Penisilin
Penisilin banyak dipakai, baik untuk penyakit infeksi dalam rongga mulut maupun
penyakit infeksi pada bagian tubuh yang lain. Penisilin bersifat bakterisid dengan aktifitas
kerja merusak dinding sel bakteri. Penisilin dikenal sebagai first line antibiotic karena
penisilin mempunyai kemampuan melawan sebagaian besar bakteri penyebab infeksi. Banyak
bakteri yang peka terhadap penisilin, kecuali bakteri yang memproduksi enzim β-laktamase,
karena cincin β-laktam yang terdapat pada struktur kimia penisilin dirusak oleh enzim tersebut
sehingga penisilin menjadi tidak aktif. Penisilin termasuk antibiotika berspektrum luas.
Penisilin efektif terhadap bakteri penyebab periodontitis, yaitu golongan porphyromonas,
fusobacterium maupun prevotella.
Derivat penisilin yang banyak digunakan dalam perawatan penyakit periodontal adalah
amoksisilin. Amoksisilin merupakan antibiotika semi sintetik. Spektrum antibiotikanya lebih
luas dibanding penisilin, efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Amoksisilin
bermanfaat sebagai antibiotika penunjang pada kasus refractory maupun juvenile
periodontitis. Dosis yang disarankan adalah 500mg 3x1 sehari selama 7 hari.
Tinoco et al. melaporkan hasil penelitian tentang amoksisilin sistemik yang diberikan per
oral dengan dosis 500mg 3x sehari selama 8 hari pada kasus Localized Juvenile Periodontitis
(LJP). Amoksisilin dosis tersebut diberikan pada awal perawatan setelah scaling dan root
planing, kemudian diulang pemberiannya pada bulan ke-1, 2, 3, 6, 9 dan 12 dengan
sebelumnya dilakukan perawatan mekanis, yaitu scaling dan polishing. Setiap kontrol,
penderita selalu diberi instruksi oral hygiene serta ditekankan melakukan kontrol plak dengan
baik. Setelah 1 tahun dilakukan pemeriksaan, didapatkan penurunan kedalaman poket serta
peningkatan level perlekatan jaringan yang signifikan dibandingkan sebelum dilakukan
perawatan. Tinoco juga menyebutkan bahwa 2μg/ml amoksisilin dapat membunuh 90%
bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans, sedangkan konsentrasi 3μg/ml dapat
membunuh 100% bakteri tersebut.
Metronidazole
Metronidazole adalah antibiotika sintetik yang berasal dari imidazole. Secara sistemik,
metronidazole dapat berpenetrasi dengan baik ke jaringan. Konsentrasinya ditemukan cukup
tinggi pada GCF dan serum. Pada mulanya metronidazole di bidang kedokteran gigi
digunakan sebagai antibiotika pada perawatan ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative
Gingivitis), kemudian berkembang mengarah penggunaannya pada perawatan kasus-kasus
periodontal yang destruktif .
Loesche et al. melaporkan hasil penelitiannya pada pasien adult periodontitis, yang
dirawat dengan metronidazole secara sistemik dengan pemberian per oral dosis 250mg 3x1
sehari selama 7 hari mengikuti perawatan scaling dan root planing. Evaluasi pada minggu ke
-15 sampai minggu ke -30 menunjukkan penurunan kedalaman poket yang berbeda bermakna
dibandingkan kondisi sebelum perawatan.
Loesche et al. juga melaporkan hasil penelitiannya tentang tingkat keperluan terhadap
perawatan bedah pada pasien dengan adult periodontitis. Semua pasien diberi metronidazole
per oral 250mg 3x1 sehari selama 7 hari. Kemudian dilakukan evaluasi dalam selang waktu
setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap evaluasi dilakukan scaling dan root planing disertai
pemberian metronidazole 250mg 3x1 sehari selama 7 hari. Hasil yang didapat adalah rata-rata
5 (lima) gigi setiap pasien tidak lagi memerlukan perawatan bedah. Pemeriksaan mikrobiologi
ditemukan sedikit bakteri, antara lain golongan spirochaeta.
Efek samping metronidazole terutama pada saluran pencernaan. Disamping itu pernah
pula dilaporkan adanya keluhan pusing, kulit kemerahan serta depresi pada penggunaan
metronidazole secara sistemik. Urin berwarna merah kecoklatan pernah pula dilaporkan pada
penggunaan metronidazole jangka panjang .
Tetrasiklin
Tetrasiklin populer pada tahun 1970an sebagai antibiotika spektrum luas dengan
toksisitas rendah. Tetrasiklin menghambat multiplikasi sel dengan cara menghambat sintesa
protein tetapi tidak membunuhnya, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika
bakteriostatik. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang telah lama digunakan, generasi baru
dari golongan ini antara lain adalah minosiklin, doksisiklin dan demeklosiklin.
Tetrasiklin mampu menghambat kerja enzim kolagenase yang dihasilkan oleh bakteri,
oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika yang bersifat anti kolagenolitik. Sifat ini
menguntungkan jaringan periodontal karena menghambat kerusakan yang terjadi pada
penyakit periodontal.
Olsvik mengemukakan bahwa scaling dan root planing saja tidak cukup untuk
menghilangkan bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans pada kasus localized juvenile
periodontitis. Untuk itu perlu pemberian tetrasiklin sistemik yang diberikan per oral dengan
dosis 250mg 4x sehari selama 2-3 minggu. Gordon and Walker (1993) menyatakan bahwa
pemberian tetrasiklin dalam jangka waktu yang lama diperlukan untuk menekan pertumbuhan
bakteri dalam poket.
Scopp (1994) melaporkan hasil studi kasus terhadap penderita laki-laki usia 30 tahun
dengan localized juvenile periodontitis yang dirawat menggunakan tetrasiklin 250mg 4x1
sehari selama 2 minggu, kemudian setelahnya diikuti dosis tunggal 250mg selama 1 tahun.
Evaluasi selama 1 tahun didapatkan hasil tidak ada pembengkakan yang sebelumnya bersifat
kambuhan setiap 1 bulan sekali. Pemeriksaan jaringan rongga mulut tidak ada kelainan,
kecuali karies tahap awal pada beberapa gigi. Secara umum gingiva normal, 90% permukaan
gigi bebas plak, tidak ada kegoyangan. Rata-rata kedalaman poket 1-3 mm, kecuali pada
molar pertama atas dan bawah + 8 mm, hal ini diduga merupakan ciri khas LJP.
Tetrasiklin yang diberikan secara sistemik dapat terikat pada permukaan akar dan
dilepaskan sedikit demi sedikit dalam bentuk aktif selama jangka waktu tertentu. 11 Efek
samping yang ditimbulkan dengan pemberian tetrasiklin secara sistemik adalah staining pada
gigi dan hipoplasi enamel.
Klindamisin
PEMBAHASAN
Berbagai data penelitian menyebutkan bahwa tetrasiklin merupakan drug of choice pada
adult periodontitis yang banyak didominasi oleh bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans. Efek bakteriostatik tetrasiklin dapat ditingkatkan menjadi bakterisid
dengan meningkatkan dosis. Oleh karena itu konsentrasi tinggi tetrasiklin dapat merusak
membran sitoplasma bakteri sehingga bakteri mengalami kematian.
Pemberian tetrasiklin secara sistemik efektif untuk membunuh bakteri dalam poket.
Seperti yang disebutkan oleh Walker tetrasiklin yang diberikan secara sistemik mempunyai
kadar pada GCF 2 -4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi dalam darah. Hal ini
berarti bahwa tetrasiklin yang diberikan secara sistemikmampu untuk membunuh bakteri
dalam poket.
Keuntungan inilah yang membuat tetrasiklin sampai sekarang masih banyak digunakan
dalam perawatan penyakit periodontal, walaupun efek samping yang ditimbulkan juga tidak
boleh dikesampingkan. Mombelli and Winkelhoff meyebutkan bahwa efek samping
tetrasiklin dapat berupa staining pada gigi dan hipoplasi enamel.
Disamping tetrasiklin, antibiotika lain yang diakui sebagai drug of choice untuk penyakit
periodontal adalah metronidazole. Metronidazole banyak digunakan dalam perawatan
penyakit periodontal terutama yang didominasi oleh bakteri anaerob gram negatif bentuk
batang. Bakteri tersebut adalah bacteroides spp dan fusobacterium spp yang banyak
ditemukan pada adult periodontitis.4
Penyebab yang telah diteliti adalah adanya porphyromonas gingivalis dan prevotella
intermedia pada RAP yang diketahui menghasilkan enzimβ-laktamase.15 Enzim ini
menurunkan aktifitas tetrasiklin dan amoksisilin sehingga tidak bekerja efektif membunuh
bakteri.
Antibiotika yang diyakini efektif untuk perawatan RAP adalah klindamisin. Klindamisin
merupakan drug of choice untuk perawatan penyakit periodontal apabila amoksisilin dan
tetrasiklin diduga telah resisten.