Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL READING PEDODONSIA

PENATALAKSANAAN KLINIS DARI HIPOMINERALISASI MOLAR


INSISIVUS (MIH) PADA PASIEN ANAK DENGAN PERAWATAN
ENDODONTIK, LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN PUSTAKA

UNMAS DENPASAR

Oleh:
Luh Putu Sari Widyayanti Gunarta
2106129010051

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2022
PENATALAKSANAAN KLINIS DARI HIPOMINERALISASI MOLAR
INSISIVUS (MIH) PADA PASIEN ANAK DENGAN PERAWATAN
ENDODONTIK, LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN PUSTAKA

Abstrak
Istilah hipomineralisasi gigi insisivus molar (MIH) menggambarkan manifestasi
klinis hipomineralisasi enamel yang mengenai satu atau lebih gigi molar dan
insisivus permanen. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk membahas
manajemen dua gigi molar rahang bawah dengan kasus hipomineralisasi dan
untuk membahas lebih lanjut mengenai perawatan endodontik pada pasien anak.
Seorang anak perempuan berusia 8 Tahun dirujuk ke klinik gigi anak untuk
restorasi beberapa gigi yang mengalami karies. Pada pemeriksaan klinis
didapatkan hasil pola hipomineralisasi enamel dan terjadi kerusakan posteruptif,
oleh karena itu ditegakkan diagnosis MIH. Sebagai suatu bagian dari perawatan
komprehensif, satu molar direstorasi dengan restorasi berbahan resin komposit.
Sedangkan molar lainnya dirawat dengan apeksifikasi, kemudian direstorasi
stainless stell crown (SSC). Setelah 2 tahun kemudian, dilakukan kontrol dan
didapat kedua molar telah bebas dari tanda dan gejala inflamasi/keradangan.
Penatalaksanaan dari gigi molar yang terkena MIH harus mengikuti pendekatan
konservatif serta diperlukan pertimbangan dilakukan perawatan endodontik.
Kata kunci: laporan kasus, hipomineralisasi gigi insisivus dan molar, MIH,
apeksifikasi, mineral trioxide aggregate, kedokteran gigi anak

Pendahuluan
Istilah hipomineralisasi gigi insisivus molar (MIH) pertama kali diperkenalkan
pada tahun 2001 mengacu pada gambaran klinis hipomineralisasi oleh karena
keadaan sistemik yang memengaruhi satu atau lebih gigi molar pertama permanen
(PFMs) dan gigi insisivus atas permanen. Keadaan ini dapat memengaruhi satu
hingga keempat PFM lainnya. Risiko dari MIH yang memengaruhi gigi insisivus
rahang atas permanen akan meningkat seiring meningkatnya jumlah PFM yang
terkena. Laporan kasus juga menunjukkan bahawa molar dua sulung, molar dua
permanen dan insisial edge kaninus bisa terkena.
MIH adalah kondisi gigi umum yang memengaruhi hingga 25% anak-anak
diseluruh dunia. Etiologi dari MIH belum pasti. Namun, secara umum MIH
disebabkan akibat gangguan fungsi sel ameloblast pada tahapan amelogenesis.
Namun diyakini MIH disebebkan oleh karena faktor sistemik multifaktorial yang
berkontribusi dalam hipomineralisasi enamel. Penelitian menunjukkan bahwa
anak-anak yang lahir premature atau yang memiliki kondisi kesehatan umum
yang buruk di awal kehidupan memiliki risiko lebih terkena MIH. Penggunaan
antibiotik selama awal kehidupan juga dikaitkan dengan keadaan MIH. Namun,
karena penyakit dan terapi antibiotik yang bersamaan, sulit untuk menentukan
apakah MIH disebabkan oleh penyakit sistemik atau antibiotiknya.

Kriteria klinis untuk melakukan diagnosa terhadap MIH ditetapkan pada tahun
2001, yang meliputi: pada pemeriksaan radiografi terlihat opasitas berbatas tegas,
posteruption breakdown (PEB), restorasi atipikal, ekstraksi molar karena MIH
dan kegagalan erupsi molar atau insisivus. Opasitas berbatas tegas merupakan
defek enamel dengan transluensi yang berubah; enamel yang terkena MIH akan
berwarna kuning sampai cokelat serta memiliki batas yang jelas dibanding enamel
normal. Perubahan warna menunjukkan perbedaan kekerasan dari enamel,
porositas dan kandungan mineral; semakin gelap warnanya, maka semakin rendah
kekerasannya dan semakin besar porositasnya. Opastias ini biasanya terbatas pada
sepertiga insisal atau cusp mahkota dan jarang mengenai hingga sepertiga servikal
gigi. Anehnya pada enamel yang normal secara klinis, pada molar yang
mengalami hipermineralisasi ditemukan adanya pengurangan konsentrasi mineral
(sekitar 5%) dan rasio kalsium/fosfor yang lebih rendah.

Pada gigi normal, permukaan enamel yang utuh biasanya keras dan halus. Selain
itu, lapisan luar permukaan menjadi hipermineralisasi dengan pematangan
posteruptive. Sebaliknya, enamel yang terkena MIH akan menjadi lebih lunak dan
keropos dan rentan terhadap kerusakan posteruptive (PEB). Jika tidak ditangani,
PEB akan menjadi lebih rumit dengan pembentukan karies gigi yang dapat
menyebabkan keterlibatan dari pulpa. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk
membahas perawatan gigi yang terkena MIH pada pasien anak, dengan
menekankan manajemen dua molar pertama dengan defek hipomineralisasi dan
kerusakan posteruptive. Hal ini juga menekankan perawatan endodontik untuk
molar yang terkena MIH, terutama untuk kasus dengan apeks yang belum
sempurna pada pasien anak.

Deskripsi Kasus
Seorang anak perempuan berusia 8 Tahun dirujuk dari perawatan primer ke klinik
gigi pediatric di King Abdulaziz Medical City di Riyadh, Arab Saudi, datang
didampingi Ibunya dengan keluhan beberapa gigi berlubang dan terkadang terasa
sakit. Ibu dari pasien menyangkal adanya kondisi medis atau alergi yang diderita
anaknya. Dental history dari pasien tidak menunjukkan adanya trauma gigi namun
pasien telah melakukan perawatan fissure sealant tiga bulan lalu di sebuah klinik
primer pada gigi molar satu permanennya. Selanjutnya orang tua pasien
mendantangani informed consent untuk pemeriksaan, foto radiografi dan prosedur
perawatan yang akan dilakukan. Selain itu, informed consent juga ditandatangani
untuk publikasi kasus dalam jurnal ilmiah. Kasus ini merupakan bagian dari
pelatihan kedokteran gigi anak dan endodontik di Saudi Arabia.
Pemeriksaan klinis menunjukkan pasien sedang dalam tahapan gigi campuran,
karies yang luas pada semua molar sulung dan molar pertama sulung kiri bawah
(gigi 74) sudah direstorasi dengan restorasi amalgam, namun telah mengalami
kerusakan. Gigi insisivus sentral permanen kanan atas (gigi 11) memiliki opasitas
kuning kecoklatan berbatas tegas. Molar permanen pertama kanan dan kiri atas
(gigi 16 dan 26) mengalami kerusakan enamel posteruptive dan terdapat karies.
Molar pertama permanen kiri bawah (gigi 36) menunjukkan kerusakan
posteruptive dan karies di bagian mesial yang dalam, tidak terasa nyeri pada saat
tes druk, perkusi dan tes CE negatif. Diagnosis untuk gigi 46 adalah pulpa normal
dengan jaringan apikal yang normal, dan diagnosis untuk gigi 36 adalah pulpitis
irreversible asimptomatik dengan jaringan apikal normal.
Gambar 1 Foto klinis pra-operasi

Hubungan oklusi pasien menunjukkan relasi molar klas I, dan pemeriksaan


jaringan lunak dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya
karies interproksial multiple pada gigi molar sulung dengan sisa akar, molar
pertama kiri bawah (gigi 36) dengan karies mesial yang dalam dan apeks terbuka.
Berdasakan pola hipomineralisasi, evaluasi klinis, riwayat dan gejala terkait,
diagnosa MIH ditegakkan. Dimulai dengan fase preventive, instruksi menjaga
kebersihan rongga mulut, penggunaan pasta gigi berfluorid dan topikal aplikasi
diterapkan pada setiap gigi yang mengalami hipomineralisasi. Untuk fase
restorative dan bedah, ekstraksi dan pemasangan mahkota SSC dilakukan untuk
gigi molar sulung untuk mengembalikan fungsi mastikasi dan menghilangkan
sumber infeksi.
Mengenai gigi 46 yang mengalami karies, enamel yang terinfeksi dipreparasi,
pretreatment dengan 5,25% natrium hipoklorit kemudian digunakan asam fosfat
35% dan bahan bonding, lalu kavitas direstorasi dengan menggunakan komposit
shade A2. Untuk gigi 36, dilakukan konsultasi terlebih dahulu pada departemen
ortodontik dan endodontik, kemudian pilihan perawatan didiskusikan dengan
orang tua. Rencana perawatan adalah akan dilakukan ekskavasi karies kemudian
terapi pulpa vital dengan pulpotomi parsial atau penuh, namun setelah dilakukan
pengangkatan jaringan kamar pulpa, perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
1 menit druk dengan cotton pellet yang diberi larutan 5,25% NaOCl dan darah
tetap mengalir dari saluran akar distal dan gigi memerlukan apeksifikasi. Oleh
karena itu, dilakukan ekstirpasi pulpa pada kunjungan pertama. Pada kunjungan
kedua, dilakukan obtursi saluran akar mesial dengan gutta percha dan apeksifikasi
pada saluran akar distal. Kemudian gigi ditutup dengan mahkota SSC dan
disemen menggunakan bahan GIC.

Dilakukan kontrol 6 bulan kemudian dan pasien tidak menunjukkan gejala.


Pemeriksaan klinis menunjukkan respon normal (gigi 46) terhadap perkusi dan tes
CE. Restorasi masih utuh dan tidak terdapat perubahan warna atau tanda
kebocoran marginal. Gigi 36 menunjukkan respon normal terhadap perkusi. Pada
kontrol 2 tahun kemudian, pasien tidak menunjukkan gejala apapun dan hasil
pemeriksaan normal. Hasil foto radiografi menunjukkan bahwa gigi 36 dan 46
memiliki jaringan apikal yang normal, lamina dura dan PDLS normal, dengan
penutupan total pada apeks saluran akar mesial dan distal gigi 36 yang
menunjukkan keberhasilan dari perawatan restorasi komposit dan apeksifikasi.

Diskusi
Pasien anak dengan gigi yang terkena MIH biasanya mengalami sakit gigi,
hipersensitivitas dan masalah estetika ketika gigi insisivus juga terkena. Dengan
gigi molar yang terkena MIH, deteksi dini dan manajemen perawatan sangat
penting untuk pencegahan kerusakan enamel lebih lanjut hingga keterlibatan
pulpa.
Terapi remineralisasi harus dimulai segera setelah kavitas bisa diakses yang
bertujuan untuk menghasilkan lapisan permukaan yang termineralisasi. Fluorida
topikal diaplikasikan sebagai varnish atau gel yang dapat meremineralisasi
enamel, mengurangi sensitivitas dan meningkatkan ketahanan terhadap
demineralisasi. Fluoride telah menjadi agen remineralisasi pertama yang
digunakan dalam kedokteran gigi. Pada tahun 1942, Cheyne berhipotesis bahwa
jaringan keras gigi seperti enamel dan dentin mungkin merespond ion fluoride
sebagai jaringan keras tulang. Cheyne melakukan eksperimen dengan teorinya
menggunakan larutan 0,05% kalium fluoride topikal pada anak-anak prasekolah.
Aplikasikan selama 4 menit dan diulang dengan interval 3-4 bulan. Kemudian,
setelah 1 tahun dilakukan penelitian dan ditemukan bahwa anak yang dirawat
memiliki insiden karies gigi yang lebih sedikit hingga 50% dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak dirawat. Varnish Fluoride mengandung 50 mg NaF/mL
mengikat enamel dan plak, bertindak sebagai reservoir untuk slow-release
fluoride. Terdapat nilai klinis yang terbukti dari aplikasi fluoride topikal pada
molar yang mengalami hipomineralisasi, yaitu mengakibatkan pengerasan
permukaan enamel sebelum perawatan gigi. Selain terapi berbasis fluoride
konvensional, hidroksiapatit biomimetik dan kasein phosphopeptide amorphous
calcium phosphate baru-baru ini diperkenalkan dan menunjukkan hasil yang
menjanjikan.

Gambar 2. Foto kontrol setelah 2 tahun perawatan


Gambar 3. (A) Radiografi pasca perawatan, (B) Radiografi kontrol 6 bulan, (C) Radiografi
kontrol 2 tahun

Terlepas dari keuntungan dari bahan restorasi berbasis ionomer kaca (GIC) seperti
pelepasan fluoride dan ikatan kimia, resin komposit masih merupakan pilihan
untuk restorasi gigi yang terkena MIH. Restorasi berbasis GIC dapat digunakan
sebagai pengganti dentin atau sebagai restorasi sementara sampai resin komposit
dipasang. Disarankan untuk terapi awal menggunakan natrium hipoklorit 5,25%
dapat meningkatkan kekuatan ikatan dengan menghilangkan lapisan protein
hidroksiapatit. Juga direkomendasikan untuk menghilangkan semua jaringan
enamel yang mengalami hipomineralisasi sebelum menempatkan restorasi resin
komposit.

Ketika melakukan perawatan pada molar pertama dengan MIH yang parah,
terutama dengan keterlibatan pulpa, pertimbangan klinis pertama adalah apakah
akan merestorasi atau melakukan ekstraksi. Restorasi komposit, restorasi dengan
mahkota logam PMC adalah suatu pilihan yang baik. Tingkat keberhasilan PMC
yang dilaporkan pada molar yang terkena MIH berkisar 85%-100%. Namun
ketika dilakukan pilihan perawatan ekstraksi, harus dipertimbangkan penilaian
ortodontik. Banyak faktor yang harus dievaluasi seperti status gigi tetangga dan
restorabilitas, tingkat kooperatif pasien anak, maloklusi, hipodonsia, ada atau
tidaknya crowding, keberadaan molar ketiga permanen dan tahap perkembangan
gigi anak. Jika ekstraksi dilakukan, maka lebih direkomendasikan anak antaran
usia 8-10 tahun. Namun, risiko untuk terjadinya maloklusi sangat tinggi.
Dalam laporan kasus ini, karena pasien sangat kooperatif serta gigi dapat
direstorasi, dilakukan kemudian konsul ke ahli endodontik untuk mengetahui
manajemen endodontik yang tepat. Terapi pulpa vital selalu direkomendasikan
pada pasien anak karena prosedur yang kurang invasive dan tingkat keberhasilan
yang tinggi. Penutupan pulpa MTA dan pulpotomi sebagian atau penuh adalah
pilihan perawatan untuk gigi permanen dengan pulpa yang mengalami
keradangan. Jika hemostasis tidak dapat dicapai, apeksifikasi akar dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan. Secara konvensional, prosedur apeksifikasi
berbasis kalsium hidroksida telah dianjurkan untuk merawat gigi permanen imatur
dengan apeks terbuka. Namun, apeksifikasi dengan kalsium hidroksida dikaitkan
dengan kesulitan tertentu seperti membutuhkan aplikasi kalsium hidroksida
jangka panjang, kebutuhan untuk beberapa kali kunjungan perawatan dan
kemungkinan adanya fraktur gigi.

Mahkota logam PMC dapat digunakan pada gigi molar yang terkena MIH hingga
rusak parah sebagai perawatan konvensional dengan tingkat keberhasilan dan
ketahanan yang tinggi sampai restorasi mahkota akhirnya selesai dibuat. Idealnya,
ekstraksi dari mandibula FPM harus dihindari pada kasus pasien anak dengan
maloklusi distal, deep bite dan overjet yang tinggi. Jika prognosis buruk dan gigi
akhirnya diekstraksi, mungkin akan lebih bijaksana untuk mempertimbangkan
ekstraksi dan melakukan perawatan endodontik sampai bisa dilakukan dental
implant pada pasien. Ini akan memberikan pasien oklusi fungsional, menghindari
kebutuhan untuk perawatan endodontik di masa depan dan mempersiapkan tulang
alveolar untuk dilakukan implant. Keterbatasan laporan kasus ini adalah tidak
adanya tindak lanjut jangka panjang untuk evaluasi kelangsungan hidup dari
molar yang dirawat endodontik pada pasien anak.

Kesimpulan
Penatalaksanaan gigi yang terkena MIH yang parah harus mengikuti pendekatan
konservatif. Perawatan endodontik harus selalu diperhatikan terutama bila
ekstraksi dini akan menyebabkan maloklusi yang kompleks pada pasien anak.

Anda mungkin juga menyukai