Anda di halaman 1dari 4

Kista Dentigerous

Perawatan kista dentigerous biasanya dengan pembedahan. yang sering digunakan


adalah marsupialisasi, yang pada akhir-akhir ini menjadi pendekatan yang konservatif,
serta enukleasi yang disertai pencabutan gigi yang tertanam di dalam kista atau
terpengaruh oleh adanya kista. Pada kista yang sangat besar, direkomendasikan untuk
melakukan marsupialisasi pada lesi, setelah itu disertai dengan enukleasi juga. Meski
Kaban dalam Bhardwaj, et al., hanya menyebutkan menyelamatkan gigi yang terlibat
sebagai pilihan, dia menyatakan dalam tindakan enukleasi harus secara menyeluruh
tidak boleh ada pengecualian. Namun, ada berbagai laporan kasus di mana kista dibedah
dan dilakukan pemasangan stent, baik yang berbentuk tabung karet, perangkat yang
dapat dilepas, atau kemasan kain kasa, untuk menjaga pembukaan agar tidak langsung
menutup. (Bhardwaj, et al. 2016)

Pada kasus yang ditemukan oleh Bhardwaj, et al (2016), pasien dirawat dengan
melakukan ekstraksi gigi premolar 2, dan disertai dengan marsupialisasi lesi kistik
dengan membuat sayatan berukuran 1 × 1 cm di sisi bukal kiri bawah ruang vestibulum
rongga kistik, dan penggunaan space maintainer. Lesi kistik dikirim ke laboratorium HPA
untuk evaluasi secara histopatologi. Secara histologis, pada lesi ditemukan lapisan epitel
dengan rete ridges hiperplastik tebal. Kolagenisasi Kapsul kista fibrosa menunjukkan
infiltrasi seluler inflamasi kronis yang menyebar. Diagnosis yang dapat diambil dari
pemeriksaan histologis, lesi tersebut adalah kista dentigerous. Luka pasca tindakan
marsupialisasi dijahit dan ditutup dengan kain kasa iodoform selama seminggu. Pasien
diinstruksikan untuk membersihkan luka dengan air suling dari syringe setelah makan.
Radiografi pada saat 6 bulan pasca operasi menunjukkan regresi dan hilangnya lesi
kistik. (Bhardwaj, et al. 2016)

Anak-anak memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meregenerasi struktur tulang
dibandingkan dengan orang dewasa, apalagi saat ujung akar gigi terbuka memiliki
potensi erupsi gigi yang besar. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang berpengaruh
signifikan dalam kasus kista dentigerous besar pada anak-anak dan memberikan
prognosis yang lebih baik untuk gigi yang terlibat dengan kista. Apabila tidak dirawat,
kista dentigerous dapat menyebabkan fraktur tulang patologis, impaksi gigi, asimetri,
ameloblastoma, dan pembentukan Oral Squamous Cells Carcinoma dan
mucoepidermoid carcinoma. (Taysi, et al., 2016)

Jika kista berhubungan dengan gigi supernumerary, enukleasi kista serta pencabutan gigi
dipertimbangkan menjadi pilihan perawatan yang diterapkan. Jika ingin
mempertahankan gigi yang migrasi, marsupialisasi, dimana itu merupakan pilihan yang
lebih konservatif, dapat juga dipertimbangkan untuk dilakukan. Marsupialisasi terdiri
dari penyatuan lapisan kista ke mukosa mulut. Metode ini memiliki komplikasi yang
lebih sedikit daripada enukleasi apabila dalam konteks menjaga struktur anatomi yang
penting dan pembentukan benih gigi. kekurangan dari marsupialisasi adalah waktu
terapi yang lama dan jaringan patologis yang memungkinkan tidak semua terangkat
sehingga ada sisa dari jaringan kista. Ameloblastoma, oral squamous cells carcinoma,
atau mucoepidermoid carcinoma juga dapat terbentuk dari sel-sel di lapisan kista. Selain
itu, kemungkinan sel yang tertinggal dapat menjadi lesi yang lebih agresif di jaringan
sisa. (Taysi, et al., 2016)

Ini adalah fakta yang diketahui bahwa, meskipun kista dentigerous menghambat erupsi
gigi permanen terkait kista, pematangan akar gigi ini dapat terus berlanjut. Miyawaki, et
al. dalam Taysi, et al (2016) melaporkan bahwa gigi impaksi dapat tumbuh lebih cepat
jika marsupialisasi dilakukan pada saat gigi memiliki kemampuan untuk erupsi. Namun,
masih ada perdebatan tentang kemampuan gigi untuk tumbuh. Tampaknya ada
hubungan erat antara erupsi dan pembentukan akar. Taysi, et al., percaya bahwa gigi
dengan pembentukan akar yang tidak sempurna akan lebih mudah tumbuh. Ada orang
lain yang juga menyarankan bahwa erupsi gigi terjadi lebih mudah ketika pembentukan
akar selesai . Apapun masalahnya, sumbu gigi yang miring secara tidak normal biasanya
membaik dengan cepat dalam 3 bulan pertama setelah marsupialisasi. Hyomoto et al
dalam Taysi, et al (2016) menyarankan bahwa 100 hari setelah terapi awal adalah waktu
kritis untuk memutuskan apakah akan mengekstraksi atau menggunakan bantuan terapi
ortodontik. Selama 3 bulan pertama, ketika penyusutan kista dapat menyebabkan erupsi
gigi, pasien harus diobservasi dengan cermat tanpa melakukan enukleasi atau
pencabutan gigi yang terkena impaksi. Dalam kasus yang ditemukan oleh Taysi,
ditemukan perubahan angulasi gigi kaninus dan premolar yang impaksi setelah 1 bulan.
Setelah melihat respon pasien terhadap terapi marsupialisasi, dapat diputuskan untuk
menunggu dan tidak melakukan enukleasi. (Taysi, et al., 2016)

Rencana perawatan dalam kasus yang ditemukan oleh Taysi et al., sebenarnya
sederhana dan tidak menyebabkan trauma. Akan tetapi, diperlukan follow up perawatan
yang lama selama masa pengobatan. Pasca tindakan operasi, semua temuan klinis dan
radiografi menunjukkan gambaran normal, pembentukan tulang baru, dan erupsi
spontan dari gigi impaksi dalam posisi yang benar setelah 9 bulan. Karena gigi yang
belum matang dengan pembentukan akar yang tidak sempurna dan apeks terbuka
memiliki potensi erupsi yang optimal dan anak-anak memiliki kemampuan regenerasi
tulang yang jauh lebih besar daripada orang dewasa, prognosis teknik bedah konservatif
pada pasien muda relatif baik. (Taysi, et al., 2016)

Kista Radikular

Kista radikuler adalah wujud penyakit jenis kista yang sangat unik dan berbeda dari kista
developmental dan neoplastik. kista developmental dan kista neoplastik adalah lesi yang
dapat sembuh sendiri dan harus diangkat melalui prosedur pembedahan jika perlu.
Untuk perawatan pada kista radikular tidak berbeda jauh dengan perawatan pada kista
dentigerous. Perawatan kista radikuler tergantung pada ukuran dan lokalisasi lesi. Kista
jenis ini dapat dirawat dengan terapi endodontik, pencabutan gigi yang terlibat, ataupun
melalui prosedur pembedahan seperti enukleasi, dan marsupialisasi. Karena kista
radikuler ada juga yang bersifat inflamasi, menurut hasil ulasan yang dilakukan oleh Lin,
et al (2017), dapat dikatakan bahwa sebagian besar kista radikuler dapat diobati dengan
terapi non bedah yaitu melalui perawatan saluran akar. Akan tetapi, lebih disarankan
bahwa kista radikuler diobati melalui prosedur pembedahan. Prosedur dekompresi
diikuti oleh terapi saluran akar non-bedah juga telah direkomendasikan untuk mengatasi
kista radikuler yang berukuran besar, terutama lesi yang sangat dekat ke struktur vital
seperti sinus maksilaris, foramen mental, atau kanal mandibula. Prognosis pada kasus
kista radikuler dapat dikatakan menguntungkan. (Lin, et al., 2017)

Dalam kasus yang ditemukan oleh Koju, et al (2019), terapi yang dilakukan pada
kasusnya adalah bedah enukleasi dan kuretase. Prosedur enukleasi bedah dilakukan di
bawah anestesi local setelah mendapat persetujuan dari pasien. Area yang dilakukan
operasi dibius dengan lignokain 2% yang mengandung 1: 100.000 adrenalin. sayatan
sulkular dilakukan dari daerah gigi 13-21. Kemudian, dibuat sayatan vertikal pada mesial
gigi 13 dan distal gigi 21, dan mukoperiosteal trapezoidal flap. Tulang tipis yang
menutupi lesi dikurangi dengan bur disertai irigasi yang cukup banyak untuk
mengekspos massa kistik. Selama prosedur operasi dilakukan, kista ditemukan terinfeksi
dengan bukti keluarnya nanah dari kista. Kista dienukleasi, dan kuretase dilakukan
secara menyeluruh. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan menggunakan benang
silk3-0, dan specimen dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. (Koju, et al. 2019)

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya rongga kistik dilapisi oleh epitel


skuamosa bertingkat tak berkeratin diatur dalam pola busur, diselingi dengan infiltrasi
sel inflamasi intens terutama terdiri dari limfosit dan sel plasma. Russel’s bodies juga
dapat ditemukan di beberapa tempat. Dari hasil pemeriksaan histopatologi dapat
ditegakkan diagnosis pada kasus ini adalah kista radikuler. (Koju, et al. 2019)

Salah satu komplikasi yang dapat diakibatkan dari kista radikular yang memiliki
prognosis yang buruk adalah terjadinya transformasi lapisan sel epitel menjadi
malignant. Satu laporan dalam literatur yang digunakan oleh mereka menjelaskan
bahwa pembentukan squamous odontogenic tumor-like mengalami proliferasi dalam
lapisan kista radikuler. (Koju, et al. 2019)

Kejadian ini telah diamati dari sekitar 3,4% kasus yang dipelajari. Kista radikuler banyak
terjadi di daerah rahang atas, dan kebanyakan menunjukkan transformasi seperti itu.
Oleh karena itu, pengobatan kista radikuler harus segera dilakukan untuk menghindari
potensi terjadi komplikasi yang lebih buruk. (Koju, et al. 2019)

Daftar Pustaka

Bhardwaj, Bindu., Sharma, Sunil., Chitlangia, Punit., Agarwal, Prateek., Bhamboo, Amit.,
Rastogi, Komal. 2017. Mandibular Dentigerous Cyst in a 10-Year-Old Child. International
Journal of Clinical Pediatric Dentistry, July-September 2016;9(3):pp. 281-284
Lin, Louis M., Ricucci, Domenico., Kahler, Bill., 2017. Radicular Cyst Review. JSM Dent
Surg 2(2):pp. 1017

Taysi, Mert., Ozden, Cem., Cankaya, A. Burak., Yildirim, Sami., Bilgic, Levent., 2016.
Conservative Approach to A Large Dentigerous Cyst in An 11-Year Old Patient. J Istanbul
Univ Fac Dent, 50(3):pp. 51-56

Anda mungkin juga menyukai