Anda di halaman 1dari 14

AMELOBLASTOMA

(Laporan kasus)

Oleh : Ince Rizky Amalia


Bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala Leher

Pendahuluan
Ameloblastoma merupakan suatu tumor jinak epithelial odontogenik yang
berasal dari jaringan pembentuk gigi, bersifat jinak, tumbuh lambat,
penyebarannya invasife dan ekspansif serta mengadakan proliferasi ke dalam
jaringan ikat. Tumor ini mempunyai kecenderungan tinggi untuk kambuh
walaupun

setelah

penyebarannya

dilakukan

yang

operasi.

ekspansif

dan

Sifat

yang

infiltratife

mudah

ini

kambuh

memberikan

dan
kesan

malignansi.1,2,3,4,5,6,7,8
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari
sisa-sisa epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari
berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa diantara jaringan lunak alveolar
dan tulang. Tumor ini tumbuhnya lambat agresif secara lokal dan dapat
menyebabkan deformitas wajah. 1,2,3,4,5,6,7,8
Ameloblastoma normalnya timbul pada dekade tiga dan empat kehidupan,
tetapi dari kasus yang dilaporkan hampir semua usia dari dekade dua sampai
dengan sembilan kehidupan dilaporkan mengalami ameloblastoma. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Lebih dari 80% lokasi
ameloblastoma terdapat di ramus mandibula, 70% terdapat pada regio molar dan
ramus asendens, 20% ditemukan di regio premolar dan 10% terdapat di regio
incisivus. Di maxilla sebagian besar dari ameloblastoma terjadi di regio molar
tetapi 15% melibatkan antrum.1
Ameloblastoma biasanya didiagnosis pada pasien yang umurnya antara
dekade empat dan dekade lima, kecuali pada tipe unikistik yang biasanya terjadi

pada pasien yang berusia antara 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada predileksi
jenis kelamin. Sekitar 10-50% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang
tidak erupsi.1,3
Tinjauan pustaka
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani differensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat
baik

oleh

Robinson

bahwa

tumor

biasanya

unisentrik,

nonfungsional,

pertumbuhannya bersifat intermitten, secara anatomis jinak dan secara klinis


bersifat persisten.3
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epithelial odontogenik,
pertumbuhannya lambat, secara local invasive dan sebagian besar tumor ini
bersifat jinak.3
Istilah dari ameloblastoma digunakan untuk tumor ini berasal dari Churchill
1934 untuk menggantikan istilah adamantinoma yang dikemukakan oleh
Malassez pada tahun 1885.3
Telah dilaporkan rentang usia terjadinya tumor dari usia 10 tahun sampai
dengan usia 90 tahun. Rata-rata usia saat didiagnosis adalah 33-39 tahun, dan
kebanyakan kasus ditemukan antara usia 20 dan 60 tahun. Hanya sekitar 10% dari
kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak dan kurang dari sepertiga dari
mereka terjadi pada anak-anak usia kurang dari 10 tahun. Tidak ditemukan
hubungan jenis kelamin dengan kejadian tumor ini.3
Pada literatur lain dikatakan bahwa ameloblastoma biasanya di diagnosis pada
pasien yang umurnya antara dekade empat dan dekade lima, kecuali pada tipe
unikistik yang biasanya terjadi pada pasien yang berusia 20 sampai 30 tahun.
Sekitar 10-50% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.1,3
Ameloblastoma dapat muncul disemua area pada rahang, tetapi daerah yang
paling sering terkena adalah mandibula (lebih dari 80% dari semua kasus) .
Lokasi pada mandibula yang paling sering terkena adalah daerah molar, tiga kali
lebih sering daripada premolar dengan pesentasi sebagai berikut, 70% terdapat
pada regio molar dan ramus asendens, 20% ditemukan diregio premolar dan 10%

terdapat di regio incisivus. Di maxilla sebagian besar dari ameloblastoma terjadi


di regio molar tetapi 15% melibatkan antrum.1,3
Sebagian penulis menganggap ameloblastoma berasal dari berbagai macam
sel, meskipun stimulus dari proses pembentukan ameloblastoma ini tidak
diketahui. Jadi, sebagian penulis membayangkan tumor ini kemungkinan berasal
dari:3

Sisa sel dari enamel organ, baik sisa-sisa dental lamina atau sisa-sisa selubung

Hertwig dan sisa-sisa epitel Malassez


Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Gangguan perkembangan organ enamel
Sel basal dari permukaan epitel tulang rahang
Epitel heterotopik di bagian lain dari tubuh terutama kelenjar pituitari
Saat ini, diperkirakan terjadinya tumor tersebut kemungkinan hasil dari

perubahan atau mutasi dari sel genetik embriologi yang diprogramkan untuk
perkembangan gigi. Faktor lingkungan dan variabel individu pasien sendiri
(misalnya status kesehatan umum, status gizi) juga cenderung memiliki peran
dalam modulasi kejadian penyakit. Teori ini ditunjukkan oleh yang menemukan
bahwa usia rata-rata terjadinya ameloblastoma di negara-negara industri adalah
10-15 tahun lebih besar dari yang terlihat di negara-negara berkembang (Kessler
HP et al, 2003).3
Cahn pada tahun 1933 melaporkan kasus ameloblastoma yang berasal dari
dinding kista dentigerous. Perlu ditegaskan kembali bahwa Stanley dan Diehl,
telah meninjau 641 kasus ameloblastoma, ditemukan bahwa 108 dari tumor ini,
sekitar 17%, yang pasti terkait dengan impaksi gigi dan atau folikel (dentigerous)
kista. Mereka juga mencatat terjadi penurunan prevalensi kasus setelah usia 30
tahun, keadaan ini mungkin disebabkan oleh karena hilangnya potensi
ameloblastoma dari epitel odontogenik pada folikel impaksi gigi dan kista
folikular yang berhubungan dengan usia pasien. Sebuah temuan yang signifikan
menekankan potensi berbahaya dari kista dentigerous dan dibutuhkan kehatihatian dalam pemeriksaan mikroskopik pada setiap lesi tersebut. Karena kista
dentigerous dapat berkembang dan berhubungan dengan odontoma, serta dengan

gigi yang mengalami impaksi sehingga disarankan pemeriksaan tersebut


dilakukan oleh ahli patologi.3
Gambaran Klinis
Ada beberapa tipe ameloblastoma yaitu: 1. Tipe Solid Konvensional /
Multikistik, 2. Tipe Unikistik, 3. Tipe Peripheral / ekstraosseus
Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi. Gejalanya
diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit terkadang
menyebar sampai ke struktur

lain

disertai dengan terdapatnya ulkus dan

pelebaran jaringan periodontal (gum disease). (9) Lesi ini dapat terlihat lebih awal
pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan biasanya penderita merasakan adanya
asimetri wajah secara bertahap. Pasien tidak mengalami keluhan rasa sakit,
parestesi, fistula, formation ulcer, atau mobilitas gigi. Apabila lesi membesar,
dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi seperti tulang yang tipis. Jika telah
meluas merusak tulang, maka abses terasa fluktuasi, kadang-kadang erosi dapat
terjadi melalui kortikal plate yang berdekatan dengan daerah invasi, dan berlanjut
ke jaringan lunak yang berdekatan.(10)
Histopatologi:
Secara histopatologis, ameloblastoma terlihat

seperti kumpulan sel yang

memiliki kemampuan untuk mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya.


Proses ini dikenal dengan nama "Reverse Polarization". (9)
Terdapat lima jenis bentuk klasik ameloblastoma, yaitu : (1) folikular, (2)
plexiform, (3) acanthomatous, (4) sel basal, dan (5) jenis-jenis sel granular.
Sedangkan yang paling umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak
seperti tiang yang tinggi, membentuk lapisan peripheral disekeliling neoplastik. (11)
Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun dari jaringan epitelium, terpisah oleh
jaringan fibrous dan dihubungkan oleh jaringan penghubung (jaringan Stroma).
Pada tipe folikular jaringan epitel terdapat pada bagian tengah. Di bagian
terluarnya berbentuk kolumnar atau palisaded ameloblas, sedangkan dibagian
tengah terkadang berbentuk menyerupai sel microcysts.

Untuk tipe plexiform terdiri dari jaringan epitel yang dapat berubah, dan
merupakan lapisan sel berasal dari jaringan epitel. Kemudian berubah menjadi
well-formed desmosomal junctions, simulating spindle cell layers.

(9).

Sel sel

yang menyusunnya rata-rata berbentuk Cuboid dan basaloid . (12)


Muller dan Slootweg, mempelajari karakter ameloblastoma, dan reaksi
jaringan sekitarnya yang diambil dari 31 spesimen operasi. Dari penelitian ini,
didapat kesimpulan, yaitu (1) Infiltrasi dari jaringan tulang spongiosa lebih nyata,
(2) Tendensi untuk invasi pada jaringan tulang kortikal sangat kecil, (3) Jaringan
periosteum merupakan jembatan penghubung untuk pertumbuhan tumor, dan (4)
tidak terdapat kapsul selama pertumbuhan tumor jenis ini.
Setelah mengetahui hal tersebut, maka tindakan yang dilakukan sebaiknya:
(1) bila terjadi pada jaringan spongiosa, sebaiknya dilakukan tindakan lebih cepat
dan disarankan pada saat reseksi sebaiknya lebih dari 1 cm jaringan sehat
disekitarnya turut diambil, (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara
terpisah, (3) Mukosa yang melapisi prosesus alveolaris juga sebaiknya turut
direseksi.

(12)

Gambaran Radiografi
Dengan radiografi, lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam
menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari
Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging (MRI),
sangat membantu dalam mendiagnosa awal.
Hal ini dapat membantu menemukan ekspansi tulang cortikal dengan
scalloped margins, multi lokasi atau Soap Bubble dan resorbsi akar. CTs
biasanya digunakan untuk mengetahui keterlibatan jaringan lunak, kerusakan
tulang kortikal dan ekspansi tumor pada struktur sekitarnya. Sedangkan MRIs
digunakan untuk mengetahui usia dan konsistensi tumor. (12)
Gambaran radiografi ameloblastoma dapat menyerupai kista multilokuler,
disertai daerah radiolusen berbentuk sarang lebah atau busa sabun ,dan juga dapat
terlihat seperti ruangan tunggal. Kadang-kadang pada rahang atas terlihat rongga
monokistik, dengan pelebaran membran periodontal, terkadang

tergambar

obstruksi dinding sinus jika melibatkan sinus. Apabila ameloblastoma berbentuk


satu rongga atau monokistik, diagnosis radiografi akan sulit, karena mirip dengan
kista dentigerus atau kista radikuler yang dilapisi epitelium. (13)

Gambar 1. (a).Lesi unilokuler di regio caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi berada
pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua. (9)

(a)

(b)

Gambar 2. (a) Gambaran ameloblastoma multilokular dengan panoramik foto, memperlihatkan


kelainan di regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar rahang bawah .
(12)

Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua dan
ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu. Hal
ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat pula
gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas dan
tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan lainnya di
inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar.

Tulang kortikal tampak sangat tipis dengan akar-akar

terlihat sebagian

menembus pada sarang lebah (busa) tersebut. Pada penderita usia muda, jaringan
tampak menyerupai kista primordial dan folikuler.
Sedangkan pada orang dewasa, bekas epithelial dapat berasal dari ekstraksi
gigi. Hal ini terlihat pada awal usia tumor, sehingga pemeriksaan histologi harus
dilakukan setelah pembersihan / ekstirpasi sama dengan prosedur pengambilan
kista. .(13)
Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai
berikut : (14)
1. Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan
tegas, menyerupai busa atau sarang lebah.
2. Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial,
kadang- kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi eksternal
gigi-gigi yang berdekatan, dan merupakan suatu ciri-ciri umum
ameloblastoma.

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Ameloblastoma multilokuler menyerupai busa sabun


atau sarang lebah. (b) dan unilokuler di regio anterior. (9)

3. Dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas


kesekitarnya.
4. Dapat menyerupai kista dentigerus/ sisa kista yang dilapisi

epithelial.

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Gambaran multilokular radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi meluas
ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b)
Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus. (9)

4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi

.
Gambar 5. (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi
terdorong hingga dasar ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto
Postero-anterior memperlihatkan kerusakan tulang, sedemikian besar,
meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. (9)

Pengaruh terhadap struktur-struktur sekelilingnya:


Ameloblastoma dapat menggeser gigi lebih jauh, dan sering mendorong gigi
yang terlibat ke daerah apikal, serta dapat menyentuh palatum. Dapat
menyebabkan resorpsi akar yang luas , dan terlihat bentuk tidak teratur.

Dengan oklusal foto, dapat terlihat perluasan lingual kortex, dan penipisan
tulang kortikal yang berdekatan, serta meninggalkan lapisan luar tipis tulang
(seperti kulit telur). Tumor ini memiliki potensi sangat besar untuk proses
perluasan tulang, sampai terjadi perforasi tulang ke jaringan sekelilingnya yang
merupakan ciri khusus ameloblastoma. Variasi kistik biasanya dapat menyebabkan
lebih banyak perluasan daripada keratocyst odontogenik. Batas anterior prosesus
coronoid tampak hilang pada tumor-tumor besar di ramus mandibula.(11)
Ameloblastoma dapat rekuren, apabila saat prosedur bedah awal, tidak
menghilangkan lesi secara menyeluruh. Lesi tersebut dapat timbul dengan
karakteristik tampak seperti kista kecil dengan jumlah lebih dari satu, dan margin
kortikal sklerotik berbentuk kasar, kadang-kadang dipisahkan dengan tulang yang
normal.
Differential diagnosis:
Dapat di dd/ dengan Kista dentigerus, kista primordial, odontogenik keratosis,
odontogenik myxoma atau ossifying fibroma.(14)
Pemeriksaan Penunjang.
1. Radiografi : Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral
dan submento vertex.
2. CT Scan : penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti
lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya dengan
struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan akurat .Gambaran CT
dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan perluasan ke jaringan lunak
sekitarnya. Pada gambaran resonansi magnet (MRI), tampak resolusi lebih
baik, tentang sifat dan tingkat invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting
dalam penilaian evaluasi setelah operasi ameloblastoma.(15)

Komplikasi

Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang


tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ
penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan
tingkat tumor secara akurat. (16)
Terapi
Insisi atau eksisi, sudah seharusnya dilakukan, hal ini tergantung besarnya lesi.
Hasilnya kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi,
hal ini akan menentukan terapi yang dilakukan. Sebuah ameloblastoma yang
dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit
diprediksi tergantung dari jenis ameloblastoma yang menyerang.

(8)

Selain itu

dapat dilakukan dengan terapi radiasi (setelah sebelumnya melakukan pendekatan


intra oral), enukleasi, reseksi, dan extirparsi. ( 14 )
Laporan Kasus:
Pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak
pada wajah sebelah kiri, yang dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
awalnya benjolan tersebut hanya berukuran kecil seperti tutup botol, lama
kelamaan benjolan bertambah besar. Pasien tidak mengeluh nyeri, hanya saja
pasien merasa terganggu ketika menggunakan kaca mata diakibatkan pembesaran
yang perlahan membuat pipinya terangkat.
Tidak ada keluhan nyeri pada tenggorokan, sulit menelan, batuk, maupun suara
serak. Tidak ada keluhan nyeri telinga, telinga gatal, berdengung, penurunan
pendengaran, maupun keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan nyeri pada
hidung, keluar cairan atau darah dari hidung, tidak ada gangguan penciuman yang
dirasakan, dan juga tidak ada keluhan hidung tersumbat. Sakit kepala tidak ada,
demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Buang air kecil dan buang air besar
lancar dan biasa.
Pada pemeriksaan fisik ekstra oral didapatkan pembengkakan pada mulut atas
sampai ke pipi dengan konsistensi lunak, berwarna sama dengan kulit
disekitarnya, berbatas tegas, ketika dipalpasi di dapatkan adanya sensasi seperti
kulit telur retak ( krepitasi), tidak ada nyeri saat ditekan. Pada pemeriksaan intra

oral didapatkan masa pada rahang atas sampai ke palatum durum sisi sebelah kiri
regio 11,21,22,23,24,25,26. Berbatas tegas, permukaan rata, dan tidak ditemukan
adanya tanda-tanda peradangan di daerah tumor. (gambar 6).
Pemeriksaan penunjang rontgen tidak dilakukan, pemeriksaan biopsi dilakukan
tetapi masih menunggu hasil. Pada pasien ini dilakukan maxillectomy segmental
atau hemimaxillectomy.
Gambar 6. Foto sebelum dilakukan hemimaxillectomy

Gambar 7 hasil reseksi maxillectomy segmental

Penatalaksanaan dibangsal monitoring KU, vital sign, perdarahan (jika ada),


infus RL, diet lunak, obat-obatan: ceftriaxon1 gr/ 12 jam, ketorolak 1 amp/12 jam,
ranitidin 1 amp/12 jam, dexametason 1 amp/12 jam.
Pembahasan
Pada kasus ini pasien mengeluh muncul benjolan pada rahang atas sebelah kiri
mulai regio 11 sampai 26. Secara umum, hanya 20% dari kasus ameloblastoma
yang terjadi dirahang atas. Meskipun beberapa laporan menunjukan insiden
serendah 1% pada maksila, dan dari sekian banyak orang 47% terjadi pada daerah
molar, 15% di antrum dan dasar dari hidung, 9% didaerah premolar, 9% pada
regio caninum dan 2 % di palatum.
Gambaran klinis pada pasien ini menunjukan adanya benjolan pada maksila
yang meluas sampai kebagian pipi sebelah kiri kurang lebih satu tahun yang lalu,

tidak terasa nyeri. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis ameloblastoma secara
umum yaitu tidak adanya keluhan pada tahap awal karena tumor ini jarang
terdiagnosa secara dini. Biasanya diketahui nanti setelah 4 sampai dengan 6 tahun.
Pembengkakan dengan berbagai ukuran dapat menyebabkan deformitas wajah,
warna sama dengan jaringan disekitarnya, konsistensi tumor ini bervariasi ada
yang keras ada pula yang lunak, berbatas tegas, terjadi ekspansi pada tulang
zigomatikum yang biasanya menimbulkan sensasi seperti kulit telur retak atau
biasa disebut dengan krepitasi.
Periksaan penunjang ct- scan dan x-ray tidak dilakukan. Hasil pemeriksaan
patologi anatomi telah dilakukan tetapi masih menunggu hasil sehingga tumor ini
tidak bisa ditentukan jenisnya dari segi histopatologi.
Diagnosis pada kasus ini yaitu suspek ameloblastoma untuk jenis atau tipe dari
ameloblastoma ini sendiri belum bisa ditentukan disebabkan hasil pemeriksaan
penunjang seprti foto x-ray dan histopatologi belum lengkap. Dari bentuk dan
ukuran ameloblastoma ini sendiri tindakan yang paling tepat yaitu dengan
melakukan reseksi segmental maksilla (hemimaxillectomy) dari regio 11 sampai
26. Reseksi segmental maksilla yaitu pengambilan sebagian tulang maksilla
dimana kontinuitas tulang maksilla tidak dipertahankan.
Telah

diketahui

bahwa

ameloblastoma

mempunyai

kemampuan

untuk

menginvasif tulang dan kadang-kadang menyebabkan kematian karena langsung


menyebabkan ekstensi pada intrakranial sehingga merupakan indikasi untuk
dilakukan operasi radikal seperti maksilektomi radikal.

Gambar 7 foto saat dilakukan hemimaxillectomy dan setelah dilakukan penjahitan

Kondisi pasien pasca operatif relatif stabil. Pasien hanya mengeluh sulit
menelan, hal ini mungkin pengaruh iritasi dari ETT di daerah faring, keluhan lain
berupa rasa nyeri pasca operasi. Diet lunak pada pasien ini ditujukan agar
membantu penelanan tanpa harus mengunyah makanan terlebih dahulu, dan juga
untuk menambah asupan nutrisi.
Hari ketiga pasca operasi, terlihat kondisi intraoral baik, tidak ada perdarahan,
kebersihan mulut tampak harus ditingkatkan. Pasien dirawat inap selama 5 hari
selanjutnya pasien disuruh untuk kontrol kembali di poliklinik bedah mulut RSUD
Undata Palu. Tujuan kontrol pada pasien dengan ameloblastoma pasca reseksi
tumor biasanya untuk evaluasi keluhan dan melihat ada tidaknya rekurensi serta
konsultasi untuk pemasangan maksilofacial protesa.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ongole R, Praveen BN. Oral Medicine, Oral Diagnostik and Oral
Radiology. 2th ed. New Delhi: Elsevier; 2013.
2. John CW, Ralph WG. Stell & Marans Textbook of Head and Neck
Surgery and Oncology, 5th ed. London: Hodder Arnold; 2012.
3. Rajendran, Sivapathasundharam. Textbook of Oral Pathology. 7th ed. New
Delhi: Elsevier; 2012.

4. Michael G, George GB, Martin JB, Ray C, John H, Nicholas SJ, Valerie JL,
Linda ML, John CW. Scott-Browns Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery 7th ed. London: Hodder Arnold; 2008.
5. Paul QM, Peter HR, Patrick JG. Principles and Practice of Head and Neck
Surgery and Oncology, 2th ed. London: Informa Health Care; 2009.
6. Jatin PS, Snehal GP, Bhuvanesh S. Jatin Shahs Head and Neck Surgery
and Oncology. 4th ed. China: Elsevier; 2007.
7. Lee KJ, Chan Y, Das S. Essential Otolaryngology, Head and Neck
Surgery. 10th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
8. Bansal M. Diseases of Ear, Nose and Throat, Had and Neck Surgery. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2013.
9. Hooker,S.P.: Ameloblastic Odontoma: An Analisys of twenty six case,Oral
Surgery, 2002
10. Horisson, Leider,A.S, Ameloblastic fibrosarcoma of the jaws, Oral
Surgery,Oral Med, Oral Path, 1999.
11. Shafer,W.G.,Hine, M.K., and Levy,B.M.,:A Text book of Oral Pathology,ed.3,
Philadhelphia,.W.B.Saunders Company, 1984.
12. www.bcm.edu/oto/grand/81091, diakses Juni 2008
13. Robinson,H.G.B.; Ameloblastoma : Survey of three hundred and seventy-nine
case from literatur. Arch.Pathology,Juni, 1987.
14. Stafne, E.C.: Value of Rontgenograms in diagnosis of tumor of the
jaws.,Journal of Oral Surg, Oral Med, and Oral Path,2003.

15. Mehlisch.D.R.,Masson,.J.K : Ameloblastoma : A clinical pathology


report.,J.Oral Surgery,1989
16. www.thedoctorsdoctor.com/Diseases/ameloblastoma, diakses Juni 2008

Anda mungkin juga menyukai