Anda di halaman 1dari 24

ALZHEIMER

Ni wyn.lingga atmi p.
Yudha azhari
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui, dengan gambaran
neuropatologis dan neurokimiawi yang khas. Sebuah penyakit neurologis progresif otak yang menyebabkan hilangnya
neuron ireversibel dan demensia.

Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia dimana demensia adalah sindrom neurodegeneratif
yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple
seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan mengambil keputusan.

Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang
bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan
memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota
gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Epidemiologi

World Alzheimer Report 2015, diperkirakan lebih dari 9,9 juta kasus baru demensia tiap
tahunnya, dimana terjadi satu kasus tiap 3,2 detik. Penyebaran daerah kasus baru demensia
adalah 4,9 juta di Asia, 2,5 juta di Amerika dan 0,8 juta di Afrika. Angka kejadian demensia
meningkat selaras dengan usia, peningkatan 2 kali lipat setiap bertambahnya usia 6,3 tahun. Di
Eropa dan Amerika angka kejadian puncak terjadi pada usia 80-89 tahun, di Asia 75-84 tahun,
di Afrika 65-74 tahun.
Faktor Resiko
Faktor risiko utama demensia alzheimer adalah usia, hampir semua pasien terdiagnosis pada usia 65 tahun atau
lebih. Meskipun orang yang berusia <65 tahun dapat terkena penyakit ini tetapi jauh lebih jarang. Namun Alzheimer
bukan bagian dari penuaan normal dan usia sendiri tidak cukup untuk menyebabkan Alzheimer.

Salah satu faktor resiko dari demensia alzheimer adalah efek genetik. Terdapat tiga efek genetik yang berperan,
antara lain efek gen protein prekursor amiloid (Amyloid precursor protein) pada kromosom 21, gen presenilin 1 (PS-1)
pada kromosom 14 dan gen presenilin 2 (PS-2) pada kromosom 1.
Riwayat keluarga dengan demensia, riwayat trauma kepala, arterosklerosis, penyakit
kardiovaskular, peningkatan serum kolestrol, diabetes mellitus (meningkatkan risiko demensia
Alzheimer sebesar tiga kali), hipertensi, level serum asam folat yang rendah, asupan buah-buahan dan
sayuran yang rendah, rendahnya tingkat olahraga, dan tingkat pendidikan yang rendah.

Diketahui bahwa zat/senyawa yang dapat memberikan efek antioksidan, menghindari merokok, diet
rendah kalori, diet rendah gula, terapi pengganti estrogen, serta tingginya aktivitas olahraga, dan
tingginya tingkat pendidikan, dapat memberikan dampak protektif terhadap demensia Alzheimer.
Patofisiologi
Secara patofisiologi, pada demensia alzheimer terjadi atrofi dan hipometabolisme pada medial lobus
temporalis, lateral dan medial lobus parietalis, dan korteks frontal lateral. Dan secara mikroskopis
histopatologis terdapat neurofibril/neurofibrillary tangles (NFTs), yang terdiri dari filament tau yang
terhiperfosforilasi (phosphorylated tau/P tau), terutama terletak intraseluler pada ujung saraf, serta secara
mikroskopis terdapat akumulasi beta-amyloid, terutama pada ekstraseluler, yakni pada dinding pembuluh
darah korteks, dan leptomeninges

NFT merupakan insoluble twisted fibers, yang terdiri dari protein tau, dimana tau merupakan
komponen dari struktur mikrotubulus. Mikrotubulus sendiri berfungsi untuk membantu transport nutrient
dari bagian yang satu, ke bagian yang lain, lewat neuron. Pada demensia alzheimer, terjadi hiperfosforilasi
tau sehingga fungsi dari tau menjadi abnormal, dan struktur mikrotubulus menjadi kolaps.
Amiloid merupakan fragmen protein yang normal dihasilkan oleh otak, sedangkan beta-amiloid merupakan
protein yang dihasilkan oleh amyloid precursor protein (APP), yang seharusnya secara normal didegradasi dan
dibuang oleh otak. Akumulasi dari beta-amiloid akan menyebabkan plak yang keras, dan insoluble, dan disebut
sebagai amyloid angiopathy.

Secara biokimia, demensia alzheimer dikaitkan dengan penurunan tingkat kortikal beberapa protein dan
neurotransmiter, terutama asetilkolin, enzim sintetis kolin asetiltransferase, dan reseptor kolinergik nikotinik.
Penurunan asetilkolin mungkin berhubungan dengan sebagian degenerasi neuron kolinergik di nucleus basalis dari
Meynert yang memproyeksikan seluruh korteks. Ada juga penipisan noradrenergik dan serotonergik akibat
degenerasi inti batang otak seperti coeruleus locus dan dorsal raphe.
Manifestasi Klinis

Pada demensia alzheimer, manifestasi yang paling utama adalah adanya gangguan kognitif, baik ringan
maupun yang berprogresi menjadi berat. Manifestasi klinis demensia Alzheimer berdasarkan stadiumnya:

1. Stadium awal

Pada demensia alzheimer stadium awal, kehilangan memori mungkin tidak disadari atau dianggap sebagai
pikun biasa. Ketika gangguan kognitif terlihat lebih jelas dan menurun hingga 1,5 standar deviasi di bawah
normal pada tes kognitif standar, maka dapat disebut sebagai mild cognitive impairement/MCI. Sekitar 50% dari
penderita dengan MCI (sekitar 12% per tahun) akan menjadi demensia alzheimer lebih dari 4 tahun.
Perlahan masalah kognitif mulai mengganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa penderita tidak menyadari defisit
neurologis ini (anosognosia), sementara yang lain berusaha menyesuaikan diri dengan penurunan tersebut.

Perubahan lingkungan (seperti liburan atau tinggal di rumah sakit) dapat menyebabkan kebingungan, dan
penderita mungkin tersesat saat berjalan-jalan atau saat mengemudi. Sering mengulang kata-kata, salah
menempatkan benda, kesulitan menyebutkan nama untuk benda-benda yang sudah dikenal sebelumnya, perubahan
perilaku, ansietas, kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai, dan kesulitan mempelajari informasi
baru juga dapat muncul pada stadium ini. Apraxia juga muncul dan penderita mengalami kesulitan motorik dalam
melakukan hal yang biasanya mudah dilakukan.
2. Stadium sedang

Pada demensia alzheimer stadium sedang, gejala semakin jelas. Penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya sendiri namun memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas yang lebih sulit, mudah tersesat,
bingung, dan membutuhkan pengawasan sehari-hari.

Defisit visuospatial mulai mengganggu dalam hal berpakaian, makan, atau bahkan berjalan, dan penderita
gagal untuk memecahkan teka-teki sederhana atau menyalin angka geometris. Perhitungan sederhana dan
membaca jam juga menjadi sulit. Penderita juga lupa akan peristiwa dalam kehidupannya, tidak mengenali diri
sendiri, halusinasi, argumentasi, perilaku agitasi, agresi, apatis, dan waham. Delusi biasa terjadi dan biasanya
berkisar antara pencurian, perselingkuhan, atau kesalahan identifikasi. Sekitar 10% dari penderita demensia
alzheimer lama-kelamaan akan mempunyai sindrom Capgras, yaitu percaya bahwa pengasuh telah digantikan
oleh seorang penipu. Pola tidur yang terganggu, dan bangun pada malam hari juga dapat terjadi pada demensia
alzheimer. 
3. Stadium akhir

Pada tahap akhir penyakit, penderita tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.
Hilangnya penilaian dan penalaran tidak bisa dihindari. Beberapa penderita lama kelamaan dapat
mempunyai shuffling gait dengan kekakuan otot menyeluruh yang berhubungan dengan lambatnya dan
kecanggungan gerakan. Pada tahap akhir demensia alzheimer, penderita dapat menjadi kaku, bisu,
mengompol, dan terbaring di tempat tidur. Bantuan dibutuhkan untuk makan, berpakaian, dan keperluan
toilet. Refleks tendon hiperaktif dan myoclonic jerks (kontraksi tiba-tiba yang singkat dari berbagai otot
atau seluruh tubuh) dapat terjadi secara spontan atau sebagai respons terhadap rangsangan fisik atau
pendengaran. Kejang yang menyeluruh juga dapat terjadi.
Berdasarkan dr. Barry Reisberg, direktur klinik Universitas New York, fase perkembangan demensia alzheimer dibagi
menjadi 7 bagian, yaitu :

1. Fase pertama : normal

Merupakan fase normal dari setiap manusia pada usia berapapun akan normalnya baik fungsi kognitif, emosi,
maupun tingkah laku. Fase ini disebut sebagai manusia yang sehat mental.

2. Fase kedua : usia normal pelupa

Pada usia diatas 65 tahun, penderita sering kali mengeluhkan kesulitan kognitif dan atau kesulitan fungsional.
Geriatri pada usia ini kesulitan untuk mengingat nama – nama yang diketahuinya 5-10 tahun yang lalu, dan juga
terkadang mereka mengeluhkan akan kesulitannya untuk mengingat dimana ia meletakkan barang – barang tertentu
3. Fase ketiga : gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment / MCI)

Pada fase ketiga ini, manifestasi dari demensia alzheimer menjadi semakin banyak dan beragam, yang sering kali
lebih disadari oleh orang terdekat disekitarnya. Sering kali penderita meminta mengulang sesuatu hal. Selain itu
kemampuan untuk melakukan fungsi eksekutif juga dapat terganggu. Sebagai contoh, penderita demensia alzheimer
yang memiliki pekerjaan, dapat mendadak terganggu, prestasinya dapat menurun, sedangkan pada penderita yang
baru mendapatkan pekerjaan, dapat terlihat penurunan kemampuan bekerjanya, dan pada penderita yang tidak
bekerja, hal ini tampak sebagai ketidakmampuannya atau kegagalannya untuk mengatur suatu acara.

4. Fase keempat : mild Alzheimer disease

Demensia alzheimer telah terlihat pada fase keempat, yakni fase yang dapat muncul selama kurang lebih dua
tahun. Ciri-ciri yang paling menonjol adalah terganggunya kemampuan untuk melakukan aktivitas kompleks sehari-
hari. Contohnya pada fase ini adalah terganggunya kemampuan untuk mengatur keuangan keluarga, kemampuan
untuk menyiapkan makanan, tidak dapat mengingat atau menuliskan tanggal, atau musim, ataupun menuliskan cek
uang.
5. Fase kelima : moderate Alzheimer disease

Pada fase kelima, kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari semakin terhambat. Penderita sering kali lupa
mengenai kejadian-kejadian yang terjadi, baik kejadian kecil ataupun kejadian besar. Selain itu penderita juga kesulitan
untuk memilih baju yang harus digunakan tanpa asistensi.

6. Fase keenam : moderately severe Alzheimer disease

Pada fase keenam, perkembangan penyakit ini dibagi 5 bagian, yaitu fase 6a-6e.

 Pada fase 6a, penderita tidak hanya kesulitan untuk memilih baju, namun penderita mengalami kesulitan untuk
memakai baju dengan benar, dalam mengenakan baju dapat terbalik, atau bahkan terkadang penderita dapat
mengenakan pakaian perginya diluar pakaian tidur, atau dapat pula disebut apraxia.

 Pada fase 6b, penderita membutuhkan bantuan untuk mandi, hal yang paling menonjol adalah oleh karena
kesulitannya untuk mengatur air panas dan dingin secara mekanis.
 Pada fase 6c, penderita mengalami kesulitan untuk mandi ataupun melakukan hal-hal toilet tanpa bantuan. Pada fase
6d, penderita memerlukan bantuan oleh karena mengalami inkontinensia, oleh karena itu penderita memerlukan
bantuan untuk melakukan toilet training.

 Sedangkan pada fase 6e, fungsi kognitif penderita sangat terganggu, hingga penderita pun mengalami gangguan
untuk mengenali orang-orang terdekat disekitarnya, baik orang tua atau anak-anaknya, dan bahkan istri / suaminya
sendiri. Pada fase ini sering kali penderita dapat mengalami sindrom Capgras, yakni dimana penderita merasa orang
yang merawatnya atau orang lain yang disekitarnya, adalah orang asing yang mencoba untuk meniru perawat atau
orang disekitarnya, atau dengan kata lain, orang-orang disekitarnya telah digantikan oleh impostor. Selain itu
penderita juga sering kali berdelusi akan adanya pencuri / maling yang mencuri barang-barang yang dimilikinya,
padahal yang terjadi sesungguhnya, penderita lupa dimana ia meletakkan barang-barangnya tersebut.
7. Fase ketujuh : severe Alzheimer disease
Pada fase ketujuh ini juga dibagi menjadi beberapa tahap.

 Pada tahap pertama, 7a, penderita mengalami kesulitan untuk berbicara, yakni kosakata yang dimilikinya
mulai menurun.

 pada fase 7b, yang dapat dialami selama 1,5 tahun, penderita semakin mengalami penurunan kosakata yang
dimiliki, hingga 1-2 kata saja.

 Pada fase 7c, penderita membutuhkan asistensi atau bantuan seluruhnya untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

 Pada fase 7d, penderita dapat membutuhkan bantuan untuk duduk, oleh karena setiap kali penderita duduk,
penderita seringkali terjatuh kembali.
 Pada fase 7e, penderita kehilangan kemampuannya untuk tersenyum.

 Pada fase 7f, penderita kehilangan kemampuannya untuk mengangkat kepalanya tanpa bantuan, dan
seringkali penderita mengalami imobilitas pada fase ini. Dan pada demensia alzheimer pada fase-fase akhir,
penderita sering kali mengalami rigiditas atau kontraksi otot pada beberapa sendi-sendi tubuh, sehingga
sering kali penderita mempunyai manifestasi klinis yaitu cara jalannya yang aneh. Selain itu, kontraksi
tersebut dapat menimbulkan nyeri yang dashyat, dan semakin memperberat keadaan penderita demensia
alzheimer. Pada fase akhir ini pula, dapat ditemukan refleks-refleks tanda regresi neurologis, dan refleks
babinski juga dapat ditemukan positif.
Pada fase akhir dari penderita demensia alzheimer, penderita cenderung pasif, tidak berbicara.
Diagnosis

Fungsi kognitif dari demensia alzheimer dapat dinilai dari tes kognitif diantaranya Azheimer’s
Disease Assesstment Scale’s Cognitive subscale (ADAS_cog), Mini Mental Status
Examination (MMSE), dan Functional Activities Questionnaire (FAQ).
Tata Laksana
Penatalaksanaan untuk demensia Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilitative.

Sasaran terapi simptomatik adalah mengurangi gejala kognitif, perilaku, dan psikiatrik.

1. Terapi Non Farmakologis

Dapat diberikan bantuan-bantuan terutama untuk membantu kualitas hidup penderita, untuk membantu penderita
melakukan hal-hal mandiri, menjaga agar penderita aman, menghindari angka kemungkinan jatuh. Alat bantu memori
seperti notebook dan pengingat harian dapat membantu. Selain itu untuk mencegah penderita hilang, dapat memberikan
tulisan “stop” pada pintu keluar, dan dapat juga diberikan pelacak pada penderita agar tidak hilang. Selain itu, penderita
perlu diberikan terapi psikologis, salah satunya dengan menyediakan waktu untuk berbicara dan berkomunikasi dengan
penderita, terutama untuk mendengarkan mengenai cerita masa lalu penderita.
2. Terapi Farmakologis

 Donepezil : Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang. Dosis awal 5 mg/hr bila
perlu, setelah 4-6 minggu menjadi 10 mg/hr. ES : Mual, muntah, diare, insomnia.

 Galantamine Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang. Dosis awal 8 mg/hr, setiap
bulan dosis dinaikkan 8 mg/hr hingga dosis maksimal 24 mg/hr. ES: Mual, muntah, diare, anoreksia.

 Rivastigmine Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang. Dosis awal 2 x 1,5 mg/hr;
setiap bulan dinakkan 2 x 1,5 mg/hr hingga dosis maksimal 2 x 6 mg/hr. ES : Mual, muntah, pusing, diare,
anoreksia.

 Memantine Penghambat reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate), yang berfungsi untuk memblok aktivitas
glutamate Demensia Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal 5 mg/hr; setelah 1 minggu. Dosis dinaikkan
menjadi 2 x 5 mg/hr dan seterusnya hingga dosis maksimal 2 x 10 mg/hr. ES : Pusing, nyeri kepala, konstipasi.

 Kolinesterase inhibitor dan NMDA merupakan jenis obat-obatan yang telah diakui dan disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA).3,8,13
Untuk mengatasi gejala simptomatis seperti depresi, agitasi, anxietas, dan perilaku obsesif, pada demensia alzheimer
dapat diberikan obat sebagai berikut:

1. Depresi

 Sitalopram 10-40 mg/hr. ES : Mual, mengantuk, nyeri kepala, tremor, disfungsi seksual

 Esitalopram 5-20 mg/hr. ES : Insomnia, diare, mual, mulut kering, mengantuk

 Sertralin 25-100 mg/hr. ES: Mual, diare, mengantuk, mulut kering, disfungsi seksual

 Fluoksetin 10-40 mg/hr. ES: Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, ansietas

 Venlafaksin 37.5 – 225 mg/hr. ES: Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, mulut kering

 Dulosektin 30-60 mg/hr. ES: Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk, insomnia
Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif.

 Quetiapin 25-300 mg/hr. ES: Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi, dyspepsia, peningkatan berat badan

 Dianzapin 2.5-10 mg/hr. ES: Peningkatan berat badan, mulut kering, peningkatan nafsu makan, pusing, mengantuk dan
tremor
 Risperidon 0.5 – 1 mg/hr.ES : Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, pusing, nyeri kepala, mual,
peningkatan berat badan

 Zipresidon 20-80 mg/hr. ES: Kelelahan, mual, pusing, diare

 Divalproex 125-500 mg 2x/hr. ES: Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi, dispepsia, depresi, ansietas, tremor

 Gabapentine 100-300 mg 3x/hr. ES: Konstipasi, dyspepsia, kelemahan, hipertensi, anoreksia, vertigo, pneumonia,
peningkatan kadar kreatinin

 Alprazolam 0.25-1 mg 3x/hr. ES: Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan

 Lorazepam 0.5-2 mg 3x/hr. ES: Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi, muntah, disfungsi seksual , Insomnia

 Zolpidem 5-10 mg malam hari. ES: Diare, mengantuk

 Trazodon 25-100 mg malam hari. ES: Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi
Prognosis

Prognosis dari demensia alzheimer sering kali buruk, oleh karena perkembangan
penyakitnya yang progresif dan irreversible. Kematian seringkali terjadi kurang lebih setelah
5-12 tahun dari manifestasi awal demensia alzheimer. Dan pada penderita demensia alzheimer,
penyebab kematiannya yang paling sering adalah infeksi dan aspirasi. Selain itu dapat juga
terjadi kematian karena malnutrisi, emboli paru, dan penyakit jantung.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai