Anda di halaman 1dari 15

KEMOTERAPETIKA

Kemoterapi : upaya pencegahan / pengobatan suatu penyakit infeksi dengan


bahan kimia

Kemoterapetika : bahan kimia yang dalam tubuh dapat merugikan atau membunuh
mikroorganisme dan bekerja pada kadar yang tidak membahayakan
bagi manusia atau hewan.

Daerah kerja mencakup penyakit infeksi yang disebabkan oleh :


- Bakteri  antimikroba
- Protozoa
- Mikosis
- Virus
- Parasit
- Tumor ganas

ANTIMIKROBA ( AM )

- Adalah obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan bagi manusia


- Ada 2 jenis : sintetik dan alami  antibiotik
- Antibiotik : zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme terutama fungi ( jamur ), yang
dapat menghambat atau membunuh mikroba lain  sekarang dibuat secara
semisintetik dan sintetik.
- Syarat : harus memiliki sifat toksisitas selektif yang besar  sangat toksik untuk
mikroba tetapi tidak toksik untuk hospes

AKTIVITAS AM
Berdasarkan toksisitas selektifnya dibagi menjadi 2 gol :
1. Bakteriostatik  menghambat pertumbuhan mikroba
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat  KHM
Contoh : Sulfonamid, Tetrasiklin dll

2. Bakterisid  membunuh mikroba


Kadar minimal untuk membunuh  KBM
Contoh : Streptomisin, Neomisin dll
AM tertentu aktifitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila
kadarnya ditingkatkan sampai melebihi KHM

SPEKTRUM AM
Berdasarkan jenis mikroba yang dipengaruhi, dibagi 2 gol :
1. Spektrum sempit : hanya aktif thd bakteri Gram positif atau Gram negatif saja
2. Spektrum luas : aktif thd bakteri Gram positif, Gram negatif dan beberapa jenis
kuman lain

MEKANISME KERJA
1. Mengganggu metabolisme mikroba  Sulfonamid
2. Menghambat sintesa dinding sel mikroba  Penisilin
3. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba  Penisilin, antiseptik surfaktan
4. Menghambat sintesa protein sel mikroba  Kloramfenikol
5. Menghambat sintesa asam nukleat  Rifampisin, antivirus , antikanker.
RESISTENSI
Adalah suatu sifat dimana kehidupan mikroba tidak terganggu oleh adanya AM 
merupakan mekanisme alamiah mikroba untuk bertahan hidup

Ada beberapa jenis resistensi :


1. Resistensi nongenetik
2. Resistensi genetik
3. Resistensi silang

Resistensi nongenetik
Adalah resistensi bakteri dalam keadaan istirahat ( inaktif metabolik )  bakteri disebut
persisters  menimbulkan masalah pada pengobatan lepra dan TBC

Resistensi genetik
a. Resistensi Alamiah : resistensi semua mikroba dari galur yang sama thd suatu AM
 mis : semua mikroba Gram neg akan resisten thd Penisillin G
b. Mutasi spontan
c. Resistensi dipindahkan : pemindahan pembawa faktor resisten.
Pemindahan dapat terjadi dengan cara :
 transformasi
 transduksi
 konjugasi

Resistensi silang
Adalah resistensi satu jenis mikroba terhadap beberapa AM, biasanya terjadi pada :
1. AM yang mempunyai struktur kimia hampir sama, mis : berbagai derivat
tetrasiklin
2. AM mempunyai struktur kimia berbeda, tetapi mempunyai mekanisme kerja
sama, mis : linkomisin dg eritromisin

Untuk menghindari resistensi :


1. Indikasi dan dosis yang paling tepat, jangka waktu penggunaan yang cukup lama
2. Batasi penggunaan AM berspektrum luas
3. Batasi penggunaan AM dalam bidang peternakan dg jenis AM tertentu

EFEK SAMPING
1. Reaksi alergi : eksantema, dermatitis eksfoliativa, anafilaksis
2. Reaksi idiosinkrasi
3. Reaksi toksik :
 efek toksik masing-masing AM berbeda-beda terhadap organ atau sistem pada
tubuh hospes
 mis : aminoglikosida  neurotoksik, tetrasiklin  mgg pertumbuhan tulang
 AM yang relatif tidak toksik : gol penisillin
4. Perubahan biologik dan metabolik
 ggn ekologi mikroflora normal pada sal cerna, sal nafas, kulit dan genital 
superinfeksi : infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer dengn suatu
AM
mis : AB spektrum lebar ( khususnya tetrasiklin )  kandidiasis
 mikroba penyebab superinfeksi : gram neg, stafilokokus yang multiresisten,
candida dan fungus sejati
 Faktor-2 yang memudahkan terjadinya superinfeksi :
a. faktor atau penyakit yang dapat mengurangi daya tahan penderita , mis : penyakit
paru-2 baik kronis atau akut
b. penggunaan AM terlalu lama
c. luasnya spektrum AM
 Jika terjadi superinfeksi , tindakan untuk mengatasi :
a. menghentikan terapi
b. melakukan biakan kuman penyebab superinfeksi
c. menggunakan antimikroba yg efektif thd mikroba penyebab
 frekuensi terjadinya superinfeksi yg paling rendah : Penisilin G
 Gangguan nutrisi dan metabolik : ggn absorpsi zat makanan oleh neomisin

PENYEBAB KEGAGALAN TERAPI


1. Dosis kurang : dosis AM sering tergantung pada tempat infeksi, walaupun kuman
penyebab sama. Mis : dosis Penisilin G untuk meningitis lebih besar daripada
untuk infeksi sal nafas bawah, pada infeksi oleh pneumokokus
2. Masa terapi kurang
3. Adanya faktor mekanis : abses, benda asing, jar nekrotik, batu dalam sal kemih dll
4. Kesalahan dalam menetapkan etiologi
5. Faktor farmakokinetik : tidak semua bagian tubuh dapat dilalui dengan mudah
oleh AM, mis : antiseptik sal kemih ( nitrofurantoin ) hanya efektif untuk infeksi
sal kemih
6. Pillihan AM kurang tepat
7. Faktor pasien : keadaan umum yang buruk dan ggn mekanisme pertahanan tubuh,
mis : AIDS, penyakit agamaglobulinemia kongenital, penggunaan obat sitostatika

PENGGUNAAN KLINIK
- Tergantung pada indikasi
- Dasar : penggunaan AM  untuk menyingkatkan waktu yang diperlukan oleh hospes
untuk sembuh dari penyakit infeksi
- Yang perlu diperhatikan :
1. gejala klinis
2. jenis dan patogenitas mikroba
3. mekanisme daya tahan tubuh hospes

AM hanya diperlukan bila :


1. Infeksi sudah berlangsung lama
2. Infeksi dapat menimbulkan akibat cukup berat baik akut maupun dikemudian hari
Mis : tifus abdominalis  akut
Faringitis oleh Streptokokus pyogenes  kemungkinan komplikasi penyakit
jantung rematik

PILIHAN AM
Harus dipertimbangkan faktor :
1. sensitifitas mikroba terhadap AM
2. keadaan tubuh hospes
3. biaya pengobatan

KOMBINASI AM
Kombinasi tidak tetap AM :
1. Untuk pengobatan infeksi campuran
Mis : infeksi pasca bedah abdominal  kuman anaerob ( peka thd metronidazol,
klindamisin dll ) dan kuman aerob ( peka thd gentamisin dll )
2. Untuk mendapatkan efek sinergi  efek >>, mis : karbenisilin dengan gentamisin
pada infeksi oleh pseudomonas
3. Memperlambat timbulnya resistensi , bila mekanisme terjadinya resistensi adalah
mutasi  timbulnya resistensi pada kuman tuberkulosis
4. Pengobatan awal infeksi berat yang etiologinya belum jelas, mis : ampisilin dengan
kloramfenikol pada terapi awal meningitis purulenta

PROFILAKSIS DENGAN AM ( KEMOPROFILAKSIS )


Tujuan : untuk mencegah terjadinya manifestasi penyakit
Aplikasi : pada kasus bedah dan bukan bedah

Pada kasus bukan bedah :


1. Keadaan infeksi asimtomatik  untuk terapi dini , mis : kotrimoksazol untuk
mencegah kambuhnya infeksi sal kemih.
2. Mencegah infeksi bakterial sekunder
3. Keadaan kerentanan meningkat untuk mendapatkan infeksi.
Mis : penderita kelainan katup atau struktur jantung lainnya yang akan menempuh
prosedur yg sering menimbulkan bakteremia ( ekstraksi gigi, bedah )  untuk
mencegah endokarditis

Pada kasus bedah :


- Hanya untuk kasus dengan resiko infeksi pascabedah yang tinggi
- Cara pemberian biasanya IV atau IM
- Pemberian dilakukan saat induksi anestesi
- Diberikan hanya 1-2 dosis
Sulsonamid dan Trimetoprim - Sulfametoksazol
- Kemoterapetika yang pertama digunakan secara sistemik utk pengobatan dan
pencegahan infeksi pada manusia
- Termasuk : Sulfanilamid, sulfadiazin, sulfisoksazol, sulfametoksazol,
ftalilsulfatiazol
- Aktivitas AM :
 spektrum luas  kekuatan < Antibiotik , strain mikroba yang resisten semakin
banyak
 bakteriostatik , kadar tinggi dalam urin  bakterisid
- Mekanisme kerja : mengganggu metabolisme mikroba

PABA

Sulfonamid berkompetisi dg PABA

Asam DHF

Trimetoprim

Asam THF

Purin

DNA

- Efek antibakteri dihambat oleh : darah, nanah dan jar nekrotik


- Resistensi bakteri :
 ireversibel , tidak disertai resistensi silang dg antibakteri lain
 tidak bermanfaat untuk infeksi oleh gonokokus, stafilokokus, meningokokus,
streptokokus, beberapa strain shigella.

- Penggolongan :
1. Sulfonamid dengan absorpsi cepat dan ekskresi cepat : sulfisoksazol,
sulfametoksazol, sulfadiazin, sulfametizol, sulfasitin
2. Sulfonamid yang sedikit diabs melalui sal cerna  kerja di lumen usus :
sulfasalazin, suksinilsulfatiazol, ftalilsulfatiazol
3. Sulfonamid untuk topikal : sulfasetamid
4. Sulfonamid dengan masa kerja panjang , abs cepat dan ekskresi lambat :
sulfadoksin

- Efek non terapi :


 Sering timbul ( + 5 % ), dapat hebat dan fatal. Yang pernah menunjukkan reaksi
toksik seterusnya tidak boleh menggunakan sulfonamid
 Reaksi yang sering terjadi :
 gangguan system hematopoetik : anemia hemolitik akut, agranulositosis,
anemia aplastik, trombositopenia, eosinofilia.
 Gangguan sal kemih : pembentukan dan penumpukan Kristal pada ginjal 
iritasi dan obstruksi.
Bahaya kristaluria dapat dikurangi dengan :
a. Minum banyak
b. Alkalinisasi urin
c. Kombinasi beberapa jenis sulfa
 Reaksi alergi
 Mual, muntah  efek sentral

- Interaksi
 Dengan antikoagulan oral , antidiabetik sulfonil urea, fenitoin  metabolism
dihambat  efek >>

- Penggunaan klinik
 Bukan merupakan obat pilihan untuk infeksi, karena terdesak oleh AM lain yang
lebih efektif dan jumlah mikroba yang resisten telah banyak
 Infeksi sal kemih  sulfisoksazol, sulfametoksazol – trimetoprim
 Disentri basiler : sulfametoksazol-trimetoprim
 Meningitis oleh meningokokus  sulfisoksazol
 Nokardiosis : sulfisoksazol, sulfadiazine
 Toksoplasmosis : DOC adalah pirimetamin, tetapi lebih baik bila dikombinasi
dengan sulfadiazine, sulfisoksazol atau trisulfapirimidin.

Kotrimoksazol
- Kombinasi : trimetoprim dengan sulfametoksazol  efek sinergi
- Spectrum AM :
 Spectrum trimetoprim sama dengan sulfametoksazol, tetapi kekuatannya lebih
besar
- Mekanisme kerja :
 Bekerja pada 2 tahap yang berurutan :
 Sulfametoksazol berkompetisi dengan PABA
 Trimetoprim menghambat pembentukan tetrahidrofolat

- Sediaan :
 Tablet mengandung :
 400 mg sulfa dan 80mg trimetoprim
 800 mg sulfa dan 160mg trimetoprim
 100 mg sulfa dan 20 mg trimetoprim  pediatrik
 Suspensi oral, tiap 5 ml mengandung 200 mg sulfa dan 40 mg trimetoprim
 IV : tiap 5 ml mengandung 400 mg sulfa dan 160 mg trimetoprim
 Dosis :
 Dewasa : 800 mg sulfa dan 160 mg trimetoprim, setiap 12 jam
 Anak : trimetoprim 8mg/kg BB/hari dan sulfa 40mg/kg BB/hari terbagi
dalam 2 dosis
- Tidak dianjurkan pemberian pada anak < 2tahun, kehamilan dan menyusui
- Efek non terapi :
 Pada sal cerna : mual, muntah, diare ( jarang ), glositis, stomatitis
 Kulit
 SSP : sakit kepala, depresi, halusinasi
 Darah : anemia, gangguan koagulasi, granulositopenia, agranulositosis, purpura,
sulfhemoglobinemia

- Penggunaan klinik :
 Infeksi sal kemih
 Infeksi sal nafas : bronkitis kronis, OMA pada anak, sinusitis maksilaris akut pada
dewasa oleh H. influenzae dan Str pneumoniae yang sensitif
 Tidak dianjurkan untuk terapi faringitis oleh Str pyogenes
 Infeksi sal cerna :
 Shigellosis
 Demam tifoid  DOC tetap kloramfenikol
 Diare akut oleh E coli
 Infeksi genetalia : tidak untuk gonore

ANTIBIOTIK

Golongan Betalaktam
Sifat umum :
- Spektrum : tergantung sediaan
- Aktititas : bakterisid pada bakteri aktif, pada bakteri persisters tidak aktif
- Mekanisme : mengganggu sintesa dinding sel mikroba
- Toksisitas: kecil, tidak mempengaruhi metabolisme organisme tinggi
- Reaksi alergi : karena struktur betalaktam
- Resistensi : inaktifasi oleh enzim betalaktamase  cincin betalaktam rusak, ada :
 Penisilinase  merusak penisilin
 Sefalosporinase  merusak sefalosporin
 Betalaktamase spektrum luas

A. Penisilin
- Merupakan antibiotik yg pertama kali ditemukan oleh Fleming
- Ada yg alami  diisolasi dari P. notatum dan P. chrysogenum
- Ada yg semi sintetis
- Efek samping :
a. Reaksi alergi:
 Gejala kulit ringan sampai anafilaktik
 Tindakan : hentikan terapi, beri terapi simtomatik dg adrenalin. Bila perlu beri
antihistamin dan kortikosteroid sesuai kebutuhan. Syok anafilaktik : beri
adrenalin 1:1000, 0,3 – 0,4 ml, IM

b. Reaksi toksik : berbeda-beda untuk setiap sediaan


c. Perubahan biologik : gejala pellagra karena gangguan flora usus  defisiensi
asam nikotinat
- Jenis penisilin :
Tahan Spektrum
Jenis Penisilinase Asam AM
Penisilin Alam :
Pen-G ( Benzil-Pen ) - - Sempit
Pen-V ( Fenoksimetil-Pen ) - + Sempit
Penisilin Antistafilokokus :
Metisilin + - Sempit
Nafsilin + - Sempit
Pen. Isoksazolil :
Oksasilin, Kloksasilin, Diklok- + - Sempit
sasilin, Flukloksasilin
Aminopenisilin :
Ampisilin - - Luas
Amoksisilin
Pen Antipseudomonas :
Karbenisilin - -
Tikarsilin - - Luas
Azlosilin - -

Pen dg spektrum diperluas


Mezlosilin - - Luas
Piperasilin - -

Biotransformasi
 Hospes  tidak bermakna
 Mikroba :
 Penisilinase : terhadap semua penisilin, kecuali Pen. Isoksazolil, metisilin
dan nafsilin
 Amidase : merusak semua penisilin

Ekskresi
 T1/2 diperpanjang oleh : probenesid, fenilbutazon dan asetosal serta gagal ginjal

- Penggunaan klinis :
 Kokus G (+) :
 Kokus G (-) : meningokokus dan gonokokus
 Sifilis
 Aktinomikosis
 Batang G (+) : difteri, gas gangren, tetanus, antraks

 Batang G (-)
 salmonella , shigella : gastroenteritis
 H . influenzae : faringitis, OMA, osteomielitis
 Spirochaeta dan Pasteurella
 Kuman G (-) lain : E. coli dan Pr. Mirabilis  infeksi sal kemih
B.Sefalosporin
- Isolasi dari jamur Cephalosporum acremonium
- Mekanisme kerja : menghambat sintesa dinding sel
- Aktifitas : G (+) dan G (-)
- Spektrum : tergantung sediaan
- Ada 3 generasi :
 Generasi I :
 Terutama aktif thd G (+)
 Efektif thd : St aureus, Str pyogenes, Str viridans, Str pneumoniae,
Clostridium perfringens, Corynbacterium diphteriae
 Generasi II :
 Kurang aktif thd G (+), lebih aktif thd G (-)
 Efektif thd : H. influenzae, Pr mirabilis, E coli, Klebsiella
 Tidak efektif thd : Ps aeruginosa, enterokokus
 Generasi III :
 Kurang aktif thd kokus G (+)
 Aktif thd enterobacteriaceae
 Ada yg aktif thd Ps aeruginosa

- Efek samping :
 Alergi
 Reaksi toksik : nefrotoksik
 Perubahan biologik : diare

- Indikasi :
 Hanya untuk terapi infeksi berat atau yangtidak dapat diatasi dengan AM lain
 Klebsiella, meningitis oleh Gram negatif enterik dan H influenzae
 Obat alternatif bagi yang alergi penisilin

- Sediaan :
 Generasi I: Sefalotin, Sefazolin, Sefaleksin, Sefradin, Sefadroksil
 Generasi II : Sefamandol, Sefoksitin, Sefaklor
 Generasi III : Sefotaksim, Moksalaktam, Seftriakson, Sefoperazon, Seftazidin,
Sefiksim

C. Betalaktam lain :
 Monobaktam  Aztreonam : tahan thd betalaktamase, kecuali betalaktamase yg
diproduksi oleh Kl oxytoca
 Penghambat betalaktamase :
 Ada 2 : Asam Klavulanat dan Sulbaktam
 Aktifitas antibakteri (-)  tidak digunakan dl bentuk tunggal
 Mekanisme kerja : mengikat enzim betalaktamase
 Umumnya dikombinasikan dg gol penisilin  untuk memperluas spektrum
thd kuman penghasil betalaktamase
 Sediaan : kombinasi Amoksisilin dg K-Klavulanat dan Na-Ampisilin dg Na-
Sulbaktam
Tetrasiklin
- Asal :
 Streptomyces auerofaciens  klortetrasiklin
 Str rimosus : oksitetrasiklin
 Tetrasiklin base : semisintetik dr klortetrasiklin
- Mekanisme kerja : menghambat sintesa protein bakteri pada ribosom
- Efek AM :
 Aktifitas : bakteriostatik
 Spektrum :
 Luas , meliputi kuman G (+) dan G (-), aerob dan anaerob, spirochaeta,
mikoplasma, riketsia, klamidia, legionella dan protozoa tertentu

- Resistensi : kuman yg sudah resisten : Str betahemoliticus, E coli, Ps aeruginosa,


Str pneumoniae, Bacteroides, Shigella dan St aureus

 Absorpsi :
 Melalui sal cerna baik, di lambung dan usus halus bag atas
 Dihambat oleh makanan, kecuali minosiklin dan doksisiklin
 Dihambat oleh pH tinggi dan terjadi pembentukan khelat yg sukar diabs
dengan aluminium hidroksida, garam kalsium, magnesium dan ferrum.
 Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan
 Distribusi
 Melalui sawar uri, terdapat dalam ASI dalam kadar tinggi
 Ekskresi
 Urin
 Empedu  sirkulasi enterohepatik
 Tinja : untuk obat yg tidak diabs

- Berdasarkan sifat farmakokinetiknya ada 3 gol :


a. Abs tidak lengkap, t1/2 6-12 jam ( short acting ) : tetrasiklin, klortetrasiklin
dan oksitetrasiklin
b. Abs lebih baik, t1/2 lebih kuranng 16 jam ( intermediate acting ) :
demetilklortetrasiklin ( demeclocycline ) dan methacycline.
c. Abs baik sekali , t1/2 17-20 jam ( long acting ) : doksisiklin, minosiklin

- Efek samping
a. Hipersensitifitas dapat berupa :
 Erupsi morbiliformis, urtikaria, dermatitis eksfoliatif
 Anafilaktik
 Demam dan eosinofilia
 Sering terjadi sensitisasi silang antara turunan-2 tetrasiklin

b. Reaksi toksik dan iritatif


Iritasi lambung : mual, muntah, diare : diatasi dengan cara menurunkan
dosis untuk sementara atau memberikan bersama makanan
 Kelainan darah tepi : leukositosis
 Reaksi pada kulit berupa :
 Fotosensitifitas , kadang disertai demam dan eosinofilia  sering terjadi
pada pemberian demetilklortetrasiklin, jarang pada pemberian
tetrasiklin
 Pigmentasi kuku dan onikolisis
 Hepatotoksik
 Terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk
kompleks  pertumbuhan tulang terhambat pada anak dan janin
 Pada gigi susu maupun gigi tetap  disgenesis, perubahan warna yg
permanen dan kecenderungan terjadi karies.
 Tetrasiklin yg kedaluwarsa akan terjadi degradasi  sindrom Fanconi, dg
gejala poliuria, polidipsia, proteinuria, asidosis, glikosuria, aminoasiduria
disertai mual ,muntah  reversibel

c. Perubahan biologik
 Terjadi superinfeksi oleh kuman dan jamur :
 Kandidiasis pada rongga mulut , faring, kadang sistemik
 diare

Untuk memperkecil efek non terapi, perlu diperhatikan :


a. tidak diberikan pada wanita hamil
b. tidak diberikan pada anak-2
c. pada pasien ginjal hanya diberikan doksisiklin
d. hindarkan untuk tujuan profilaksis
e. sisa obat langsung dibuang
f. tidak diberikan pada pasien yg sensitif

- Penggunaan klinik
a. Riketsiosis
b. Infeksi klamidia : limfogranuloma venereum, psitakosis, trakoma
c. Uretritis non-spesifik
d. Infeksi Mycoplasma pneumoniae
e. Infeksi basil : bruselosis, tularemia, kolera, sampar
f. Infeksi venerik : gonore, sifilis
g. Acne vulgaris : menghambat produksi asam lemak dr sebum
h. Infeksi lain : actinomycosis, frambusia, amubiasis intestinal akut, efektif untuk
disentri oleh strain Shigella yg peka.
i. Topikal : hanya untuk infeksi mata yaitu trakoma dan infeksi mata oleh kuman
G(+) dan G (-) yg sensitif, dan untuk profilaksis oftalmia neonatorum

- Sediaan :
a. Tetrasiklin
b. Klortetrasiklin
c. Oksitetrasiklina
d. Demeklosiklin
e. Doksisiklin :
f. Minosiklin

Kloramfenikol
- Isolasi dari Streptomyces venezuelae
- Efek antimikroba :
a. Mekanisme : menghambat sintesa protein
b. Aktifitas : bakteriostatik , konsentrasi >>>  bakterisid
c. Spektrum luas
- Farmakokinetika
a. Biotransformasi : konj dg asam glukuronat dan reduksi
b. Ekskresi : ginjal, dl bentuk aktif dan metabolit

- Efek samping :
a. Reaksi hematologik, ada 2 bentuk :
Depresi sumsum tulang : berkaitan dg dosis, progresif dan pulih bila Tx
dihentikan , berupa : anemia, retikulositopenia, vakuolisasi sel eritrosit
muda.
Anemia aplastik yg ireversibel tidak tergantung pada dosis atau lama Tx,
mungkin merupakan reaksi idiosinkrasi.
b. Reaksi alergi : kulit kemerahan, urtikaria, anafilaksis
c. Reaksi pada sal cerna : mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis
d. Syndrom Grey : pada neonatus terutama prematur yg mendapat dosis tinggi
( 200mg/kgBB ) , timbul rata-2 hari ke-4.
Gejala : muntah, tidak mau menyusu, pernafasan cepat dan tidak teratur, perut
kembung, sianosis dan diare. Kemudian bayi lemas dan berwarna abu-2,
hipotermia. Angka kematian + 40%
e. Reaksi neurologik : delirium, depresi, bingung, sakit kepala, neuritis perifer,
neuropati optik.

- Penggunaan klinik :
a. Demam tifoid
b. Meningitis purulenta
c. Infeksi kuman anaerob
d. Riketsiosis
- Sediaan : Kloramfenikol dan Tiamfenikol

Golongan Aminoglikosida
Termasuk dalam golongan ini :
Streptomisin  Streptomyces griseus
Neomisin ( campuran Neo A dan B )  Str. Fradiae
Framisetin ( neo B )  S lavendulae
Kanamisin  S kanamyceticus
Paromomisin  S rimosus
Gentamisin  S Micromonospora purpurea
Tobramisin  S tenebrarius
Amikasin  semisintetik : asilasi kanamisin A

- Aktifitas antibakteri : bakterisid


- Mekanisme kerja : mengganggu sintesa protein
- Spektrum : luas , tergantung sediaan
- Resistensi :
 Penyebab :
 Kegagalan penetrasi kedalam kuman
 Rendahnya afinitas obat pada ribosom
 Inaktifasi oleh enzim kuman : fosforilase, adenilase, asetilase
 Dapat terjadi resistensi silang
- Farmakokinetika :
a. Absorpsi :
 Per oral : hanya untuk infeksi lokal sal cerna
 Sistemik : secara parenteral
b. Distribusi :
 Kadar tinggi terdapat dl korteks ginjal dan perilimfe telinga
 Melintasi sawar uri
c. Ekskresi :
 Ginjal
 Streptomisin dan Gentamisin : empedu  cukup besar

- Efek samping :
Dibagi dl 3 kelompok :
a. Alergi
b. Reaksi iritasi dan toksik
c. Perubahan biologik

Alergi :
 Secara umum potensi untuk menimbulkan alergi rendah
 Berupa : rash, eosinofilia, demam, diskrasia darah, dermatitis eksfoliatif,
stomatitis, syok anafilaktik

Reaksi iritasi dan toksik :


 Iritasi : nyeri pd tempat suntikan, diikuti radang dan kenaikan suhu
 Reaksi toksik : efek toksik pada susunan saraf, berupa :
 Ototoksik : ggn pendengaran dan keseimbangan
 Nefrotoksik
 Ggn pernafasan  karena hambatan konduksi neuromuskuler
 Neuritis perifer : parestesia di sekitar mulut, muka dan tangan

Perubahan biologik :
Ada 2 bentuk :
a. Perubahan pada pola mikroflora tubuh  superinfeksi oleh kuman G(+),
G (-), pseudomonas, kandidiasis
b. Ggn absorpsi karena terjadi gangguan sistem enzim dan nekrosis sel epitel
kripta usus, Yg dihambat abs KH, lemak, protein, mineral dan vitamin

- Interaksi
a. Dg Penisilin antipseudomonas  inaktifasi aminoglikosida
b. Metoksifuran, sefaloridin, amfoterisin B, indometasin : nefrotoksisitas >>

- Sediaan :
Dibagi dalam 2 kel :
a. Aminoglikosida sistemik : amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin
b. Topikal : aminosidin, kanamisin, neomisin, gentamisin, streptomisin :termasuk
penggunaan per oral untuk mendapatkan efek lokal

- Indikasi :
Golongan aminoglikosida sebaiknya tidak digunakan pada setiap jenis infeksi
oleh kuman yg sensitif, karena :
a. Resistensi relatif lebih cepat berkembang
b. Toksisitas relatif besar
c. Tersedia antibiotik lain yg cukup efektif dan toksisitas rendah
- Toksisitas meningkat pada usia lanjut dan ggn fungsi ginjal
- Kontra indikasi : kehamilan
- Penggunaan topikal mungkin terjadi toksisitas sistemik, mis : luka bakar luas

Eritromisin
- Termasuk dalam golongan makrolida
- Dihasilkan oleh Streptomyces erythreus
- Mekanisme : menghambat sintesa protein
- Bersifat bakteriostatik atau bakterisid, tergantung jenis kuman dan kadar

- Farmakokinetika:
 Rusak oleh getah lambung  untuk mencegah : dibuat dalam bentuk salut enterik
atau digunakan dalam bentuk ester
 Absorpsi dihambat oleh makanan

- Efek samping :
 Reaksi alergi : demam, eosinofilia, eksantema  cepat hilang bila terapi
dihentikan
 Reaksi iritatif : iritasi pd pemberian oral ataupun parenteral
 Reaksi biologik : terjadi superinfeksi oleh bakteri G-, ragi atau jamur sering
kandida

- Sediaan :
 Eritromisin basa , Eritromisin stearat, Eritromisin etilsuksinat, Eritromisin estolat,
Erotromisin gluseptat , Eritromisin laktobionat

- Penggunaan klinik :
 Infeksi oleh Mycoplasma pneumoniae
 Penyakit Legionnaire ( pneumonia yg disebabkan oleh Legionella pneumophila )
 obat yang dianjurkan
 Infeksi Klamidia
 Difteri : sangat efektif untuk infeksi akut maupun carrier, tetap perlu antitoksin
 Pertusis
 Infeksi streptokokus : faringitis, scarlet fever, erisipelas oleh Str pyogenes
 Infeksi oleh S aureus
 Infeksi Campylobacter
 Tetanus , perlu antitoksin
 Sifilis : stadium dini yg alergi penisilin
 Gonore
 Profilaksis : penderita endokarditis bakterial yg akan cabut gigi, sbg pengganti
penisilin.

Klindamisin
- Spektrum :
 Aktif thd Staf aureus, Strep pyogenes, Strep anaerobik, Strep viridans,
Actinomyces israelii , dan Bacteroides

- Farmakokinetika
 Absorpsi : oral lengkap, tidak banyak dipengaruhi oleh makanan
 Distribusi :
 Keberbagai cairan tubuh kecuali CSS, tulang
 Melalui sawar uri
 Terakumulasi dalam leukosit polimorfonuklear dan makrofag alveolar
 Ekskresi : urin dan empedu dalam bentuk metabolit, 10% dalam bentuk mol asal

- Efek samping :
 Kemerahan pada kulit, sindrom Stevens – Johnson, granulositopenia,
trombositopenia, reaksi anafilaksis
 Diare
 Kolitis pseudomembranosa : demam, nyeri abdomen, diare dengan darah dan
lendir  penggunaan harus dipertimbangkan. Penyakit ini tidak tergantung dari
besar dosis, dapat terjadi pada pemberian oral atau parenteral. Bila terjadi 
terapi dihentikan
- Sediaan : kapsul, lar injeksi
- Penggunaan klinik : paling efektif untuk infeksi B fragilis , juga untuk infeksi
oleh Actinomyces israelii dan Strept anaerobik.

Anda mungkin juga menyukai