, Dinasti Thahiri (820-
872 M) di Tunisia dan Dinasti Idrisi (788-874 M) di Maroko. Munculnya
keinginan daerah-daerah itu untuk melepaskan diri dari kekuasaan Bagdad
karena khalifah di bagdad di bawah kendali dinasti lain, yaitu di bawah kendali
Buwaihi (945-1055 M) dan Saljuk (1055-1199 M). Sya’ah di mesir mengambil
bentuk khalafah yang menjadi saingan DinastiBani Abbas di Bagdad.
Disintegrasi mencapai klimaksnya dengan jatuhnya Dinasti Bani Abbas
di Bagdad ke tangan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan pada tahun 1258
M.

C.ISLAM PERIODE PERTENGAHAN (1250-1800 M)


Islam zaman pertengahan dapat dibagi menjadi dua: zaman kemunduran
dan zaman tiga kerajaan besar. Zaman kemunduran berlangsung sekitar 250
tahun (1250-1500 M) dan zaman tiga kerajaan besar berlangsung selama 300
tahun (1500-1800).
Kemunduran umat islam pada zaman pertengahan diawali dengan
kehancuran Bagdad oleh Hulagu Khan (cucu Jengis Khan). Dari Bagdad, ia
meneruskan serangan ke Suria dan Mesir. Tetapi di Mesir ia berhasil dipukul
mundur oleh Baybars, jenderal Mamluk di Ain Jalut. Bagdad selanjutnya
diperintah oleh dinasti Ikhan (gelas bagi Hulagu).
Di mesir, dinasti yang berkuasa silih berganti dan saling menjatuhkan.
Dimulai dari Dinasti Fatimiah, yang beraliran Syiah, digantikan oleh dinasti
Ayubiah yang beraliran Sunni. Ayubiah di Mesir berakhir tahun 1250,
digantikan oleh dinasti Mamluk sampai tahun 1517.
Perpecahan juga terjadi di antara para pengikut mazhab fikih. Para ulama
pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan pengutan mazhab
yang dianutnya, bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang
paling benar. Hal ini mendorong semakin turunkannya semangat ijtihad dan
ahkirnya “meninggalkan” ijtihad. Akhirnya, fikih tidak berkembang; yang
13
berkembang adalah budaya ittiba’ dan taqlid. Dalam suasana yang demikian,
mencullah tiga kerajaan besar yang berusaha menyadarkan kembali umat islam
dari keterbalikangan dan kemundurannya.
Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun (1500-1800).
Tiga kerajaan besar dimaksud adalah kerajaan Utsmani di Turki (1290-1924),
kerajaan Safawi di Persia (1501-1736), dan kerajaan Mughal di India (1526-
1606 M), salah satu raja Mughal India, mempunyai pendapat yang liberal. Ia
ingin menyatukan semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberinama
Din Ilahiy (Harun Nasution, 1, 1985: 85). Di Turki, bahasa Turki maningkat
menjadi bahasa ilmu (Harun Nasution, 1, 1985: 85). Di Turki meningkat
menjadi bahasa ilmu sedangkan sebelumnya ulama Turki menulis dalam bahasa
Persia. Di india, bahasa Urdu meningkat menjadi bahasa ilmu, menggantikan
bahasa Persia. Di India muncul ulama besar, seperti Syah Waliyullah al-
Dahlawi (1703-1762) yang mengarang kitab Hujjat Allah al-Baligah.
Akan tetapi, kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena
adanya kerusakan internal dan serangan dari luar. Akhirnya, satu dami satu
berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain: Kerajaan Utsmani digantikan oleh
Republik Turki (1924), Safawi di Persia diganti oleh dinasti Qajar (1925), dan
kerajaan Mughal di india diganti oleh penjajah inggris (1875-1947). Akhirnya,
usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat islam, “tidak berhasil”
dan umat islam memasuki fase kemunduran kedua. Akhirnya, inidia mulai
tahun 1857 dijajah oleh inggris sampai tahun 1947, dan mesir dikuasai oleh
Napolean dari perancis tahun 1798.

D. ISLAM PERIODE MODERN (SEJAK 1800 M)


Periode modern disebut pula oleh Haren Nasution (1, 1985: 88) sebagai
zaman kebangkitan islam. Ekspedisi Nepoleon yang berakhir tahun 1801
membuka mata umat islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan
kelemahan umat islam di samping kekuatan dan kemajuan barat.
Ekspedisi Napoleon di mesir memperkenalkan ilmu pengetahuan
dengan membawa 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu. Dia pun membawa dua
set alat percetakan huruf Latin, arab,dan yunani. Ekspedisi itu datang bukan
hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Untuk
kepentingan ilmiah, Nopoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut institut
14
d’Egypte yang mempunyai empat bidang kajian: ilmu pasti, ilmu alam, ilmu
ekonomi dan politik, serta ilmu sastra dan seni. Selain itu, diterbitkan juga
majalah ilmiah yang bernama Le Courier d’Egypte. (Hanun Nasution, 1992:
30).
Ide-ide yang dipernalkan Napoleon di Mesir adalah (a) sistem negara
republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka waktu tertentu, (b)
persamaan (egalite), dan (c) kebangsaan (nation) (Harun Nasution, 1992: 31-
2).
Raja dan para pemuka islam mulai berpikir dan mencari jalan keluar
untuk mengembalikan balance of power yang telah membayakan umat islam.
Maka timbullah gerakan pembaruan yang dilakukan di berbagai negara,
terutama Turki Utsmani dan Mesir. Para pembaru di turki melahirkan berbagai
aliran pembaruan: utsmani Muda yang dipolopori oleh Ziya Pasya (1825-1880)
dan Namik Kemal (1840-1888), Turki Muda yang dimotori oleh Ahmed Reza
(1877-1931), Mehmed Murad (1853-1912), dan Sabahuddin (1877-1948). Di
samping itu, ada juga aliran pembaru lain, yaitu aliran barat yang demotori oleh
Tewfik Fikret (1867-1951) dan Abdullah Jewdat (1869-1932), aliran islam yang
dimotori oleh mehmed Akif (1870-1936), dan aliran-aliran nasionalis yang
dimotori oleh Zia Gokalp (1875-1924).
Di Mesir, pembaruan digagas dan dilakukan oleh para pembaru, di
antaranya Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Thahthawi (1801-1873), yang menjadi
redaktur surat kabar al-Waqa’i al-Mishriyyah, Jamaluddin al-Afgani (1839-
1897), Muhammad Mishriyyah, Jamaluddin al-Afgani (1839-1897). Gagasan
mereka juga dipelajari oleh ulama indonesia yang sempat menuntut ilmu di
Mesir.
Demikian sejarah islam singkat yang pada kontak islam dan Barat
pertama menampilkan keunggulan peradaban islam atas Barat, sedangkann
dalam kontak berikutnya, menampilkan keunggulan peradaban Barat atas Islam
dan peradaban kita sekarang masih ketinggalan dari barat.

2.3 Nilai -nilai Studi Islam


1. Pengertian Nilai-nilai pendidikan islam
Nilai menurut Milton Rokeach dan James Bank, adalah suatu
tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan
15
yang mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Menurut Sidi
Gazalba adalah suatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda
konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah dan
menurut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang
dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.
Nilai-nilai islam itu pada hakikatnya adalah kumpulan dari
prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia
seharusnya menjalankan kehidupan di dunia ini, yang satu prinsip
dengan lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh yang
tidak dapat dipisahkan-pisahkan.
Dalam pembagian dimensi kehidupan islam lainnya yaitu
dimensi tauhid, syariah dan akhlak, namun secara garis besar nilai islam
lebih menonjol dalam wujud nilai akhlak, menurut Abdullah Darraz
sebagaimana lima jenis.
a. Nilai-nilai Akhlak perseorangan
b. Nilai-nilai Akhlak keluarga
c. Nilai-nilai Akhlak sosial
d. Nilai-nilai Akhlak agama dalam negara
e. Nilai-nilai Akhlak agama

2. Dasar Pendidkan islam


Dasar dalam bahasa Arab adalah ‘asas’ sedangkan dalam bahasa
latin adalah fundamentum, secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok
atau pangkal dari sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan islam memerlukan asas atau
dasar yang dijadikan landasan kerja. Dasar ini akan memberikan arah
bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks
ini, dasar yang menjadi konteks acuan pendidikan islam hendaknya
merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat
menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Adapun
dasar-dasar pendidikan islam:
a. Al-Qur’an
16
Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang diungkapkan
oleh subhi sholeh, al-qur’an berarti bacaan, yang merupakan kata
turunan (masdar) dari fil madhi qara’a ism al-maful yaitu maqru
yang artinya dibaca. Dengan demikian al-qur’an merupakan dasar
yang utama dalam pendidikan islam.
b. As-Sunnah
Setelah Al-Qur’an maka pendidikan islam adalah as-Sunnah.
As-Sunnah merupakan perkataan , dan apapun pengakuan
Rasulullah SAW, yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah
perbuatan orang lain yang diketahui rasulullah dan beliau
membiarkan saja kejadian itu berjalan. Sunnah merupakan
sumber ajaran kedua setelah al-Qur’an. Sunnah juga berisi
aqidah, syari’ah dan berisi tentang pedoman untuk
memaslahatan hidup menusia seutuhnya.

3. Tujuan pendidikan islam


Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat
membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa
yang dicitacitakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan
penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Sedangkan
tujuan pendidikan islam adalah menciptakan pemimpin-pemimpin
yang selalu amar ma’ruf nahi mungkar. Secara umur tujuan
pendidikan islam yaitu mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertaqwa dan beribadah dengan baik kepada Allah Swt, sehinggah
memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat. 8

2.4. Jalan Tengah Peradaban Studi Islam


Islam tidak melarang orang melarang orang kaya. Tapi dalam kehidupan
normal oarang-orang islam yang kaya (bedasarkan kehidupan sahabat) ya

https://www.google.co.id/search?q=nilai+nilai+studi+islam&oq=nilai+nilai+studi+islam&aqs=chrome.
69i57j33.7121j0j7&client=ms-android-oppo&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-8#ip=1

17
hidupnya kayak orang biasa. Umar bin Khattab yang jadi khalifa harta
pribadinya mencaoai angka triliun kalau di kurskan sekarang, tapi nyatanya
cuman punya jubah 1, tambalannya 12, pernah datang ke shalat jumat telat gara-
gara jubahnya du cuci belum kering.
Islam juna tidak membiarkan seorang tertindas dan dizalimi, kerena
membela yang lemah adalah salah satu inti dari ajaran islam. Bahkan itu
termasuk bagian penting dari kualitas keislaman seseorang. Tapi meskipun
mendapat tempat yang istimewa di hati umat islam, orang-orang dhuafa yang di
puji adalah mereka yang menjaga harga diri, bukan yang mengemis dan
memperlihatkan kelemahannya. Yang tidak mengkoditaskan kemiskinannya
untuk mengharap bantuan.
Nah, maka dari itu konsep islam adalah penengah dua ideologi ekstrim
yang sedang ramai jadi teori di kampus, yakni kapitalisme dan sosialisme-
komunisme. Dalam islam proses distribusi kekayaan di atur dengan pendekatan
moral, bukan dengan hukum. Beebeda dengan model kapatalisma dimana
semua dibiarkan bebas bersaing tanpa perikemanusiaan, atau di sosialisme-
komunisme orang diatur kekayaannya dan dikendalikan oleh negara.
Itulah mengapa dakwah islam itu menyentuh hati, bukan mengekang
manusia. Masalahnya, sekarang kita itu mulai tidak percaya bahwa kiri kanan
kita yang seperti kita adalah manusia. Kita hanya basa-basi percaya bahwa
mereka manusia, tetapi pada praktiknya kita tidak benar-benar memperlakukan
saudara kita sebagai manusia seutuhnya. Itu tidak semata-mata salah kita secara
pribadi, tetapi sistem kahidupan yang memenjara kita memang berlaku
demikian. Tidak usah melawan, kita jalani dan luruskan hidup kita masing-
masing.9

9 https://www.yuliardika.com/blog/esai/peradaban-islam/814/islam-sebagai-jalan-tengah

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Agama islam adalah pelengkap dari agama yang sebelumnya. Dari kata
islam atau dalam bahasa arab salima saja sudah mengartikan keselamatan. Yang
memiliki makna yaitu bagi yang pemeluk agama islam akan dijamin
keselamatannya dan memiliki nilai-nilai yang bisa menjadi jalan tengah
peradaban islam jaman sekarang (menurut karbes).

19
3.2 SARAN
Kita sebagai umat yang beragama islam harus tau apa yang di dalam
islam yang sesungguhnya supaya kita menjadi umat yang menjalankan islam
yang sesungguhnya dan juga di himbau pula agar peserta didik mencari referensi
dari materi terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam) (Jakarta:IkhtiarBaru-Van


Hoeve,1980), ham 2.
NasruddinRazak, Dienul Islam, (Bandung, Al-Ma’arif, 1997), cet. II, ham 56.
Harun Nasation, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI,Press,
1979), hlm 9.

20
Nurcholis Madjid, Islam Dokrin dan Peradaban, Sebuah Tela’ah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Manusiaan dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 1992), hlm
426.
A Khaer Suryaman, Pengantar ilmu hadis, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1980), hlm 23
https://www.google.co.id/search?q=nilai+nilai+studi+islam&oq=nilai+nilai+studi+isl
am&aqs=chrome.69i57j33.7121j0j7&client=ms-android-oppo&sourceid=chrome-
mobile&ie=UTF-8#ip=1
https://www.yuliardika.com/blog/esai/peradaban-islam/814/islam-sebagai-jalan-
tengah

21

Anda mungkin juga menyukai