Anda di halaman 1dari 7

Antibiotika dalam perawatan penyakit periodontal

Pemberian antibiotika dalam perawatan penyakit periodontal dapat dilakukan secara


sistemik maupun lokal. Secara sistemik pemberian antibiotika menguntungkan karena melalui
serum, obat didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh termasuk dalam poket. Antibiotika yang
diberikan secara sistemik harus dapat mencapai daerah sasaran penyakit periodontal (pocket).
Oleh karenanya antibiotika yang diberikan secara sistemik harus mempunyai konsentrasi yang
tinggi pada serum dan gingival crevicular fluid (GCF) serta dapat dipertahankan kadarnya
sehingga menghasilkan efek terapi yang diinginkan.

Pemberian antibiotika secara sistemik juga menguntungkan bila dibandingkan dengan


pemberian secara lokal. Melalui pemberian secara sistemik, bakteri pada sisi non dental
(mukosa bukal, lidah, gingiva dan tonsil) dapat dihambat perkembangannya serta dibunuh.
Dengan demikian dapat mengurangi resiko penyakit kambuhan akibat migrasi bakteri ke
dalam poket.

Pemberian antibiotika secara sistemik juga mempunyai kerugian. Kerugian tersebut


adalah kemungkinan timbulnya efek samping, diantaranya pusing, jantung berdebar serta
gangguan pada gastrointestinal. Gangguan tersebut dapat bersifat ringan maupun parah.
Bahkan keparahan akibat efek samping dapat melebihi penyakit yang dideritanya. Kerugian
lain adalah berhubungan dengan keseimbangan flora normal. Perawatan penyakit dengan
pemberian antibiotika secara sistemik, terutama yang berspektrum luas, dapat mempengaruhi
keseimbangan mikroorganisme di tempat lain yang berakibat superinfeksi.

Penisilin

Penisilin banyak dipakai, baik untuk penyakit infeksi dalam rongga mulut maupun
penyakit infeksi pada bagian tubuh yang lain. Penisilin bersifat bakterisid dengan aktifitas
kerja merusak dinding sel bakteri. Penisilin dikenal sebagai first line antibiotic karena
penisilin mempunyai kemampuan melawan sebagaian besar bakteri penyebab infeksi. Banyak
bakteri yang peka terhadap penisilin, kecuali bakteri yang memproduksi enzim β-laktamase,
karena cincin β-laktam yang terdapat pada struktur kimia penisilin dirusak oleh enzim tersebut
sehingga penisilin menjadi tidak aktif. Penisilin termasuk antibiotika berspektrum luas.
Penisilin efektif terhadap bakteri penyebab periodontitis, yaitu golongan porphyromonas,
fusobacterium maupun prevotella.

Derivat penisilin yang banyak digunakan dalam perawatan penyakit periodontal adalah
amoksisilin. Amoksisilin merupakan antibiotika semi sintetik. Spektrum antibiotikanya lebih
luas dibanding penisilin, efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Amoksisilin
bermanfaat sebagai antibiotika penunjang pada kasus refractory maupun juvenile
periodontitis. Dosis yang disarankan adalah 500mg 3x1 sehari selama 7 hari.

Tinoco et al. melaporkan hasil penelitian tentang amoksisilin sistemik yang diberikan per
oral dengan dosis 500mg 3x sehari selama 8 hari pada kasus Localized Juvenile Periodontitis
(LJP). Amoksisilin dosis tersebut diberikan pada awal perawatan setelah scaling dan root
planing, kemudian diulang pemberiannya pada bulan ke-1, 2, 3, 6, 9 dan 12 dengan
sebelumnya dilakukan perawatan mekanis, yaitu scaling dan polishing. Setiap kontrol,
penderita selalu diberi instruksi oral hygiene serta ditekankan melakukan kontrol plak dengan
baik. Setelah 1 tahun dilakukan pemeriksaan, didapatkan penurunan kedalaman poket serta
peningkatan level perlekatan jaringan yang signifikan dibandingkan sebelum dilakukan
perawatan. Tinoco juga menyebutkan bahwa 2μg/ml amoksisilin dapat membunuh 90%
bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans, sedangkan konsentrasi 3μg/ml dapat
membunuh 100% bakteri tersebut.

Untuk meningkatkan efektifitas amoksisilin terhadap bakteri periodontopatogen, banyak


peneliti mengkaji kombinasi pemberian amoksisilin dengan asam klavulanat, maupun
amoksisilin dengan metronidazole. Gordon and Walker menyebutkan bahwa kombinasi
amoksisilin dengan asam klavulanat menghasilkan antibiotika yang potensial, karena tahan
terhadap enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri.

Sanctis et al. menyebutkan bahwa kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat


(Augmentin) dengan dosis 375mg yang diberikan selama 14 hari dapat mengurangi
kedalaman poket, insiden perdarahan saat probing serta meningkatkan terbentuknya
perlekatan periodontal setelah 1 (satu) tahun evaluasi.

Seymour and Heasman menyebutkan bahwa kombinasi amoksisilin dengan asam


klavulanat maupun amoksisilin dengan metronidazole efektif melawan bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans yang banyak ditemukan pada juvenile periodontitis.

Metronidazole

Metronidazole adalah antibiotika sintetik yang berasal dari imidazole. Secara sistemik,
metronidazole dapat berpenetrasi dengan baik ke jaringan. Konsentrasinya ditemukan cukup
tinggi pada GCF dan serum. Pada mulanya metronidazole di bidang kedokteran gigi
digunakan sebagai antibiotika pada perawatan ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative
Gingivitis), kemudian berkembang mengarah penggunaannya pada perawatan kasus-kasus
periodontal yang destruktif .

Metronidazole efektif terhadap bakteri anaerob, antara lain: bacteroides, porphyromonas


gingivalis, prevotella intermedia dan fusobacterium nucleatum. Untuk bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans dan eikenella corodens, metronidazole kurang efektif.

Loesche et al. melaporkan hasil penelitiannya pada pasien adult periodontitis, yang
dirawat dengan metronidazole secara sistemik dengan pemberian per oral dosis 250mg 3x1
sehari selama 7 hari mengikuti perawatan scaling dan root planing. Evaluasi pada minggu ke
-15 sampai minggu ke -30 menunjukkan penurunan kedalaman poket yang berbeda bermakna
dibandingkan kondisi sebelum perawatan.

Loesche et al. juga melaporkan hasil penelitiannya tentang tingkat keperluan terhadap
perawatan bedah pada pasien dengan adult periodontitis. Semua pasien diberi metronidazole
per oral 250mg 3x1 sehari selama 7 hari. Kemudian dilakukan evaluasi dalam selang waktu
setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap evaluasi dilakukan scaling dan root planing disertai
pemberian metronidazole 250mg 3x1 sehari selama 7 hari. Hasil yang didapat adalah rata-rata
5 (lima) gigi setiap pasien tidak lagi memerlukan perawatan bedah. Pemeriksaan mikrobiologi
ditemukan sedikit bakteri, antara lain golongan spirochaeta.

Efek samping metronidazole terutama pada saluran pencernaan. Disamping itu pernah
pula dilaporkan adanya keluhan pusing, kulit kemerahan serta depresi pada penggunaan
metronidazole secara sistemik. Urin berwarna merah kecoklatan pernah pula dilaporkan pada
penggunaan metronidazole jangka panjang .

Tetrasiklin

Tetrasiklin populer pada tahun 1970an sebagai antibiotika spektrum luas dengan
toksisitas rendah. Tetrasiklin menghambat multiplikasi sel dengan cara menghambat sintesa
protein tetapi tidak membunuhnya, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika
bakteriostatik. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang telah lama digunakan, generasi baru
dari golongan ini antara lain adalah minosiklin, doksisiklin dan demeklosiklin.

Tetrasiklin mampu menghambat kerja enzim kolagenase yang dihasilkan oleh bakteri,
oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika yang bersifat anti kolagenolitik. Sifat ini
menguntungkan jaringan periodontal karena menghambat kerusakan yang terjadi pada
penyakit periodontal.

Tetrasiklin efektif terhadap bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans yang banyak


ditemukan pada kasus juvenile periodontitis. Tetrasiklin tidak efektif terhadap subspesies
bakteri capnocytophaga dan eikenella corrodens, walaupun kedua macam bakteri tersebut
banyak pula ditemukan dalam poket periodontal.

Olsvik mengemukakan bahwa scaling dan root planing saja tidak cukup untuk
menghilangkan bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans pada kasus localized juvenile
periodontitis. Untuk itu perlu pemberian tetrasiklin sistemik yang diberikan per oral dengan
dosis 250mg 4x sehari selama 2-3 minggu. Gordon and Walker (1993) menyatakan bahwa
pemberian tetrasiklin dalam jangka waktu yang lama diperlukan untuk menekan pertumbuhan
bakteri dalam poket.

Scopp (1994) melaporkan hasil studi kasus terhadap penderita laki-laki usia 30 tahun
dengan localized juvenile periodontitis yang dirawat menggunakan tetrasiklin 250mg 4x1
sehari selama 2 minggu, kemudian setelahnya diikuti dosis tunggal 250mg selama 1 tahun.
Evaluasi selama 1 tahun didapatkan hasil tidak ada pembengkakan yang sebelumnya bersifat
kambuhan setiap 1 bulan sekali. Pemeriksaan jaringan rongga mulut tidak ada kelainan,
kecuali karies tahap awal pada beberapa gigi. Secara umum gingiva normal, 90% permukaan
gigi bebas plak, tidak ada kegoyangan. Rata-rata kedalaman poket 1-3 mm, kecuali pada
molar pertama atas dan bawah + 8 mm, hal ini diduga merupakan ciri khas LJP.

Tetrasiklin yang diberikan secara sistemik dapat terikat pada permukaan akar dan
dilepaskan sedikit demi sedikit dalam bentuk aktif selama jangka waktu tertentu. 11 Efek
samping yang ditimbulkan dengan pemberian tetrasiklin secara sistemik adalah staining pada
gigi dan hipoplasi enamel.
Klindamisin

Klindamisin merupakan derivat linkomisin, termasuk antibiotika bakteriostatik dengan


aktifitas kerja menghambat sintesa protein bakteri. Klindamisin mempunyai aktifitas penetrasi
yang baik ke jaringan lunak dan keras. Klindamisin efektif terhadap bakteri stric anaerob
yang memproduksi enzim β-laktamase, antara lain pigmented dan non-pigmented prevotella.

Menurut Goodman and Gillman’s,2 klindamisin berpotensi meningkatkan daya tahan


tubuh serta menghambat transmisi neuromuskuler, sehingga dapat membantu mengurangi
rasa sakit. Efek samping klindamisin antara lain: mual, pusing, diare, serta yang
perludiwaspadai adalah timbulnya colitis pseudomembran.

Pada umumnya klindamisin secara sistemik digunakan pada perawatan penyakit


periodontal khususnya refractory adult periodontitis. Menurut Kuriyama et al., klindamisin
digunakan pada perawatan penyakit periodontal yang bersifat kambuhan, terutama bila
perawatan secara mekanis maupun perawatan dengan antibiotika yang lain (penisilin dan
tetrasiklin) tidak menunjukkan keberhasilan.

Mombelli and Winkelhoff menyebutkan bahwa supurasi, kedalaman poket, kehilangan


perlekatan jaringan periodontal serta bleeding on probing dapat berkurang secara signifikan
pada pasien-pasien yang dirawat kombinasi antara perawatan mekanis dengan klindamisin
150mg 3x sehari selama 7 (tujuh) hari. Rata-rata aktifitas penyakit setiap sisi setiap pasien
menurun dari 10% menjadi 0,5% setelah 1 tahun evaluasi.
Mombelli and Winkelhoff melaporkan hasil penelitiannya tentang efektifitas klindamisin
terhadap bakteri dalam poket. Evaluasi setelah 1 minggu pemberian klindamisin 150mg 3x
sehari selama 5 (lima) hari efektif mengurangi jumlah bakteri porphyromonas gingivalis,
fusobacterium nucleatum dan golongan spirochaeta, serta dapat mengurangi skor gingival
index secara signifikan tanpa dilakukan perawatan mekanis.

PEMBAHASAN

Konsep pemberian antibiotika secara sistemik dalam perawatan penyakit periodontal


dilandasi teori bahwa konsentrasi obat antibiotika pada poket periodontal mampu membunuh
bakteri spesifik yang dianggap sebagai penyebabnya. Pertimbangan lain adalah bahwa
perawatan mekanis saja tidak cukup untuk menghilangkan bakteri yang berada pada dasar
poket, epitel gingiva dan sementum.

Perawatan penyakit periodontal dengan pemberian antibiotika secara sistemik juga


berdasarkan tipe dan keparahan penyakit periodontal. Hal ini berhubungan dengan macam dan
jumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Mikroorganisme yang sering ditemukan dalam
poket periodontal dalam jumlah yang cukup banyak adalah: porphyromonas gingivalis,
prevotella intermedia, actinobacillus actinomycetemcomitans, fusobacterium nucleatum dan
eikenella corrodens. Bakteri-bakteri tersebut mendominasi penyakit periodontal tertentu.
Misalnya actinobacillus actinomycetemcomitans mendominasi pada penyakit periodontal tipe
adult periodontitis.

Berbagai data penelitian menyebutkan bahwa tetrasiklin merupakan drug of choice pada
adult periodontitis yang banyak didominasi oleh bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans. Efek bakteriostatik tetrasiklin dapat ditingkatkan menjadi bakterisid
dengan meningkatkan dosis. Oleh karena itu konsentrasi tinggi tetrasiklin dapat merusak
membran sitoplasma bakteri sehingga bakteri mengalami kematian.

Pemberian tetrasiklin secara sistemik efektif untuk membunuh bakteri dalam poket.
Seperti yang disebutkan oleh Walker tetrasiklin yang diberikan secara sistemik mempunyai
kadar pada GCF 2 -4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi dalam darah. Hal ini
berarti bahwa tetrasiklin yang diberikan secara sistemikmampu untuk membunuh bakteri
dalam poket.

Keuntungan inilah yang membuat tetrasiklin sampai sekarang masih banyak digunakan
dalam perawatan penyakit periodontal, walaupun efek samping yang ditimbulkan juga tidak
boleh dikesampingkan. Mombelli and Winkelhoff meyebutkan bahwa efek samping
tetrasiklin dapat berupa staining pada gigi dan hipoplasi enamel.

Disamping tetrasiklin, antibiotika lain yang diakui sebagai drug of choice untuk penyakit
periodontal adalah metronidazole. Metronidazole banyak digunakan dalam perawatan
penyakit periodontal terutama yang didominasi oleh bakteri anaerob gram negatif bentuk
batang. Bakteri tersebut adalah bacteroides spp dan fusobacterium spp yang banyak
ditemukan pada adult periodontitis.4

Kombinasi metronidazole dan amoksisilin (Augmentin) efektif membunuh bakteri


actinobacillus actinomycetemcomitans, sehingga banyak peneliti melaporkan metronidazole
efektif digunakan dalam perawatan adult periodontitis dan juvenile periodontitis.
Efek samping metronidazole yang diberikan secara sistemik antara lain: gangguan pada
saluran cerna, pusing, urtikaria, mulut terasa kering dan kandidiasis.

Meskipun amoksisilin, tetrasiklin dan metronidazole diyakini oleh beberapa peneliti


efektif terhadap bakteri penyebab periodontitis, tetapi kenyataan secara klinis perawatan
dengan pemberian antibiotika tersebut belum tentu memberikan hasil yang memuaskan
walaupun telah dikombinasikan dengan perawatan mekanis. Ini sesuai dengan yang
disebutkan oleh Kuriyama et al., bahwa penyakit periodontal tipe refractory adult
periodontitis (RAP) yang telah dirawat dengan pemberian amoksisilin, tetrasiklin dan
metronidazole ternyata memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Penyebab yang telah diteliti adalah adanya porphyromonas gingivalis dan prevotella
intermedia pada RAP yang diketahui menghasilkan enzimβ-laktamase.15 Enzim ini
menurunkan aktifitas tetrasiklin dan amoksisilin sehingga tidak bekerja efektif membunuh
bakteri.

Disamping alasan tersebut, amoksisilin dan tetrasiklin pada berbagai penelitian


disebutkan kurang efektif terhadap bakteri anaerob.4,11 Sedangkan metronidazole walaupun
efektif terhadap bakteri anaerob, tetapi karena penyebab RAP tidak hanya bakteri anaerob
saja, maka keberhasilan perawatan juga belum optimal.

Antibiotika yang diyakini efektif untuk perawatan RAP adalah klindamisin. Klindamisin
merupakan drug of choice untuk perawatan penyakit periodontal apabila amoksisilin dan
tetrasiklin diduga telah resisten.

Klindamisin efektif terhadap bakteri porphyromonas gingivalis dan prevotella intermedia


yang bersifat anaerob. Klindamisin tahan terhadap enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut, sehingga efektif bekerja membunuh bakteri dalam poket periodontal pada
RAP.
Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilaporkan nampak bahwa setiap antibiotika
mempunyai efektifitas terhadap kuman yang berbeda. Antibiotika yang tepat untuk salah satu
jenis tipe penyakit periodontal belum tentu tepat untuk penyakit periodontal yang lain. Hal ini
erat hubungannya dengan bakteri penyebab. Setiap tipe penyakit periodontal mempunyai
bakteri penyebab yang mendominasi berbeda.

Walaupun pemberian antibiotika secara sistemik untuk perawatan penyakit periodontal


memberikan keberhasilan yang memadai. Namun bukan berarti merupakan perawatan tanpa
kekurangan. Kekurangan pemberian secara sistemik adalah timbulnya efek samping serta
resistensi kuman terutama untuk antibiotika berspektrum luas.

Kenyataan klinis membuktikan bahwa dasar pemberian antibiotika lebih berpedoman


pada data hasil penelitian dari pada pemeriksaan mikrobiologi terhadap bakteri penyebab
penyakit setiap penderita. Kecenderungan inilah yang dapat menimbulkan resistensi kuman
pada penderita yang dirawat dengan pemberian antibiotika secara sistemik.

Pemberian antibiotika secara sistemik tanpa diawali pemeriksaan mikrobiologi terhadap


mikroorganisme penyebab cenderung menimbulkan resistensi. Tes kepekaan kuman sangat
diperlukan terutama terhadap komposisi kuman yang sangat bervariasi. Pernyataan ini sesuai
kondisi dalam pocket periodontal yang multibakterial. Ketepatan diagnosa juga sangat
menentukan. Ketepatan diagnosa yang ditunjang pemeriksaan mikrobiologi untuk
menetapkan jenis mikroorganisme penyebab merupakan hal yang penting. Ketepatan diagnosa
ini berhubungan dengan jenis, dosis dan cara pemberian obat yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan perawatan.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian antibiotika secara
sistemik untuk menunjang perawatan mekanis dalam perawatan penyakit periodontal
memberikan hasil yang baik. Setiap golongan antibiotika mempunyai spesifikasi pada kasus
tertentu sesuai dominasi bakteri penyebab penyakit periodontal.

Anda mungkin juga menyukai