Anda di halaman 1dari 11

PENATALAKSANAAN EPULIS FIBROMATOUS DISERTAI RESORPSI

TULANG ALVEOLAR: LAPORAN KASUS


1
Ibriana*, 2Sri Oktawati, 1Shinta Rahma Mansyur
1
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Indonesia
2
Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
*Email: Ibrianabrhm8@gmail.com

Abstrak
Pendahuluan: Epulis adalah lesi inflamasi menyerupai tumor pada gingiva yang
berasal dari jaringan ikat periodontal. Epulis ukuran besar mengakibatkan pasien sulit
menjaga oral hygine, kalkulus mudah terbentuk dan berdampak pada kerusakan jaringan
pendukung gigi. Oleh karena itu, penanganan epulis juga harus memperhatikan
kemungkinan kerusakan jaringan pendukung sekitar gigi yang terlibat, sehingga dapat
dilakukan perawatan yang berkesinambungan. Riwayat dan temuan klinis: Wanita
sehat 35 tahun datang ke RSGM UNHAS dengan keluhan gusi membesar di area bawah
kiri sejak 3 bulan lalu. Gusi yang membesar tidak mudah berdarah. Hasil pemeriksaan
foto panoramik menunjukkan terjadi resorpsi tulang alveolar di interdental 33 dan 34.
Tatalaksana kasus: Perawatan dimulai dengan kontrol plak, occlusalvadjustment,
skeling dan root planing. Seminggu kemudian dilakukan evaluasi dan eksisi epulis.
Pertama-tama dilakukan open flap, dilanjutkan eksisi epulis dengan electrosurgery.
Setelah epulis terangkat, terapi regeneratif dilakukan di daerah interdental 33 dan 34.
Evaluasi 1 minggu pasien tidak merasakan sakit atau bengkak. Pemeriksaan klinis
menunjukkan tidak ada sisa epulis dan hasil pemeriksaan patologi tidak ditemukan
keganasan, sehingga diagnosisnya adalah Epulis Fibromatous. Kedalaman poket distal
33 dan mesial 34 menurun setelah evaluasi 6 bulan. Pasien diinstruksikan untuk
menjaga kesehatan mulut, menghindari penggunaan tusuk gigi, dan disarankan
melakukan perawatan ortodontik. Pembahasan: Epulis berukuran besar yang menutupi
sebagian gigi sangat besar kemungkinannya menyebabkan resorpsi tulang alveolar
disekitar gigi yang terlibat. Simpulan: Perawatan epulis fibromatous disertai kerusakan
tulang dengan electrosurgery dan terapi regeneratif menunjukkan hasil yang
memuaskan saat dilakukan bersamaan.

Kata Kunci: Epulis fibromatous, resorpsi tulang alveolar, electrosurgery, terapi regeneratif
MANAGEMENT OF FIBROMATOUS EPULIS WITH ALVEOLAR BONE
RESORPTION: A CASE REPORT
1
Ibriana*, 2Sri Oktawati, 1Shinta Rahma Mansyur
1
Dental Specialist Education Program, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
2
Department of Periodonsia, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
*Email: Ibrianabrhm8@gmail.com

Abstract
Introduction: Epulis is a tumor-like inflammatory lesion on the gingiva that originates
from the periodontal connective tissue. Large epulis makes it difficult for patients to
maintain oral hygiene, calculus is easily formed and has an impact on damage to the
supporting tissues of the teeth. Therefore, the treatment of epulis must also pay attention
to the possibility of damage to the supporting tissues around the teeth involved, so that
continuous treatment can be carried out. History and clinical findings: A 35-year-old
healthy woman came to RSGM UNHAS with complaints of enlarged gums in the lower
left area since 3 months ago. Enlarged gums do not bleed easily. The results of
panoramic photo examination showed alveolar bone resorption at interdental 33 and
34. Case management: Treatment started with plaque control, occlusal adjustment,
scaling and root planing. A week later, an evaluation and excision of the epulis was
carried out. First, an open flap is performed, followed by excision of the epulis with
electrosurgery. After the epulis was removed, regenerative therapy was carried out in
the interdental areas 33 and 34. Evaluation for 1 week the patient did not feel pain or
swelling. Clinical examination showed no residual epulis and the results of pathological
examination did not find malignancy, so the diagnosis was Fibromatous Epulis. Distal
33 and mesial 34 pocket depths decreased after 6 months of evaluation. Patients were
instructed to maintain oral health, avoid using toothpicks, and were advised to undergo
orthodontic treatment. Discussion: A large epulis that partially covers a tooth is very
likely to cause resorption of the alveolar bone around the involved tooth. Conclusion:
Treatment of fibromatous epulis accompanied by bone damage with electrosurgery and
regenerative therapy shows satisfactory results when performed simultaneously.

Keywords: Fibromatous epulis, alveolar bone resorption, electrosurgery, regenerative therapy


Pendahuluan
Mekanisme perkembangan tumor-like inflammatory lesion pada jaringan lunak
rongga mulut merupakan pertumbuhan berlebih di area lokal dengan bentuk bervariatif
dan umumnya bersifat reaktif dibanding neoplastik.1 Lesi reaktif adalah pembengkakan
yang berkembang sebagai respon terhadap cedera jaringan kronis dan berulang yang
merangsang respon jaringan berlebih.2 Epulis merupakan salah satu lesi reaktif yang
ditemukan dalam rongga mulut.1 Epulis adalah tumor-like inflammatory lesion pada
ligamen periodontal dan jaringan ikat dari prosesus alveolar, biasanya tanpa gejala
dengan tingkat pertumbuhan bervariasi. Lesi ini bisa terjadi pada siapa saja tanpa
memandang usia dan jenis kelamin, namun beberapa jurnal melaporkan paling banyak
terjadi pada usia muda dan wanita.3
Zheng4 merangkum berbagai klasifikasi epulis dalam literatur dan menyimpulkan
terdapat tiga jenis utama epulis, yaitu epulis fibromatous, epulis granulomatous, dan
epulis giant cell.4 Epulis fibromatous adalah lesi gingiva non plak yang paling sering
terjadi dengan persentase 35,47%5, seringkali ditemukan di area papila interdental
anterior madibula.5,6 Periosteum dan ligamen periodontal merupakan salah satu sumber
epulis fibroumatous.3,5 Iritasi lokal seperti tepi restorasi yang tidak beraturan,
penumpukan plak dan kalkulus ikut berkontribusi terhadap perkembangan epulis
fibromatous. Meskipun epulis fibromatous merupakan proses reaktif sebagai akibat
respon jaringan berlebih terhadap kerusakan atau iritasi lokal, namun epulis fibromatous
umumnya tanpa gejala.5 Epulis dalam pertumbuhannya bisa bertangkai (pedunculated)
atau tidak bertangkai (sensile).7
Bentuk ukuran epulis bervariasi dan apabila bentuknya besar dapat mengganggu
penjagaan oral hygine, khusunya area disekitar tempat melekatnya lesi. Hal ini
mengakibatkan penumpukan plak akan menjadi lebih mudah, membentuk kalkulus dan
menyebabkan kerusakan jaringan sekitar gigi, misalnya resorpsi tulang alveolar. Oleh
karena itu, penatalaksaan epulis bukan hanya mengenai pengangkatan lesi tersebut,
namun harus juga memperhatikan kemungkinan kerusakan disekitar lesi. Jurnal ini
memaparkan sebuah laporan kasus epulis fibromatous disertai kerusakan tulang di area
lesi yang memaparkan pengangkatan lesi bersamaan dilakukannya flap operation
regeneratif.
Riwayat dan Temuan Klinis
Seorang wanita usia 35 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
(RSGMP) UNHAS dengan keluhan terdapat benjolan pada area kiri bawah sejak 3
bulan lalu. Hal ini terjadi pertama kali dan menurut pasien benjolan muncul tidak
disadari, tidak sakit, namun menimbulkan rasa tidak nyaman. Pasien mengaku tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik, alergi, dan sementara tidak dalam perawatan atau
mengkonsumsi obat tertentu. Pemeriksaan intraoral terlihat massa berukuran 10x10 mm
(gambar 1), eritema, kenyal, bertangkai, tidak sakit, dan tidak mudah berdarah saat
disentuh. Terlihat adanya restorasi pada gigi 16,17, 26, 35, 36, dan 47, malposisi pada
area tempat melekatnya lesi, dan diasteme antara gigi 31- 41,41- 42,45-47. Pasien
mengaku awalnya makanan sering tersangkut di area lesi dan menggunakan tusuk gigi
untuk menghilangkan makanan tersebut. Jika tusuk gigi tidak tersedia, pasien
kadang-kadang menghisap-hisap area lesi ketika makanan tersangkut. Distal 33 dan
mesial 34 memiliki kedalaman probing 5 mm. Oklusi pasien normal dengan oklusi
Angle kelas 1 (Gambar 2). Oral hygine indeks score (OHIS) pasien 0,1 dengan kategori
baik. Pasien rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

Berdasarkan foto panoramik (Gambar 3) tampak kerusakan tulang vertikal di area


lesi, yaitu pada area interdental 33 dan 34. Radiolusensi di area apeks gigi 35 dan 36
karena perawatan saluran akar yang kurang sempurna. Tidak tercatat adanya
kegoyangan gigi. Diagnosis awal lesi epulis fibromatous dengan diferensial diagnosa
granuloma piogenik, peripheral giant cell granuloma, dan fibroblastik kalsifikasi
granuloma.
Tatalaksana Kasus
Pasien diberikan Dental Health Education (DHE), dilakukan occlusal adjustment,
skeling dan root planing pada fase awal. Satu minggu kemudian dievaluasi, namun
ukuran lesi yang dikeluhkan tidak berkurang. Perawatan dilanjutkan dengan
perencanaan eksisi epulis dan terapi flap operation regeneratif di area lesi yang
mengalami resorpsi tulang vertikal. Pasien diberikan informasi mengenai resiko,
kemungkinan rekurensi, dan komplikasi paska operasi yang kemudian di tanda tangani
sendiri oleh pasien dalam bentuk inform consent.
Desinfeksi dilakukan pada area kerja menggunakan betadine dan anestesi lokal
menggunakan 2% mepivacaine (Scandonest 2%, Septodont, Perancis) pada area bukal
dan lingual gigi 33, 34, dan 35. Insisi flap menggunakan blade no. 15c dibuat dari
mesial 33 sampai distal 35. Selanjutnya jaringan epulis difiksasi menggunakan silk dan
ditarik ke arah bukal agar dasar dari epulis terlihat dengan jelas. Electrosurgery
digunakan untuk memotong jaringan lesi kemudian dilanjutkan dengan terapi
regeneratif. Jaringan yang telah dipotong diawetkan dalam 10% larutan buffered
formalin netral sebelum dibawa ke laboratorium histopatologi. Setelah flap disingkap
dilakukan SRP dan kuretase serta pengaplikasiaan ethylenediamine tetraacetic (EDTA),
selama 20 detik sebagai root conditioning di area akar gigi 33 dan 34 yang kemudian
dibilas menggunakan larutan salin. Bone graft (Xenograft, BATAN) dan membran
(Pericardium membrane, BATAN) diaplikasikan di area defek yang dilanjutkan dengan
penjahitan menggunakan blue nylon (Non absorbable suture 5-0, AILEE) kemudian
luka ditutup dengan peridontal dressing (Coe pack, GC Asia). Instruksi paska operasi
diberikan bersama dengan antibiotik (Amoksisilin 500 mg, tiga kali sehari selama 5
hari) dan analgesik anti-inflamasi (Ibuprofen dan Parasetamol tiga kali sehari selama 3
hari). Pasien disarankan untuk menggunakan obat kumur klorheksidin glukonat 0,2%
setiap 12 jam selama 1 minggu. Pasien diinstruksikan kembali setelah 1 minggu untuk
melepas jahitan.

Seminggu kemudian pasien kembali ke RSGM. Pasien mengaku obat anti nyeri
diminum hanya selama 2 hari dan setelahnya sudah tidak ada keluhan sakit lagi.
Periodontal dressing dilepaskan menggunakan scaler kemudian jahitan dibuka.
Pemeriksaan intra oral menunjukkan masih ada beberapa iritasi di area marginal gingiva
dan mengalami hiperplasia (Gambar 5a). Evaluasi 6 bulan terlihat gingiva paska eksisi
epulis sehat tanpa adanya tanda-tanda rekurensi (Gambar 5b). Gambaran radiologi
setelah 6 bulan evalusi juga terlihat penambahan tulang di antara gigi 33 dan 34
(Gambar 6). Berdasarkan pemeriksaan klinis intra oral dan radiologi dapat disimpulkan
pemulihan paska eksisi epulis dan terapi regeneratif pasien baik setelah evalusi 6 bulan.
Pembahasan
Hasil pemeriksaan histologi menyatakan bahwa massa yang dikirim secara
mikroskopik menunjukkan jaringan dengan permukaan yang dilapisi sel epitel
squamous berlapis yang normal dan tanpa kelainan. Di bawah massa tampak proliferasi
jaringan ikat fibrous dengan sebukan sel radang limfosit, histiosit, dan proliferasi
pembuluh darah berisi eritrosit, sehingga disimpulkan massa yang dikirim adalah epulis
fibromatous dengan inflamasi kronik aktif (Gambar 7). Berdasarkan pemeriksaan
subjektif, objektif, radiologi dan laboratorium, maka pasien didiagnosa sebagai epulis
fibromatous disertai localized periodontitis stage II grade A pada gigi 33 dan 34.

Epulis fibromatous memiliki persentase rekurensi yang tinggi, yaitu 7-45%,8,9


sehingga eksisi secara keseluruhan dan kontrol jangka panjang sangat diperlukan.
Epulis terjadi pada berbagai kalangan usia dan lebih sering terjadi pada wanita di area
papilla interdental.9 Hal ini sejalan dengan kasus, terjadi pada wanita usia 35 tahun di
area interdental gigi 33 dan 34. Epulis fibromatous adalah massa merah muda exophytic
dengan sifat berserat yang melekat pada gingiva.5 Ukurannya berkisar dari kepala jarum
pentul hingga diameter beberapa sentimeter. Gingiva adalah daerah yang paling sering
terkena dengan persentase 64,36%.10 Etiologi epulis fibromatous merupakan reaksi
terhadap iritasi kronis. Pembesaran ini termasuk tumor jinak, tidak bersifat neoplasma
dan pertumbuhan lambat. Bila mencapai ukuran tertentu, maka pada umumnya
pertumbuhan terhenti. Iritasi lokal, traumatis, hormonal, atau beberapa jenis obat
tertentu menurut beberapa penelitian dapat menjadi faktor predisposisi perkembangan
epulis fibromatous.4,6,10 Pada kasus etiologi dari epulis fibromatous yang muncul adalah
iritasi kronis akibat posisi gigi yang kurang baik, menyebabkan penumpukan makanan,
dan kebiasaan buruk menggunakan tusuk gigi serta menghisap-hisap area lesi jika
makanan tersangkut. Selain itu, faktor pemicu hormonal juga bisa menjadi salah satu
penyebab, hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Otha dkk9 bahwa hormon
estrogen dan progesteron yang tidak dapat diprediksi pada wanita dapat mejadi pemicu
perkembangan lesi.
Epulis umumnya tidak menimbulkan rasa sakit, namun ketika mencapai ukuran
tertentu akan menyulitkan pengunyahan serta pembersihan gigi di area lesi. Akibatnya
penumpukkan plak dan kalkulus akan menjadi lebih muda dan berdampak pada area
sekitar lesi. Pada kasus pasien mengaku agak sulit mengunyah di sisi terdapat lesi dan
takut menyikat gigi pada area tersebut. Penumpukan plak dan kalkulus khususnya di
area subgingiva akan menjadi masalah baru yang kemudian berdampak pada
perkembangan penyakit periodontal yang disertai dengan kerusakan tulang. Pada kasus
berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi terlihat adanya kerusakan tulang dengan defek
vertikal akibat sulitnya pembersihan di area tersebut dan diduga adanya masalah
traumatis saat mengunyah. Klinisi saat menemukan kasus dengan pembesaran di area
interdental papilla sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan radiologi, sehingga
kerusakan tulang yang mungkin saja terjadi dapat ditangani secara bersamaan. Pada
kasus perawatan eksisi epulis dilakukan bersama dengan terapi regeneratif, dan terlihat
penambahan tulang secara bermakna setelah evaluasi 6 bulan (Gambar 6) tanpa adanya
rekurensi. Namun terlihat adanya plak di gigi antagonis area melekatnya lesi, sehingga
pasien diberikan DHE secara lebih mendalam dan menyarankan pemasangan
orthodontik.
Pengangkatan epulis hingga ke dasar perlu dilakukan untuk menghindari
terjadinya rekurensi.9 Oleh karena itu, pada kasus dilakukan fiksasi menggunakan silk
yang kemudian ditarik ke arah bukal untuk mendapatkan dasar dari lesi. Batas antara
lesi dan jaringan gingiva normal akan terlihat jelas. Penggunaan electrosurgery pada
kasus juga dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengontrol perdarahan.6 Dikutip dari
Zhu dkk11 rekurensi antara reseksi bedah tradisional dan reseksi dengan minimal invasif
hasilnya sama, namun banyak faktor yang dapat menjadi penyebab rekurensi. Pada
dasarnya pencegahan rekurensi adalah eksisi secara keseluruhan dan kuretase jaringan
lesi secara sempurna,9,11 namun faktor lain yang ikut berkonstribusi seperti kemampuan
pasien melakukan maintanance paska operasi, kepatuhan instruksi penjagaan oral
hygine, menghilangkan kebiasaan buruk, dan perawatan fase 1 yang dilakukan oleh
klinisi untuk menghilangkan semua faktor iritan lokal seperti SRP dan occlusal
adjustment sebelum pengangkatan lesi juga merupakan beberapa faktor penting yang
perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya rekurensi. Selanjutnya pasien
diintruksikan untuk tetap menjaga oral hygine, menghilangkan kebiasaan
menghisap-hisap dan penggunaan tusuk gigi saat makanan tersangkut serta
menganjurkan pasien untuk melakukan perawatan orthodontik.
Epulis dengan ukuran besar dapat menggangu pengunyahan dan penjagaan oral
hygine, sehingga pemeriksaan secara keseluruhan, termasuk pemeriksaan subjektif,
klinis, dan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan radiologi dan laboratorium
(histopatologi) perlu dilakukan. Pemeriksaan radiologi bertujuan melihat kerusakan di
area lesi dan pemeriksaan laboratorium membantu untuk menentukan kegananasan lesi,
sehingga dapat direncanakan perawatan yang tepat. Lesi pada kasus dirawat dengan
eksisi epulis disertai open flap, kemudian dilanjutkan dengan fiksasi terlebih dahulu
agar dasar lesi terlihat jelas, sehingga eksisi secara keseluruhan dapat dilakukan. Eksisi
lesi dengan sempurna akan mencegah terjadinya rekurensi. Instruksi paska operasi
mengenai penjagaan oral hygine juga menjadi dasar pencegahan terjadinya rekurensi
serta penyembuhan yang sempurna. Pada kasus setelah follow up 6 bulan terlihat
perbaikan tulang dan tidak ada tanda-tanda rekurensi.
Simpulan
Eksisi lengkap menggunakan electrosurgery dengan melakukan open flap, fiksasi
jaringan lesi, dan terapi periodontal regeneratif adalah pilihan perawatan pada kasus
yang disertai kerusakan tulang. Pilihan perawatan bertujuan mencegah terjadinya
rekurensi dan diharapkan terjadi perbaikan kerusakan tulang serta mendapatkan akses
untuk dilakukan debridement yang diduga sebagai sumber iritasi (pecahan kalkulus
subgingival). Instruksi paska operasi terkait kebiasaan buruk dan faktor predisposisi
yang membantu perkembangan lesi harus diinformasikan kepada pasien. Selain itu,
pemeriksaan lengkap, subjektif, objektif, radiologi, dan histopatologi sangat penting
untuk menentukan hasil akhir dan rencana tindak lanjut jangka panjang.
Daftar Pustaka
1. Newman M, Takei H, Klokkevold P, Carranza FA. Newman and Carranza’s Clinical
Periodontology. 13th ed. Newman MG, editor. Philadelphia: Elsevier; 2019. 342–351 p.
2. Brierley DJ, Crane H, Hunter KD. Lumps and Bumps of the Gingiva: A Pathological
Miscellany. Head Neck Pathol. 2019 Mar 15;13(1):103–13.
3. Radanović M, Tomić S, Ivanović T, Cicmil A, Samardžija JH, Radanović S, et al.
Fibrous epulis-case report. Biomedicinska Istrazivanja [Internet]. 2022;13(1):79–84.
Available from: www.biomedicinskaistrazivanja.mef.ues.rs.ba
4. Liu C, Qin ZP, Fan ZN, Zhao WJ, Wang YM, Wei FC, et al. New treatment strategy for
granulomatous epulis: Intralesional injection of propranolol. Med Hypotheses. 2012
Feb;78(2):327–9.
5. I Komang Evan Wijaksana, Made Talitha Suryaningsih Pinatih. Surgical Excision of
Fibrous Epulis in Generalized Periodontitis Stage III Grade C. DENTA. 2022 Aug
31;16(2):96–102.
6. Suwandi T. Penatalaksanaan Epulis Fibromatosa dengan Electrosurgery. JKGT.
2020;2(2):16–20.
7. Praba FW, Rahardjo BaD. Penatalaksanaan Ekstirpasi Epulis Fibromatosa Ukuran Besar
Pada Gingiva Rahang Bawah Kanan dengan Anastesi Lokal. Maj Ked Gi.
2012;19(1):58–61.
8. Laus M, Antonio Conti M, Croce A. Giant Fibrous Epulis: A Case Report of a Benign
Mass of the Oral Cavity. International Journal of Otolaryngology and Head &
Neck Surgery. 2016;05(06):228–32.
9. Ohta K, Yoshimura H. Fibrous epulis: A tumorlike gingival lesion. Cleve Clin J Med.
2021;88(5):265–6.
10. Holmstrup P, Plemons J, Meyle J. Non-plaque-induced gingival diseases. J Periodontol.
2018 Jun 1;89:S28–45.
11. Zhu Y, Zhang H, Li C. The clinical application of partial removal periodontal surgery in
the therapy of epulis. Medicine (United States). 2019;98(27).

Anda mungkin juga menyukai