Anda di halaman 1dari 8

Kista Tulang Traumatik Laporan Dari Kasus Yang Terdiagnosa Setelah Perawatan Ortodontik

Rangkuman Kista Tulang Traumatik merupakan tipe lesi yang jarang ditemukan, mungkin secara tidak sengaja terdiagnosa pada perawatan dental rutin. Gambaran klinisnya dapat berupa lesi asimptomatik, tanpa adanya ekspansi pada tulang, kebanyakan terjadi pada bagian posterior dari mandibula. Lesi ini sering terjadi pada dekade kedua dari usia pasien. Gambaran radiografis dari kista tulang traumatik berupa gambaran radiolusen dengan pola yang terdapat di sekitar bagian apeks dari gigigigi yang berdekatan. Pemeriksaan radiografis rutin merupakan hal yang penting dalam mendiagnosa lesi ini. Pada kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan melalui temuan yang terdapat pada kavitas yang kosong saat prosedur pembedahan. Pemeriksaan sederhana pada kista mungkin merupakan prosedur kuratif untuk lesi ini. Penelitian terbaru saat ini merupakan gambaran dari sebuah kasus kista tulang traumatik yang terdiagnosa saat pemeriksaan di akhir perawatan ortodontik.

Pendahuluan Kista maksila tidak selalu mudah untuk didiagnosa karena umumnya bersifat asimptomatik. Kista Tulang Traumatik (KTT) dapat menghancurkan tulang tanpa adanya tanda-tanda klinis atau simptom. Pemeriksaan radiografis rutin memainkan peran yang penting dalam mendiagnosa KTT yang seringnya terdeteksi hanya dengan dokumentasi ortodontik.

KTT dapat dikenali pada literatur dalam berbagai bentuk nama, seperti kista tulang haemorrhagic, kista tulang sederhana, kista tulang soliter, kista tulang primary, dan lain sebagainya. Sistem klasifikasi histologis yang digunakan WHO untuk tumor odontogenik adalah kista tulang soliter,1,2 bagaimanapun juga istilah kista tulang traumatik (KTT) digunakan lebih luas dalam literatur.3 Klasifikasi WHO menggambarkan KTT sebagai lesi tulang non-neoplastik karena KTT tidak menunjukkan adanya lapisan epitel, yang membedakan lesi ini dengan kista nyata.2 Karena KTT umumnya bersifat asimptomatik, KTT sering tidak sengaja terdiagnosa saat pemeriksaan radiografis rutin.4-6 Prevalensi KTT diantara lesi kista yang terjadi pada regio maksila-mandibula adalah sekitar 1%.7 Beberapa penelitian menyatakan bahwa KTT sering terdapat pada laki-laki1,7 walaupun pada penelitian yang lain menunjukkan tidak adanya hubungan antara KTT dengan jenis kelamin.6,8 KTT dapat ditemukan pada pasien dengan usia bervariasi antara 2 hingga 75 tahun, namun 56-70% dari seluruh kasus yang terjadi terdiagnosa pada dekade kedua dari usia pasien, dan hanya ditemukan 15% pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.6 KTT umumnya ditemukan pada regio mandibula, lebih sering terdapat pada regio posterior dari mandibula,2,9 namun dapat juga ditemukan pada daerah symphysis.4,6 Gambaran radiografik dari KTT termanifestasi jelas, radiolusen, berupa daerah unilocular, terkadang berupa gambaran radiolusen dengan pola yang terdapat di sekitar bagian apeks dari gigi-gigi yang berdekatan.3,4 Pada banyak kasus, KTT terdapat pada tulang medullar, dan jarang sekali terdapat perluasan hingga tulang kortikal. Penggunaan MRI yang menghasilkan gambaran yang

kontras

pada

jaringan

lunak

dan

pencitraan

multiplanar,

merupakan

pengidentifikasian terbaik untuk menganalisa struktur keseluruhan dari lesi yang terjadi serta mungkin dapat membedakan antara KTT dengan kista atau tumor odontogenik lainnya. Hasil pengamatan KTT dengan MRI menunjukkan bahwa KTT tidak adanya lapisan epitel dan biasanya berisi cairan.10 Pemeriksaan dengan cara pembedahan merupakan salah satu pertimbangan dalam menegakkan diagnosa KTT dan dalam penentuan rencana perawatan KTT.4,11,12 Tujuan penelitian ini adalah menghadirkan dan mendiskusikan laporan kasus mengenai KTT yang terdiagnosa setelah perawatan ortodontik.

Laporan Kasus Seorang anak perempuan berusia 10 tahun dengan pertumbuhan gigi lambat memiliki gambaran klinis dan radiografis yang normal terhadap susunan oralnya. Secara ortodontik, dia memiliki maloklusi kelas II divis 1, lengkung gigi parabolik dengan kekurangan pada panjang lengkung rahang bawah sebesar 3 mm, pergeseran garis median pada rahang atas disertai dengan palatinal raphe pada median, pergeseran garis median pada rahang bawah sebesar 1 mm ke arah kanan, overjet, dan overbite sebesar 4 mm. Pada pencitraan sefalometrik dan analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan yang baik antara gigi insisivus rahng atas dan bawah dengan tulang basal, namun tidak terdapat hubungan yang baik antara maksila dengan mandibula dikarenakan posisi posterior pada gigi-gigi molar dalam hubungannya dengan kranial, yang menghasilkan kebutuhan akan adanya perawatan ortodontik.

Tujuan spesifik dari perawatan ortodontik yang dilakukan adalah untuk menciptakan hubungan estetik yang harmonis pada bentuk wajah, mengkoreksi hubungan molar kelas II yang terjadi, menyusun dan menyesuaikan lengkung pada rahang atas dan rahang bawah, mengkoreksi garis median yang mengalami pergeseran, dan menciptakan kondisi overjet dan overbite yang ideal. Perawatan dilakukan dengan penggunaan alat cervical pull headgear selama 12 jam setiap harinya dengan tujuan tidak hanya untuk mendapatkan hubungan molar kelas I, namun juga berfungsi untuk membatasi efek dari perkembangan maksila. Pada saat akhir perawatan, seluruh tujuan perawatan dapat tercapai. Pemeriksaan radiografis periapikal dilakukan mengikuti pelepasan alat bantu dan menunjukkan gambaran radiolusen yang jelas terdapat di bawah akar caninus pada rahang bagian bawah (gambar 1b) bersamaan dengan hilangnya sclerotic rim. Tidak terdapat tanda-tanda klinis atau simptom dan tidak juga terdapat catatan mengenai trauma yang terjadi. Terlihat adanya perluasan dan lokasi dari lesi melalui gambaran radiografis panoramik (gambar 2a). Melalui pencitraan tomography komputer terdapat adanya pembentukan susunan yang dikelilingui litic membulat, unilocular, memiliki diameter 1cm dengan rim yang jelas terdapat pada anterior mandibula bagian kanan, tepat disebelah gigi insisivus kanan bawah dan akar caninus. Lesi ini menyebar dengan penipisan pada lingual dan kortis bukal, namun masih terdapat struktur tulang tersisa yang dapat diselamatkan (gambar 3a dan 3b). Hipotesa diagnosa yang dapat diambil dengan tanda-tanda tersebut antara lain: kista tulang traumatik, kista

tulang aneurysmal, dan lesi central giant cell, sebagai tambahan diagnosa terhadap kista dan tumor odontogenik lainnya. Gambaran radiografis panoramik terbaru diambil pada 4 bulan kemudian untuk mengevaluasi gambaran lesi yang terlihat sebelumnya dan ternyata ditemukan adanya perluasan pada area radiolusen (gambar 2b). Dilakukan indikasi untuk pemeriksaan dengan biopsi atau pembedahan pada lesi tersebut. Ditemukan kavitas yang kosong saat prosedur pembedahan dilakukan dan kuretase dilakukan dengan tujuan untuk mengambil sampel guna pemeriksaan histopatologis. Saat dilakukan pewarnaan HE pada sampel histologis, ditemukan adanya pemadatan pada lapisan tulang dan adanya jaringan penghubung, tanpa inflamasi pada sel dan tidak adanya jaringan epitel (gambar 4a dan 4b). Diagnosa KTT ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, pembedahan dan gambaran histopatologis. Gambaran radiografis panoramik dan periapikal follow-up terbaru pada daerah yang terpapar dilakukan 8 bulan kemudian setelah intervensi pembedahan dan menunjukkan adanya proses perbaikan tulang yang terjadi (gambar 1c dan 2c).

Pembahasan Laporan kasus mengenai KTT yang dilaporkan, terdiagnosa pada saat dokumentasi akhir dari perawatan ortodontik. Sebagian besar gambaran klinis yang terlihat pada kasus tersebut berdasarkan pada literdatur yang ada. Bagaimanapun juga, KTT ini terlokalisasi pada bagian apikal dari gigi caninus

rahng bawah. KTT kebanyakan timbul pada daerah mandibula, dan secara predominan terdapat pada regio posterior,2,9 namun ada laporan jkejadian predominan pada regio anterior dari mandibula.4,6 Walaupun beberapa kista tulang terjadi secara spontan,1,3 interveni pembedahan biasanya diindikasikan bukan hanya untuk menegakkan diagnosa, namun juga dikarenakan eksplorasi sederhana dapat menyebabkan kista kambuhan.4 Oleh karena itu, biasanya diindikasikan kuretase pada dinding kavitas.12 Dapat dipastikan terjadinya regenerasi tulang dalam waktu beberapa bulan berikutnya, yang juga dapat ditemukan pada kasus yang dilaporkan ini (gambar 1c dan 2c). Banyaknya penamaan yang ditemukan pada literatur di seluruh dunia ini tampaknya berhubungan dengan fakta bahwa etiologi dan patologi dari kista tulang tidak diketahui. Teori trauma mengenai pembentukan kista berbanding dengan kesulitan dalam penentuan sejarah trauma yang terjadi, dikarenakan kemungkinan adanya hubungan yang melibatkan stimulan lainnya.14 Penjelasan yang dapat diterima secara luas adalah keberadaan trauma yang diikuti dengan haemorrhage intramedullar tanpa adanya hematoma, yang berefek pada timbulnya kavitas yang kosong.5,6 Sejarah dan penyebab trauma jarang diperiksa. Teori lainnya termasuk degenerasi cystic dari lesi fibro-osseous, anomali vaskular intraosseous, alterasi dari metabolisme tulang, dan infeksi dalam tingkat yang rendah.5 Pada tahun 2003, Guerra mengevaluasi 26 pasien yang menderita KTT dan menemukan usia pada 22 pasien tersebut berada pada dekade kedua, 30.77% memiliki sejarah trauma, 62.93% pernah melakukan perawatan ortodontik, dan

50% dari seluruh kasus yang terjadi terdiagnosa saat awal dokumentasi ortodontik.14 Identifikasi KTT pada beberapa pasien ortodontik bukan merupakan hal yang mengejutkan, karena kelompok umur dimana terdapat perubahan patologis ini berada pada dekade kedua dari hidupnya, berdasarkan periode dimana kebanyakan pasien berusia muda melakukan perawatan ortodontik, seperti yang terdapat pada kasus di atas sebelumnya. Pemeriksaan radiografis secara sistematis dilakukan untuk dokumentasi ortodontik, sehingga diagnosa lesi tersebut pada pasien ortodontik menjadi lebih mudah lagi.

Kesimpulan Deteksi dari KTT biasanya dihubungkan dengan pemeriksaan radiografis yang secara regular dilakukan saat perawatan ortodontik, karena dokumentasi secara sistematis dari perencanaan dan pemeriksaan pada perawatan tersebut sangatlah dibutuhkan. Oleh karena itu, ortodontik memainkan peranan yang penting pada hal ini. Implikasi yang memungkinkan antara perawatan ortodontik dengan etiologi dan patologenesis KTT tidak cukup dibahas di dalam literatur. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai hubungan antara pergerakan gigi yang terjadi saat perawatan ortodontik dengan timbulnya KTT.

Gambar 1. Gambaran radiografis periapikal: a. Tidak adanya patologi sebelum perawatan ortodontik; b. Gambaran radiolusen melingkar dibawah akar caninus rahang bawah kanan yang terjadi saat perawatan ortodontik; c. Terjadinya proses

perbaikan tulang secara lokal dalam kurun waktu 8 bulan setelah intervensi pembedahan.

Gambar 2. Gambaran radiografis periapikal: a. Gambaran radiolusen pada regio caninus rahang bawah kanan yang terjadi saat perawatan ortodontik; b. Peningkatan gambaran radiolusen selama 4 bulan kemudian; c. Bukti terjadinya proses perbaikan tulang secara lokal dalam kurun waktu 8 bulan setelah intervensi pembedahan.

Gambar 3. Pencitraan tomography komputer terdapat adanya pembentukan susunan yang dikelilingui litic membulat, unilocular, memiliki diameter 1cm dengan rim yang jelas yang terdapat pada regio dagu, dan sedikit penipisan pada lingual dan kortis bukal.

Gambar 4. Pewarnaan HE pada temuan histologis: a. Fragmen tulang yang padat dan lapisan jaringan penghubung pada dinding lesi (pembesaran 10x); b. Tulang yang padat, keberadaan osteosit dan jaringan penghubung dan ketiadaan sel-sel inflamasi dan jaringan epitelial (pembesaran 40x).

Anda mungkin juga menyukai