Defenisi Antibakteri terdiri atas antibiotik dan kemoterapi. Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis. Kemoterapi ialah zat kimia yang mampu menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba tetapi tidak berasal dari suatu mikroba atau fungi. Prinsip penggunaan antibiotik Penyebab infeksi
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil
pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera, pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess. Tabel 5.1 memberikan pedoman pemilihan antibiotik berdasarkan educated guess untuk berbagai jenis infeksi. 2. Faktor pasien Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, etnis, usia, penggunaan pengobatan konkomitan, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui, atau sedang mengkonsumsi kontrasepsi oral. Terapi Farmakologi cont Terapi farmakologi Cont cont Cont Cont Cont Cont Penggunaan antibiotik untuk profilaksis Profilaksis antibiotik diperlukan dalam keadaan-keadaan berikut: Untuk melindungi seseorang yang terpapar kuman tertentu: Misalnya untuk pencegahan demam rematik pada orang yang terpapar kuman Streptococcus hemolyticus grup A, diberikan fenoksimetilpenisilin 2 kali 250 mg per hari. Mencegah endokarditis pada pasien yang mengalami kelainan katup jantung atau defek septum yang akan menjalani prosedur dengan risiko bakteremia, misalnya pencabutan gigi, pembedahan dan lain-lain. Amoksisilin: DEWASA: 1 g per oral, 3 jam sebelum tindakan. ANAK di bawah 5 tahun: seperempat dosis dewasa. ANAK 5-10 tahun: setengah dosis dewasa. Obat di atas diberikan dalam dosis tunggal. Untuk kasus bedah, profilaksis diberikan untuk tindakan bedah tertentu yang sering disertai infeksi pasca bedah atau yang berakibat berat bila terjadi infeksi pasca bedah. Operasi lambung, esofagus, kolesistektomi pada pasien dengan kemungkinan infeksi kandung empedu: Gentamisin atau sefalosporin dosis tunggal. Diberikan 2 jam sebelum operasi. Reseksi kolon atau rektum: Gentamisin + metronidazol dosis tunggal atau sefuroksim + metronidazol, diberikan 2 jam sebelum operasi. Histerektomi: Metronidazol supositoria atau intravena dosis tunggal. Antibiotik kombinasi: Antibiotik kombinasi diberikan untuk 4 indikasi utama: Pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen. Pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya sepsis, meningitis purulenta. Mendapatkan efek sinergi. Memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan tuberkulosis. Klasifikasi antibakteri: Penisilin Sefalosporin dan antibiotik beta-laktam lainnya Tetrasiklin Aminoglikosida Makrolida Kuinolon Sulfonamid dan trimetoprim Antibiotik lain Penisilin Benzilpenisilin dan fenoksimetilpenisilin Penisilin tahan penisilinase Penisilin spektrum luas Penisilin anti pseudomonas Mesilinam Sefalosporin dan antibiotik beta-laktam lainnya Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi saluran urin. Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin, diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin melintas sawar otak sangat rendah kecuali pada kondisi inflamasi; sefotaksim merupakan sefalosporin yang baik untuk infeksi sistem saraf pusat (misalnya meningitis). Efek samping utama dari sefalosporin adalah hipersensitifitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap penisilin juga akan alergi terhadap sefalosporin. Sefradin secara umum telah diganti oleh sefalosporin yang lebih baru. Tetrasiklin Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun karena meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan limfogranuloma venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan streptomisin atau rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme disease). Tetrasiklin juga digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma genital, akne, destructive (refractory) periodontal disease, eksaserbasi bronkitis kronis (karena aktivitasnya terhadap Hemophilus influenzae), dan untuk leptospirosis pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin (sebagai alternatif dari eritromisin). Secara mikrobiologis, hanya sedikit jenis organisme yang dapat diatasi dengan menggunakan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin yang memiliki spektrum luas. Minosiklin sudah jarang digunakan karena efek samping seperti vertigo dan pusing. Infeksi pada rongga mulut. Pada dewasa dan anak di atas 12 tahun, tetrasiklin efektif terhadap kuman anaerob oral namun sudah jarang digunakan karena resistensi. Obat ini masih mempunyai peranan dalam terapi destructive (refractory) forms of periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja yang lebih panjang daripada tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu diberikan satu kali sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan tetrasiklin lainnya. Doksisiklin digunakan dalam terapi recurrent aphthous ulceration, herpes oral atau sebagai terapi tambahan pada gingival scaling dan root planing untuk periodontitis. Aminoglikosida Golongan ini meliputi amikasin, gentamisin, neomisin, netilmisin, streptomisin dan tobramisin. Semua aminoglikosida bersifat bakterisidal dan terutama aktif terhadap kuman bakteri gram negatif. Amikasin, gentamisin dan tobramisin juga aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif terhadap Mycobacterium tuberculosis dan penggunaan-nya sekarang sebagai cadangan untuk tuberkulosis. Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna (walaupun ada risiko absorpsi pada inflammatory bowel disease dan gagal hati), sehingga harus diberikan secara parenteral untuk infeksi sistemik. Ekskresi terutama melalui ginjal dan terjadi akumulasi pada gangguan fungsi ginjal. Sebagian besar efek samping antibiotik golongan ini tergantung dari dosis, oleh karena itu dosis perlu diperhatikan dengan seksama dan pemberian obat sebaiknya tidak lebih dari 7 hari. Efek samping utamanya ototoksisitas dan nefrotoksisitas yang biasa terjadi pada lansia atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal (atau kadar serum yang tinggi sebelum pemberian obat), interval pemberian harus diperpanjang. Jika gangguan fungsi ginjal berat, maka dosis sebaiknya diturunkan. Aminoglikosida dapat mengganggu transmisi neuromuskular dan sebaiknya dihindari pada pasien miastenia gravis. Dosis besar yang diberikan pada waktu pembedahan dapat menimbulkan sindrom miastenia yang bersifat sementara pada pasien dengan fungsi neuromuskular normal. Makrolida Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang mirip dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Indikasi eritromisin mencakup infeksi saluran napas, whooping cough, penyakit legionnaire dan enteritis karena kampilobakter. Meskipun antibiotik ini aktif terhadap banyak stafilokokus yang resisten terhadap penisilin, namun akhir-akhir ini resistensi juga ditemukan terhadap eritromisin; Eritromisin memiliki aktivitas yang lemah terhadap Hemophilus influenzae. Eritromisin juga aktif terhadap klamidia dan mikoplasma. Eritromisin menyebabkan mual, muntah dan diare pada beberapa pasien. Untuk infeksi ringan hingga sedang, efek samping ini dapat dihindarkan dengan pemberian dosis rendah (250 mg 4 kali sehari), tapi untuk infeksi yang lebih serius seperti Legionella pneumonia dibutuhkan dosis yang tinggi. Azitromisin adalah makrolida yang aktivitas nya terhadap bakteri Gram positif sedikit lebih lemah dibanding eritromisin, tetapi lebih aktif terhadap bakteri Gram negatif seperti Hemophilus influenzae. Kadar plasma azitromisin sangat rendah, tapi kadarnya dalam jaringan jauh lebih tinggi. Waktu paruh azitromisin yang panjang dalam jaringan memungkinkan obat ini diberikan dalam dosis satu kali sehari. Azitromisin dapat digunakan untuk Lyme disease. Klaritromisin merupakan derivat eritromisin dengan aktivitas yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa induknya. Kadar dalam jaringan lebih tinggi daripada kadar eritromisin. Obat ini diberikan dua kali sehari. Efek samping azitromisin dan klaritromisin pada saluran cerna lebih sedikit dibandingkan dengan eritromisin. Spiramisin juga termasuk makrolida. Infeksi rongga mulut. Eritromisin merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi rongga mulut pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau infeksi yang penyebabnya adalah bakteri penghasil beta-laktamase. Namun, sekarang banyak organisme telah resisten atau segera terbentuk resistensi terhadap eritromisin, sehingga penggunaannya dibatasi hanya dalam jangka pendek. Metronidazol mungkin lebih dipilih sebagai alternatif untuk penisilin. Untuk profilaksis infeksi endokarditis pada pasien yang alergi terhadap penisilin, digunakan klindamisin oral dosis tunggal. Quinolon Asam nalidiksat dan norfloksasin efektif untuk infeksi saluran kemih tanpa komplikasi. Siprofloksasin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Siprofloksasin terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk salmonella, shigella, kampilobakter, neisseria, dan pseudomonas. Siprofloksasin hanya memiliki aktivitas yang sedang terhadap bakteri Gram positif seperti Streptococcus pneumoniae dan Enterococcus faecalis karena itu tidak boleh digunakan untuk pneumonia pneumokokus. Siprofloksasin aktif terhadap klamidia dan beberapa mikobakteria. Sebagian besar kuman anaerob tidak sensitif terhadap siprofloksasin. Penggunaan siprofloksasin termasuk untuk infeksi saluran napas (tapi bukan pneumonia pneumokokus), saluran kemih, sistem pencernaan (termasuk demam tifoid) dan gonore serta septikemia oleh organisme yang sensitif. Pada anak, siprofloksasin digunakan untuk infeksi pseudomonas pada fibrosis sistik (pada anak di atas usia 5 tahun) dan juga untuk mengatasi dan mencegah antrax inhalation. Jika manfaat pemberian melebihi risiko yang dapat ditimbulkan, siprofloksasin dapat digunakan untuk mengatasi infeksi saluran nafas, saluran kemih dan sistem saluran cerna (termasuk demam tifoid). Selain itu juga digunakan untuk mengobati septikemia yang disebabkan organisme yang multi resisten (biasanya infeksi yang diperoleh di rumah sakit) dan gonore (walaupun resistensi meningkat). Siprofloksasin juga digunakan untuk mencegah penyakit meningokokus. Untuk anak, tetes mata ofloksasin digunakan untuk infeksi mata. Data mengenai pengunaaan kuinolon lain pada anak masih terbatas. Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran napas bagian bawah, gonore, uretritis dan servisitis non gonokokus. Levofloksasin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif. Memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap pneumokokus dibandingkan siprofloksasin. Levofloksasin diindikasikan untuk community acquired pneumonia tapi sebagai terapi lini kedua. Di Indonesia, ketiga obat ini tidak disetujui untuk pengobatan infeksi kulit dan jaringan lunak karena banyak ditemukan stafilokokus yang resisten. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindarkan pada MRSA. Moksifloksasin sebaiknya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut dari bronkitis kronis hanya bila terapi konvensional tidak berhasil atau dikontraindikasikan dan sebagai terapi lini kedua dari community acquired pneumonia. Moksifloksasin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif Moksifloksasin memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan siprofloksasin terhadap organisme Gram positif termasuk pneumokokus. Moksifloksasin tidak aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa atau meticillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Antrax inhalation atau gastrointestinal antrax pada pasien dewasa atau anak di atas 12 tahun sebaiknya diberi pengobatan awal siprofloksasin atau doksisiklin dalam kombinasi dengan satu atau dua antibiotik lain (seperti amoksisiklin, benzilpenisilin, kloramfenikol, klaritromisin, klindamisin, imipenem dengan silastatin dan vankomisin). Jika kondisi membaik dan kepekaan bakteri B. antrax dipastikan, pengobatan diganti ke antibiotik tunggal dan antibakteri profilaksis sebaiknya dilanjutkan selama 60 hari. Siprofloksasin atau doksisiklin dapat diberikan sebagai post exposure prophylaxis setelah terjadi antraks. Jika kontak terhadap antrax sudah dipastikan, antibakteri profilaksis sebaiknya dilanjutkan selama 60 hari. Antibakteri profilaksis dapat diganti amoksisilin setelah 10-14 hari jika strain Bacillus anthracis sensitif terhadap amoksisilin. Vaksinasi antraks dapat memperpendek pemberian antibakteri profilaksis. Sulfonamid dan Trimetoprim Penggunaan sulfonamid semakin berkurang dengan semakin banyaknya kuman yang resisten, dan digeser oleh antibiotik yang umumnya lebih efektif dan kurang toksik. Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi (ko- trimoksazol) karena sifat sinergistiknya. Namun, kotrimoksasol dapat menyebabkan efek samping yang serius, walaupun jarang terjadi (sindrom Stevens Johnson dan diskrasia darah, seperti penekanan sumsum tulang dan agranulositosis) terutama pada lansia. Kotrimoksazol sebaiknya dihindari diberikan pada bayi usia kurang dari 6 minggu (kecuali untuk pengobatan dan profilaksis pneumosistis pneumonia) karena ada risiko kernikterus. Ada risiko anemia hemolitik jika digunakan pada anak dewasa defisiensi G6PD. Kotrimoksazol sebaiknya dibatasi penggunaannya sebagai pilihan utama untuk pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis carinii (Pneumocystis jiroveci). Obat ini juga diindikasikan untuk toksoplasmosis dan nokardiasis. Saat ini penggunaannya hanya dapat dipertimbangkan untuk mengatasi eksaserbasi akut dari bronkitis kronis dan infeksi saluran kemih jika ada bukti hasil uji sensitivitas bakteri terhadap kotrimoksazol dan alasan kuat untuk menggunakan kombinasi ini daripada antibakteri lain secara tunggal. Penggunaan obat ini untuk mengatasi otitis media akut pada anak hanya dianjurkan jika ada alasan kuat. Antibakteri lainnya Antibakteri yang akan dibicarakan pada bagian ini adalah kloramfenikol, klindamisin, antibiotik glikopeptida (vankomisin dan teikoplanin), spektinomisin, polimiksin, kolistin; Linezolid. Kloramfenikol Klindamisin Vankomisin dan teikoplanin Spektinomisin Polimiksin Linezolid TERIMAKASIH