Anda di halaman 1dari 9

Shandilya Ramanojam1, Rajshekhar Halli1, Manjula Hebbale2, Smita Bhardwaj3 Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Bharati Vidyapeeth

University Dental College and Hospital, Pune, Maharashtra, India 2 Department of Oral Medicine and Radiology, Bharati Vidyapeeth University Dental College and Hospital, Pune, Maharashtra, India 3 Department of Oral Medicine and Radiology, M.A. Rangoonwala Dental College and Hospital, Pune, Maharashtra, India
1

ECTOPIC TOOTH IN MAXILLARY SINUS: CASE SERIES

GIGI EKTOPIK DI DALAM SINUS MAKSILARIS : SERI KASUS

ABSTRAK

Erupsi gigi ektopik di sekitar daerah dentalis pada rahang telah sering diulas pada praktik klinis maupun didokumentasikan dalam literatur. Namun, erupsi gigi ektopik pada daerah yang bukan merupakan daerah dentalis jarang dan hanya sedikit yang didokumentasikan. Sinus maxillaris merupakan salah satu daerah yang bukan merupakan daerah dentalis, terpisah dari sekat nasal (nasal septum), kondilus mandibula, processus koronoideus dan palatum yang biasa menjadi tempat erupsinya gigi ektopik. Karena hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi dan kurangnya kesepakatan dalam menangani kasus ini, insiden ini perlu ditambahkan ke dalam literatur dan kemudian didiskusikan. Kebijaksaan untuk mengangkat gigi ektopik ini melalui pembedahan bersamaan dengan enukleasi jika ada kista merupakan pilihan perawatan terbaik.

Kata kunci : gigi antral, kista dentigerous, gigi ektopik, antrum maksila, gigi pada sinus

PENDAHULUAN

Pertumbuhan gigi desidui dimulai sejak umur enam minggu di dalam kandungan bersama dengan pertumbuhan dental lamina. Kemudian proliferasi lapisan ektodermal mulai berubah menjadi gigi permanen antara 5-10 bulan setelah kelahiran. Peristiwa ini terdiri dari banyak tahapan yang mana saling berinteraksi antara jaringan epitelium dalam mulut dan jaringan

mesenchim yang memiliki peran vital. Interaksi yang abnormal pada salah satu tahap dapat menyebabkan pertumbuhan gigi ektopik dan erupsi. Erupsi gigi ektopik pada daerah dentalis sering terlihat pada praktik klinis, yang mana lebih sering pada mandibula, dan lebih banyak pada wanita. Insisivus, kaninus, dan premolar merupakan yang paling sering terjadi. Namun bila terjadinya pada daerah non-dentalis seperti sinus maksilaris, ini adalah hal yang jarang terjadi. Berdasar dari jarang terjadinya hal ini, maka insiden ini perlu untuk ditambahkan ke dalam literatur dan didiskusikan. Gigi-gigi rahang atas pada sinus maksilaris dapat menimbulkan sinusitis atau terkadang dapat menyebabkan gejala opthalmicus juga. Kondisi ini bisa saja tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun sampai pasien harus melakukan pemeriksaan penunjang radiografi untuk suatu alasan tertentu. Kami menampilkan 6 kasus gigi ektopik pada sinus maksilaris beserta perawatannya.

LAPORAN KASUS

Kasus 1 Seorang wanita berumur 21 tahun dilaporkan mengeluhkan sakit dan bangkak pada daerah pipi kanan sejak satu bulan. Pasien memiliki riwayat pemberian antibiotik 2 macam oleh dokternya. Ketika pembengkakkan semakin bertambah dan menjadi tampak jelas pada daerah sulkus bukalis, pasien ini dirujuk kepada kami. Secara klinis, gigi DM2 rahang atas (regio 1) terlihat masih tertanam kuat, dan gigi tetap P2 terlihat tidak ada. Pada radiografi terlihat sebuah gigi ektopik berada berdempetan dengan sebuah kista besar yang menduduki seluruh sinus maksilaris dan dan terlihat resopsi akar DM2 [gambar 1]. Sebuah gingival sulcular / insisi clevicular dibuat dari insisivus lateral sampai M1 mencakup ekstraksi soket yang menopang gigi, insisi dilakukan untuk membebaskan bagian anterior dan membuat flap bukal mukoperiosteal. Bagian dari dinding antero-lateral sinus telah resorb. Lubang terbuka yang sudah ada kemudian diperluas untuk mempermudah akses menuju gigi dan lesi. Gigi ektopik dan jaringan lunak disekelilingnya kemudian dihilangkan. Lesi kistik terlihat berdempetan dengan CEJ dari gigi [gambar 1d]. Bahan contoh (spesimen) dari lesi kemudian dikirim untuk pemeriksaan histopatologi yang mana hasilnya adalah kista dentigerous. Pasien ini kemudian ditindaklanjuti secara berkala selama lebih dari satu tahun dan tidak terlihat adanya rekurensi.

Gambar 1. (a) gambaran intraoral, (b) enukleasi dengan Caldwell, (c) hasil orthopantomogram yang menunjukkan gigi ektopik, (d) spesimen dengan gigi ektopik

Kasus 2 Seorang wanita 48 tahun dilaporkan kepada kami dengan keluhan utama adalah rasa berat pada pipi sebelah kiri dan terasa meningkat pada area pipi dan bibir atas di sisi yang sama sejak empat bulan yang lalu (regio 2). Secara klinis gigi M3 pada regio tersebut tidak ada dan terlihat hypoesthesia pada syaraf infraorbita. Tidak terlihat pembengkakkan maupun rasa sakit. Hasil dari CT Scan menunjukkan gambaran radiopak yang tidak teratur dikelilingi massa jaringan lunak pada sinus maksilaris kanan [gambar 2]. Hasil CT Scan menunjukkan pertumbuhan sempurna dari gigi ektopik M3 pada sinus sekitar 14 mm di atas akar apeks gigi M1. Lesi jaringan lunak melebar ke lantai orbita. Tetapi tidak ada keterlibatan opthalmicus. Insisi dibuat melewati vestibulum maksila, dibuat lubang pada tulang sekitar 15x20 mm pada dinding antero-lateral sinus. Gigi bersama jaringan lunak yang berhimpit dengan CEJ dihilangkan menggunakan prosedur Caldwell-Luc[gambar 2c]. Hasil pemeriksaan

histopatologi dari spesimen menunjukkam bahwa lesi tersebut adalah kista dentigerous. Hypoaesthesia pada syaraf infraorbita sembuh enam bulan setelah operasi. Pasien ini ditindaklanjuti selama setahun dan tidak terdapat keluhan apapun.

Gambar 2. (a) Orthopantomogram menunjukkan gigi ektopik, (b) Axial CT Scan menunjukkan gigi ektopik dengan lesi, (c) spesimen dengan gigi ektopik

Kasus 3 Seorang pasien laki-laki 22 tahun dilaporkan kepada kami dengan keluhan kadang-kadang terasa sakit yang tumpul pada TMJ kiri. Pada pemeriksaan rutin radiografi, tidak sengaja ditemukan gigi ektopik M3 terlihat berada sangat tinggi yaitu di dinding posterior sinus maksilaris. Pada CT Scan, gigi tersebut diidentifikasi melekat pada dinding sinus, bagian lateral dari lapisan pterygoid samping [gambar 3]. Dari gambaran klinis maupun radiografi tidak terdeteksi sesuatu yang bersifat patologis yang berhubungan dengan gigi. Kemudian

pasien dijelaskan tentang konsekuensi dari mempertahankan gigi ektopik yang impaksi di sinus tersebut dan berhasil diyakinkan untuk melakukan pembedahan untuk

menghilangkannya. Tidak banyak peristiwa yang terjadi pada penyembuhan pasca operasi, dan pasien ditindaklanjuti selama lebih dari setahun dan selama itu tidak ada keluhan sama sekali.

Gambar 3. (a) Axial CT Scan menunjukkan gigi ektopik, (b dan c) 3D Scan menunjukkan posisi gigi ektopik berhubungan dengan M2 dan lateral pterygoid plate

Kasus 4 Seorang laki-laki 26 tahun dilaporkan kepada kami dengan sebuah orthopantomogram (OPG) untuk mengangkat implant (plat tulang dan screw). Hasil dari OPG dan Cone Beam Computed Tomography (CBCT) scan menunjukkan penemuan gigi ektopik pada regio 2 [gambar 4]. Gigi ektopik ini terlihat dalam posisi terbalik dengan ujung cusp yang paling tinggi berada sekitar 18 mm di atas dan terletak di distal dari apeks akar gigi M2. Tidak terlihat adanya kista patologis. Tidak terlihat adanya gigi M3 sama sekali, namun morfologi maupun bentuk dan ukuran dari gigi ektopik tidak sesuai dengan gigi M3. Pasien kemudian diberi penjelasan tentang konsekuensi dari kondisi yang ia alami, kemudian ditindaklanjuti.

Gambar 4. (a dan b) Orthopantomogram dan cone beam computed tomography menunjukkan gigi ektopik dengan posisi gigi terbalik

Kasus 5 Seorang laki-laki 24 tahun dilaporkan kepada kami dengan keluhan rasa sakit yang tumpul berulang-ulang pada daerah sinus maksilaris kiri sejak dua bulan. Secara klinis terlihat gigi desidui kaninus yang masih bertahan dan gigi kaninus tetapnya tidak ada pada sisi tersebut. Pada radiografi paranasal sinus (PNS) memperlihatkan gigi ektopik kaninus di dalam antrum maksilaris, terlihat membaur bersama keseluruhan antrum [gambar 5]. Gigi terlihat terbalik, mahkotanya mengarah superomedial sepanjang dinding sinus. Ujung mahkota berkontak dengan bagian media dari lingkar orbita. Morfologi dari gigi ektopik ini menunjukkan bahwa gigi ini telah terbentuk akar secara sempurna dengan bentuk dan ukuran yang normal. Kemudian pasien ditindaklanjuti.

Gambar 5. Sinus paranasal menunjukkan ilustrasi radiograf dari gigi ektopik di dalam sinus maksilaris

Kasus 6 Seorang wanita 32 tahun dilaporkan dengan keluhan rasa sakit yang tumpul secara terusmenerus pada daerah pipi kanan sejak sebulan. Pada pemeriksaan riwayat penyakit, ternyata pasien mengalami trauma pada wajah dua bulan yang lalu namun tidak mendapatkan perawatan apapun. Pada pemeriksaan CT Scan, dari bidang aksial dan koronal terlihat fraktur pada bagian antero-lateral dari dinding sinus maksilaris dan juga terlihat gigi ektopik M3 di dalam sinus [gambar 6]. Pembedahan dilakukan untuk mengambil gigi tersebut, disertai pengambilan jaringan lunak dan pecahan tulang. Pembedahan dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.

Gambar 6. (a,b) Axial dan Coronal CT Scan mrnunjukkan posisi gigi berhubungan dengan sinus maksilaris, (c,d) Pembedahan dan spesimen dengan gigi ektopik

DISKUSI

Masalah tentang gigi atau akar di dalam antrum maksila dapat menjadi hal yang membingungkan. Kista dentigerous yang luas dapat berkembang di sekitar gigi atau akar, dan sebuah fistula dapat tumbuh di antro kulit atau antro oral. Sinus maksilaris yang abnormal dapat terjadi tanpa keluhan apapun dan hanya pemeriksaan X-Ray yang dapat mengungkapkan adanya gigi abnormal maupun kista. Bagaimanapun juga, timbulnya kista pada maksila kebanyakan merupakan hasil dari kerusakan saat pertumbuhan embriologi yang mana bisa terjadi suatu keabnormalan pada saat proses penyatuan pada wajah ataupun keabnormalan pada perkembangan dental folikel.

Interaksi jaringan yang abnormal ketika proses odontogenesis dapat menyebabkan pembentukan gigi ektopik yang kemudian erupsi. Tempat tumbuhnya gigi ektopik bisa di septum nasal, kondil mandibula, proc.koronoideous maupun palatum. Hal yang jarang terjadi adalah gigi tumbuh di sinus maksilaris dengan atau tanpa gejala. Perpindahan gigi dapat memberikan tekanan yang dapat menyebabkn pembesaran kista. Etiologi lainnya dapat berupa kelainan pertumbuhanan seperti trauma cleft palatal yang menyebabkan gigi berpindah, infeksi maksila, gigi berjejal, faktor genetik, dan densitas tulang yang tinggi. Gejala bisa berasal dari rekurensi atau sinusistis yang kronis atau keluarnya nanah dari hidung dan terkadang terjadi peninggian lantai orbital. Pernah dilaporkan sebuah kasus

dimana duktus nasolacrimal terhalang gigi ektopik kaninus, hal ini terjadi pada anak laki-laki usia 11 tahun.

Kista dentigerous adalah kista dental yang paling sering terjadi. Kista ini selalu melibatkan mahkota gigi permanen yang impaksi, tertanam, maupun gigi yang tidak erupsi. Tetapi terkadang dapat juga dikaitkan dengan odontoma ataupun gigi supernumerary. Rechard Haber melaporkan sebuah kasus kista dentigerous pada seorang anak perempuan berusia 4 tahun. Tempat tersering adalah pada daerah M3 pada rahang atas dan rahang bawah, kemudian pada daerah kaninus rahang atas karena gigi-gigi tersebut adalah yang paling sering mengalami impaksi. Kurang lebih 70% kasus terjadi pada rahang bawah dan 30% terjadi pada rahang atas.

Pada gambaran radiografi, biasanya lesi unilocular terlihat halus, namun terkadang ditemukan juga lesi multilocular. Tidak ada karakteristik mikroskopik yang spesial yang dapat digunakan untuk membedakan kista ini dengan kista odontogenik lainnya. Selain rekurensi, pengangkatan kista yang tidak komplit dapat berakibat komplikasi berupa pertumbuhan ameloblastoma atau karsinoma yang berasal dari lapisan epitelium dari sisa-sisa epitel odontogenik pada dinding kista. Oleh karena itu, perawatan yang menjadi pilihan untuk gigi ektopik yang berkaitan dengan kista pada sinus maksilaris adalah pembedahan untuk mengambil gigi sekaligus enukleasi kista tersebut. Banyak pembedahan yang dilaporkan dalam literatur termasuk pengambilan dengan endoskopi pada gigi ektopik yang berkaitan dengan lesi.di Pasquale P dan Shermetaro C, digunakan endoskopi nasal untuk menciptakan middle meatal astrostomy dan mengirim gigi ektopik beserta kistanya. Teknik endoskopi digunakan untuk mengangkat gigi ektopik pada intranasal yang menghalangi kavitas nasal dan gigi ektopik M3 yang menghalangi osteomeatal kompleks. Tindaklanjut post operasi dilakukan dengan pemeriksaan radiologi secara reguler, hal ini harus dilakukan untuk memastikan rekurensi.

REFERENSI

1. Thesleff I, Nieminen P. Tooth morphogenesis and cell differentiation. Curr Opin Cell Biol.1996;8:84450. 2. Erkmen N, Olme S, Onerci M. Supernumerary tooth in the maxillary sinus: Case report. Aust Dent J.1988;43:3856. 3. Ray B, Bandopadhyay SN, Das D, Adhikary B. A rare cause of nasolacrimal duct obstruction: Dentigerous cyst in maxillary sinus. Indian J Ophthalmol. 2009;57:4657. 4. Agarwal PN. An extensive dentigerous cyst with antro-cutaneous fistula. J Laryngol Otol.1966;80:5447. 5. Setiya M. A dentigerous cyst with antro-oral fistula. J Laryngol Otolo. 1965;79:759. 6. Fascenelli FW. Maxillary sinus abnormalities: Radiographic evidence in an asymptomatic population.Arch Otolaryngol. 1969;90:1903. 7. Beekhuis GJ, Watson TH. Midfacial cysts. Arch Otolaryngol. 1967;85:626. 8. Gadre KS, Waknis P. Intra-oral removal of ectopic third molar in the mandibular condyle. Int J Oral Maxillofac Surg. 2010;39:2946. 9. Smith RA, Gordon NC, De Luchi SF. Intranasal teeth. Report of two cases and review of the literature. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1979;47:1202. 10. Carver DD, Peterson S, Owens T. Intranasal teeth: A case report. Oral Surg Oral Med Oral Pathol.1990;70:8045. 11. Spencer MG, Couldery AD. Nasal tooth. J Laryngol Otol. 1985;99:114750. 12. Golden AL, Foote J, Lally E, Beideman R, Tatoian J. Dentigerous cyst of maxillary sinus causing elevation of the orbital floor: Report of a case. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1981;52:1336. 13. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. Churchill Livingstone, Elsevier; 2009. Shafer's Textbook of Oral Pathology. 14. Haber R. Not everything in the maxillary sinus is sinusitis: A case of a dentigerous cyst. Pediatrics.2008;121:e2037. 15. Bhaskar SN. New Delhi: CBS Publisher; 1986. Synopsis of Oral Pathology. 16. Di Pasquale P, Shermetaro C. Endoscopic removal of a dentigerous cyst producing unilateral maxillary sinus opacification on computed tomography. Ear Nose Throat J. 2006;85:7478. 17. Kim DH, Kim JM, Chae SW, Hwang SJ, Lee SH, Lee HM. Endoscopic removal of an intranasal ectopic tooth. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2003;67:7981. 18. Hasbini AS, Hadi U, Ghafari J. Endoscopic removal of an ectopic third molar obstructing the osteomeatal complex. Ear Nose Throat J. 2001;80:66770.

Anda mungkin juga menyukai