Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENATALAKSANAAN AMELOBLASTOMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DREDGING

Nama NIM Pembimbing

: Nur Rachmi Maudy Chasanah Tahir : J 111 09 146 : drg. A. Tajrin, M.Kes, Sp.BM

BAGIAN ILMU BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN

Ameloblastoma adalah tumor jinak yang berasal dari gigi ,Tumor ini dapat tumbuh dari berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar. Ameloblastomas Multicystic menyerang orang dewasa terutama padausia 35 tahun, tanpa preferensi gender. Tumor ini juga sering terjadi pada mandibula empat kali lebih banyak dari rahang atas, itu lebihsering terjadi di kawasan molar 1 dan 3 rahang bawah;namun juga dapat ditemukan pada sinus maksilaris danrongga hidung. Karena menghasilkan gejala yang sangat sedikit, pasienbiasanya mencari perawatan bila tumor sudah besar. Radiografi menunjukkan radiolusen atau multilocular massa,dengan perbatasan yang jelas dan, dalam banyak kasus, terkait dengan resorpsi dari akar gigi.1 Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada pasien yang berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-15% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ameloblastoma yang memiliki nama lain adamantinoma merupakan neoplasma odontogenik yang berasal dari sisa epitel dental lamina. Berdasarkan klasifikasi WHO (1992), ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Ameloblastoma bersifat unisentrik, non-fungsional,

pertumbuhannya pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah perawatan. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi.2 Ameloblastomas berasal dari epitel yang terlibat dengan pembentukan gigi: organ enamel, odontogenik terletak dari malassez, mengurangi epitel enamel dan lapisan kista odontogenik. Ameloblastoma telah dikategorikan menjadi tiga bagian : Fibrosis (Unicystic), Multikistik, dan Perifer . Ameloblastoma multikistik, adalah sebuah varian dari ameloblastoma, pertama kali dijelaskan oleh Robinson dan Martinez pada tahun 1977, dilaporkan bahwa ameloblastoma memiliki perilaku biologis lebih agresif dengan morbiditas devasting dan memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ameloblastoma unicystic klasik. Tumor ini dikenal dengan kecenderungan kekambuhan local, terutama jika invasi jaringan lunak atau perforasi tulang kortikal telah terjadi.2

A. Etiologi :3 Tumor ini dapat berasal dari: Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata. 3 Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik.3 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.3 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral. 3

Gambar. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)

B. Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis 1. Riwayat Penyakit Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yangmencakup riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsipasien terhadap durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lamamenunjukan proses perkembangan atau jinak.4,5

Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tandaproses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapatmenimbulkan gejala tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit. Gejalalain seperti paresthesia atau rasa baal dapat berhubungan dengan tekananpada syaraf karena massa tumor.Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara bertahap dapatmerupakan tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif merupakanproses reaktif. Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atauinfeksi yang berada dalam proses penyembuhan, sementara munculnyarasa nyeri pada massa yang sebelumnya asimptomatik dapat

merupakanindikasi adanya transformasi menjadi keganasan.4,5 Pada ameloblastoma, penampakan klinis yang paling umum adalahadanya pembesaran tanpa rasa nyeri pada rahang. Perubahanneurosensorik jarang terjadi, meskipun pada tumor yang besar.Pertumbuhan yang lambat juga merupakan petunjuk, dimana tumor yangtidak dirawat dapat menimbulkan perubahan wajah yang nyata.Terkadang dapat terjadi maloklusi dental, nyeri dan paresthesia padaarea yang terpengaruh. Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkanasimetri wajah, perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkanmaloklusi, gigi mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi,peningkatan mobilitas gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran inidisebabkan karena ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan lunak.Paresthesia juga dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang

menekanpercabangan nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah maksila dan mandibula.4,5

Ameloblastoma merupakan penyakit dengan tingkat rekurensi tinggi.Tingkat rekurensi lebih besar pada pasien dengan usia lanjut dan padapasien dengan lesi multilokular yakni 23% (unilokular 14%), karena lesimultilokular dapat

menginfiltrasi struktur sekitarnya secara mikroskopikyang tidak terdeteksi, sehingga tidak terangkat saat operasi. Seperti yangterlihat pada tumor rahang lainnya, rekurensi lebih agresif daripada tumor ini.4,5

2. Pemeriksaan Ekstraoral dan Intraoral Beberapa parameter lesi yang dievaluasi meliputi4 : Lokasi Ukuran Karakter (makula, ulcer, massa) Warna, termasuk penilaian homogenitas warna Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous) Batas tepi (halus, irregular, tidak jelas, berbatas tegas) Konsistensi terhadap palpasi Gejala local Distribusi lesi jika multiple atau konfluen Fungsi aspirasi biasanya menunjukkan cairan merah kecoklatan

Gambaran klinis : Usia rata-rata yang mengalami ameloblastoma adalah antara 20-40
7

tahun. 85% terjadi pada mandibula, dengan 66% terjadi pada regio molar danramus, 11% pada regio premolar, dan 10% pada regio anterior serta15% terjadi pada maksila. Kadang berhubungan dengan molar terakhir yang impaksi. Ameloblastoma umumnya mulai berkembang pada tulang kanselusmandibula dan dapat mencapai ukuran yang besar sebelum kontur luar tulang mengalami perubahan. Selanjutnya, aspek bukal dan lingualpada mandibula mengalami ekspansi. Ameloblastoma dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpamenginvasi atau mengalami ulserasi pada jaringan lunak. Rasa sakit atau kerusakan saraf sensoris terjadi bila disertai infeksipada vena superfisial. Trauma akibat ekstraksi dan pembuangan kista berhubungan denganinsiden ameloblastoma. Radiograf menunjukkan resorpsi gigi yang terlibat.4,5

3. Pemeriksaan Radiografis Lokasi yang paling umum adalah regio molar dari mandibula (85%),kemudian regio premolar dan (paling sedikit) pada regio anterior.Ameloblastoma jarang ditemukan pada maksila dan jika terjadi, umumnyaterdapat pada regio molar.6

Penampilan radiografis yang paling umum ditemui pada ameloblastomaadalah radiolusensi multilokular (mulfi-chambered atau multi-cystic),menyerupai busa sabun (soap bubble appearance), yang dibatasai oleh septaberbatas jelas. Ameloblastoma dengan bentuk unilokular umumnya ditemuipada ameloblastoma folikular yang terjadi pada masa pertumbuhan aktif diusia 20-an. Seringkali gigi yang impaksi (umumnya molar) berada di dalam tumor. Variasi yang lebih jarang adalah ameloblastoma yang menyerupaisarang lebah yang tidak meliputi gigi dan septanya lebih tebal.Pada tahap yang lebih lanjut, tulang kompak meregang dan makin tipis.6

Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)

Kanalis mandibularis sering terdesak dan lama kelamaan tidak terlihar didalam radiolusensi. Pada maksila, ameloblastoma dapat mendesak sinusmaksila dan meregangkan dinding sinus. Lesi tumbuh secara perlahan danberkembang dengan pembengkakan yang tidak nyeri dan asimetri wajah,seringkali amelolastoma baru diketahui pada tahap akhir penyakit. Variasiperiferal pada lesi ini terjadi terutama pada pasien lanjut usia, sering denganinklusi mukosa oral.6 CT scan memberikangambaran anatomi dari potongan jaringan secara 2 dimensi dan 3 dimensidengan akurat dan tidak tumpang tindih. CT scan tidak hanyamengkonfirmasi diagnosis, namun juga menunjukkan dengan akuratperluasan tumor. CT scan dapat mendeteksi perforasi korteks luar dan invasike dalam jaringan lunak di sekitar. Bila invasi jaringan lunak ekstensif, MRI(Magnetic Resonance Imaging) dapat menyediakan gambar asal tumor danperluasan invasi. CT scan esensial untuk pemeriksaan follow-up setelahpembedahan ameloblastoma.6

Gambar Unikistik ameloblastoma (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United Kingdom:
Elsevier Health Sciences; 2006.)

10

C. Perawatan Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk

dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi. 1. Perawatan Konservatif a) Kuretase2 Adalah pengangkatan tumor dengan memotongnya dari

jaringannormal di sekitar. Kegagalan dari kuretase disebabkan karena tertinggalnyapinggiran tumor pada jaringan. Teknik ini dapat digunakan untuk lesi kecilameloblastoma unikistik di mandibula. Kebanyakan kasus ditangani dengan pendekatan intraoral,

yaitubiasanya pendekatan bukal, labial, atau palatal. Pembuatan flap mukoperiosteal dengan dasar cukup lebar untukmemastikan suplai darah tidak terganggu. Flap envelope paling umumdigunakan. Insisi dibuat pada sulkus gingiva (untuk pasien bergigi) dan padaalveolar crest (untuk pasien tidak bergigi) Flap mukoperiosteal Full thickness dibuka. Kuret digunakan untuk mengangkat lesi dari kavitas tulang.

11

Margin

tulang

normal

juga

dibuang

dengan

pengerokan/scraping

untukmemastikan seluruh tumor dibuang. Defek tulang kecil ditutup dengan primary closure; defek tulang besardapat sembuh dengan secondary intention.

b) Enukleasi Enukleasi adalah pengangkatan kista baik lapisan pembungkusnya hinggaisinya. Indikasi enukleasi adalah lesi odontogenik keratosis yang memilikitingkat rekurensi tinggi. Enukleasi memiliki 2 cara pendekatan, yaitupendekatan intraoral dan ekstraoral.2

Prosedur Pendekatan Intraoral 1. Insisi dan Elevasi Flap a. Jika kista melibatkan gigi, maka insisi dibuat melingkari gigi, baikdengan atau tanpa pertimbangan untuk ekstraksi. Tujuan dari insisitersebut adalah untuk menyediakan akses yang baik serta memudahkandalam penyembuhan, selain itu insisi berguna dalam proses penutupanarea operasi jika ternyata dibutuhkan ekstraksi 1 gigi maupun beberapagigi. b. Jika kista melibatkan hingga ke periodonsium, maka sebaiknya insisidibuat menjauhi area servikal gigi.

12

c. Untuk memudahkan penyembuhan pada area edentulous, maka insisidibuatkan di sepanjang crest. d. Lengan asendens dan desendens dari insisi melebar ke arah sulkusbukal dan berada di luar dari pembengkakkan. Tujuan dari insisi iniadalah agar penjahitan dapat dilakukan pada permukaan tulang yangsehat. 2. Pengangkatan Tulang a. Jaringan tulang tipis yang masih tersisa harus dipertahankan. Jika lesiberukuran besar, setelah flap mukoperiosteal dielevasi, tulang dapatdipenetrasi menggunakan periosteal elevator yang dimasukkan diantara kantung kista dengan tulang. b. Jika jaringan tulang sudah tidak dapat dipertahankan,

mukoperiosteumdielevasi dan jaringan tulang di bawahnya diangkat menggunakan burakrilik supaya memberikan akses yang baik untuk proses enukleasi. 3. Enukleasi Kista a. Kista harus terangkat seluruhnya tanpa merobek atau

menusuknya.Lakukan diseksi menggunakan instrumen yang tumpul. Gunakanselapis gauze yang digulung, lalu masukkan di antara kantung kistadan rongga tulangnya menggunakan hemostat. Alternatif lain adalah dengan mengaspirasi kista sehingga kista mengkerut sehingga mudahuntuk dikeluarkan.
13

b. Setelah

kista

telah

dienukleasi,

selanjutnya

dapat

dilakukan

perawatanpada gigi yang terlibat, contoh: pengisian saluran akar, apicectomy,retrogade root filling, atau ekstraksi. c. Periksa kembali area pasca enukleasi, lakukan irigasi, lalu dapat dilakukan penutupan dengan penjahitan.

Prosedur Pendekatan Ekstra Oral8 Indikasinya adalah kista dentigerous berukuran besar yang melibatkan ramus,badan, dan sudut mandibula. a. Insisi bagian submandibula. b. Diseksi jaringan menggunkan pterygomasseteric sling. c. Insisi periosteum dan elevasi flap periosteum untuk

memperlihatkantulang di bawahnya. d. Jika belum terjadi perforasi, dapat dibuatkan window menggunakanbur atau chisel. e. Enukleasi kista lalu dibiopsi. f. Jika ada kecurigaaan adanya sisa jaringan pembungkus kista, makadapat dilakukan kuretase pada rongga. g. Lakukan penutupan dengan penjahitan. Direkomendasikan

untukmeletakkan drainase melalui insisi.

14

Manajemen Post Operasi a) Jahitan dapat dibuka 10 hari post operasi. b) Lakukan pemeriksaan radiologi post operasi secara berkala

sampaipenyembuhan tulang selesai.

c) Cryosurgery Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperature dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasiselsel yang abnormal.

Efek Pendinginan yang Ekstrem Konsentrasi cairan intraseluler meningkat. Kadar air intraseluler berkurang. Sel mengkerut. Membran sel rusak. Terbentuk kristal es di intraseluler. Terbentuk kristal es di ekstraseluler.

d) Enucleation with Curretation atau Dredging Method7 Yaitu perawatan dimana setelah dilakukan enukleasi, kuret atau burdigunakan untuk mengangkat 1-2 mm tulang di sekitar rongga tumor.
15

Indikasi7 Mengangkat odontogenic keratocyst. Tumor yang rekuren setelah pengangkatan Keuntungan7 Bila enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase bisa mengangkat sisasisa tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya rekurensi menurun. Kerugian7 Kuretase bersifat lebih destruktif terhadap tulang sekitar dan jaringan lainnya(misal : saraf dan pembuluh darah) sehingga harus ekstra hati-hati dalampelaksanaannya.

Teknik7 Tumor dilakukan enukleasi Inspeksi pada rongga tulang untuk melihat struktur sekitarnya Kuret tajam atau bur tulang diikuti dengan irigasi steril digunakan untukmengangkant 1-2 mm lapisan tulang di perifer rongga kista, lakukandengan ekstra hati-hati. Rongga dibersihkan kemudian ditutup

16

Daftar pustaka

1. Montoro, J. R., Tavares, M. G., Melo, D. H., Franco, R., Filbo, F. V., Xavier, S. P., Trivellato, A. E., & Lucas, A. S. 2008. Mandibular Ameloblastoma Treated by Bone Resection and Imediate Reconstruction. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 74 (1) January/February 2008. [on line]. http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n1/en_a26v74n1.pdf

2. DrSubudhi Kumar Santosh, Dr. Dash Sumit, Dr. Premananda. K, Dr. Pathak Harshmohan, Dr. Poddar N. R. 2013. Multilocular Ameloblastoma OfMandible-A Case Report. International Journal of Advancements in Research & Technology, Volume 2, Issue2, February-2013. [On Line] . http://www.ijoart.org/docs/MULTILOCULAR-AMELOBLASTOMA-OFMANDIBLE-A-CASE-REPORT.pdf

3. Belal, M. S., Safar, S. Rajacic, N., Yassin, I. M. Schtz, P. Yassin, S. M., & Zohaire, N. 1998. Ameloblastoma of the Mandible Treated by Hemimandibulectomy with Immediate Autogenous Bone Graft Reconstruction. Dental News, Volume V, Number I, 1998. [onn line]. http://www.dentalnews.com/documents/magazine/upload/98_v1_1.pdf

4. Anadza Fata Galih. Gambaran Diagnosis Klinis Dan Hasil Pemeriksaan Histopatologis Pasien Yang Dibiopsi. Unpad. Indonesia. [On Line] http://pustaka.unpad.ac.id/archives/117028/ 5. Walton E. Richard, Torabinejad Mahmoed. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia (principles and practice of endodontics, 3 ed). Alih bahasa, Narlan Sumawinata ; editor bahasa Indonesia, Lilian Juwono Jakarta : EGC, 2008. 6. Gmgm, S., & Hosgren, B. 2005. Clinical and Radiologic Behaviour of Ameloblastoma in 4 Cases. J Can Dent Assoc 2005; 71(7):4814. [on line]. http://cda-adc.ca/jadc/vol-71/issue-7/481.pdf

17

7. SMA SADATa, M AHMEDb, Dredging Method- A Conservative Surgical Approachfor the Treatment of Ameloblastoma of Jaw. Journal of Bangladesh College of Physicians and Surgeons. Vol. 29, No. 2, April 2011 [On Line] http://www.banglajol.info/bd/index.php/JBCPS/article/viewFile/7951/5925 8. F A VOHRA, M HUSSAIN, M S MUDASSIR. 2009. Ameloblastomas And Their Management: A Review. Journal of Surgery Pakistan (International) 14 (3) July - September 2009 [On Line] http://www.jsp.org.pk/Issues/JSP%20143%20July%20-%20September%202009/Fahim%20Vohra.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai