Anda di halaman 1dari 10

AMELOBLASTOMA MAKSILA PADA ANAK BERUSIA 8 TAHUN:

LAPORAN KASUS DISERTAI TINJAUAN PUSTAKA


Sangeetharaj Sheela, Steven R. Singer, Hani F. Braidy, Adriana G. Creanga
1
Divisi Radiologi Oral dan Maksilofasilal, Departemen Ilmu Diagnostik, Fakultas
Kedokteran Gigi Rutgers, NJ, USA
2
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi Rutgers, NJ,
USA
3
Departemen Patologi, Imunologi, dan Laboratorium Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Rutgers New Jersey, NJ, USA

ABSTRAK
Ameloblastoma adalah tumor invasif lokal jinak dengan kecenderungan rekurensi yang
tinggi. Penyakit ini dianggap jarang terjadi pada populasi anak, dengan sebagian besar
kasus didiagnosis pada dekade ketiga hingga ke lima kehidupan. Sekitar 80% dari
ameloblastoma ditemukan di daerah molar dan ramus mandibula, sementara 20% kasus
ditemukan di daerah posterior rahang atas. Laporan ini menyajikan kasus
ameloblastoma pleksiform di lokasi yang tidak umum pada anak berusia 8 tahun. Lesi
awalnya dianggap sebagai kista dentigerous, berdasarkan lokasi dan tampakan
radiografi. Gambaran klinis dan radiografi, histopatologi, dan pengobatan
ameloblastoma maksila yang padat dan pleksiform ditinjau, dengan penekanan
tambahan pada tinjauan pustaka ameloblastoma yang terjadi di anak-anak. Laporan ini
menekankan pentingnya follow-up jangka panjang, karena rekurensi dapat terjadi
bertahun-tahun setelah pengangkatan tumor awal. (Imaging Sci Dent 2019; 49:241-9)
Kata Kunci: Ameloblastoma; anak; Cone-Beam Computed Tomography; Maxilla

Ameloblastoma adalah tumor yang paling umum ditemukan pada epitel odontogenik,
mewakili 1% dari keseluruhan tumor epitel odontogenik oral dan 11% dari tumor
odontogenik.1 Ameloblastoma bersifat persisten, pertumbuhannya lambat, invasif secara
lokal, dan memiliki karakteristik pertumbuhan yang jinak.1
Ameloblastoma dikategorikan sebagai penyakit yang jarang ditemukan pada anak-
anak, hanya 10-15% dari kasus ameloblastoma yang terjadi pada anak. 2 Sebagian besar
kasus terdiagnosis pada dekade ketiga hingga kelima kehidupan, tetapi lesi tersebut
dapat ditemukan pada kelompok usia berapa pun. Ameloblastoma mempengaruhi pria
dan wanita dengan frekuensi yang sama, tetapi beberapa penulis menemukan tingkat
kejadian lebih tinggi pada pria.3-6 Sekitar 80% - 85% dari ameloblastoma ditemukan
pada molar dan ramus di daerah mandibula, diikuti oleh area simfisis mandibula. 15%
-20% kasus sisanya terjadi di rahang atas, biasanya di daerah posterior. Ameloblastoma
pada rahang atas dapat meluas ke sinus maksilaris dan lantai dasar hidung.3,7
Berdasarkan klasifikasi histologis World Health Organization tahun 2005,
ameloblastoma dibagi menjadi 4 jenis: padat konvensional atau multikistik, unisistik,
periferal (ekstra-osseous), dan desmoplastik. Tipe padat atau multikistik konvensional
adalah yang paling umum ditemukan , terhitung 75% -86% dari semua kasus.1,7 Pola
folikel dan pleksiform adalah varian histopatologis yang paling umum ditemukan pada
ameloblastoma jenis padat atau multikistik.8
Secara radiografis, lesi ini nampak radiolusen unilokuler atau multilokuler dengan
tampakan menyerupai gelembung sabun atau sarang lebah. Dalam beberapa kasus,
ameloblastoma muncul sebagai lesi radiolusen berbatas tegas yang mengelilingi
mahkota gigi yang tidak erupsi, menyerupai kista dentigerous. Resorpsi gigi yang
berdekatan tidak jarang ditemukan9 Diagnosis dipastikan melalui gambaran radiografi
lesi, perilaku klinisnya, dan yang paling pasti, biopsi lesi.10
Laporan kasus ini menyajikan kasus ameloblasoma pleksiformis di lokasi yang tidak
umum pada anak berusia 8 tahun. Lesi awalnya didiagnosis sebagai kista dentigerous,
berdasarkan lokasi dan gambaran radiografik. Pentingnya follow-up jangka panjang
ditunjukkan. Gambaran klinis dan radiografi, histopatologi, dan perawatan
ameloblastoma maksila yang padat dan pleksiformis ditinjau, dengan penekanan
tambahan pada tinjauan pustaka ameloblastoma pada anak-anak.

LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke Fakultas Kedokteran Gigi Rutgers
dengan keluhan utama rasa sakit dan pembengkakan pada daerah anterior atas selama
sebulan terakhir. Ibu pasien melaporkan bahwa 1 tahun sebelumnya, ia mengalami
pembengkakan di area yang sama dan menjalani prosedur dekompresi dengan sedasi
intravena. Biopsi tidak dilakukan pada saat itu. Menurut pasien dan ibunya, pembesaran
saat ini lebih besar dari yang sebelumnya. Pemeriksaan intraoral mengungkapkan
pelebaran vestibulum maksila kiri, dengan nyeri tekan saat palpasi, dari gigi insisivus
sentralis permanen kiri atas sampai gigi molar pertama sulung kiri atas. Terdapat
diastema di antara kedua insisivus sentralis. Sebuah radiograf panoramik awal
menunjukkan daerah radiolusen kecil dan berbentuk oval di sekitar gigi insisivus
lateralis kiri atas yang terimpaksi (Gambar 1). Pemeriksaan Cone-Beam Computed
Tomography (CBCT) dilakukan (iCAT Next Gen; Imaging Sciences, Hatfield, PA,
USA), dengan dosis area 312,9 mGy · cm2 dan pengaturan 120 kVp, 5 mA, dan ukuran
voxel 0,3-mm. Rekonstruksi CBCT panoramik dan multiplanar menunjukkan bahwa
gigi insisivus lateralis kiri atas terimpaksi dengan posisi horizontal. Mahkota gigi ini
dikelilingi oleh gambaran radiolusen kortikal berukuran 1,5 cm × 1,5 cm × 1,8 cm.
Korteks bukal dan palatal meluas di daerah ini dan gigi insisivus sentralis bergeser ke
arah bukal dengan akar yang mengarah ke mesial. Gigi insisivus lateralis kiri atas yang
tidak erupsi bergeser ke arah distal. Ditemukan juga concha nasalis inferior kiri yang
hipertrofik, juga deviasi septum nasal ke arah kanan (Gambar 2).
Berdasarkan temuan klinis dan radiografis, diagnosis sementara kista dentigerous
terkait dengan gigi yang terimpaksi (gigi insisivus lateral kiri atas) dibuat. Pasien
dirujuk ke Departemen Ortodontik untuk evaluasi perawatan untuk mengantisipasi
operasi pengangkatan lesi dan penempatan space maintainer dan arch wire. Tujuan dari
intervensi ini adalah untuk membawa gigi yang impaksi ke dalam lengkung rahang.
Informed consent dari orang tua diperoleh sebelum semua prosedur dilakukan.
Gambar 1 Radiograf panoramik yang diambil pada kunjungan pertama. Terdapat
radiolusensi kecil berbentuk bulat yang dapat diamati pada insisvus lateral kiri atas yang
terimpaksi
Sebelum operasi pengangkatan lesi, gigi insisivus lateral dan kaninus sulung kiri atas
dicabut tanpa ada kompikasi. Eksisi lesi dengan kepadatan rendah dilakukan di bawah
pengaruh anestesi lokal dan gigi insisivus lateralis kiri atas terekspos. Pada saat biopsi,
dicatat bahwa lesi tersebut adalah tumor padat tanpa jumlah cairan yang cukup, tidak
sesuai dengan yang seharusnya ditemukan pada kista dentigerous. Lesi dihilangkan
secara fragmentasi untuk menghindari rusaknya insisivus lateral kiri atas (Gambar. 3).
Seluruh lesi ditempatkan dalam formalin dan dikirim ke ahli patologi oral untuk
pemeriksaan histopatologis. Gigi insisivus lateral kiri rahang atas diekspos, lalu
dilakukan bonding dan ligasi pada gigi tersebut pada saat prosedur. Pasien dirujuk
kembali ke Departemen Ortodontik untuk reposisi gigi insisivus lateral kiri atas.
Pemeriksaan histopatologis menunjukkan adanya serangkaian untai elemen epitel di
dalam stroma tanpa degenerasi ksitik di dalam spesimen . Unsur epitel terdiri atas
palisaded cell yang terdiferensiasi dengan baik dengan nukleus yang sudah terpolarisasi
menjauhi membran basal dan memiliki untaian proliferatif yang bercabang. Semua fitur
ini merupakan karakteristik dari varian pleksiform ameloblastoma (Gambar 4).

Gambar 2. Radiograf Cone-Beam Computed Tomography (CBCT) yang diambil saat


kunjungan pertama. A. Rekonstruksi panoramik menunjukkan area dengan kepadatan
rendah yang mengelilingi insisivus sentralis dan lateralis permanen kiri atas sehingga
menyebabkan pergeseran gigi. B. CBCT sagittal menunjukkan ekspansi korteks palatal
dan bukal anterior maksila. C. CBCT aksial maksila. Tanda panah menunjukkan
impaksi insisiv lateral kiri atas yang terimpaksi
Gambar 3. Foto klinis yang diambil pada saat operasi enukleasi. A dan B. insisivus
lateralis kiri atas diekspos lalu dilakukan bonding dan ligasi pada saat prosedur. C.
Fragmen lesi serta gigi insisivus lateral dan kaninus sulung yang diekstraksi

Gambar 4. Penampang lesi yang telah diberi warna dengan Hematoxylin dan Eosin
menunjukkan adanya untaian dan lembaran sel epitel odontogenik anastomosis yang
penampakannya konsisten dengan varian ameloblastoka pleksiform. Perhatikan sel
epitel yang menunjukkan adanya polarisasi terbalik menjauhi membran basal (panah),
sel yang menyerupai retikulum stellata, dan sel suprabasal, yang membentuk susunan
sel angular yang tidak saling berhimpit (bintang). A dan B adalah pembesaran 4x, C dan
D adalah pembesaran 10x

Gambar 5. Radiograf panoramik pasca operatif (2014) yang diambil setelah satu tahun
menunjukkan insisivus lateral kiri atas yang nampak protrusi menembus mukosa
Tim bedah mulut dan maksilofasial merancang 3 pilihan pengobatan berikut dan
mendiskusikannya dengan ibu pasien: 1) observasi, serial extraction, perawatan
berkelanjutan, dan follow-up jangka panjang dengan risiko rekurensi tinggi; 2) ekstraksi
insisivus sentral kiri atas, insisivus lateral, dan kaninus serta ostektomi terbatas, dengan
risiko rekurensi sedang; dan 3) reseksi dengan ekstraksi banyak gigi di anterior maksila.
Karena orang tua pasien tidak mau menyetujui perawatan bedah lebih lanjut pada
saat ini, mereka menyetujui opsi pertama. Penyembuhan pasca operasi pasien baik.
Pasien ditindaklanjuti selama 5 tahun, dengan pemindaian CBCT tahunan dan radiografi
panoramik untuk memeriksa tanda-tanda rekurensi (Gambar. 5). Radiografi panoramik
pasca operasi diambil setelah 1 tahun, dan tidak menunjukkan bukti rekurensi. Namun,
radiografi panoramik yang diperoleh setelah 2 tahun masa follow-up menunjukkan
radiolusensi pada distal gigi insisivus lateral kiri atas (Gambar 6).
Pemeriksaan CBCT diresepkan dan dilakukan pada 2015, setelah radiografi
panoramik, untuk mengesampingkan kemungkinan rekurensi. Penampilan korteks bukal
yang sedikit cekung terlihat pada daerah tersebut. Spatium lig. periodontal yang
membesar dengan korteks bukal dan palatal yang hilang sebagian, serta bentuk
trabekular yang berubah, ditemukan di sekitar gigi insisivus lateral kiri atas.
Pembesaran periodontal di sekitar gigi insisivus lateral kiri rahang atas mungkin
berhubungan dengan perpindahan gigi oleh perawatan ortodontik (Gambar. 7).

Gambar 6. Radiograf panoramik (2015) yang menunjukkan adanya radiolusensi pada


daerah distal insisivus lateral kiri atas
Pemeriksaan CBCT dan panoramik diulangi setelah 1 tahun dan pola trabekuler yang
berubah hampir identik dengan pemindaian sebelumnya. Defek tampak lebih kecil,
dengan margin kortikal memberikan tampakan pseudo-kanal. Lig. periodontal di sekitar
gigi insisivus lateral kiri rahang atas tidak lagi melebar, dan tidak ada bukti radiografi
yang berbeda mengenai rekurensi (Gambar 8).
Radiolusensi oval di tulang interdental antara kaninus kiri atas dan premolar pertama
ditemukan. Akar gigi-gigi ini tergeser. Karena riwayat pasien, suspek utama dalam hal
ini adalah ameloblastoma. Pemeriksaan CBCT dan biopsi insisi direkomendasikan.
Pemindaian CBCT terbaru tidak menunjukkan perubahan dari pemindaian CBCT
sebelumnya, menunjukkan tidak adanya tanda-tanda rekurensi. Pasien disarankan untuk
melakukan follow-up klinis dan radiografi tahunan reguler.

Gambar 7. Gambar cross-sectional hasil pemindaian Cone-Beam Computed


Tomography menunjukkan adanya pelebaran spatium lig. periodontal. Plat bukal yang
hilang, dan kehilangan tulang di sekitar insisivus lateral kiri atas

Gambar 8. Radiograf panoramik (2017) menunjukkan tidak ada bukti radiografik yang
nyata adanya rekurensi
PEMBAHASAN
Ameloblastoma adalah tumor jinak, tetapi invasif secara lokal dengan kecenderungan
rekurensi yang tinggi. Lesi ini dapat berasal dari sisa-sisa lamina dentalis, organa
enamel yang berkembang, lapisan epitel dari kista odontogenik yang sudah ada
sebelumnya, atau dari sel-sel basal mukosa oral.11
Ameloblastoma dianggap langka pada populasi anak, sehingga tinjauan pustaka
dilakukan untuk menentukan apakah ada korelasi tumor ini dengan berbagai faktor pada
anak-anak dan remaja yang telah diketahui. Pencarian menggunakan database PubMed
untuk artikel yang dipublikasikan tentang ameloblastoma, dengan penekanan pada
insidensi pada anak-anak. Istilah MeSH yang digunakan dalam pencarian adalah
"ameloblastoma" DAN "anak-anak." Hanya serangkaian kasus ameloblastoma dalam
populasi anak yang dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1997-2017) dimasukkan (Tabel
1).
Menurut tinjauan pustaka, proporsi keseluruhan kejadian ameloblastoma pada pasien
berusia kurang dari 20 tahun adalah 16,6% (213 kasus dari 1286 total kasus), yang
mirip dengan proporsi 15,2% yang dilaporkan oleh Bansal et al. dan 13,9% yang
ditemukan oleh Zhang et al.2,4 Namun, Takahashi et al. (22,2%),12 Al Khateeb et al.
(38,5%),13 Arotiba et al. (21,9%),5 dan Butt et al. (21,3%)6 melaporkan proporsi yang
lebih tinggi. Mayoritas lesi (90,1%; 192 dari 213) pada kelompok usia ini terjadi pada
pasien antara usia 11 dan 20 tahun; hanya 9,9% (21 dari 213) kasus yang ditemukan
pada pasien yang berusia 10 tahun atau lebih muda. Artikel-artikel yang disertakan
mendokumentasikan 124 pria dan 89 wanita yang memiliki ameloblastona,
menghasilkan rasio pria-wanita 1,39: 1. Takahashi et al. dan Butt et al. melaporkan
distribusi jenis kelamin yang sama. Pembengkakan rahang yang secara bertahap
membesar tanpa disertai rasa nyeri merupakan keluhan utama sebagian besar pasien.
Distribusi lokasi dalam literatur yang diterbitkan menunjukkan bahwa ameloblastoma
memiliki kecenderungan yang tinggi pada mandibula. Sekitar 97% kasus ditemukan di
mandibula, yang berarti mandibula (207 dari 213) terkena 35 kali lebih sering daripada
maksila (6 dari 213). Daerah molar-ramus adalah lokasi mandibula yang paling umum,
diikuti oleh daerah simfisis. Arotiba et al. melaporkan bahwa tumor ini memiliki
kecenderungan untuk timbul di daerah simfisis mandibula pada populasi Afrika.5
Pengamatan serupa dilakukan oleh Chukwuneke et al. baru-baru ini dalam sebuah
penelitian yang dilakukan pada populasi Nigeria, karena 58% lesi dilaporkan berada di
anterior mandibula atau wilayah simfisis.14
Dalam hal temuan radiologis, telah dilaporkan bahwa ameloblastoma unilokuler
cenderung lebih umum ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda.2,4,12,15 Ini sesuai
dengan temuan Takahashi et al. (66,67%), Huang et al. (66,67%), Zhang et al.
(56,76%), dan Bansal et al. (59%). Namun, hasil tinjauan pustaka menunjukkan bahwa
lesi radiolusen multilokuler (54,6%) lebih mendominasi daripada lesi unilokuler (44%).
Butt et al. melaporkan bahwa mayoritas (85,2%) dari kasus mereka menunjukkan
tampakan gelembung sabun yang umum ditemukan atau pola radiologis multilokuler. 6
Tabel 1. Tinjauan pustaka serangkaian kasus ameloblastoma pada anak-anak dan remaja

Nama penulis Takahashi et al.11 Al-Khateeb et al.12 Arotiba et al.13 Huang et al.15 Zhang et al.2 Butt et al.14 Bansal et al.10 Total
Tahun pelaporan 1998 2003 2005 2007 2009 2012 2014 1998-2014
Kasus 6 10 79 15 37 27 39 213
Insidensi 22.2 % 38.5 % 21.9 % 6.7 % 13.9 % 21.3 % 15.2 % 16.56 %
Rentang usia 8-15 9-20 6-19 9-17 5-18 10-19 4.5-18 4.5-20
Rerata usia 12.3 16 14.7 13.7 14.4 16.1 13.6 14.4
Jenis kelamin
Laki-laki 3 4 45 9 23 14 26 124
Perempuan 3 6 34 6 14 13 13 89
Rasio L/P 1:1 0.7:1 1.3:1 1.5:1 1.6:1 1.1:1 2:1 1.39:1
Lokasi
Maksila 0 0 4 1 0 0 1 6
Mandibula 6 10 75 14 37 27 38 207
Lokasi umum Angulus-ramus Molar-ramus Regio posterior Corpus-angulus Corpus-angulus Corpus Corpus-angulus Regio posterior
ramus ramus ramus ramus
Radiografi
Multilokuler 2 5 47 5 16 23 12 110
Unilokuler 4 5 24 10 21 4 23 91
Tidak diketahui - - 6 - - - - 6
Pola histologis
Padat 6 4 65 7 28 27 20 157
Unikistik - 6 12 8 9 - 19 54
Perawatan
Konservatif 6 5 18 11 29 - 18 87
Reseksi - 5 57 4 8 27 15 116
Tidak dirawat - - 4 - - - 6 10
Rekurensi
Konservatif 5 - NS 3 10 - 1 19
Reseksi - - NS - - - NS -
Follow-up 4.4-11.8 tahun 4-13 tahun 1 bulan-5 tahun 2-17 tahun 3 bulan-6 tahun 15-20 tahun NS -
NS: Tidak disebutkan
Arotiba et al. mencatat bahwa resorpsi akar lebih banyak ditemukan pada lesi
multilokuler (21,3%) ketimbang lesi unilokuler (16,7%).5 Pada kasus saat ini, lesi
nampak sebagai radiolusensi unilokuler pada insisivus lateralis kiri atas yang impaksi
sehingga menyerupai kista dentigerous. Meskipun pemeriksaan klinis dan radiografis
memberikan petunjuk penting, diagnosis dan rencana perawatan pada akhirnya
bergantung pada evaluasi histopatologis.
Pola folikel dan pleksiform adalah varian histopatologis yang paling umum dari
ameloblastoma. Pola histopatologis yang kurang umum termasuk akantomatosa, sel
granular, desmoplastik, dan tipe sel basal.8 Lesi padat atau multikistik lebih agresif dan
menunjukkan tingkat rekurensi yang lebih tinggi daripada varian unikistik. Secara
histologis, tipe padat/multikistik (157 dari 213) lebih mendominasi daripada tipe
unikistik. Beberapa penulis melaporkan proporsi ameloblastoma unikistik yang lebih
tinggi pada populasi anak-anak.13,15,16 Dengan mengkorelasikan temuan radiografi
dengan tipe histologis, 32 dari 157 kasus tumor multikistik padat nampak sebagai
radiolusensi unilokuler. Ini dilaporkan oleh Takahashi et al., Huang et al., Zhang et al.,
Dan Bansal et al.2,4,12,15 Kasus ini juga divisualisasikan secara radiografi sebagai tumor
padat dengan radiolusensi unilokuler. Oleh karena itu, ketika ameloblastoma muncul
sebagai lesi unilokuler secara radiografi, tipe padat harus dimasukkan dalam diagnosis
banding.
Manajemen ameloblastoma pada anak-anak masih kontroversial karena reseksi dan
rekonstruksi bedah dapat memengaruhi perkembangan maksilofasial. Ada 2 pendekatan
untuk pengobatan: konservatif dan radikal. Pendekatan konservatif melibatkan
enukleasi bersama dengan tambahan lainnya, seperti penggunaan nitrogen cair,
cryotherapy, kauterisasi kimia, atau kuretase dengan osteoktomi perifer. 11,16-18
Pendekatan radikal termasuk reseksi bedah dengan margin luas tulang dan jaringan
lunak. Tinjauan pustaka menyarankan bahwa margin tulang yang direkomendasikan
adalah 1,5-2,0 cm untuk tipe histologis padat/multikistik. Takahashi et al.12 percaya
bahwa ameloblastoma pleksiform berperilaku kurang agresif dan merekomendasikan
pengobatan konservatif pada anak-anak. Huang et al.15 menyarankan melakukan
prosedur dekompresi terlebih untuk mengurangi volume tumor dan untuk mendapatkan
spesimen yang optimal untuk pemeriksaan histopatologis dalam kasus tipe kistik
ameloblastoma. Sebagian besar penulis merekomendasikan pengobatan konvensional
seperti enukleasi, diikuti oleh kuretase dan cryospray nitrogen cair atau larutan Carnoy
untuk varian unikistik. Namun, penelitian terbaru telah mengungkapkan bahwa
ameloblastoma unikistik tipe 3 bersifat agresif dan harus dirawat sama radikalnya
dengan ameloblastoma padat.2,4,11,16 Pogrel dan Montes menemukan bahwa enukleasi
sederhana saja tidak memainkan peran dalam penanganan ameloblastoma
padat/multikistik karena tingkat rekurensi yang tinggi (60% -80%). Dalam hal ini,
reseksi bedah dengan margin tulang 1,5-2 cm dan ekstraksi beberapa gigi anterior atas
adalah pilihan perawatan yang paling tepat. Namun, atas permintaan orang tua pasien,
tidak ada operasi reseksi yang dilakukan. Karena rekurensi lesi awal bahkan dapat
terjadi 20 tahun setelah perawatan awal, follow-up jangka panjang sangat penting.
Beberapa dokter merekomendasikan evaluasi radiografi tahunan untuk minimal 10
tahun.
Laporan tentang kasus ameloblastoma yang langka ini berfokus pada terjadinya
ameloblastoma maksilaris yang padat, pleksiform, unilokuler pada anak berusia 8 tahun.
Kasus ini tidak biasa mengingat literatur tentang ameloblastoma pada anak-anak karena
usia pasien, lokasi tumor, dan temuan radiografi dan histopatologis yang tidak umum.
Tak satu pun dari kasus yang ditemukan dalam tinjauan pustaka memiliki semua
karakteristik dari kasus ini. Secara klinis, ameloblastoma menunjukkan serangkaian
penampakan, mulai dari lesi kecil seperti kista hingga lesi multilokuler luas yang
mempengaruhi seluruh rahang. Usia pasien, ukuran tumor, lokasi, tipe histologis, dan
perkembangan kraniofasial harus dipertimbangkan sebelum perawatan. Diperlukan
follow-up jangka panjang, karena perulangan dapat terjadi bertahun-tahun setelah
pengangkatan tumor.

Anda mungkin juga menyukai