Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

Pendahuluan................................................................................................................................2

Chronic venous insufficiency (CVI)...........................................................................................3

Varises...........................................................................................................................................9

Kesimpulan................................................................................................................................16

Daftar Pustaka...........................................................................................................................17

1
BAB I

PENDAHULUAN

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik (IVK) adalah gangguan
aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat menahun. Hal ini disebabkan karena
disfungsi katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena terganggu, sehingga terjadi
refluks darah dalam vena. CVI sering dikaitkan dengan varises, yaitu kondisi vena tampak
membesar, berliku-liku, dan kebiruan dibawah permukaan kulit. Istilah ini umumnya mengacu
pada pembuluh darah ditungkai, meskipun varises dapat juga terjadi di tempat lain.1

Di Indonesia, CVI belum ada angka yang pasti mengenai insiden terjadinya. CVI lebih
banyak terjadi pada negara-negara barat atau negara industri, yang kemungkinan besar
disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas penduduknya. CVI lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria, prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Perbandingan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan yaitu 1 : 3.2

Varises mempunyai dampak bermakna bagi perawatan kesehatan, setiap tahun jutaan
orang berobat ke dokter masalah kosmetik. Konsekuensi masalah kosmetik pada varises dapat
memengaruhi kualitas hidup dan dikaitan dengan manifestasi lain yang lebih serius, seperti ulkus
vena yang prevalensinya diperkirakan sekitar 0,3% meskipun ulkus aktif atau yang lebih sembuh
ditemukan pada sekitar 1% populasi manusia.3

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Chronic venous insufficiency (CVI) / Insufisiensi Vena Kronik (IVK)

A. DEFINISI

Chronic venous insufficiency (CVI) adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke
jantung besifat menahun yang ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada tungkai. IVK
paling sering disebabkan oleh perubahan primer pada dinding vena serta katup-katupnya dan
perubahan sekunder disebabkan oleh thrombus, obstruksi atau keduanya.4

B. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, CVI belum ada angka yang pasti mengenai insiden terjadinya. CVI lebih
banyak terjadi pada negara-negara barat atau negara industri, yang kemungkinan besar
disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas penduduknya. Prevalensi CVI pada saat ini lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria (3:1). Di Amerika Serikat, diperkirakan 2,5
juta orang menderita CVI dan 20% dianataranya berkembang menjadi ulkus vena.2

C. ETIOLOGI

 CVI Kongenital
Penyebab CVI kongenital adalah adanya kelainan dimana katup yang seharusnya
terbentuk di suatu segmen ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau
pembentukannya tidak sempurna (displasia).5
 CVI Primer
Penyebab CVI primer adalah adanya kelemahan intrinsik dari dinding katup, yaitu
terjadi pemanjangan pada katup (elongasi) atau katup yang terlalu lentur. Keadaan yang
seperti ini nantinya akan menyababkan penutupan yang tidak sempurna pada katup,
sehingga katup tersebut tidak dapat menahan aliran balik dan terjadilah refluks.5
 CVI Sekunder
Penyebab CVI sekunder yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis vena dalam.
Hal ini nantinya akan menyebabkan komplikasi sumbatan trombus selama beberapa
bulan atau tahun pasca kejadian trombosis vena yang disebut sindroma post-trombotic.
Pada sindroma tersebut akan terjadi pembentukan jaringan parut, menimbulkan fibrosis,

3
dan juga akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan daun katup). Jika
kerusakan yang terjadi pada daun katup sudah sangat parah maka tidak memungkinkan
adanya upaya perbaikan.5

D. PATOFISIOLOGI

Keadaan patologis pada vena akan muncul ketika terjadi peningkatan tekanan vena dan
aliran balik darah terganggu akibat beberapa mekanisme. Gangguan pada vena ini dapat
disebabkan oleh inkompeten katup dari vena superficial maupun vena profunda, obstruksi
vena maupun kombinasi antara kedua hal tersebut. Faktor-faktor terebut dapat diperparah
dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas bawah. Mekanisme ini yang
menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan maupun saat berdiri. Hipertensi vena
yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan membuat perubahan kulit menjadi
hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan juga dapat menyebabkan ulkus.4

Terdapat beberapa mekanisme yang memiliki kerterkaitan dengan kegagalan katup pada
vena superficial. Hal yang paling sering terjadi adalah adanya kelainan kongenital yang
menyebabkan kelemahan pada dinding katup vena yang berdilatasi sehingga menyebabkan
tekanan rendah dan terjadilah gagal katup sekunder. Kelainan kongenital pada katup juga
dapat menyebabkan inkompeten katup meski dalam keadaan tekanan darah yang rendah.4

E. MANIFESTASI KLINIS1

 Bengkak di kaki atau pergelangan kaki

 Kaki terasa berat atau pegal, panas dan gatal

 Nyeri saat berjalan yang berhenti saat istirahat


4
 Perubahan warna kulit

 Varises

 Ulkus kaki

F. KLASIFIKASI

Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta akibat atau


komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian. Klasifikasi CEAP berdasarkan
tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab (Etiologic), Anatomic, dan Pathophysiology.
Klasifikasi CEAP dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah ini5 :

Tabel.1
Klasifikasi
CEAP

Gambar.1
Klasifikasi
CEAP

G.
DIAGNOSIS

5
CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksaan fisik. Akurasi pemeriksaan fisik dapat
ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga pemeriksa dapat mendengarkan aliran
darah. Namun, pemeriksaan paling akurat dan rinci adalah dengan venous duplex ultrasound
yang dapat memberikan gambaran vena, sehingga dapat mendeteksi adanya hambatan akibat
bekuan darah atau gangguan fungsi vena.5

Pada awalnya pemeriksaan teknik pencitraan dilakukan hanya jika ada kecurigaan klinis
insufisiensi vena dalam, jika terjadi berulang, atau jika melibatkan sapheno-popliteal junction.
Namun, saat ini semua pasien dengan varises harus diperiksa menggunakan duplex Doppler
ultrasound.5

 Pemeriksaan Penunjang

 Duplex doppler ultrasonography

Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah, aliran darah
serta struktur vena-vena kaki

 Venogram

Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan pewarna kontras intavena. Pewarna


kontras nantinya akan menyebabkan pembuluh darah berwarna gelap sehingga akan
memudahkan untuk memvisualisasikan pembuluh darah yang dievaluasi

 Magnetic resonance venography (MRV)

MRV adalah alat yang paling sensitif dan spesifik untuk mengevaluasi gangguan
sistem superficial dan profunda pada ekstremitas inferior dan pelvis. Dan juga dapat
mendeteksi penyebab nonvaskuler nyeri dan edema pada kaki

 Tes Fisiologis

6
Mengukur fungsi vena dapat dilakukan dengan mengukur Venous Refilling Time
(VRT) atau waktu yang dibutuhkan oleh betis agar dipenuhi dengan darah setelah otot
betis mengosongkan pembuluh darah kaki semaksimal mungkin, normalnya adalah
paling tidak 2 menit. Maximum Venous Outflow (MVO) test. Ini dipakai untuk
mendeteksi adanya obstruksi outflow vena dari betis, apapun penyebabnya. Calf
Muscle Pump Ejection Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa otot betis untuk
mengeluarkan darah dari betis. Pada pasien normal, dibutuhkan 10-20 kali dorsofleksi
untuk mengosongkan vena-vena betis.

 Uji Trendelenberg

Uji ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang disebabkan oleh
refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena profunda.

H. TATALAKSANA

Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah memperlancar
aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan elevasi tungkai sesering mungkin,
terutama setelah kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau
berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran
darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi
tampak mengempis, pada posisi tersebut secara penderita akan merasa keluhannya berkurang
dengan cepat. Ada beberapa penetalaksanaan lain yang dapat dilakukan, sebagai berikut2 :

 Terapi Kompresi

Terapi ini menggunakan dapat berupa compression stockings, compression


bandages, dan pneumatic compression pumps. Terapi kompresi dapat membantu
memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik dengan varises vena dan mengilangkan
edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg memberikan hasil yang maksimal.
Kekurangan penggunaan kaos kaki adalah harga yang relative mahal, kurangnya
pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik.

 Medikamentosa

7
Beberapa jenis obat dapat digunakan untuk mengobati insufisiensi vena kronis.
Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan. Pentoxifylline untuk
meningkatkan aliran darah melalui pembuluh darah, dapat dikombinasikan dengan terapi
kompresi untuk membantu menyembuhkan ulkus kaki. Terapi antikoagulan dapat
direkomendasikan untuk orang-orang yang memiliki masalah belulang dengan pembuluh
darah di kaki

 Scelroterapi Vena

Scleroterapi vena merupakan suatu modalitas terapi untuk telangiektasis


obliterasi, varises dan segmen vena dengan refluks. Skleroterapi dapat digunakan sebagai
terapi primer atau bersama dengan prosedur bedah untuk pengobatan CVI, caranya
dengan menginjeksi sclerosant kedalam pembuluh darah untuk membuat pembuluh darah
menciut sehingga tidak berfungsi lagi. Darah kemudian kembali ke jantung melalui vena
lain dan tubuh menyerap pembuluh darah yang terluka

 Ligasi

Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena tersebut. Jika vena
atau katup rusak berat, pembuluh darah akan diangkat (vein stripping)

 Surgical Repair

Vena atau katup diperbaiki dengan operasi, melalui sayatan terbuka atau dengan
penggunaan kateter

 Vein Transplant

Mengganti pembuluh darah yang rusak dengan pembuluh darah sehat dari bagian
tubuh yang lain.

 Subfascial Endoscopic Perforator Surgery

8
Prosedur invasive minimal dilakukan dengan endoskopi. Vena perforator dipotong
dan diikat. Hal ini memungkinkan darah mengalir ke pembuluh darah yang sehat dan
meningkatkan penyembuhan ulkus.

2.2 Varises

A. DEFINISI

Varises adalah pelebaran pembuluh darah vena yang berkelok-kelok dan ditandai oleh
katup didalamnya yang tidak berfungsi lagi.6

B. EPIDEMIOLOGI

Varises lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Prevalensi di Amerika Serikat
adalah 15% pada pria dan 27,7% pada wanita. Dikatakan bahwa varises lebih tinggi pada ras
Hispanik (26,3%) dibandingkan dengan ras Asia (18,7%). Di Jepang didapatkan sebanyak
42% pasien varises dengan adanya riwayat keluarga dan sebanyak 14% tanpa adanya riwayat
keluarga. Insiden varises meningkat seiring bertambahnya usia. Di Inggris prevalensi pada
penderita usia 40 tahun adalah 22% sedangkan pada usia 50 tahun adalah 35% dan pada usia
60 tahun adalah 41%. Di Indonesia, belum ada angka yang pasti mengenai insiden terjadinya
varises.6

C. ETIOLOGI

Varises dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varises vena yang pasti
belum diketahui. Penderita dianggap mempunyai kelemahan pada vena yang bersifat
herediter, sehingga terbentuk varises yang primer dan spontan. Varises sekunder merupakan
gejala sisa thrombosis vena profunda akibat dilatasi vena kolateral dan kerusakan katup vena
profunda. Terdapat juga faktor resiko yang lain yaitu sebagai berikut7 :

 Keturunan

9
Varises biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan bertambahnya
berat badan. Namun gambaran varises pada usia remaja, kemungkinan besar disebabkan
faktor keturunan.
 Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai,
pangkal paha dan perut bagian bawah pun terhambat.
 Kurang Gerak
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar pembuluh
darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal.
 Berdiri Terlalu Lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah
beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi tersebut tekanan vena
10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya
sehingga terjadi inkompetensi pada katup.
 Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena.

 Usia
Pada usia lanjut insiden varises akan meningkat. Dinding vena menjadi lemah
karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi otot
polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun.

D. PATOFISIOLOGI

Penyebab varises primer adalah kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah
yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena, karena daun katup tidak
mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varises primer cenderung terjadi pada vena-

10
vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya resistensi jaringan
subkutan.8

Varises sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang timbul
kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan,
penghubung, atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada system vena dalam akan
mengganggu aliran darah menuju jantung, statis, dan penimbunan darah menyebabkan
hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung (penyambung) tidak berfungsi dengan
baik, maka peningkatan tekanan vena dalam akan menyebabkan aliran balik darah ke dalam
vena penghubung. Darah vena akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini
merupakan faktor predisposisi timbulnya varises sekunder pada vena-vena permukaan.8

E. GEJALA KLINIS

Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun, sebaliknya ada varises kecil yang memberikan
bermacam - macam gejala. Gejala-gejala varises antara lain8 :

1. Mula-mula kaki dan tungkai terasa berat, diikuti otot yang mudah pegal, kaku, panas
dan sakit di seputar kaki maupun tungkai.

2. Mudah kram, meski kaki dalam kondisi santai.

3. Muncul pelebaran pembuluh darah yang mirip jaring laba-laba.

4. Perubahan warna kulit (pigmentasi) di seputar mata kaki, akibat tidak lancarnya aliran
darah. Kadang diikuti dengan luka di sekitar mata kaki yang sulit sembuh.

5. Kaki bengkak (edema) karena adanya pembendungan darah.

6. Perubahan pada pembuluh vena luar, misalnya di betis bagian belakang tampak
kebiru-biruan dan berkelok-kelok. Keadaan ini merupakan gejala varises kronis.

F. KLASIFIKASI

 Varises Trunkal
Merupakan varises v.saphena magna dan v.saphena parva, diameter lebih dari 8 mm,
warna biru-biru kehijauan.6

11
 Varises Retrikular
Varises yang mengenai cabang v.saphena magna atau v.saphena parva yang umumnya
kecil dan berkelok-kelok, diameter 2-8 mm, warna biru-biru kehijauan.6
 Varises Kaplier
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut halus dari pembuluh
darah, diameter 0,1 - 1 mm, warna merah atau sianotik (jarang).6

G. STADIUM / DERAJAT

 Stadium 1
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah berdiri atau
duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan tak jelas.6
 Stadium 2
Mulai tampak pelebaran vena, palpabel, dan menonjol.6
 Stadium 3
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok-kelok pada paha atau tungkai bawah, dapat
disertai telangiektasis/spider vein.6
 Stadium 4
Terjadi kelainan kulit dan/atau ulkus karena sindrom insufisiensi vena menahun.6

F. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
-
Keluhan penderita yang terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa
panas / sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan
kosmetik. Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk berjalan atau
pemakaian bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri lama, selama
kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.8
-
Riwayat penyakit sistemik, pengobatan, dan tindakan medis/pembedahan sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena cukup sulit. Di sebagian besar wilayah tubuh,
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

12
Pemeriksaan sistem venasuperfisial harus berfungsi sebagai panduan langsung ke sistem
vena profunda.8
-
Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan di bawah penyinaran yang cukup pada posisi
eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai dengan posis abduksi dari arah
belakang akan membantu visualisasi. Perlu diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan
kulit seperti talengiektasis, dermatitis statis, edem, perdarahan, ulkus. Vena yang
mengalami varises diperhatikan apakah vena superfisial utama atau cabangnya.
Biasanya vena tersebut tampak jelas melebar, berkelok-kelok, dan berwarna kebiruan.
Varises pada cabang vena superfisial biasanya lebih berkelok-kelok dibanding pada
vena superfisial utama.8
-
Palpasi
Daerah vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangannya dan besarnya
pelebaran vena. Pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba maka harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada obstruksi arteri atau tidak.8
-
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya
dengan mengetuk vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar
sepanjang vena di bagian proksimal.8
-
Tes Trendelenburg
Tes ini digunakan untuk menentukan derajat insuffisiensi katup pada vena
komunikans. Mula-mula penderita berbaring dengan tungkai yang akan diperiksa
ditinggikan 30° - 45° selama beberapa menit untuk mengosongkan vena. Setelah itu
dipasang ikatan yang terbuat dari bahan elastis di paha, tepat di bawah percabangan
safenofemoral untuk membendung vena superfisial setinggi mungkin. Kemudian
penderita berdiri dan pengisian vena diperhatikan. Bila vena terisi sangat lambat
proksimal, berarti katup komunikans baik. Bila vena terisi dalam waktu yang cepat
misalnya 30 detik, berarti terdapat insuffisiensi katup komunikans. Uji Trendelenburg
positif berarti terdapat pengisian vena safena yang patologis.8
3. Pemeriksaan Penunjang
- Ultrasonografi Doppler

13
Beberapa pemeriksaan seperti Tes Trendelenburg dan Tes Perthes dapat
memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun
ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal.8
- Duplex ultrasonography
Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom insuffisiensi
vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan sebelum operasi.
Duplexultrasonography adalah kombinasi dari pencitraan model B dan Doppler.8
- Plebography
Plebography merupakan pemeriksaan invasif yang menggunakan medium
kontras. Terdapat 4 teknik pemeriksaan yaitu : ascending, descending, intra osseus,
dan varicography. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya sumbatan dan
menunjukkan vena yang melebar, berkelok-kelok serta katup yang rusak.8

G. TATALAKSANA

 Terapi Kompresi

Terapi ini menggunakan dapat berupa compression stockings, compression


bandages, dan pneumatic compression pumps. Terapi kompresi dapat membantu
memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik dengan varises vena dan mengilangkan
edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg memberikan hasil yang maksimal.
Kekurangan penggunaan kaos kaki adalah harga yang relative mahal, kurangnya
pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik.9

 Scelroterapi Vena

Scleroterapi vena merupakan suatu modalitas terapi untuk telangiektasis


obliterasi, varises dan segmen vena dengan refluks. Skleroterapi dapat digunakan sebagai
terapi primer atau bersama dengan prosedur bedah untuk pengobatan CVI, caranya
dengan menginjeksi sclerosant kedalam pembuluh darah untuk membuat pembuluh darah
menciut sehingga tidak berfungsi lagi. Darah kemudian kembali ke jantung melalui vena
lain dan tubuh menyerap pembuluh darah yang terluka.9

 Laser Therapy

14
Endovenous laser therapy (ELT) adalah terapi untuk varises dimana serat optik
dimasukkan ke dalam pembuluh darah yang akan diobati dan sinar laser (biasanya di
bagian inframerah dari spektrum) diarahkan ke bagian dalam pembuluh darah. Terapi ini
lebih tidak menyakitkan dibanding vein ligation and stripping, Kontraindikasi ELT adalah
pasien yang sedang hamil atau menyusui, sistem vena dalam tidak memadai untuk
mendukung aliran balik vena setelah terapi, disfungsi hati atau alergi menggunakan
anestesi lokal, sindrom hiperkoagulabilitas berat, refluks vena skiatik.9

15
KESIMPULAN

CVI adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat menahun.
Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan
sekunder. Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis kelamin, riwayat
varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai.
Gejala CVI yang biasa dirasakan biasanya tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat
istirahat) dan berat serta pegal (setelah berdiri lama), kram bisa terjadi terutama saat pergerakan
tiba-tiba seperti gerakan berdiri, terdapat pelebaran vena dekat permukaan kulit, munculnya
telangiektasia ditungkai yang terkena, bengkak di kaki atau pergelangan kaki, perubahan warna
kulit serta ulkus kaki. Ultrasonografi vaskuler merupakan pemeriksaan yang tepat untuk
mendiagnosa CVI, dengan spektrum doppler dan color pada pemeriksaan duplex sonografi
femoralis dapat diketahui derajat severitas pada CVI. Ada beberapa cara penatalaksaan yang bisa
dilakukan pada penderita CVI diantaranya kaus kaki kompresi, obat-obatan (diuretik,
pentoxifilline, dan antikoagulan), skleroterapi vena dan operasi.

CVI sering dikaitkan dengan varises, yaitu kondisi vena tampak membesar, berliku-liku,
dan kebiruan dibawah permukaan kulit. Istilah ini umumnya mengacu pada pembuluh darah
ditungkai, meskipun varises dapat juga terjadi di tempat lain. Diagnosis varises dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dari
varises ini bisa melalui non pembedahan dan pembedahan. Terapi non pembedahan yaitu
skleroterapi dan terapi kompresi dengan menggunakan stoking kompresi sedangkan terapi
pembedahan dapat dilakukan stripping vena dan laser terapi. Jika varises tidak dilakukan
penanganan akan terjadi komplikasi-komplikasi selain dasar kosmetik. Penekanan tekanan vena
akan mempengaruhi fungsi pembuluh darah yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan
jaringan berupa hipoksia, iskhemi, nekrosis lemak, pigmentasi kulit, dan ulkus

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Alguire, P. C. & Mathes , B. M., 2007. Chronic Venous Insufficiency and Venous
Ulceration. JGIM, Volume 37
2. Ebenhart, R. T. & Rafetto, J. D., 2015. Chronic Venous Insufficiency. Cilculation, Volume
23
3. Raju S, Neglen P. 2009. Chronic venous insufficiency and varicose veins. England
4. Willenberg, T., Schumacher, A., Vesti, B. A. & Jacomella , V., 2010. Impact of obesity on
venous hemodynamics of the lower limbs. J Vasc Surg,
5. Florea, Stoica, L. E. & Tolea, 2011. Chronic Venous Insufficiency : Clinical Evolutional
Aspect. Health Science Journal, Volume 37, pp. 21-25
6. Jong W, Sjamsuhidajat R.. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2005
7. Bradbury A, Evans C. What are the symptoms of varicose veins.BMJ 2009; v.318(7180)
8. Sadick NS. Sclerotherapy and ambulatory phlebectomy.Dalam : Bolognia JL, Larizzo JL,
Rapini RP, eds. Dermatology. 2nd. Spain: Mosby Elsevier; 2003.
9. Campbell, Bruce. Varicose Veins And Their Management. BMJ. 2006;333;287- 292.

17

Anda mungkin juga menyukai