Disusun oleh :
YAYUTRISNAWATI
1808049
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi klinis
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke
korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak
dan sel tumor sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor
tidak tedapat didalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi
pada pemeriksaan histologi ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3
bagian atas vagina dan parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai dinding panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan
daerah infiltrat antara tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mokusa rektum dan atau vesika urinaria atau
telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria
atau sudah keluar dari pangul kecil, metastasi jauh belum
terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.
C. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Faktor perilaku
a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20
tahun dianggap masih terlalu muda
b. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering
partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat
karsinoma serviks.
c. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
d. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
e. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi
rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas
dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah
umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi
imunitas tubuh.
f. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada
wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non
sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan
smegma.
g. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan
pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari
adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang
yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks.
2. Faktor Biologis
a. Infeksi virus papiloma / virus kardiloma akuminata diduga sebagai faktor
penyebab kanker serviks.
b. Genetik.
3. Faktor lainnya
a. Lingkungan
b. Sosial ekonomi
c. Idiopatik
D. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.
E. Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar
junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari
portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis
serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada
wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami
infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling
desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh
penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10
tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih
memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu
dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97%
berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell
carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.
F. Pathway
Etiologi
Ansietas Gangguan
elliminasi urin
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut WHO, wanita berusia antara 25 dan 65 tahun hendaknya
menjalani screening test untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan awal. Wanita
di bawah usia 25 tahun hampir tidak pernah terserang kanker serviks dan tidak perlu
di-screening. Wanita yang tidak pernah berhubungan badan juga tidak perlu di-
screening.
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak
sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas.
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush)
kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul
diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks.
Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan
standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium
penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan
setiap tahun mencapai 90%.
2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks,
kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram)
dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika
tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya
dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor
kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.
Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana
tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi
sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan
pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut:
Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative
value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil
tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah
CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah
> 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan
mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
7. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan
yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.
H. Komplikasi
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun
yang berhubungan dengan peningkatan teknik- teknik pembedaan tersebut.
Komplikasi tersebur meliputi: Fistula uretra, Disfungsi kandung kemih, Emboli
pulmonal, Limfosit, Infeksi pelvis, Obstruksi usus besar, dan Fistula rektovaginal.
Komplikasi yang di alamisegera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, Sistitis
radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemorterapi tergantung pada
kombinasi obat yang di gunakan. Masalah efek samping yang sering terjadi adalah
supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena penggunaan kemoterapi yang
mengandung sisplatin. ( Gale Danielle, 2009 )
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1. Radiasi
a) Dapat dipakai untuk semua stadium
b) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
c) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Operasi
a) Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II
b) Operasi histerektomi vagina yang radikal
3. Kombinasi (radiasi dan pembedahan)
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat
mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga
menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio
resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap
resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Promotif:
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik
b. Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan lingkungan
c. Olahraga secara teratur
d. Pendidikan seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat kontrasepsi
dan perilaku seksual yang sehat)
2. Preventif
a) Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker
misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.
b) Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini dibuat dengan
teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan yang kuat. Vaksinasi
ini merupakan pencegahan yang paling utama. Vaksinasi ini diberikan untuk
wanita yang belum terinfeksi atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi (16 dan
18).
c) Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes pap smear.
3. Kuratif
a) Imunoterapi
Imunoterapi yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker,
yang mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk
memerangi kanker. Karena hampir selalu menggunakan bahan-bahan alami
dari makhluk hidup, terutama manusia, maka imunoterapi sering juga disebut
bioterapi atau terapi biologis.
Sejauh ini ada beberapa jenis imunoterapi yang telah dikembangkan,
antara lain:
b) Interferon
Merupakan sitokin yang berupa glikoprotein. Interferon, khususnya
interferon alfa, adalah obat imunoterapi pertama yang digunakan untuk
mengobati kanker. Antibodi Monoklonal.
Merupakan antibody yang dihasilkan oleh satu klon sel. Digunakan
dalam identifikasi sel, typing darah dan penegakan diagnosa.
c) Vaksin
Saat ini penggunaan vaksin kanker baru saja dimulai. Sebagian besar
masih dalam tahap penelitian dan uji klinis, sehingga belum bisa digunakan
secara umum.
d) Colony Stimulating Factor (CSFs)
CSFs kadang disebut juga hematopoietic growth factors. Obat
imunoterapi jenis ini merangsang sumsum tulang belakang untuk membelah
dan membentuk sel darah putih, sel darah merah, maupun keping darah, yang
kesemuanya berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
e) Terapi Gen
Terapi gen yang masih bersifat eksperimental ini memberi harapan
besar. Dengan memasukkan material genetic tertentu ke dalam sel tubuh
penderita kanker, perilaku sel tubuh orang tersebut bisa dikendalikan sesuai
kebutuhan.
4. Rehabilitatif
a. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik.
b. Bagi stadium akhir, sebagai perawat melakukan paliatif care.
J. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 2009).
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Data riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan menyerupai air.
2. Riwayat kesehatan sekarang
pada stadium awal klien tidak merasakan keluhan yang mengganggu,
baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :
perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal
3. Riwayat kesehatan dahulu
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan aktual pada struktur tubuh
Tujuan : setelah diberikan askep selama ... x 24 jam gangguan citra diri teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
e. mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat
f. Tampak tidak begitu memprihatinkan kondisi
g. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan
tekhnik untuk meningkatkan penampilan.
Intervensi:
a. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien.
Rasional : Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan
yang tampak nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri
akan berpengaruh pada konsep diri
b. Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan dengan cara terbuka
dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami
c. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai
diri dan mengenali diri serta mengatasi masalah.
Rasional : Menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan
realitas situasi
d. Dorong pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain dan Bantu pasien
kearah penerimaan diri.
Rasional : Membantu dalam meningkatkan sosialisasi dan penerimaan diri
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E, 2009.. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC,
Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
NANDA-Nic Noc. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA jilid 1. Yogyakarta:Med Actiont
Yatim,faizal. 2008.Penyakit Kandungan.Jakarta;Pustaka Popular Obor
Kartikawati,Erni.2013.Bahaya Kanker Payudara dan Kanker serviks. Jkarta;Buku Biru