Anda di halaman 1dari 12

Manajemen Impaksi Gigi Kaninus Maksila : Laporan Kasus

ABSTRAK
Impaksi gigi kaninus merupakan hal yang sering ditemukan pada populasi umum. Kaninus
maksila memiliki peran penting baik secara estetis maupun fungsional karena memberikan pecan
penting untuk mendukung jaringan di sudut mulut dan lengkung gigi. Gagalnya gigi kaninus
erupsi karena impaksi akan mempengaruhi oklusi bahkan mempengaruhi perkembangan
psikologis penderitanya. Saat ini terdapat berbagai pedoman untuk manajemen impaksi gigi
kaninus maksila ditemukan dalam literatur, namun belum ada kesepakatan diantara ilmuwan dan
klinisi tentang hal ini. Pada artikel ini kami memberikan laporan kasus erupsi dua gigi kaninus
maksila yang impaksi dengan panduan ortodonti berdasarkan pengalaman di Tamil Nadu
Government Dental College and Hospital, Chennai, India.
Kata Kunci : Gigi Kaninus, gigi impaksi, prosedur orthodontic anchorage
PENDAHULUAN
Gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi pada posisinya karena berbagai
penyebab seperti malposisi, kurangnya ruang pada lengkung gigi atau penyebab lainnya.
Kaninus maksila merupakan gigi yang paling sering impaksi setelah molar ketiga. Dokter gigi
menghadapi dilema apakah mengekstraksi gigi atau memandu gigi kedalam oklusi. Keputusan
untuk ekstraksi umumnya apabila gigi kaninus yang impaksi berada di posisi yang tidak baik
yang dapat menyebabkan komplikasi. Karena pentingnya kaninus maksila untuk estetika dan
fungsional, keputusan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang serius. Posisi kaninus
sangat penting dalam menyusun gigi tiruan, karena mendukung otot bibir dan wajah, panduan
oklusi, memiliki peran penting untuk mendukung jaringan di sudut mulut dan lengkung gigi.
Gagalnya gigi erupsi karena impaksi akan mempengaruhi oklusi bahkan mempengaruhi
perkembangan psikologis penderitanya.

Gambar 1 : (A,B,C dan D) foto intraoral sebelum perawatan.


Saat ini terdapat berbagai pedoman untuk manajemen impaksi gigi kaninus maksila
dalam berbagai literatur. Akan tetapi sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara ilmuwan
dan klinisi mengenai penatalaksanaan terbaik pada setiap kasus. Dalam artikel ini kami
memberikan laporan kasus erupsi dua gigi kaninus maksila yang impaksi dengan panduan
ortodonti berdasarkan pengalaman di Tamil Nadu Government Dental College and Hospital,
Chennai, India.
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 17 tahun datang ke Departemen Ortodonsia di Tamil Nadu
Governement Dental College and Hospital, Chennai, India dengan keluhan utama kehilangan
gigi pada rahang atas. Tidak terdapat riwayat medis dan dental yang relevan. Pasien memiliki
tinggi wajah rata-rata dan mesomorfik. Pasien memiliki profil wajah cembung, nilai sudut
nasolabial dan sulkus mentolabial rata-rata.
Pada pemeriksaan klinis intraoral ditemukan lengkung gigi maksila dan mandibula
asimetris, crowding pada bagian anterior, tidak adanya gigi kaninus maksila sebelah kanan dan
kiri (Gambar 1A, 1B, 1C dan 1D), relasi molar class I Angle. Terdapat juga gigi insisivus
proklinasi ringan dengan overjet 4mm (Gambar 1C dan 1D). Midline wajah tidak sama dengan
midline maksila dan mandibula, midline dental maksila deviasi ke kanan sebanyak 1mm.
Investigasi : Foto ekstraoral dan intraoral, model studi, radiografi periapikal, radiografi
oklusal maksila, radiografi sefalometri, radiografi panoramik, pemeriksaan fungsional dan
computed tomography daerah maksilofasial dilakukan. Pasien memiliki pola penelanan normal,
mandibula bergerak keatas dan kedepan saat menutup, insisivus terlihat 2 mm saat tidak
berfungsi dan insisivus 100% terlihat saat senyum.
Analisis model studi mengonfirmasi temuan klinis, memperlihatkan midline maksila
berubah 1 mm kearah kanan pasien. Analisis sefalometri menunjukkan hubungan skeletal klas I
(ANB 35°, BO didepan AO sebanyak 0.5 mm), maksila ortognati (SNA = 83.5°, N perp A = 1
mm) dan mandibula ortognati (SNB 80°, N perp pog = 0 mm) dalam relasi ke basis kranial
anterior. Insisivus maksila menunjukkan peningkatan inklinasi aksial (⊥1 ke NA = 28° dan ⊥1
ke NA = 4 mm), insisivus mandibula menunjukkan inklinasi aksial normal (T1 to NB = 26° dan
T1 ke NB = 5mm).
DIAGNOSIS DAN EVALUASI GIGI KANINUS MAKSILA
PEMERIKSAAN KLINIS
Pada inspeksi secara visual terlihat tonjolan kaninus diantara insisivus lateral dan
premolar pertama dibagian kanan (Gambar 2A). Akan tetapi pada sebelah kiri tidak terlihat dan
tidak dapat dipalpasi dan terdapat angulasi insisivus lateral ke mesial dan bukal (Gambar 2B)
Gambar 2 : (A) Terdapat tonjolan kaninus di sebelah kanan, (B) Tidak terlihat tonjolan pada sebelah kiri.

Gambar 3: Pemeriksaan radiografi gigi kaninus maksila sebelah kiri. (A) Horizontal, (B) Vertikal dan (C)
pemeriksaan angulasi gigi pada posisi yang tidak baik untuk perawatan ortodontik.

EVALUASI PROGNOSIS
Berbagai aspek posisi gigi kaninus dinilai dengan radiografi. Faktor prognosis yang
dikemukakan oleh McSherry, Pitt, Hamdan dan Rock dan Counihan, Al-Awadhi dan Butler
digunakan.
 Jumlah mahkota kaninus yang tumpang tindih (overlap) dengan insisivus disebelahnya.
Pada pasien kami, kaninus sebelah kiri lebih dekat ke midline dan tidak tumpang tindih
dengan insisvus lateral namun insisivus sentral menunjukkan prognosis yang buruk.
(Gambar 3A)
 Tinggi vertikal mahkota kaninus. Pada kasus ini mahkota kaninus sebelah kiri terletak
lebih dari setengah akar gigi insisivus sentral namun kurang dari seluruh panjang gigi ini
(Gambar 3B)
 Angulasi kaninus ke midline. Pada pasien ini angulasi kaninus 30° dan 8° ke midline
pada sebelah kiri dan kanan (Gambar 3C), yang menunjukkan prognosis sedang pada
sebelah kiri dan baik pada sebelah kanan.
 Posisi apeks akar gigi kaninus pada bidang horizontal. Cone Beam Computed
Tomography menunjukkan apeks kaninus sebelah kiri berada diatas posisi normal gigi
kaninus (Gambar 4), mengindikasikan prognosis yang baik.

Gambar 4 : Cone Beam Computed Tomography

 Ericson dan Kurol pada tahun 1988 mendefinisikan jumlah sector untuk menunjukkan
berbagai jenis impaksi. Ujung cusp kaninus kiri terletak di sector 1 dengan angulasi 290°
menunjukkan prognosis yang buruk
Diagnosis kasus ini adalah maloklusi angle kelas I pada basis skeletal kelas I dengan
maksila ortognati dan mandibula ortognati, gigi anterior rahang atas dan rahang bawah crowding,
dengan impaksi gigi kaninus sebelah kanan dan kiri dengan prognosis yang baik dan tidak baik
pada masing-masing gigi.
FOKUS TERAPEUTIK DAN PERAWATAN
Pasien sangat memperhatikan tentang estetika. Dia khawatir mengenai ekstraksi gigi
kaninus maksila kiri yang berada pada posisi yang tidak seharusnya. Oleh karena itu, kami
memutuskan untuk mengekspos gigi kaninus rahang atas kanan dan kiri, diikuti dengan erupsi
gigi yang dipandu dengan alat ortodontik. Pendekatan perawatan yang mengkombinasikan erupsi
paksa dilakukan dalam beberapa fase.
1. Preparasi Anchorage (wilayah untuk meletakkan alat ortodontik)
2. Pembedahan untuk mengekspos gigi yang impaksi
3. Penempatan alat yang melekat ke gigi
4. Aplikasi mekanika ortodontik untuk meluruskan gigi yang impaksi
Persiapan Anchorage. Kait solder yang dibuat khusus ditempatkan pada permukaan
labial dan palatal dan disementasi sekaligus dengan molar tubes (Gambar 5A dan 5B). Braket
Rhomboid (MBT) di bonding dan pergerakan pertama didapat dengan urutan archwires nikel
titanium 0.016, 0.18, 0.016x0.022, 0.017x0.025. Perawatan diikuti dengan penggunaan kawat
stainless steel 0.017 x 0.025. Ruang untuk kaninus atas kiri dan kanan dipertahankan dengan
menggunakan sleeves yang dimasukkan diantara insisivus lateral dan premolar pertama. Pada
tahap ini, pasien dirujuk ke Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial di Institusi kami untuk
membedah dan mengekspos kaninus maksila yang impaksi.

Gambar 5 : (A dan B) Kait solder yang dibuat khusus (Customized soldered hooks)

Gambar 6 : (A dan B) Pembedahan untuk mengekspos gigi dan traksi ortodontik.

Pembedahan untuk mengekspos gigi yang impaksi. Pada tahap ini digunakan teknik
erupsi tertutup. Hal ini dikarenakan mahkota gigi kaninus berposisi diapikal dari perlekatan
mukogingiva, yang menyebabkannya tidak tepat jika menggunakan kedua teknik eksisional dan
flap yang berposisi apikal.
Metode penempatan alat yang melekat dan tenaga tarik. Breket dengan pengikat kawat
(wire ligatures) yang bengkok direkatkan ke permukaan enamel setelah pembedahan dari
mahkota gigi yang impaksi (Gambar 6A dan 6B). Kawat pengikat pada kaninus kiri diikat ke
kait penjangkar (anchor hooks) pada aspek bukal dan palatal (Gambar 6A). Sebuah vector gaya
dari distal dan oklusal dipakaikan dan dilakukan aktivasi mingguan. Kaninus kanan terhubung
langsung ke archwire utama melalui kawat pengikat (Gambar 6B).
Follow-up dan Hasil : Hasil klinis yang baik terlihat setelah 9 bulan dari awal
dimulainya perawatan (Gambar 7A, 7B, 7C, 7D, 7E, dan 7F). Kaninus maksila sebelah kanan
muncul dan beroklusi lebih awal dibandingkan yang sebelah kiri (Gambar 7C). Sebuah piggy
back wire (Gambar 7D) diletakkan saat mahkota gigi kaninus kiri sudah terlihat sepenuhnya dan
setelah erupsi gigi hingga ke dataran oklusi. Sebuah kawat nitinol 0.017 x 0.025-inci diikuti
dengan kawat stainless steel digunakan untuk mekanika ortodontik. Torsi pada akar bagian
palatal dari kaninus kiri dicapai dengan menggunakan torquing spur yang disolder (Gambar
7E).

Gambar 7 : Urutan perawatan ortodontik. (A) Kaninus kanan dipindahkan. (B) Aplikasi gaya dari traksi pada
kaninus kiri. (C) Kaninus kanan sudah selaras pada lengkung rahang. (D) Kaninus kiri digerakkan ke arah tulang
alveolar. Menggunakan piggyback wire. (E) Memberikan gaya torsi pada kaninus kiri. (F) Kaninus kiri sudah selaras
di lengkung rahang. Peningkatan kesehatan gingiva dapat dilihat.
Gambar 8 : Foto intraoral. Sebelum perawatan.

Pada akhir masa perawatan, dilakukan pemeriksaan terhadap oklusi fungsional pasien.
Dari hasil klinis didapati overjet dan overbite normal, interkaspal yang adekuat, midline yang
hampir berhimpitan, proinklinasi insisivus maksila dan mandibular yang normal dengan relasi
molar kelas I dan relasi kaninus kelas I secara bilateral. Pasien puas dan kasus selesai. Gambar 8
dan 9 juga gambar 10 dan 11 menunjukkan gambaran radiograf dan perubahan klinis (intraoral
dan ekstraoral) yang didapat dari perawatan ini.

Gambar 9 : Foto intraoral. Setelah perawatan.


Gambar 10 : Gambaran radiografi panoramik. (A, C, D, dan E) sebelum perawatan dan (B, F, G, dan H) setelah
perawatan
Gambar 11 : Foto ekstraoral. Perbandingan (A dan C) sebelum perawatan dan (B dan D) setelah perawatan.

PEMBAHASAN
Perkembangan gigi kaninus maksila terjadi secara lateral ke fossa piriform. Gigi yang
seperti itu memiliki jalur erupsi yang paling sulit, memiliki periode perkembangan yang paling
lama dan perkembangan yang berada di daerah yang paling dalam (14).
Menurut Coulter dan Richardson, gigi kaninus maksila bergerak hampir 22 mm dari
umur 5 – 15 tahun di ketiga bidang ruang. Perlu dicatat bahwa erupsi gigi terdiri dari
perkembangan yang kompleks dan terkoordinasi yang membutuhkan serangkaian efek sinyal
antara folikel gigi dan osteoblast, dan sel osteoklast yang ditemukan di tulang alveolar (15).
Karena hal inilah (dan jalur pergerakan giginya yang panjang dan berliku-liku) kaninus rahang
atas adalah gigi yang paling sering mengalami impaksi setelah molar ketiga, dengan prevalensi
sekitar 2% (16, 17).
Etiologi impaksi dari gigi kaninus terdiri dari berbagai alasan yang bersifat lokal,
sistemik, genetik dan lingkungan, mulai dari erupsi yang tertunda hingga kegagalan erupsi total
(18).
Dalam Hal ini, obstruksi dari jaringan keras lokal, terjadinya patologi lokal,
penyimpangan atau gangguan dari perkembangan normal gigi seri dan faktor keturunan atau
genetik merupakan penyebab penting yang harus dipertimbangkan (19). Penyebab-penyebab
tersebut termasuk penyakit-penyakit demam, penyakit endokrin, radiasi, perbedaan panjang
lengkung rahang, retensi berkepanjangan, ukuran gigi, kehilangan dini dari gigi kaninus desidui,
gigi supernumerary, ankilosis, alveolar cleft dan periodontitis apical pada gigi desidui.
Dalam laporan kasus ini, evaluasi hal-hal penting untuk kriteria prognostik pada gigi
kaninus maksila yang impaksi dilakukan, seperti mengevaluasi overlap horizonyal mahkota gigi
kaninus terhadap insisivus lateral, ketinggian vertikal dari mahkota kaninus, angulasi kaninus
terhadap midline, posisi apeks akar kaninus dan analisis sektor (Gambar 3 dan 4). Satu-satunya
faktor prognistik yang menguntungkan yang teridentifikasi pada pasien kami adalah posisi yang
benar dari apeks akar kaninus. Mempertimbangkan hal ini, kami memutuskan untuk tidak
mengekstraksi gigi kaninus kiri dan memilih metode orthodontic guided eruption (erupsi yang
dipandu ortodontik) untuk kasus ini. Selain itu, mengingat bahwa perawatan untuk kaninus
maksila yang impaksi tidak diselesaikan hanya dengan penyusunan menggunakan ortodontiknya
(20), perawatan yang juga dilakukan adalah : alignment and levelling, preparasi anchorage,
eksposur bedah dengan teknik erupsi tertutup, aplikasi gaya traksi, dan pendetailan akhir.
Hal lain yang berkaitan adalah bahwa kesehatan periodontal akhir sangat penting untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi untuk kaninus maksila yang impaksi (20). Pada pasien kami,
kesehatan periodontal pada regio kaninus maksila kiri dipulihkan setelah perawatan ortodontik
dengan penggunaan terapi periodontal.
Perawatan gabungan yang dilakukan di institusi kami secara keseluruhan terbagi kedalam 5
tahap. Kami percaya tahap-tahap ini sangat diperlukan untuk keberhasilan pengobatan banyak
kasus gigi kaninus maksila yang impaksi.

 Tahap 1 : Perawatan ortodontik inisial yang ditujukan untuk mempertahankan ruang pada
lengkung rahang atas dan keselarasan dan perataan (alignment and levelling) gigi melalui
terapi alat ortodonti cekat.
 Tahap 2 : Penggunaan kait solder yang dibuat khusus (customized soldered anchorage)
dan penggunaan stabilisasi lengkung rectangular untuk mendapatkan penjangkaran yang
memadai dan mempertahankan ruang yang cukup di lengkung gigi.
 Tahap 3 : Pembedahan untuk mengekspos gigi dan traksi ortodontik dari kaninus maksila
yang impaksi ke arah alveolar ridge.
 Tahap 4 : Perawatan ortodontik akhir untuk menyelaraskan gigi impaksi pada lengkung
rahang atas.
 Tahap 5 : Perawatan periodontal setelah terapi ortodontik untuk memulihkan kesehatan
periodontal.
PERTIMBANGAN AKHIR
Gigi kaninus maksila yang impkasi sering dijumpai dan penting bagi spesialis bedah gigi
untuk mengetahui berbagai teknik yang tersedia untuk manajemen gigi ini. Selain itu, ekstraksi
gigi kaninus rahang atas yang impaksi tidak boleh menjadi pilihan pertama pada sebagian besar
kasus. Dalam hal ini, manajemen yang sukses, tidak diragukan lagi, sangat penting untuk aspek
estetika dan fungsional yang terkait.
Persetujuan pasien
Pasien telah memberikan persetujuan tertulis.

REFERENSI
1. Walters H. Lower third molar treatment. Br Dent J. 1997;182(6):207.
https://doi.org/10.1038/sj.bdj.4809347 PMid:9115836
2. Bishara SE. Clinical management of impacted maxillary canines. Semin Orthod. 1998;
4(2):87–98. https://doi.org/10.1016/S1073-8746(98)80006-6
3. Sajnani AK, King NM. Complications associated with the occurrence and treatment of
impacted maxillary canines. Singapore Dent J. 2014;35:53-7.
https://doi.org/10.1016/j.sdj.2014.07.001 PMid:25496586
4. Sinavarat P, Anunmana C, Hossain S. The relationship of maxillary canines to the facial
anatomical landmarks in a group of Thai people. J Adv Prosthodont. 2013; 5(4):369-73.
https://doi.org/10.4047/jap.2013.5.4.369 PMid:24353872 PMCid:PMC3865189
5. Seehra J, Yaqoob O, Patel S, et al. National clinical guidelines for the management of
unerupted maxillary incisors in children. Br Dent J. 2018; 224(10):779-85.
https://doi.org/10.1038/sj.bdj.2018.361 PMid:29795486
6. Spuntarelli M, Cecchetti F, Arcuri L, et al. Combined orthodontic-surgical approach in the
treatment of impacted maxillary canines: three clinical cases. Oral Implantol (Rome). 2016; 8(2-
3):63-7.
7. Raghav P, Singh K, Munish Reddy C, Joshi D, Jain S. Treatment of maxillary impacted canine
using ballista spring and orthodontic wire traction. Int J Clin Pediatr Dent. 2017; 10(3):313-7.
https://doi.org/10.5005/jp-journals10005-1457 PMid:29104396 PMCid:PMC5661050
8. McSherry PF. The assessment of and treatment options for the buried maxillary canine. Dent
Update. 1996;23(1):7-10
9. Pitt S, Hamdan A, Rock P. A treatment difficulty index for unerupted maxillary canines. Eur J
Orthod. 2006;28(2):141-4. https://doi.org/10.1093/ejo/cji068 PMid:16043468
10. Counihan K, Al-Awadhi EA, Butler J. Guidelines for the assessment of the impacted
maxillary canine. Dent Update. 2013; 40(9):770-2, 775-7.
https://doi.org/10.12968/denu.2013.40.9.770 PMid:24386769
11. Ericson S, Kurol J. Early treatment of palatally erupting maxillary canines by extraction of
the primary canines. Eur J Orthod. 1988;10(4):283-95. https://doi.org/10.1093/ejo/10.4.283
PMid:3208843
12. Kokich VG, Mathews DP. Surgical and orthodontic management of impacted teeth. Dent
Clin North Am. 1993;37(2):181-204.
13. Becker A, Brin I, Ben-Bassat Y, Zilberman Y, Chaushu S. Closed-eruption surgical
technique for impacted maxillary incisors: a postorthodontic periodontal evaluation. Am J
Orthod Dentofacial Orthop. 2002;122(1):9-14. https://doi.org/10.1067/mod.2002.124998
PMid:12142887
14. Coulter J, Richardson A. Normal eruption of the maxillary canine quantified in three
dimensions. Eur J Orthod. 1997;19(2):171-83. https://doi.org/10.1093/ejo/19.2.171
PMid:9183067
15. Suri L, Gagari E, Vastardis H. Delayed tooth eruption: pathogenesis, diagnosis, and
treatment. A literature review. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2004;126(4):432-45.
https://doi.org/10.1016/j.ajodo.2003.10.031 PMid:15470346
16. Sajnani AK, King NM. Prevalence and characteristics of impacted maxillary canines in
Southern Chinese children and adolescents. J Investig Clin Dent. 2014;5(1):38-44.
https://doi.org/10.1111/jicd.12027 PMid:23355390
17. Alhammadi MS, Asiri HA, Almashraqi AA. Incidence, severity and orthodontic treatment
difficulty index of impacted canines in Saudi population. J Clin Exp Dent. 2018;10(4):e327-
e334. https://doi.org/10.4317/jced.54385 PMid:29750092 PMCid:PMC5937966
18. Ngan P, Hornbrook R, Weaver B. Early timely management of ectopically erupting
maxillary canines. Semin Orthod. 2005;11(3):152-63. https://doi.org/10.1053/j.sodo.2005.04.009
19. Becker A, Chaushu S. Etiology of maxillary canine impaction: a review. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 2015;148(4):557-67. https://doi.org/10.1016/j.ajodo.2015.06.013
PMid:26432311
20. Crescini A, Nieri M, Buti J, Baccetti T, Pini Prato GP. Orthodontic and periodontal outcomes
of treated impacted maxillary canines. Angle Orthod. 2007; 77(4):571-7.
https://doi.org/10.2319/080406-318.1 PMid:17605500

Anda mungkin juga menyukai