Anda di halaman 1dari 11

Kista Radikular pada Molar Desidui Setelah Perawatan Pulpa dengan Gutta

Percha: Sebuah Laporan Kasus dan Tinjauan Pustaka


(Radicular Cyst in a Primary Molar Following Pulp Therapy
with Gutta Percha: A Case Report and Literature Review)

JOURNAL READING PEDODONSIA

Oleh:
Tamarakha Yumna
04074822022038

Dosen Pembimbing: drg. Novita Idayani, Sp.KGA.

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


BAGIAN KEDOKTERAN GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
Kista Radikular pada Molar Desidui Setelah Perawatan Pulpa dengan Gutta
Percha: Sebuah Laporan Kasus dan Tinjauan Pustaka
Vo Truong-Nhu-Ngoc, Nguyen Vu-Thai-Lien, Luong Minh-Hang, Doan Thanh-Tung,
Vu Thi-Nga, Hai Pham-The, Dinh-Toi Chu

Abstrak
Kista radikular (KR) pada gigi desidui relatif jarang. Laporan klinis ini menyajikan
kondisi kasus KR berasal dari gigi molar desidui yang telah menjalani perawatan
endodontik dengan gutta-percha sekitar satu tahun yang lalu. Selain itu, kami juga
mempertimbangkan apakah medikamen intrakanal dan material pengisi gutta-percha
berhubungan dengan pembentukan dan perkembangan kista atau tidak.
Kata kunci: Gigi desidui, kista radikular, perawatan pulpa, material pengisi gutta-
percha, medikamen intrakanal.

Pendahuluan
Kista radikular (KR) dikenal sebagai jenis kista odontogenik umum yang timbul
dari proliferasi the Hertwig’s epithelial root sheath (juga disebut sel epitel rests of
Malassez - ERM). KR distimulasi oleh kondisi nekrosis pulpa. Namun, kista radikular
pada gigi desidui adalah kondisi yang sangat langka yaitu di bawah 4% di antara 1300
kasus yang didiagnosis sebagai kista pada gigi desidui dan permanen (1). Umumnya,
kista radikular berkembang perlahan dan terlihat mencolok. Pada tahap awal, kista
radikular biasanya muncul tanpa gejala dan cenderung terlewatkan, kecuali terdeteksi
dengan pemeriksaan radiografi biasa. Lesi besar biasanya menyebabkan ekspansi
tulang, yang menampilkan tanda khusus yang disebut "Bola Ping-pong". Selain itu,
tandanya terlihat jelas kegoyangan gigi yang berdekatan, maloklusi, dan perpindahan
gigi yang berkaitan. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan gejala klinis, temuan sinar-
X, dan karakteristik histologis. Pilihan perawatan termasuk kombinasi dari enukleasi
atau marsupialisasi kista dan pencabutan gigi desidui yang terlibat dan konservasi gigi
permanen berikutnya.
Kista radikuler pada gigi sulung sering kali disebabkan karena periodontitis
apikal yang berhubungan dengan karies gigi (2). Alasan lain yaitu setelah trauma gigi
lebih jarang terjadi dan paling banyak terjadi pada gigi insisivus. Perawatan saluran akar
diindikasikan pada kasus pulpitis ireversibel, nekrotik pulpa, dan periodontitis apikalis.
Grundy dkk.(3) menunjukkan sejumlah kasus yang menempatkan material yang
mengandung senyawa fenolik ke dalam saluran akar di antara pertemuan. Berdasarkan
karya yang diterbitkan, Takiguchi dkk. (4) mengungkapkan bahwa adanya hubungan
antara pertumbuhan cepat dari kista radikular tersebut dan beberapa dressing intrakanal.
Material untuk obturasi endodontik pada gigi desidui harus dapat diserap karena
absorpsi spontan dari akaR. Karena itu, gutta-percha telah dikontraindikasikan untuk
gigi desidui, kecuali pada kasus tidak ada gigi permanen setelahnya (5).

Laporan Kasus
Seorang gadis berusia lima tahun dirujuk ke Sekolah Odonto-Stomatologi,
Universitas Kedokteran Hanoi karena munculnya bengkak di rahang atas kiri sejak satu
setengah bulan yang lalu. Menurut ibu pasien, pembesaran abnormal ini sedikit
bertambah besar dan tidak ada bukti nyeri atau nanah. Pasien dibawa ke dokter gigi dan
diberi resep antibiotik tetapi lesi ini tidak hilang. Berdasarkan riwayat gigi pasien, dia
telah menjalani perawatan saluran akar pada gigi molar satu desidui rahang atas kiri di
klinik gigi satu tahun sebelumnya. Pengamatan ekstra-oral menunjukkan pembengkakan
yang menyebar di wilayah zygomatik kiri, yang mengobliterasi lipatan nasolabial kiri
dan berdiameter lebih dari 3 cm. Lesi tersebut konsistensi tegas dan tidak ada nyeri
tekan saat palpasi.
Pemeriksaan intra-oral menunjukkan adanya massa tulang yang keras pada
permukaan labial yang menyebar dari gigi kaninus ke gigi molar dua desidui maksila
kiri. T64 direstorasi dengan pengisian semen glass-ionomer yang besar dan terdapat
kegoyangan yang ringan. Mukosa yang menutupi pembengkakan berwarna merah muda
dan konsistensi lunak tanpa drainase purulen.
Gambaran radiograf panoramik menunjukkan radiolusen unilokuler berbatas
jelas dan berbentuk oval pada regio maksila kiri dengan margin hiperostotik teratur
yang meluas dari permukaan distal akar T63 ke permukaan distal T65, dan mengelilingi
total akar T64 tanpa absorpsi akar T63 dan T65 (Gambar 1A). Oleh karena itu,
gambaran ini menunjukkan adanya lesi kista. Radiolusensi abnormal juga menggeser
benih gigi premolar satu maksila kiri. Setelah analisis menyeluruh, kami menemukan
absorpsi akar T64 dan material radiolusen pada dua saluran akar gigi ini. Ada
kecurigaan bahwa T64 telah dirawat dengan isian gutta-percha.
Berdasarkan gejala dan temuan pada pasien, kami membuat diagnosis sementara
KR berhubungan dengan T64 yang telah dirawat endodontik, kemudian diindikasikan
perawatan marsupialisasi kista. Orang tua pasien dijelaskan secara menyeluruh tentang
kondisi putri mereka serta pro dan kontra dari bedah tersebut. Sebelum bedah, izin
orang tua tertulis dibuat, tes darah rutin juga dilakukan dan semua indeks berada dalam
batas normal. Bedah itu dilakukan di bawah anestesi umum di Rumah Sakit Universitas
Kedokteran Hanoi. Antibiotik diberikan sebelum bedah untuk pencegahan infeksi.

Gambar 1: pemeriksaan sebelum dan setelah bedah. Radiolusen abnormal menggeser benih
gigi premolar pertama maksila kiri kea rah atas (A). Radiografi periapikal menunjukkan
pengurangan ukuran lesi radiolusen dan erupsi spontan gigi T24 (B); dan marsupialisasi,
mahkota T24 dapat terlihat dari jendela kista (C) 3 bulan setelah prosedur.

Rencana perawatan termasuk pencabutan gigi molar pertama desidui kiri atas
dan marsupialisasi KR untuk mempertahankan gigi premolar pertama kiri atas. Setelah
pengangkatan T64, ekstraksi soket diperlebar untuk membuat jendela kista dan biopsi
sampel diinsisi dari dinding lesi untuk pemeriksaan histologis (Gbr. 2A). Lapisan kista
di bawahnya tebal, lembut dan tampak seperti jaringan granulasi. Terlihat jelas bahwa
terdapat sealer gutta-percha pada kedua saluran akar T64 (Gbr. 2B). 500mg Augmentin
(Amoxicillin Clavulanate) dan obat kumur Chlorhexidine 0,12% diresepkan untuk
digunakan setiap hari pada satu hari sebelum dan sepuluh hari setelah bedah untuk
menghindari penularan pasca bedah.

Gambar 2: Marsupialisasi kavitas kista. Setelah pengangkatan T64, ekstraksi soket dilebarkan
untuk membuat jendela kista dan biopsy sampel diinsisi dari dinding lesi untuk pemeriksaan
histopatologi (A). Terlihat jelas bahwa ada sealer gutta-percha di kedua saluran akar (B).
Pencetakan kista yang terbuka dengan silikon sebelum menyiapkan obturator (C). Obturator
akrilik khsusu disiapkan (D). 1 minggu setelah prosedur, obturator diletakkan kedalam kista
yang terbuka. Pasien dan orang tuanya dengan hati-hati diberitahu bagaimana cara memakai dan
melepas obturator (E).

Sampel jaringan diawetkan dalam larutan formalin 10% kemudian diwarnai


dengan Hematoxyline dan Eosin untuk analisis histomorfometri digital (Gambar 3A-C).
Pemeriksaan histologis lesi menggambarkan lumen kista, yang dilapisi dengan epitel
skuamosa bertingkat yang tidak berkeratin dengan beberapa daerah degenerasi atau
ulserasi. Epitel berisi lapisan multiple-cell yang tebal dan dinding luar terdiri dari
jaringan ikat fibro-vaskular proliferatif dengan infiltrasi sel inflamasi yang signifikan
terdiri dari limfosit, sel plasma, makrofag dan neutrofil (juga disebut leukosit neutrofil
polimorfonuklear). Kristal kolesterol seperti jarum terlihat di dinding jaringan ikat.
Kesimpulannya, temuan histologis mengongirmasi diagnosis akhir sebagai KR dalam
hubungannya dengan gigi desidui yang infeksius.

Gambar 3: pemeriksaan histopatologis lesi kista. Pemeriksaan histopatologis lesi menunjukkan


sebuah lumen kista yang dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis non-keratin pada bagian
dalam dengan jaringan ikat pada bagian luar (A). Ada infiltrasi sel inflamasi pada epitel
skuamosa stratified non-keratin (B). Jaringan ikat fibro-vaskular proliferatif dengan infiltrasi sel
inflamasi yang signifikan yang terdiri dari limfosit, sel plasma, makrofag dan neutrofil (C).

Selanjutnya, obturator akrilik khusus disiapkan dan dimasukkan ke dalam


jendela kista 1 minggu setelah prosedur (Gbr. 2C-E). Pasien dan orang tuanya diberi
tahu dengan cermat cara memakai dan melepas obturator, dan cara membilas rongga
kista dengan larutan garam setiap hari. Pasien memiliki janji temu bulanan untuk
follow-up dan penyesuaian protesa sesuai dengan ukuran kista yang terbuka.
Penyembuhan lesi kista, serta erupsi permanen penerus, dinilai dengan radiografi
periapikal pada setiap pertemuan. Pada 3 bulan setelah prosedur, radiograf periapikal
menunjukkan penurunan ukuran lesi radiolusen dan erupsi spontan T24 (Gambar 1B).
Selain itu, mahkota T24 bisa dilihat melalui jendela kista (Gbr. 1C).

Pembahasan
KR adalah kista odontogenik yang berhubungan dengan kondisi inflamasi yang
disebabkan oleh gigi non-vital atau gigi yang dirawat endodontik. Invasi bakteri dari
pulpa yang nekrotik ke daerah periapikal merangsang multiplikasi dari ERM yang
terletak di sekitar apeks akar. Relatif jarang untuk mengetahui KR yang timbul dari gigi
desidui. Menurut review yang dilakukan oleh Lustmann dkk. (6), ada 28 kasus yang
dilaporkan dalam literatur antara tahun 1898 dan 1985. Tentang tinjauan sistemik dari
tahun 1927 sampai 2004, Nagata dkk. (7) merangkum 112 kasus kista radikular yang
berasal dari gigi desidui. Kemunculan langka pada gigi desidui ini mungkin karena
alasan berikut:
• Rentang waktu dari gigi desidui lebih pendek dari gigi permanen.
• Berbagai saluran aksesori memudahkan drainase yang dapat menurunkan
tekanan kista dan menghasilkan tanpa gejala (8).
• Jumlah sel, yang mampu memproduksi respon imun, pada jaringan pulpa gigi
desidui jauh lebih besar daripada gigi permanen (9). Perbedaan respon biologis
antara pulpa gigi desidui dan permanen dapat mempengaruhi pertumbuhan dari
kista radikular.
• Selain itu, lesi radiolusen di sekitar area apikal dari gigi desidui dapat
didiagnosis dengan tidak benar atau diabaikan atau terabsorbsi setelah ekstraksi
(8).
Secara umum, kista radikular berkembang secara progresif dan asimtomatik,
oleh karena itu hampir semua pasien tidak memperhatikan kecuali jika terdeteksi lesi
radiolusen abnormal pada radiografi gigi rutin. Selain itu, kista besar dapat
menyebabkan ekspansi tulang (menunjukkan tanda spesifik yang disebut “bola ping-
pong”), perpindahan gigi yang berdekatan, dan maloklusi. 23 dari 28 kasus pada
penelitian Lustmann diamati dan penulis menginformasikan bahwa: 1) usia pasien
bervariasi antara 4 dan 12 kecuali satu kasus pada usia 19 tahun, 2) proporsi laki-laki
terhadap perempuan yaitu 1,6, 3) gigi molar bawah paling sering terlibat, 4) semua
kasus yang disebabkan oleh karies, 5) dan semua kasus menunjukkan lumen kista yang
ditutupi dengan epitel skuamosa berlapis non-keratin pada pemeriksaan histologis (6).
Dalam kasus ini, kami memutuskan diagnosis akhir sebagai KR yang terkait
dengan gigi desidui karena beberapa bukti berikut: 1) adanya pembengkakan tanpa rasa
sakit dan ekspansi tulang yang terkait dengan molar desidui yang telah menjalani
perawatan endodontik, 2) adanya lesi radiolusen yang jelas di sekitar akar gigi molar
desidui tetapi tidak melibatkan gigi premolar setelahnya, 3) gambaran histopatologis
dari lumen kistik yang dilapisi epitel skuamosa berlapis non-keratin, dan 4) tidak ada
hubungan antara selubung kista dan gigi permanen setelahnya selama bedah.
Marsupialisasi setelah ekstraksi gigi desidui terkait bertujuan untuk menghilangkan
pertumbuhan kista dan mempertahankan gigi permanen. Setelah 6 bulan follow up,
erupsi permanen setelahnya dapat terlihat jelas melalui kista yang terbuka.
Dapat ditekankan bahwa etiologi kista radikuler yang paling populer pada gigi
desidui adalah karies gigi, sedangkan penyebab lain yang mungkin yaitu trauma tetapi
frekuensinya lebih rendah (10). Selain itu, beberapa penelitian melaporkan hubungan
antara medikamen intrakanal dan perkembangan kista radikuler pada gigi sulung.
Takiguchi dkk. (4) merekomendasikan hubungan antara material dressing intrakanal
yang digunakan untuk perawatan pulpa dan partikel intraepitel khas yang terdeteksi dari
dinding kista. Shetty dkk. (10) menunjukkan update dari 11 kasus kista radikular yang
terlibat pada gigi desidui dengan setengah dari mereka menderita setelah perawatan
pulpa dan sisanya karena karies atau trauma. Grundy dkk. menunjukkan 17 kasus kista
odontologi yang berhubungan dengan molar desidui setelah perawatan pulpa
“. Di antara pasien ini, adanya ekspansi bukal dalam 10 kasus tersebut dan
dislokasi gigi permanen yang sesuai pada 12 yang lain mengusulkan bahwa material
yang digunakan untuk perawatan pulpa (termasuk kelompok fenol yang disajikan dalam
kresol dan parachlorophenol atau formaldehyde) cenderung mendorong pertumbuhan
kista (3). Menurut Deshpande A dkk. (11), formaldehida dan kerabatnya telah secara
teratur digunakan untuk perawatan pulpa. Namun, selain aksi bakterisidal, ini ini dapat
menyebabkan berbagai efek tak terduga termasuk alergi dan potensi ganas, sehingga
bahan kimia ini harus dikontraindikasikan dalam perawatan endodontik. Sandhvarani B
dkk (12) menunjukkan kasus kista radikular bilateral yang terlibat pada gigi desidui
dengan riwayat perawatan endodontik menggunakan zinc oxide eugenol, kemudian
disarankan bahwa penyebab kista bisa menjadi respon antigenik terhadap infeksi atau
material pengisi. Pada kasus seperti itu, Savage NW dll. (13) mendeskripsikan bahwa
gambaran histokimia dari dalam intraepitel khas mengandung material amorf,
eosinofilik yang berarti masuk gugus fenolik. Penelitian tentang kista radikular yang
terdeteksi pada gigi desidui tercantum dalam Tabel 1. Bahan yang digunakan untuk
obturasi saluran akar pada gigi desidui harus dapat diserap dan tidak mencegah erupsi
pada gigi permanen. Saat ini, menurut pedoman American Academy of Pediatric
Dentistry (AAPD), berbagai sealer endodontik untuk gigi desidui telah
direkomendasikan, misalnya pasta Zinc oxide-eugenol, Iodoform dan Calcium
hydroxide. Namun, belum ada material yang dikenal sebagai sealer saluran akar yang
ideal. Gutta-percha telah diperkenalkan ke dunia kedokteran gigi sejak pertengahan
abad ke-19 dan dikenal sebagai material saluran akar yang paling umum untuk gigi
permanen karena sesuai standar Grossman tentang material pengisi saluran akar yang
optimal, yang harus bersifat bakteriostatik tanpa menyebabkan iritasi periapikal.
jaringan (16). Sebaliknya, gutta-percha telah dikontraindikasikan untuk gigi desidui,
kecuali jika tidak ada gigi setelahnya. Ansari G dan Mirkarimi (14) mengikuti kasus
pengisian akar gutta-percha pada gigi molar dua dengan penggantinya yang hilang,
setelah waktu yang lama untuk follow up, hal ini menginformasikan bahwa penggunaan
gutta-percha-filler dapat menjaga kesehatan dan keutuhan gigi desidui tersebut. Hingga
saat ini, banyak penelitian telah melaporkan tentang obturasi gigi desidui yang
dipertahankan dengan gutta-percha. Namun, kami belum menemukan dokumen yang
membahas pengaruh gutta-percha terhadap pembentukan atau pengembangan kista
radikuler pada gigi desidui.

Tabel 1: Kasus kista radikular pada gigi desidui setelah perawatan saluran akar
Penulis Usia Jumlah Insisivus/Molar Rahang Perawata Medikamen Ref.
pada kasus Atas/Bawah n Pulpa intrakanal
kasus
(tahun
)
Hill dkk 6-12 6 0/6 1/5 5 Formaldehid (15)
Creosote
Grundy dkk 5-10 17 0/17 0/17 17 Formokresol (3)
Iodoform
Asenic
oxide
Lustmann dkk. 4-19 23 6/17 10/13 Nd Nd* (6)
Mass dkk. 4-12 36 0/36 14/22 4 Nd* (7)
Bhat SS dkk. 9 1 0/1 0/1 1 Formokresol (16)
Elango dkk. 5 1 0/1 0/1 1 Formokresol (17)
Sandhyarani 11 1 0/2 0/2 1 Zinc oxide (12)
dkk. eugenol
*nd: data tidak tersedia

Beberapa medikamen intrakanal (termasuk formokresol, iodoform, arsen


oksida, dan kerabatnya) yang digunakan untuk perawatan pulpa dianggap sebagai
stimulus antigenik untuk perkembangan kista radikuler dan masih belum ada bukti yang
menunjukkan hubungan antara material pengisian gutta-percha dan lesi ini. Dalam
kasus kami, karena gigi molar desidui dirawat di klinik gigi swasta, tidak ada bukti yang
tersedia yang dapat diperoleh tentang material dressing saluran akar kecuali bukti yang
jelas dari pengisian gutta-percha pada gambar radiografi dan setelah bedah.

Kesimpulan
Kista radikular yang terjadi pada gigi desidui relatif jarang dan sangat penting
untuk didiagnosis secara dini dan perawatan yang tepat yang bertujuan untuk
melindungi gigi permanen berikutnya. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan klinis
dan radiografi rutin untuk gigi desidui yang telah dirawat pulpa.

Referensi
1. Shear M. Radicular and residual cysts. In: Cysts of the OralRegion, vol. 3rd edn.
Oxford: Wright (1992)
2. Toomarian L, Moshref M, Mirkarimi M, Lotfi A, Beheshti M. Radicular cyst
associated with a primary first molar: A case report. Journalof Dentistry
(Tehran, Iran). 2011;8:213-7.
3. Grundy GE, Adkins KF, Savage NW. Cysts associated with deciduous molars
following pulp therapy. Australian Dental Journal. 1984;29:249-6.
4. Takiguchi M, Fujiwara T, Sobue S, Ooshima T. Radicular cyst associated with a
primary molar following pulp therapy: a case report. Int J Paediatr Dent.
2001;11:452-5.
5. Goerig AC, Camp JH. Root canal treatment in primary teeth: a review. Pediatric
dentistry. 1983;5:33-7.
6. Lustmann JMS. Radicular cyst arising from deciduous teeth- review of literature
and report of 23 cases. Int J Oral Surg. 1985;14:153-61.
7. Takayuki N, Jouji N, Yoshihiko M, Shigeaki Y, Tasuku F, Tomomichi O, et al.
Radicular Cyst in a Deciduous Tooth: A Case Report and Literature Review
Journal of Dentistry for Children. 2008;75:80-4.
8. Eliyahu M, Ilana K, Abraham H. A clinical and histopathological study of
radicular cysts associated with primary molars. Journal of Oral Pathology &
Medicine. 1995;24:458-61.
9. Rodd HD, Boissonade FM. Immunocytochemical investigation of immune cells
within human primary and permanent tooth pulp. International Journal of
Paediatric Dentistry. 2006;16:2-9.
10. Shetty S, Angadi PV, Rekha K. Radicular Cyst in Deciduous Maxillary Molars:
A Rarity. Head and Neck Pathology. 2010;4:27-0.
11. Deshpande AUS. Intracanal medicament in pediatric endodontics: A literature
review. J Adv Med Dent Scie Res. 2015;3:63-8.
12. Sandhyarani B, Noorani H, Shivaprakash PK, Dayanand AH. Fate of
pulpectomized deciduous teeth: Bilateral odontogenic cyst? Contemporary
Clinical Dentistry. 2016;7:243-5.
13. Savage NW, Adkins KF, Weir AV, GE G. A histological study of cystic lesions
following pulp therapy in deciduous molars. Journal of Oral Pathology and
Medicine. 1986;15:209–12.
14. Chhabra N. Endodontic management of a four rooted retained primary maxillary
second molar. Journal of Conservative Dentistry. 2013;16:576-8.

Anda mungkin juga menyukai