Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN OKSIGENSI DENGAN DIAGNOSA MEDIK PENYAKIT


HIRSCHPRUNG DISEASE

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Hirschprung Disease

Penyakit Hirschprung Diseaseatau megacolon adalah suatu kelainan bawaan yang

berupa tidak adanya ganglion pada usus besar, mulai dari sfingter ani interna ke arah

proksimal, termasuk rektum dengan gejala klinis berupa pasese usus. Penyakit

Hirschprung pertama kali ditemukan oleh Harold Hirschprung pada tahun 1886,

namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun

1938, namun patofisologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Pada tahun 1940,

Robertsondan Kernohan menyatakan bahwa penyebab penyakit hirschprung adalah

tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meissneri pada rektum. Tidak adanya sel

ganglion ini mengakibatkan inkoordinasi gerakan peristaltik sehingga terjadi gangguan

pasase usus yang dapat mengakibatkan suatu obstruksi usus fungsional. Obstruksi

fungsional ini akan menyebabkan hipertofi serta dilatasi pada kolon yang lebih

proksimal (Padila, 2012).

2. Etiologi Hirschprung Disease

Penyebab belum diketahui tetapi diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan,

sering terjadi pada anak down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio pada

dinding anus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada menyentrik dan submukosa dinding

plexus (Nurarif dan Kusuma, 2015).

3. Patofisiologi Hirschprung Disease

Istilah congenital aganglionic Megacolon menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionichampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.

Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya evakuasi usus spontan

serta spinter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara

normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.

Pada bagian proksimal sampai bagian yang rusak pada Megacolon. Semua ganglion

pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontraksi peristaltik secara normal. Isi

usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,

menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena

terjadi obtruksi dan menyebabakan dibagian Colon tersebut melebar (Padila, 2012).

4. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit menurut Wong Donna L, (2013) adalah :

a Periode bayi baru lahir

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir.

2) Menolak untuk minum air

3) Muntah berwarna empedu

4) Distensiabdomen

b Masa bayi

1) Ketidakadekuatan penambahan berat badan


2) Konstipasi
3) Distensiabdomen
4) Episode diare dan muntah

5) Tanda-tanda ominous (sering mendakan adanya enterokilitis)


6) Diare berdarah
7) Demam
8) Letargi berat
c. Masa kanak-kanak
9) Konstipasi
10) Feses berbau menyengat dan seperti karbon
11) Distensiabdomen
12) Massa fekal dapat teraba
13) Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi cerebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism
atau malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.

c. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya


perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.

e. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Padila(2012), penatalaksanaan pada penyakit adalah sebagai berikut :

1) Temporasi ostomydibuat proksimal teradap segmen aganglionik untuk

melepaskan obstruksi untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan

terdilatasi usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

2) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak

mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar

3 bulan setelah operasi pertama.Ada beberapa prosedur pembedahan yang

dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah satu

prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal

bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.


B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Definisi Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan.Dalam bidang kesehatan, Eliminasi
adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses).Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk
hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat
yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
b. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Miksi ini sering disebut buang air kecil.

2. Fisiologis Dalam Eliminasi


a. Fisiologi Defekasi
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada
waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang
biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung
dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang,
merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam
mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam rektum,
serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah
perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan
kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya
berakhir (Pearce, 2002).
b. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih)
yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

3. Masalah-masalah Pada eliminasi


a. Retensi urin adalah penumpukan urine dalam bladder (kandung kemih) dan
ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih yang menyebabkan
distensi dari vesika urinaria yang ditandai dengan ketidaknyamanan daerah pubis.
b. Inkontinensia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan, ditandai dengan terjadi pada saat tidak
diperkirakan, tidak ada distensi kandung kemih dan nokturi.
c. Inkontinentia stres adalah keadaan seseorang mengalami keilangan urine kurang dari
50 ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen, yang ditandai dengan adanya
urin menetes dengan penignkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan
sering miksi (lebih dari setiap 2 jam).
d. Inkontinentia refleks adalah dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang
tidak dirasan, yang terjadi pada interval yang dapat diperkirakan apabila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu, ditandai dengan tidak ada dorongan untuk berkemih,
merasakan kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak
dihambat pada interval teratur.
e. Inkontinentia fungsional adalah seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara
involunter dan tidak dapat diperkirakan. Ditandai dnegan adanya dorongan untuk
berkemih dan kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
f. Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol spingter eksterna
g. Urgency adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinen jika
tidak berkemih.
h. Dysuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering ditemukan pada
penyaki ISK (infeksi saluran kemih), trauama dan stiktur uretra (penyempitan uretra).
i. Polyuria adalah produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
penignaktan intake cairan, defisiensi ADH (antideuretic hormone), penyakit ginjal
kronik.
j. Urinaria suppression adalah berhenti mendadak produksi urine, secara normal urine
diproduksi oleh ginjal secara terus menerus  pada kecepatan 60-120 ml/jam

7. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Eliminasi Urine
a. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak
orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun
tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-
orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum
tidur dan berkisar waktu makan.
b. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat
bervariasi. Usia Jumlah / hari
1. Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
2. Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
3. Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
4. Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 –
500 ml 5. 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
6. 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
7. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
8. 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
9. 14 tahun – dewasa 1500 ml
10. Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada
orang dewasa, maka perlu lapor.
c. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah
warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat
merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang merupakan
indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu
volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.
Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025
f. Kejernihan :
Normal urine terang dan transparan.Urine dapat menjadi keruh karena ada
mukus atau pus.
g. pH :
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah melewati temperatur
ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri
Vegetarian urinennya sedikit alkali.
h. Protein :
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen,
globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine
Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat
tersaring urine.Adanya protein didalam urine disebut proteinuria,
adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
i. Darah :
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak
jelas.Adanya darah dalam urine disebut hematuria.

j. Glukosa :
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila
hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan
gula banyak menetap pada pasien DM.Sistem yang Berperan
dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh berperan dalam proses
eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem
gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.

B. Tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan eliminasi


Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
2. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
3. Memberikan huknah rendah
4. Memberikan huknah tinggi
5. Memberikan gliserin
6. Mengeluarkan feses dengan jari
Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi
dengan
1. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
2. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
3. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi
serat seperti sayuran, buah-buahan, nasi;
mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari
4. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien
5. Positioning
1. Diagnosa Keperawatan
Gejala dan Tanda Kondisi klinis
Dx Definisi Penyebab/faktor risiko Mayor Minor
terkait
Gangguan eliminasi Disfungsi eliminasi urin a. Penurunan kapasitas Subjektif : - Subjektif :- 1. Infeksi ginjal dan

urine kandung kemih Objektif : Objektif :- saluran kemih

b.Iritasi kandung kemih 2. Hiperglikemi


1. Desekan
c. Penurunan kemampuan 3. Trauma
berkemih
menyadari tanda-tanda 4. Kanker
(Urgensi)
gangguan kandung kemih 5. Cedera/tumor/inf
2. Urin
d.Efek tindakan medis dan eksi medula spinalis
menetas
diagnostik (mis. operasi 6. Neuropati
(dribbling)
ginjal , operasi saluran diabetikum
3. Sering
kemih, anestesi, dan obat- 7. Neuropati
buang air
obatan) alkoholik
kecil
e. Kelemahan otot pelvis 8. Stroke
4. Nokturia
f. Ketidakmampuan 9. Parkinson
5. Mengompol
mengakses toilet (mis. 6. Enuresis 10. Skeloris multipel

imobilitas) 7. Distensi 11. Obat alpha

g.Hambatan lingkungan kandung adrenergik

h.Ketidakmampuan kemih

mengkomunikasikan 8. Berkemih

kebutuhan eliminasi tidak tuntas

i. Outlet kandung kemih tidak (Hesitancy)

lengkap (mis. anomali 9. Volume

saluran kemih kongenital) residu urin

j. Imaturitas (pada anak usia < meingkat

3 tahun)

Inkontinensia Perubahan kebiasaan Penyebab : Subjektif : Subjektif :- 1. Spina bifida

fekal buang air besar dari pola 1. Kerusakan susunan Objektif : 2. Atresia ani
- Tidak mampu
normal yang ditandai saraf motorik bawah 1. bau feses 3. Penyakit
dengan pengeluaran feses 2. Penurunan tonus otot mengontrol 2. kulit perianal
Hirschsprung
secara involunter (tidak 3. Gangguan kognitif pengeluaran kemerahan
disadari). 4.Penyalahgunaan laksatif fases
5.Kehilangan fungsi - Tidak mampu

pengendalian sfingter menunda

rektum defekasi

6.Pascaoperasi pullthrough
Objektif :
dan penutupan klosomi

7.Ketidakmampuan mencapai - Fases keluar


kamar kecil
sedikit-sedikit
8.Diare kronis
dan sering
9.Stres berlebihan

Inkontinensia Pengeluaran urin tidak Penyebab : Subjektif : Subjektif : 1. Cedera kepala

Urin Berlanjut terkendali dan terus menerus 2. Trauma


1. Neuropati arkus 1. Keluarnya
tanpa distensi atau perasaan 1. Berkemih tanpa 3. Tumor
penuh pada kandung kemih refleks urin konstan
sadar 4. Infeksi medula
2. Disfungsi neurologis tanpa distensi
spinalis
3. Kerusakan refleks 2. Nokturia 2. Tidak sadar
5. Fistula saluran
kontraksi detrusor lebih dari 2
4. Trauma kali sepanjang kemih
inkontinensia urin
5. Kerusakan medula tidur

spinalis Objektif : -
Objektif : -
6. Kelainan anatomis

(mis.fitsula)

Inkontinensia Kehilangan urin yang tidak 1. Blok spingter Subjektif: residu Sujektif: - Asma, alergi,
Urin Berlebih terkendali akibat 2. Kerusakan atau volume urin Objektif: residu penyakit neurologi,
oberdistensi kadung kemih setelah berkemih urin100 ml atau cedera kepala,
ketidakadekuatan jalu
atau keluhan lebih sklerosis multipel,
aferen
kebocoran, dimielinisasi saraf,
3. Obstruksi alan keluar nokturia. neuropati diabetikum,
urin Objektif: neuropati alkohol,
kandung kemih leher kandung kemih,
4. Ketidakadekuatan
distensi (bukan pembesaran prostat,
detrusor
berhubungan pembengkakan
dengan perineal
penyebab
reversibel akut)
atau kandung
kemih distensi
dengan sering,
sedikit berkemih
atau dribbling
Inkontinensia pengeluaran urin tidak1. Ketidakmampuan atau 1. Cedera kepala
Subjektif Subjektif
Urin Fungsional terkendali karena kesulitan penurunan mengenali 2. Neuropati
1. Mengompol1. Mengompol di
dan tidak mampu mencapai
tanda-tanda berkemih alkoholik
toilet pada waktu yang tepat sebelum waktu pagi hari
2. Penurunan tonus 3. Penyakit
mencapai atau 2. Mampu
kandung kemih Parkinson
selama usaha mengosongkan
3. Hambatan monilitas 4. Penyakit
mencapai toilet kandung kemih
4. Faktor psikologis : dimielinsasi
lengkap
penurunan perhatian pada 5. Sklerosis multipel
 
tanda-tanda keinginan 6. Stroke
Objektif
berkemih (depresi, bingung, 7. Demensia

delirium) (tidak tersedia) progresif


5. Hambatan lingkungan 8. Depresi
 
(toilet jauh, tempat tidur

terlalu tinggi, lingkungan

baru)

6. Kehilangan sensorik

dan motorik (pada geriatri)

7. Gangguan penglihatan

Inkontinensia pengeluaran urin tidak 1. Ketidakmampuan atau 1. Cedera kepala


Subjektif Subjektif
urin fungsional terkendali karena penurunan mengenali 2. Neuropati
1. Mengompol1. Mengompol di
kesulitan dan tidak
tanda-tanda berkemih alkoholik
mampu mencapai toilet sebelum waktu pagi hari
2. Penurunan tonus kandung 3. Penyakit
pada waktu yang tepat mencapai atau 2. Mampu
kemih Parkinson
selama usaha mengosongkan
3. Hambatan monilitas 4. Penyakit
mencapai toilet kandung kemih
dimielinsasi
4. Faktor psikologis : lengkap
5. Sklerosis multipel
penurunan perhatian pada  
6. Stroke
tanda-tanda keinginan
berkemih (depresi, 7. Demensia
Objektif
bingung, delirium) progresif
(tidak tersedia)
5. Hambatan lingkungan 8. Depresi

(toilet jauh, tempat tidur

terlalu tinggi, lingkungan

baru)

6. Kehilangan sensorik dan

motorik (pada geriatri)

7. Gangguan penglihatan

konstipasi Penurunan defekasi 1. Lesi/cedera pada


Fisiologis Gejala dan Tanda Subjektif
normal yang disertai Mayor medula spinalis
1. Penurunan motilitas 1. Mengejan saat
pengeluaran feses sulit
2. Spina bifida
dan tidak tuntas serta gastrointestinal Subjektif defekasi
3. Stroke
fases kering dan banyak 2. Ketidakadekuatan 2. Defekasi
4. Sklerosis multipel
pertumbuhan gigi Objektif
kurang dari 2 kali
5. Penyakit
3. Ketidakcukupan diet seminggu 1. Distensi
parkinson
4. Ketidakcukupan abdomen
asupan serat 3. Pengeluaran2. Kelemahan 6. Demensia

5. Ketidakcukupan fases lama dan umum 7. Hiperparatiroidis

asupan cairan sulit 3. Teraba massa me

6. Aganglionik (mis. pada rektal 8. Hipoparatiroidis

penyakit Hircsprung) Objektif me

7. Kelemahan otot 1. Feses keras 9. Ketidakseimbang

abdomen 2. Peristalitik an elektrolit

usus menurun 10. Hemoroid


Psikologis 11. Obesitas

1. Konfusi 12. Pasca operasi

2. Depresi obstruksi bowel

3. Gangguan emosional 13. Kehamilan

14. Pembesaran
Situasional prostat

1. Perubahan kebiasaan 15. Abses rektal

makan (mis. jenis makanan, 16. Fisura anorektal


17. Striktura
jadwal makan)
anorektal
2. Ketidakadekuatan
18. Prolaps rektal
toileting
19. Ulkus rektal
3. Aktivitas fisik harian
20. Rektokel
kurang dari yang dianjurkan
21. Tumor
4. Penyalahgunaan
22. Penyakit
laksatif
Hircsprung
5. Efek agen
23. Impaksi feses
farmakologis

6. Ketidakteraturan

kebiasaan defekasi

7. Kebiasaan menahan

dorongan defekasi

8. Perubahan lingkungan
 

1.

Retensi Urin Pengosongan kandung 1. peningkatan tekanan 1. Benigna prostat


Subjektif Subjektif
kemih yang tidak lengkap uretra hiperplasia
1. Sensasi 1. Dribbling
2. Kerusakan arklus 2. Pembengkakan
penuh pada
refleks perineal
kandungan Objektif
3. Blok springter 3. Cedera medula
kemih 1. Inkontinensia
4. Disfungsi neurologis spinalis
berlebih
(mis. trauma, penyakit 4. Rektokel
Objektif 2. Residu urin
saraf) 5. Tumor di saluran
1. disuria/anuri
5. Efek agen kemih
a
farmakologis (mis. atropine,
2. Distensi
belladonna, psikotropik,
kandung kemih
antihistamin, opiate)
8. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Gangguan eliminasi urin - Observasi -
• Identifkasi tanda dan gejala retensi
Tujuan: atau inkontinensia urine
• Identifikasi faktor yang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menyebabkan retensi atau
diharapkan eliminasi urine pasien membaik : inkontinensia urine
• Monitor eliminasi urine (mis.
- Sensasi berkemih menurun frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
- Desakan berkemih (urgensi) menurun - Terapeutik
- Nokturia menurun • Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih
- Mengompol menurun • Batasi asupan cairan, jika perlu
• Ambil sampel urine
tengah (midstream) atau kultur
- Edukasi
• Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
• Ajarkan mengukur asupan cairan
dan haluaran urine
• Anjurkan mengambil specimen
urine midstream
• Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih
• Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot-otot pinggul/berkemihan
• Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
• Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
- Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika perlu
Inkontinensia fekal Observasi -
Tujuan: - Monitor peristaltik usu secara teratu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapeutik
diharapkan kebiasaan buang air besar pasien Anjurkan waktu yang konsisten
kembali normal kriteria hasil: untuk buang air besar
- Pengontrolan pengeluaran feses Berikan privase, kenyamanan dan
menurun posisi yang meningkatkan proses
- Defekasi membaik defekasi
- Frekuensi buang air besar Gunakan enema rendah jika perlu
membaik Edukasi
Anjurkan mengkonsumsi makanan
tertentu, sesuai program atau hasil
konsultsai
Kolaborasi
Kolaborsi penggunaan supositoria,
jika perlu
Inkontinensia urin berlebih - Kateteterisasi urine - Dukungan emosional
Tujuan: Observasi - Dukungan kepatuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Periksa kondisi pasien program pengobatan
diharapkan pola buang air kecil membaik ditandai Terapeutik - Dekungan ventilasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut : -siapkan perlatan, bahan-bahan dan - Edukasi pengukuran respirasi
- Kemampuan berkemih meningkat ruang tindakan - Konsultasi via telepon
- Nokturia menurun Siapkan pakaian; bebaskan pakaian -
- Frekuensi berkemih membaik bawaj dan posisikan dorsal rekumben
- Sensasi berkemih membaik (untuk wankita) dan supine (untuk laki-
- laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atu
preposium dengan cairan NaCL atau
aqudes
- Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan aseptik
Edukasi
- Jelaskan prosedur penggunaan
kompres dingin
- Anjurkan tidak menyesuaikan
pengaturan suhu secara mandiri
tanpa pemberitahuan sebelumnya
- Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat dingin

Inkontinensia urine Kateteterisasi urine


berlanjut Observasi
Tujuan: - Periksa kondisi pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapeutik
diharapkan pasien pola kebiasaan buang air -siapkan perlatan, bahan-bahan dan
kecil pasien membaik dengan kriteria hasil ruang tindakan
sebagai berikut: Siapkan pakaian; bebaskan pakaian
- Kemmpuan berkemih meningkat bawaj dan posisikan dorsal rekumben
- Nokturia menurum (untuk wankita) dan supine (untuk laki-
- Distensi kandung kemih menurun laki)
- Frekuensi berkemih membaik - Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atu
preposium dengan cairan NaCL atau
aqudes
- Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan aseptik
Edukasi
- Jelaskan prosedur penggunaan
kompres dingin
- Anjurkan tidak menyesuaikan
pengaturan suhu secara mandiri
tanpa pemberitahuan sebelumnya
- Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat dingin

Inkontinensia urine fungsional Observasi


Tujuan: - Monitor peristaltik usus secara
Setelah dilakukan tindakan keperawatan teratur
diharapkan pasien pola kebiasaan buang air Terapeutik
kecil pasien membaik dengan kriteria hasil - Anjurkan waktu yang konsisten
sebagai berikut: untuk buang air besar
- Kemmpuan berkemih meningkat - Berikan privasi, kenyamanan dan
- Nokturia menurum posisi yang meninkatkan proses
- Distensi kandung kemih menurun defikasi
- Frekuensi berkemih - Gunakan enema rendah, jika perlu
membaik - Amjurkan dilatasi rektal digital, jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan
tertentu, sesuai program atau hasil
konsultasi
- Anjurkan asupan cairan yang
adekuat sesuai kebutha
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan supositoria,
jika perlu
Retensi urine Kateteterisasi urine
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
diharapkan pengosongan kandung kemih yang - Periksa kondisi pasien
lengkap membaik, dengan kriteria hasil: Terapeutik
- Sensasi berkemih meningkat -siapkan perlatan, bahan-bahan dan
- Urgensi menurun ruang tindakan
- Distensi kandung kemih mneurun Siapkan pakaian; bebaskan pakaian
- Berkemih tidak tuntas menurun bawaj dan posisikan dorsal rekumben
(untuk wankita) dan supine (untuk laki-
laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atu
preposium dengan cairan NaCL atau
aqudes
- Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan aseptik
Edukasi
- Jelaskan prosedur penggunaan
kompres dingin
- Anjurkan tidak menyesuaikan
pengaturan suhu secara mandiri
tanpa pemberitahuan sebelumnya
- Ajarkan cara menghindari kerusakan
jaringan akibat dingin
Konstipasi Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Periksa tanda dan gejala konstipasi
diharapkan proses defiksi normal, dengan kriteria - Periksa pergerakan usus
hasil: - Identifikasi faktor resiko konstipasi
- Kontrol pengeluaran feses meningkat - Monitor tanda dan gejal ruptur usu
- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun Terapeutik
- Nyeri abdomen menurun - Anjurkan diet tinggi serat
- Kram abdomen memingkat - Lakukan masase abdomen, jika
perlu
- Lakukan evakuasi feses secara
manual, jika perlu
- Berikan enema atau irigasi, jika
perlu
Edukasi
- Jelaskan etiologi masalah dan alasan
tindakan
- Anjurkan peningkatan asupan
cairaan, jika tidak ada kontraindikasi
- Latih buang air besar secara teratur
- Ajarkan cara mengatasi konstipasi
Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim medis
tentang penurunan/peningkatan
frekuen suara ussu
- Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
3) Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat nencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Perencanaan asuhan keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika klien
mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam implementasi asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat akan terus melakukan
pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai
berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien
dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim
kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain- lain.
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya
dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien.
Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang diharapkan
telah terpenuhi bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah
dilakukan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).
C. KASUS PEMICU
An.S usia 5 bulan dirawat di RS keluarga megatakan perut pasien mengalami kembung
sejak beberapa minggu yang lalu. Ibu pasien mengatakan pasien buang air besar dengan
normal melalu anus, dengan konsistensi feses lunak (tidak encer), berwarna kuning,
berbau khas feses, frekuensi 5-6kali seharo, pasien belum bab biasanya mengeluarkan
flatus. RR 30x/m nadi 100x/m? Intervensi utama pada kasus diatas adalah...
DAFTAR PUSTAKA

Kasiati, Rosmalawati, Dwi W. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1.


Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.

Kozier Barbara, Erb Glenora. dkk (2011). Buku Ajar Fundamental


Keperawatan Konse, Proses dan Praktik. Edisi 7 Volume 1. Jakarta :
EGC.

Kyle, Terri & Carman Susan., (2015). Buku Ajar Keperawatan


Pediatri. Jakarta: EGC

Mutaqqin A dan Sari U., (2013). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba Medika.

Nanda Internasional (2015-2017). Diagnosa Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi Edisi 10 (B. A. Keliat., H. D. Windarwati., A.
Pawirowiyono.,
M. A. Subu, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2015).

Nasrullah, Dede. (2014). Etika dan Hukum Keperawatan Untuk


Mahasiswa dan Praktisi Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Medika.

Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta :


Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai