Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu.
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan
peristaltik. Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik apabila disebabkan oleh strangulasi,
invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus.
Pada obstruksi harus dibedakan antara obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi, ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemik yang akan
menyebabkan nekrosis atau gangren.
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada usus halus.
Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering yaitu 75% dari
seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit Crohn. Pada kolon,
kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi. Penyebab lainnya meliputi
menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit infeksi usus.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu.
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk
melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya
sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus
Pada obstruksi, harus dibedakan antara obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi, ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan menyebabkan
nekrosis atau gangren. Pada gangren, dijumpai gejala yang berat akibat toksin dari jaringan
gangren. Jadi, strangulasi memperlihatkan kombinasi antara gejala obstruksi dan gejala
sistemik akibat adanya toksin dan septik.

2.2 Epidemiologi
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada usus halus.
Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering yaitu 75% dari
seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit Crohn. Pada kolon,
kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi. Penyebab lainnya meliputi
menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit infeksi usus.

2.3 Etiologi
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan
peristaltik. Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik apabila disebabkan oleh strangulasi,
invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus.
Pada obstruksi harus dibedakan antara obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi, ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemik yang akan
menyebabkan nekrosis atau gangren.

2
Gambar 1. Etiologi ileus (Carles et al., 2015)

Faktor yang tersering yaitu, operasi abdomen, infeksi dan inflamasi, ketidakseimbangan
elektrolit, dan obat-obatan.

Gambar 2. Etiologi ileus (Hamami,2003)

3
Berbagai penyebab obstruksi usus:
1. Adhesi
Ileus akibat adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau
pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun
multiple, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
berbentuk pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong agar
pasase usus pulih kembali.
2. Hernia inkaserata
Obstruksi akibat hernia pada anak dapat dikelola secara konservatif
dengan posisi Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak
berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan herniotomi segera.
3. Askariasis
Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian jejunum,
jumlahnya biasanya mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat
terjadi di berbagai tempat di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
lumennya paling sempit. Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi lokal
dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di
permukaan peritoneum. Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering
ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infeksi cacing terjadi
berulang. Lumen usus halus anak lebih sempit daripada usus halus dewasa,
sedangankan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh
gumpalan padat yang terdiri dari sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang
mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada usia dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya.invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang
masuk dan naik ke kolon asendens serta mungkin terus sampai keluar dari
rectum. Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus
yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.

4
5. Volvulus
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita congenital atau
adhesi biasanya sering disalahkan, tetapi pada operasi sering tidak ditemukan.
Kebanyakn volvulus didapat dibagian ileum, didarahi oleh arteri ileosekalis, dan
mudah mengalami strangulasi.
6. Kelainan kongenital
Gangguan pasase usus yang bersifat kongenital dapat berbentuk stenosis
atau atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia sebagian saluran
cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Stenosis juga
dapat terjadi akibat penekanan, misalnya oleh pankreas anulare atau oleh atresia
jenis membran dengan lubang ditengahnya.
7. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus crohn, dapat menyebabkan
obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada
penyakit kronik tersebut.
8. Tumor
Tumor usus halus yang dapat menyebabkan obstruksi adalah tumor yang
yang menimbulkan invaginasi. Pada keganasan, terutama karsinoma ovarium
dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
9. Tumpukan sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat penumpukan makanan dijumpai pada orang
yang pernah mengalami gasterektomi dan obstruksi biasanya terjadi pada daerah
anastomosis.obstruksi lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan
banyak sekalibuah yang mengandung banyak serat.
10. Kompresi duodenum oleh arteri
Arteri mesentrika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum
(pars horizontalis). Duodenum pars horizontalis berada retroperitoneal di depan
korpus vertebra, yaitu tempat duodenum dilewati dari atas ke bawah oleh arteri
mesentrika superior yang telah bercabang dari aorta lalu masuk ke mesenterium.
Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteri tersebut dan aorta. Pada
keadaan hiperekstensi seperti terjadi pada pemasangan gips tubuh, atau setelah
trauma, kecelakaan berat atau luka bakar luas dan keadaan imobilisasi lain yang

5
menuntut sikap berbaring terlentang, dapat ditemukan obstruksi tinggi usus
halus.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah
obstruksi itu disebabkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama terletak
pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat sejak awal, sedangkan pada obstruksi
mekanik, awalnya peristaltik diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya menghilang.
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara progresif
akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari udara yang
tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel sekretori, yang
berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan peristaltik meningkat pada
bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air besar yang jarang dan flatus pada awal
perjalanan.
Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium dari lumen
usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, sehingga tidak
adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Hal ini akan
mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan limfedema pada dinding usus. Dengan
meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatnya tekanan hidrostatik pada capiler
akan menyebabkan cairan yang banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus.
Kehilangan cairan dan dehidrasi yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada obstruksi proksimal,
kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H +), kalium dan korida, sehingga
terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan
timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi carian dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibar peregangan dan peningkatan
permeabilitas yang disebabkan oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
Pada obstruksi intestinal simpel, obstruksti terjadi tanpa gangguan vaskularisasi.
Makananan dan cairan yang masuk, sekresi getah pencernaan, dan gas terkumpul di proksimal
obstruksi. Bagian proksimal usus distensi, sedangkan bagian distalnya colaps.Fungsi absorpsi
dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan dinding usus menjadi edema dan terbendung.

6
Distensi usus yang parah akan semakin progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan
risiko dehidrasi dan progresi ke arah strangulasi.
Obstruksi intestinal strangulasi merupakan obstruksi dengan gangguan aliran pembuluh
darah, terjadi pada 25% dari pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya berhubungan dengan
hernia, volvulus, dan intususepsi. Obstruksi strangulasi bisa menjadi infark dan gangren dalam
waktu 6 jam. Awalnya akan terjadi obstruksi vena, kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi
cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi akan menjadi edema dan infark, yang berujung
gangren dan perforasi. Bila tidak ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian.
Pada ileus obstruksi kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).
Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan meningkat
bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm.
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas obstruksi, yang
akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemi
yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang mengakibatkan translokasi bakteri
(termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik sistemi, dehidrasi, dan gangguan elektrolit.
Iskemi pada kolon dapat mengakibatkan perforasi.

7
Gambar 3. Patofisiologi Ileus Obstruksi

2.5 Klasifikasi
1. Secara umum
 Ileus obstruksi sederhana: obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah
 Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga
terjadi iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.

2. Berdasarkan letak obstruksi


 Letak tinggi: duodenum – jejunum
 Letak tengah: ileum terminal
 Letak rendah: colon sigmoid – rectum

8
3. Berdasarkan stadium
 Parsial: menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.
 Komplit: menyumbat total lumen usus.
 Strangulasi: sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda dari ileus obstuksi:
 Serangan kolik abdomen disertai mual dan muntah
 Obstipasi, tidak didapatkan flatus
 Oliguria
 Perut kembung
 Hiperperistaltik
 Dehidrasi

Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
Suara usus halus biasanya terdengar lemah, tetapi pada kasus obstruksi
terdengar suara bising usus yang meningkat bahkan bisa sampai terdengar metallic
sound.

2.7 Diagnosis
Ileus post-operatif harus dipikirkan pada pasien pasca operasi abdomen. Jika
ileus terjadi selama 3 sampai 5 hari post-operatif atau terjadi tanpa adanya operasi
abdomen, evaluasi diagnostik harus dilakukan untuk menentukan faktor pencetus yang
bisa menyebabkan ileus dan untuk menyingkirkan faktor lainnya.
Riwayat penggunaan obat-obatan pada pasien harus diperhatikan, khusunya obat
golongan opiat, yang diduga berhubungan dengan terjadinya gangguan pada motalitas

9
usus. Pemeriksaan dari elektrolit bisa menunjukan adanya ketidakseimbangan elektrolit
yang menunjukkan terjadinya ileus.

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruksi tinggi, sering dapat ditemukan penyebab,


misalnya berupa adhesi dalam perut karena dioperasi atau terdapat hernia.
Gejala yang timbul umumya berupa syok, oligouri,dan gangguan
elektrolit.Kemudian ditemukan adanya serangan kolik perut, di sekitar
umbilikus pada ileus obstruksi usus halus dan disuprapubik pada ileus obstruksi
usus besar. Pada anamnesis, didapatkan adaya mual dan muntah,tidak bisa BAB
(buang air besaar), tidak dapat flatus, perut kembung.
Pada strangulasi, terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan peredaran
darah sehinggga terjadi iskemia, nekrosi atau gangren. Gangren menyebabkan
tanda toksis seperti, demam, takikardi, syok septik, dengan leukosistosis.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda tanda dehidrasi, dilihat
dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi abdomen, terlihat distensi, darm
countour (gambaran kontur usus), darm steifung (gambaran gerakan usus),
terutama pada penderita yang kurus.
Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi pada
abdomen. Adanya bejolan di perut, inguinal, dan femoral yang menandakan
adanya hernia.

b. Palpasi

Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya tanda


peritonitis seperti nyeri tekan, nyeri lepas, teraba massa seperti pada tumor,
invaginasi, dan hernia.

10
c. Perkusi

Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani.

d. Auskultasi

Pada auskultasi, terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara usus


meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya obstruksi dan
borborygmi sound terdengar sangat jelas pada saat serangan kolik. Kalau
obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi strangulasi serta peritonitis,
maka bising usus akan menghilang.

 Rectal Toucher

Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah ada


darah samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses
menunjukan obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti
penyebab ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti
malignansi.

3. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman


untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
ialah darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase,
dan kreatinin.
Pada ileus obstruksi sederhana, hasi pemeriksaan larobarotiumnya dalam
batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis,
dan nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi.
Penurunan dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium merupaan
manifestasi lebih lanjut, dapat juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila
BUN didapatkan meningkat, menunjukkan hipovolemia dengan azotemia
prerenal.

11
 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan


radiologi.
a. Foto polos abdomen

Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi
lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran
step ladder pattern. Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus
ialah distensi usus halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada
foto posisi setengah duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif
palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh
cairan saja dengan tidak adanya udara. Hal ini dapat mengakibatkan
tidak adanya gambaran air fluid level ataupun distensi usus.
Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan
adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak
gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut
juga step ladder pattern karena cairan transudasi.

12
Gambar 4. Foto polos abdomen pada ileus obstruktif

b. Foto Thorax

Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak
dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.

Gambar 5. Gamabaran free air sickle

c. CT scan

CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi


strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain,
terlebih jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga

13
dapat membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus, yaitu
penyebab ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab
instrinsik (seperti malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT
scan ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian
proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter kurang dari 1
cm.
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak
dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas
ataupun cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus,
pneumatosis intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena
porta, dan berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-
90% dalam mendeteksi obstruksi.

Gambar 6. Ileus obstruksi pada CT scan

d. Enteroclysis

Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna


membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika
foto polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran
klinis menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak

14
spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena
metastase, tumor yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi.
Enteroclysis dapat dilakukan dengan dua jenis kontras. Barium
merupakan kontras yang sering digunakan dalam pemeriksaan ini.
Barium aman digunakan dan berguna mendiagnosa obstruksi bila tidak
terdapat iskemia usus ataupun perforasi. Namun, penggunaan barium
sering dihubungkan dengan terjadinya peritonitis, dan harus dihindari
bila diduga adanya perforasi.
Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan ini,
digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan methylcellulose
dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum melalu kateter
nasoenteric.

Gambar 7. Enteroclysis

15
Gambar 8. adhesional small bowel obstruction.
Gambaran lumen usus yang menyempit (tanda anak panah)

e. USG abdomen

USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah


dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai
100%. Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus.

Gambar 9. USG abdomen dengan gambaran dilatasi usus halus

16
2.8 Diagnosis Banding

Keadaan Definisi Etiologi Tanda dan Gejala Penegakan


Diagnosa
Obstruksi Usus sumbatan yang Adhesi Nyeri terlokalisir, BUN/kreatinin
(ileus) terjadi pada intraabdominal, Mual/muntah, meningkat
aliran isi usus hernia, Crohn Konstipasi,
baik secara disease, Distensi Darah
mekanis maupun malignansi, abdomen, lengkap : peningk
fungsional. volvulus. Demam dan atannya dikaitkan
takikardi dengan
komplikasi

Serum lactate
levels:
peningkatannya
sugestif pada
dehidrasi atau
hipoperfusi
jaringan

Foto polos
abdomen : air-
fluid levels or a
paucity of gas is
observed

Pseudo-obstruksi Sindrom ditandai Trauma  Nyeri Darah lengkap :


dengan gambaran (khususnya abdomen leukosit
klinis yang retroperitoneal) (kram) meningkat,
menunjukkan Infeksi  Anoreksi Ketidakseimbang
obstruksi Penyakit jantung a n elekrolit,
mekanis tanpa (gagal jantung  Mual dan Hiponatremia,
adanya bukti dan infark muntah hipokalemia
yang dapat miokard)  Obstipasi Radiografi :
dibuktikan dari  Demam dilatasi kolon,

17
penyumbatan di dari cecum ke
usus. splenic flexure
dan sesekali ke
rektum

Gastroenteritis Inflamasi pada Infeksi virus atau Diare Leukosit,


membran mukosa bakteri Mual, muntah terutama
saluran cerna Faktor Makanan Demam neutrofil,
yang ditandai Nyeri perut menumpuk di
dengan muntah Tanda dehirasi lumen yang
dan diare Malnutrisi kemudian keluar
(kronik) bersama tinja,
Borborygmi
(bising usus Kultur feses
keras)
Perianal eritema

Pankreatitis Alkohol, trauma, Nyeri akut Amilase


penyakit infeksi, herediter, abdomen atas meningkat pada
inflamasi hiperkalsemia, menyebar ke 3-5 setelah onset
pankreas yang tumor, dll punggung Level serum
identik Nyeri tiba-tiba, lipase meningkat
menyebabkan intens, terus Radiografi :
nyeri perut dan menerus dan Pemeriksaan foto
terkait dengan makin lama rontgen perut
fungsinya sebagai makin bertambah standar bisa
kelenjar eksokrin, memperlihatkan
(meskipun pada pelebaran usus
akhirnya fungsi atau
sebagai kelenjar memperlihatkan
endokrin juga satu atau lebih
terganggu akibat batu empedu.
kerusakan organ Pemeriksaan
pankreas). USG bisa
menunjukkan
adanya batu
empedu di
kandung empedu
dan kadang-
kadang dalam
saluran empedu,
selain itu USG
juga bisa
menemukan
adanya
pembengkakan
pankreas.
CT scan bisa
menunjukkan
perubahan ukuran
dari pankreas dan
digunakan pada
kasus-kasus yang
berat dan kasus-
kasus dengan

18
komplikasi
(misalnya
penurunan
tekanan darah
yang hebat).

2.9 Penatalaksanaan
Obstruksi di usus dan jepitan atau lilitan harus segera dihilangkan setelah
keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi
tatalaksana dehidrasi dan perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi lambung.
Sedangkan pada kasus strangulasi, harus dilakukan terapi sesegera mungkin.
Managemen dari ileus meliputi pembatasan dari asupan oral dan memperbaiki
faktor-faktor intrinsik. Jika terdapat muntah dan distensi abdomen, pemasangan NGT
merupakan tindakan yang dapat dilakukan untuk dekompresi lambung. Cairan dan
elektrolit harus diberikan lewat intravena sampai ileus dapat diatasi. Jika terjadi ileus
dalam waktu yang lama, perlu dipikirkan untuk diberikan TPN (total parenteral
nutrition).

1. Terapi konservatif
 Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat berkuranganya intake
makanan, muntah, sehingga membutuhkan penggantian cairan intravena
dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Koreksi melalu cairan ini
dapat dimonitor melalui urin dengan menggunakan kateter , tanda tanda
vital, pemeriksaan laboratorium, tekanan vena sentral.
 Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi
Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.
 Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric tube
(NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan udara
dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko aspirasi
pulmonal karena muntah.

19
 Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan
pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam
pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika keadaan
pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi cairan dan
sebagainya, makan terapi operatif segera dilakukan.

2. Operatif
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan
operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan
umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik telah dilakukan. Tindakan operatif dilakukan apabila
terjadi:
– Strangulasi
– Obstruksi total
– Hernia inkarserata
– Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT, infus,
dan kateter).
Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari penyebabnya.
Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut, tumor dilakukan
reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan herniotomi. Usus yang
terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih bagus atau tidak, jika sudah
tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria dari usus yang masih viabel dapat
dilihat dari warna yang normal, dan adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.
Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan
anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika tidak
dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi dibuat.
Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi perforasi.
Reseksi bagian yang terkena devertikel mungkin agak sulit tapi merupakan
indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum. Biasanya dilakukan
reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda sampai rongga abdomen
bebas radang (cara Hartman). Vovulus sekal biasanya dilakukan tindakan
operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan melakukan
dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap
sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus sigmoid, dapat dilakukan reposisi

20
dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan beberapa
hari kemudian. Tanpa dilakukan reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.
Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi. Pada
obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah
saangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca bedah ialah
toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak pada hari ke 4-5
pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan
dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

2.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi mungkin
mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan
mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus
yang permeabel

2.11 Prognosis
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %, dengan
banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka kematian pada
operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%.
Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan
tindakan diakukan dengan cepat.

21
BAB III

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


• Nama : Tn F
• Usia : 22 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Status : Belum Menikah
• Alamat : Kp. Kali Jeruk
• Dikirim oleh : IGD
• Nomor CM : 58-80-**
• Dirawat di Ruang : Asoka
• Masuk bangsal : 1 April 2019

1.2 Anamnesis
Anamnesis dengan penderita pada tanggal 1 April 2019 pukul 07.30 WIB, di
ruang Asoka

Keluhan Utama : Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan perut terasa begah dan nyeri
sejak +- 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul
dan terasa seperti melilit. Pasien mengatakan terasa seperti ada yang berjalan-
jalan di perut. Pasien mengatakan masih bisa kentut namun jarang, BAB
terakhir 3 hari lalu dengan jumlah sedikit dan konsistensi agak keras. Pasien

22
mengatakan terdapat mual namun tidak muntah. demam (-), lemas (+), BAK
lancar, dan nafsu makan menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat alergi obat (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat operasi appendiktomi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum :
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Kompos mentis
 Vital Sign :
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 84 x/mnt
 Nafas : 20x/mnt, reguler
 Suhu : 37 oC

Status Generalisata :
Kepala
 Mata: mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
 Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
 Mulut : mukosa kering (+)

23
Thorax
Paru
 Inspeksi : bentuk dan gerakan dada simetris
 Palpasi : fremitus suara kanan sama dengan kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskulta
si : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
 Perkusi : batas jantung kanan kesan tidak membesar
 Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)

Abdomen
 Inspeksi : distensi (+), bekas operasi (+),darm contour (+),
darm steifung (-),
 Auskultasi : bising usus (+) meningkat, metallic sound (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)
 Perkusi : hipertimpani diseluruh regio abdomen

Ekstremitas
 Atas : akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
 Bawah : akral hangat, edema (-),CRT <2 detik

3.4 Pemeriksaan penunjang

Tanggal 31 Maret 2019


Hematologi rutin, kimia darah

24
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
Hematologi
Lengkap
Hemoglobin 15.8 g/dl
Nilai hematocrit 43.7 %

Hitung eritrosit 5.23 Juta/ μL


MCV 83.6 fL
MCH 30.2 pg
MCHC 36.2 g/dL
Leukosit 15.610 * /L
Trombosit 210.000 /L
Kimia darah
SGPT 30 U/L
Kreatinin 0.76 mg/dl
Natrium 132.2* Mmol/L
Kalium 4.14 Mmol/L
chlorida 98 Mmol/L

25
Foto Abdomen 3 posisi

1.5 Diagnosis

Ileus obstruksi parsial ec susp adhesi

1.6 Prognosis

26
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

3.5 Follow Up Pasien

Tanggal 1 April 2019


Subjective Nyeri perut (+) terasa melilit, flatus (+), BAB (+) sedikit dan keras, perut terasa
begah, mual (-), muntah (-).
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36.5c
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : distended, darm contour (+), darm steifung (-), Bising usus (+)
meningkat, metallic sound (+), nyeri tekan (+), defans muskular (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai-/-
Lab : Leukosit :15.610
Natrium : 132.2
Assesment - Abdominal pain susp ileus obstruktif parsial ec adhesi
Planning • RL 2000 cc/ 24 jam
• Inj terfacef 2x2 gr
• Inj metronidazole 3 x 500 mg
• Inj ondansetron 2 x 4 mg
• Inj ranitidin 2 x 1 amp
• Rontgen abdomen 3 posisi
• Makan agar-agar
• Tidak usah pasang NGT

Tanggal 2 April 2019


Subjective Nyeri perut (+), flatus (+), pagi ini belum BAB
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 120/80 mmHg

27
Nadi : 80x/m
Pernapasan : 22 x/m
Suhu : 36.4c
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : distended, Bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai-/-
Assesment - ileus obstruktif parsial ec adhesi
Planning • RL 2000 cc/ 24 jam
• Puasa
• Inj terfacef 2x2 gr
• Inj esofer 2 x 40 mg
• Dulcolac supp 2 x 2 extra

Tanggal 3 April 2019


Subjective Nyeri perut (+) berkurang, flatus (+), BAB (+)
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 90x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36.8c
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : distended (-), Bising usus (+) minimal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai-/-
Assesment - ileus obstruktif parsial ec adhesi
Planning • RL 2000 cc/ 24 jam
• Makan agar-agar
• Inj terfacef 2x2 gr
• Inj esofer 2 x 40 mg

Tanggal 4 April 2019


Subjective Nyeri perut (+) berkurang, flatus (+), BAB (+) 4x mencret
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 85x/m

28
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36c
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : supel, distended (-), Bising usus (+) minimal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai-/-
Assesment - ileus obstruktif parsial ec adhesi
Planning • RL 2000 cc/ 24 jam
• Makan agar-agar
• Diet lunak
• Inj terfacef 2x2 gr
• Inj esofer 2 x 40 mg

Tanggal 5 April 2019


Subjective Nyeri perut (-)
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36c
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : supel, Bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai-/-
Assesment - ileus obstruktif parsial ec adhesi
Planning • BLPL

BAB IV

PEMBAHASAN
DAFTAR MASALAH
1. Ileus obstruktif parsial ec adhesi

29
PENGKAJIAN MASALAH

Diagnosis Ileus obstruktif dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan perut terasa begah dan nyeri sejak +- 1 minggu. Nyeri

dirasakan hilang timbul dan terasa seperti melilit. Pasien mengatakan masih bisa kentut

namun jarang, BAB terakhir 3 hari lalu dengan jumlah sedikit dan konsistensi agak keras.

Pasien mengatakan terdapat mual namun tidak muntah. demam (-), lemas (+), BAK lancar,

dan nafsu makan menurun. Sesuai dengan teori bahwa pada ileus obstruktif ditemukan

adanya serangan kolik abdomen, serta didapatkan adaya mual dan muntah, tidak bisa BAB,

tidak dapat flatus, dan perut kembung.

Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 110/70 mmHg, Nadi : 84x/menit,

Frekuensi Respirasi : 20 x/menit, Suhu : 36 C, pada pemeriksaan abdomen didapatkan

distended, darm contour (+), darm steifung (-), Bising usus (+) meningkat, metallic sound (+),

nyeri tekan (+), defans muskular (-), hipertimpani seluruh lapang abdomen, bekas luka

operasi (+). Sesuai dengan teori bahwa pada ileus obstruktif dapat ditemukan tanda tanda

dehidrasi seperti mulut kering. Pada inspeksi abdomen dapat terlihat distensi, darm countour

(gambaran kontur usus), darm steifung (gambaran gerakan usus), terutama pada penderita

yang kurus. Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi pada abdomen.

Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya tanda peritonitis seperti nyeri

tekan, nyeri lepas. Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani. Serta pada auskultasi,

terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara usus meninggi (metallic sound) terutama pada

permulaan terjadinya obstruksi.

Dari pemeriksaan penjunjang didapatkan leukosit meningkat menjadi 15.610 /L dan

natrium menurun menjadi 132.2 mmol/ L, serta pada foto rontgen abdomen 3 posisi

didapatkan gambaran step ladder pattern atau adanya air fliud level dan gambaran distensi

30
usus. Sesuai dengan teori bahwa pada ileus obstruktif dapat ditemukan gambaran distensi

usus dan herring bone appearance pada posisi supine, posisi lateral dekubitus ataupun

setengah duduk dapat ditemukan gambaran step ladder pattern. Hal yang paling spesifik dari

obstruksi usus halus ialah distensi usus halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada

foto posisi setengah duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Pada ileus obstruksi sederhana,

hasil pemeriksaan larobarotiumnya dalam batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya

hemokonsentrasi, leukositosis, dan nliai elektrolit yang abnormal.

31
BAB V

PENUTUP

Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Karya Medika
pada tanggal 31 Maret 2019. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluhkan perut terasa begah
dan nyeri sejak +- 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
terasa seperti melilit. Pasien mengatakan masih bisa kentut namun jarang, BAB terakhir 3 hari
lalu dengan jumlah sedikit dan konsistensi agak keras. Mual (+) muntah (-) demam (-) lemas (+)
dan nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan abdomen distended, darm contour
(+), darm steifung (-), Bising usus (+) meningkat, metallic sound (+), nyeri tekan (+), defans
muskular (-), hipertimpani seluruh lapang abdomen, bekas luka operasi (+). Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan peningkatan leukosit, turunnya kadar natrium, dan pada foto rontgen
abdomen 3 posisi didapatkan gambaran step ladder pattern atau adanya air fliud level dan
gambaran distensi usus.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
maka pasien tersebut didiagnosis ileus obstruktif.
Setelah dirawat selama 5 hari dari tanggal 1 April 2019 hingga 5 April 2019, pasien
diperbolehkan pulang.

32
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://www.webmd.com/digestive-disorders/tc/bowel-
obstruction-topic-overview . Diakses: 18 Desember, 2016
2. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B.,
Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J.
http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
3. Cagir, B. 2015. Postoperative Ileus. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/2242141-overview#a6.
Diakses: 17 Desember 2016.
4. Grace, P.A., Borley, N.R. 2006. At A Glance: Ilmu Bedah (ed 3).
Jakarta: Erlangga.
5. Nobie, B. 2011. Small Bowel Obstruction. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-
overview#showall. Diakses: 17 Desember, 2016.
6. Price,S.A., Wilson,L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Kinis Proses
– Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC.
7. Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono
Theddeus. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC.
8. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and
Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W.
Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
9. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In
:Charles F Brunicardi. 2010. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed
8. USA : McGraw-Hill.
10. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small
Intestine. In B. e. al (Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8
ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

34

Anda mungkin juga menyukai