Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik (IVK) adalah
gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat menahun. Hal ini
disebabkan disfungsi katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena
terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam vena. CVI terjadi pada vena
ekstremitas bawah (vena-vena superfisialis ataupun profunda) dengan manifestasi
nyeri pada tungkai bawah, bengkak, edema, perubahan kulit, dan ulserasi. CVI sering
dikaitkan dengan varises, yaitu kondisi vena tampak membesar, berliku-liku, dan
kebiruan dibawah permukaan kulit. Istilah ini umumnya mengacu pada pembuluh
darah ditungkai, meskipun varises dapat juga terjadi di tempat lain. 1
Di Indonesia, chronic venous insufficiency belum ada angka yang pasti
mengenai insiden terjadinya. CVI lebih banyak terjadi pada negara-negara barat atau
negara industri, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas
penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, prevalensinya juga
akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan prevalensi: Pria muda
sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%, Pria berusia lebih dari 50
tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 50%. 2
Varises mempunyai dampak bermakna bagi perawatan kesehatan, setiap
tahun jutaan orang berobat ke dokter masalah kosmetik. Konsekuensi masalah
kosmetik pada varises dapat memengaruhi kualitas hidup dan dikaitan dengan
manifestasi lain yang lebih serius, seperti ulkus vena yang prevalensinya
diperkirakan sekitar 0,3% meskipun ulkus aktif atau yang lebih sembuh ditemukan
pada sekitar 1% populasi manusia.2

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Vena Ekstremitas Bawah


2.1.1 Vena superfisialis ekstremitas bawah

Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.
Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis vena
profunda, dan vena perforantes (penghubung). Walaupun vena menyerupai arteri
tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah lebih lemah, jaringan
elastis lebih sedikit serta terdapat katup semilunar. Katup vena merupakan
struktur penting dari sistem aliran vena, karena berfungsi mencegah refluks
aliran darah vena tungkai. Katup vena bersama dengan kontraksi otot betis akan
mengalirkan darah dari vena superfisialis ke profunda menuju jantung dengan
melawan gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal membawa 85-90%
darah dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen superfisialis membawa 10-
15% darah. Vena-vena superfisialis dapat dilihat di bawah permukaan kulit,
terletak di dalam lemak subkutan, tepatnya pada fasia otot dan merupakan
tempat berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui cabang kecil. Vena
superfisialis yang utama adalah vena safena magna (VSM) dan vena safena
parva (VSP). 3

2.1.1.1 Vena safena magna


Vena safena magna merupakan vena terpanjang di tubuh, mulai dari kaki
sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan darah dari bagian medial kaki serta kulit
sisi medial tungkai. Vena ini merupakan vena yang paling sering menderita
varises pada tungkai bawah. Di tungkai bawah vena safena magna berdampingan
dengan nervus savena, suatu saraf kulit cabang nervus femoralis yang mensarafi
permukaan medial tungkai bawah.3

2.1.1.2 Vena safena parva


Vena safena parva terletak di antara tendo achilles dan maleolus lateralis.
Pada pertengahan betis menembus fasia, kemudian bermuara ke vena poplitea

2
beberapa sentimeter di bawah lutut. Vena ini mengalirkan darah dari bagian
lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis vena safena
parva terletak sangat berdekatan dengan nervus suralis, yaitu saraf sensorik yang
mensarafi kulit sisi lateral kaki.3

2.1.1.3 Vena perforantes (penghubung)

Vena perforantes (penghubung) adalah vena yang menghubungkan vena


superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara langsung menembus fasia (direct
communicating vein). Vena ini mempunyai katup yang mengarahkan aliran darah
dari vena superfisial ke vena profunda. Katup-katup pada perforator mengarah
ke dalam sehingga darah mengalir dari sistem superfisialis ke sistem profunda,
kemudian darah dipompa keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya
sistem profunda memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis.
Apabila katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat akan
diteruskan ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini.3

2.1.2 Vena profunda ekstremitas bawah


Vena-vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan
vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen
posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan
gaya gravitasi oleh otot misalnya saat olahraga.3
Selama kontraksi otot betis, katup-katup vena perforantes dan vena
superfisialis menutup, sehingga darah akan mengalir kearah proksimal melalui
sistem vena profunda. Pada waktu relaksasi, vena profunda mengalami dilatasi
yang menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari
sistem vena superfisialis ke dalam sistem profunda melalui vena perforantes.
Penderita dengan insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem vena profunda ke
dalam vena superfisialis. Sedangkan pada orang sehat katup-katup dalam vena
perforantes mencegah hal ini. 3

3
Gambar 1. Anatomi Vena Ekstremitas Bawah3

2.2. Chronic Venous Insufficiency


2.2.1 Definisi

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik (IVK)


adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat
menahun.1

Gambar 2. Insufisiensi Vena Kronik1

2.2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, chronic venous insufficiency belum ada angka yang pasti


mengenai insiden terjadinya. CVI lebih banyak terjadi pada negara-negara barat
atau negara industri, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan

4
aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan
prevalensi: Pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%,
Pria berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih
dari 50 tahun sebanyak 50%.2

2.2.3 Etiologi dan faktor resiko

Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,


kongenital, primer dan sekunder:4
2.2.3.1 CVI kongenital
Penyebab CVI yang kongenital adalah pada kelainan dimana katup
yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata tidak terbentuk sama
sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak sempurna
(displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya yang baru
diketahui setelah penderitanya berumur.4
2.2.3.2 CVI primer
Penyebab CVI yang primer adalah kelemahan intrinsik dari dinding
katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang terlalu panjang
(elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena menjadi terlalu
lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup yang
panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna
(daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan
terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran
retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan
melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi untuk
mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.4
2.2.3.3 CVI sekunder
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena
sekunder) disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired),
yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang
menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan
dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun
paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut

5
sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan
jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang
akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan
daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi
mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan
penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat
parah tidak memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena
kronis yang primer dan sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan
komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama.4

Gambar 3. Katup Vena4

Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun), jenis
kelamin, riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan, menopause,
flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Terdapat juga faktor lingkungan atau
perilaku terkait dengan CVI, seperti berdiri dan duduk terlalu lama. 2,4
Gangguan vena menahun tidak mungkin disebabkan karena menyilangkan
tungkai atau pergelangan kaki, meskipun hal ini dapat memperburuk
kondisi varises yang telah ada.5

2.2.4 Patofisiologi

6
Darah dari sistem vena superfisial akan mengalir ke sistem vena profunda
melalui vena perforantes yang menembus selubung otot dan mempunyai katup
yang menjamin darah untuk mengalir dari vena superfisial ke vena profunda.
Sistem vena profunda akan diperas kosong ke arah proximal pada setiap
kontraksi otot tungkai. Jumlah katup yang terdapat di vena tungkai tergantung
dari lokasinya, semakin proximal jumlahnya semakin sedikit dan pada vena
dalam lebih banyak daripada vena tepi.3
Insufisiensi vena kronik atau CVI merupakan gangguan aliran balik darah
dari tungkai ke jantung yang besifat menahun yang ditandai dengan nyeri dan
pembengkakan pada tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan
primer pada dinding vena serta katup-katupnya (valve incompetence) dan
perubahan sekunder disebabkan oleh trombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan kongenital jarang
menyebabkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak ditemukan.2
Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir mundur
(retrograde atau refluks aliran). Pompa vena otot tungkai mengembalikan darah
ke jantung (mekanisme pompa otot betis) melawan efek gravitasi. Jika
pembuluh darah menjadi varises, katup vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi
katup).2,6
Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya darah
terganggu melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat terjadi akibat
inkompetensi katup vena dalam aksial atau superfisial, atau kombinasi
keduanya. Insufisiensi vena yang berlanjut dapat menyebabkan perubahan pada
kulit hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan, dan akhirnya dapat terjadi
ulkus.2
Kegagalan katup vena dalam dapat menyebabkan volume darah dipompa
ke luar ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran vena
retrograde patologis. Tekanan vena segera setelah ambulasi dapat sedikit
meningkat atau normal, tetapi vena terisi kembali dengan cepat disertai terjadi
peningkatan tekanan vena tanpa kontraksi otot. Disfungsi atau inkompetensi
katup system vena superfisial juga menyebabkan aliran retrograde darah dan
peningkatan tekanan hidrostatik.2

7
Kegagalan katup dapat primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah
atau daun katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis
superfisial, atau distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau tekanan yang
tinggi.2
Kegagalan katup vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan
saphenopopliteal junction, menyebabkan tekanan tinggi pada vena superfisial,
sehingga terjadi dilatasi vena dan varises yang menyebar dari proximal junction
ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup perforator juga dapat menyebabkan
darah mengalir dari vena dalam balik ke belakang ke sistem superfisial dan
bersama transmisi tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh pompa otot betis,
menyebabkan dilatasi vena berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena
superfisial.2
Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna dalam
patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari ekstremitas
distal menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada refluks atau
obstruksi berat. Disfungsi pompa otot tampaknya merupakan mekanisme utama
terjadi inkompetensi vena superfisial dan komplikasinya, seperti ulkus vena.2
Perubahan hemodinamik vena besar ekstremitas bawah dapat
ditransmisikan ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan terjadinya
mikroangiopati vena, meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak- keloknya
kapiler, penebalan membran basalis dengan peningkatan serat kolagen dan
elastin, kerusakan endotel dengan pelebaran ruang interendotel, serta
peningkatan edema perikapiler dengan pembentukan halo. Kelainan kapiler
dengan peningkatan permeabilitas dan tekanan vena yang tinggi menyebabkan
akumulasi cairan, makromolekul,dan ekstravasasi sel darah merah ke ruang
interstisial. Selain itu, fragmentasi dan destruksi mikrolimfatik juga dapat
mengganggu drainase dari ekstremitas, dan disfungsi saraf lokal dapat
menyebabkan perubahan mekanisme regulasi.2
Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia
(spider veins) yang juga melibatkan insufisiensi katup, dari ukuran dan lokasi
pembuluh darah yang terkena.7

8
2.2.5 Manifestasi klinis

2.2.5.1 Gejala insufisiensi vena kronik


Gejala insufisiensi vena kronik dapat meliputi: 1,2,6
Tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat istirahat) dan
berat serta pegal (setelah berdiri lama)
Kram bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-tiba, seperti gerakan
berdiri
Pelebaran vena dekat permukaan kulit
Munculnya telangiektasia ditungkai yang terkena
Bengkak di kaki atau pergelangan kaki
Perubahan warna kulit
Ulkus kaki

2.2.5.2 Pemeriksaan fisik


Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi
vena adalah pitting edema atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan
oleh jari akan membekas seperti bentuk jari yang menekan dan lama
kembalinya, terutama pergelangan kaki, edema sistem limfatik, perubahan
warna kulit, hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis kronis, atrophie
blanche, serta ulserasi.1,2,6
Ulserasi yang tidak kunjung sembuh. Ini dapat disebabkan oleh
insufisiensi vena superficial ataupun profunda, insufisiensi arteri,
gangguan rematologis, kanker, atau penyebab lainnya yang lebih jarang.2,6
Selain itu juga terlihat adanya distensi vena-vena kaki dan
pergelangan kaki, kadang di fossa poplitea juga. Pembesaran vena diatas
pergelangan kaki biasanya menandakan adanya proses patologis pada
vena.2,6
Penyakit ini juga akan menurunkan kualitas hidup, karena akan
menyebabkan rasa nyeri, gangguan fungsi fisik, dan gangguan mobilitas.
Juga akan menyebabkan depresi dan isolasi social. Gangguan pada kelas
C5 dan C6 CEAP juga berhubungan dengan gagal jantung.2

2.2.6 Klasifikasi chronic venous insufficiency

9
Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta
akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian.
Klasifikasi CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab
(Etiologic), Anatomic, dan Pathophysiology. Klasifikasi etiologi memisahkan
penyakit berdasarkan sifat congenital, primer, atau sekunder. Anatomi
berdasarkan vena yang terkena termasuk vena superfisial, profunda, atau
perforantes. Sedang klasifikasi patofisiologi mengidentifikasikan refluks pada
sistem-sistem superficial, communicantes, atau profunda, serta obstruksi
outflow. Kekurangan utama sistem ini adalah karena sifatnya yang statis,
klasifikasi jenis ini sulit dipakai untuk menilai perubahan yang terjadi sebagai
respons terhadap terapi yang telah diberikan. Klasifikasi CEAP dapat dilihat
pada gambar 4 dan tabel 1.2

Gambar 4. Klasifikasi CEAP2


Tabel 1. CEAP (Clinical-Etiology-Anatomy-Pathophysiology classification) 2

Clinical Etiology Anatomy Pathophysiology

C0 Ec As Pr
no evidence of venous Congenital superficial veins venous reflux
disease

C1 Ep Ad Po
telangiectasias/reticular primary venous deep veins venous
veins disease. obstruction

10
C2 Es Ap Pn
varicose veins secondary perforating not specified
venous disorder veins

C3 En An
edema associated with not specified not specified
vein disease

C 4a
pigmentation or
eczema

C 4b
Lipodermatosclerosis

C5
healed venous ulcer

C6
active venous ulcer

Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). Sistem penilaian ini
diambil dari klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk
menilai perkembangan penyakitnya. Ada tiga komponen sistem penilaian ini,
sebagai berikut:2

2.2.6.1 Venous disability score (VDS)


Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk bekerja selama 8 jam
dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai 0-3. Nilai
totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.2

2.2.6.2 Venous segmental disease score (VSDS)

Sistem ini menggunakan klasifikasi anatomi dan patofisiologi sistem


CEAP untuk menghasilkan nilai yang berdasarkan refluks atau obstruksi vena.

11
Nilainya didapat dengan mengambil gambar vena menggunakan phlebography
atau duplex Doppler.2

2.2.6.3 Venous clinical severity score (VCSS)

Sistem ini memakai 9 tanda-tanda utama penyakit venosa yang diberi


nilai dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai untuk menilai repons terhadap terapi.2

Tabel 2. Komponen Penilaian Derajat2


Variabel Score
0 1 (ringan) 2(sedang) 3 (berat)
Nyeri Tidak Kadang- tidak Setiap hari Penggunaan
perlu analgesik kadang konstan
menggunakan analgesik
analgesik narkotika
nonnarkotik
Vena varicosa Tidak Sedikit- Multiple Luas
tersebar
Edema Tidak Sore hari Sore hari- diatas Pagi hari diatas
hanya pergelangan kaki pergelangan
pergelangan kaki
kaki
Hiperpigmentasi Tidak Terbatas Diffusa di1/3 Tersebar luas
distal kaki
Inflamasi dan Tidak Ringan Sedang Berat
selulitis
Indurasi Tidak Fokal Kurang dari 1/3 Seluruh 1/3
distal kaki distal kaki atau
lebih
Ulser aktif jml 0 1 2 >2
Durasi ulser aktif Tidak <3 3-12 >12 Tidak
bln sembuh
Diameter ulser aktif Tidak <2 2-6 >6
cm
Menggunakan Tidak Kadang Sering (most Konstan
stocking days)

2.2.7 Diagnosis
CVI terutama didiagnosis dengan pemeriksaan fisik. Akurasi
pemeriksaan fisik dapat ditingkatkan dengan bantuan alat Doppler, sehingga
pemeriksa dapat mendengarkan aliran darah. Namun, pemeriksaan paling akurat

12
dan rinci adalah dengan venous duplex ultrasound yang dapat memberikan
gambaran vena, sehingga adanya hambatan akibat bekuan darah atau gangguan
fungsi vena dapat dideteksi.4
Pada awalnya pemeriksaan teknik pencitraan dilakukan hanya jika ada
kecurigaan klinis insufisiensi vena dalam, jika terjadi berulang, atau jika
melibatkan sapheno-popliteal junction. Namun, saat ini semua pasien dengan
varises harus diperiksa menggunakan duplex Doppler ultrasound.8

2.2.8 Pemeriksaan penunjang


2.2.8.1 Duplex doppler ultrasonography
Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah,
aliran darah serta struktur vena-vena kaki.8
2.2.8.2 Venogram
Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena (IV) pewarna
kontras. Ini untuk memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras
menyebabkan pembuluh darah muncul suram yang memudahkan untuk
memvisualisasikan pembuluh darah yang dievaluasi.8
2.2.8.3 Magnetic resonance venography (MRV)
MRV adalah alat yang paling sensitif dan spesifik untuk
mengevaluasi gangguan sistem superficial dan profunda pada ekstremitas
inferior dan pelvis. Dan juga dapat mendeteksi penyebab nonvaskuler
nyeri dan edema pada kaki.8
2.2.8.4 Tes fisiologis
Mengukur fungsi vena dapat dilakukan dengan mengukur Venous
Refilling Time (VRT) atau waktu yang dibutuhkan untuk betis agar
dipenuhi dengan darah setelah pompa otot betis telah mengosongkan
pembuluh darah kaki semaksimal mungkin, normalnya adalah paling tidak
2 menit; Maximum Venous Outflow (MVO) test. Ini dipakai untuk
mendeteksi adanya obstruksi outflow vena dari betis, apapun
penyebabnya. Hasilnya akan mencerminkan kecepatan darah dapat
mengalir keluar dari betis yang kongesti ketika tourniquet dipaha dilepas;
Calf Muscle Pump Ejection Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa
otot betis untuk mengeluarkan darah dari betis. Pada pasien normal,
dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari kaki untuk
mengosongkan vena-vena betis.8
2.2.8.5 Uji Trendelenberg

13
Uji ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang
disebabkan oleh refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena
profunda.8

2.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah
usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan
elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan,
dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan membuat
posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran darah vena
akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi
tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif
penderita akan merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Ada beberapa
penetalaksanaan lain yang dapat dilakukan, sebagai berikut:9,10,11
2.2.9.1 Kaus kaki kompresi
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan
hemodinamik dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki
dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal.
Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 % pasien yang menggunakan
kaus kaki kompresi selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah
terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan penggunaan kaos kaki adalah harga
yang relative mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang
kurang baik. Indikasi pemakaian stoking dapat dilihat pada tabel 3.9

Tabel 3. Indikasi Pemakaian Stoking9

CLASS PRESSURE LEVEL OF INDICATION CEAP


SUPPORT
OTC <15 mmHg Minimal Asymptomatic, 0,1
comfort only
I 15-20 mmHg Mild Minor varicosities, 1,2,3
tired aching legs,
minor swelling
II 20-130 mmHg Moderate Moderate to severe 3,4
varicosities,

14
moderate swelling,
phlebitis, following
ablation
III 30-40 mmHg Firm Severe varicosities, 4,5,6
swelling,
management of
ulcerations,
following DVT, post
surgery
IV >40 mmHg Extra Firm Lymphedema, NA

2.2.9.2 Medikamentosa
Beberapa jenis obat dapat digunakan untuk mengobati insufisiensi
vena kronis. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan.
Pentoxifylline untuk meningkatkan aliran darah melalui pembuluh darah,
dapat dikombinasikan dengan terapi kompresi untuk membantu
menyembuhkan ulkus kaki. Terapi antikoagulan dapat direkomendasikan
untuk orang-orang yang memiliki masalah belulang dengan pembuluh
darah di kaki.7
2.2.9.3 Scleroterapi vena
Scleroterapi vena merupakan suatu modalitas terapi untuk
telangiektasis obliterasi, varises dan segmen vena dengan refluks.
Skleroterapi dapat digunakan sebagai terapi primer atau bersama dengan
prosedur bedah untuk pengobatan CVI, caranya dengan menginjeksi
sclerosant kedalam pembuluh darah untuk membuat pembuluh darah
menciut sehingga tidak berfungsi lagi. Darah kemudian kembali ke jantung
melalui vena lain dan tubuh menyerap pembuluh darah yang terluka.7
2.2.9.4 Operasi
Pembedahan dapat digunakan untuk mengobati chronic venous
insufficiency meliputi :10,11
2.2.9.4.1 Ligasi
Vena yang rusak diikat sehingga darah tidak melewati vena
tersebut. Jika vena atau katup rusak berat, pembuluh darah akan
diangkat (vein stripping).10,11
2.2.9.4.2 Surgical repair
Vena atau katup diperbaiki dengan operasi, melalui sayatan
terbuka atau dengan penggunaan kateter.11

15
2.2.9.4.3 Vein transplant
Mengganti pembuluh darah yang rusak dengan pembuluh
darah sehat dari bagian tubuh yang lain.11
2.2.9.4.4 Subfascial endoscopic perforator surgery
Prosedur invasive minimal dilakukan dengan endoskopi.
Vena perforator dipotong dan diikat. Hal ini memungkinkan darah
mengalir ke pembuluh darah yang sehat dan meningkatkan
penyembuhan ulkus.11

2.2.10 Komplikasi
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus,
keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen.
Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat untuk
dihindari. Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi (sampai dengan
10 %), dan terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari.
Thromboembolism berpotensi terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi
belum ada bukti yang menujukkan risiko ini meningkat bila dilakukan
pembedahan.9

2.2.11 Pencegahan

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya


CVI, sebagai berikut:9

1. Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk


2. Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di kaki.
3. Berolahraga secara teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis,
sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
4. Menurunkan berat badan.
5. Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan membantu
aliran darah serta mengurangi rasa nyeri.
6. Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit.

2.2.12 Prognosis
Prognosis kesembuhan ulkus dan inflamasi cukup bagus tanpa adanya
penyakit penyerta yang menganggu kesembuhan. Mayoritas pasien tanpa
komplikasi memberikan respon yang baik terhadap pengobatan rawat jalan.

16
Perubahan permanen meliputi hemosiderosis dan fibrosis yang terjadi sebelum
inisiasi terapi. Kehilangan fungsi katup bersifat irreversible. Tidak adanya
support kutaneus berkelanjutan dalam jangka panjang dalam bentuk penutup
inelastis atau stocking elastis, dapat memperburuk cedera pada kulit dan jaringan
lunak.9

BAB III

KESIMPULAN

CVI adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang besifat
menahun. Etiologi dari Chronic venous insufficiency (CVI) dapat dibagi 3 yaitu,
kongenital, primer dan sekunder. Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30
tahun), jenis kelamin, riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan,
menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Gejala CVI yang biasa dirasakan
biasanya tungkai terasa nyeri (saat berjalan yang berhenti saat istirahat) dan berat
serta pegal (setelah berdiri lama), kram bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-tiba
seperti gerakan berdiri, terdapat pelebaran vena dekat permukaan kulit, munculnya
telangiektasia ditungkai yang terkena, bengkak di kaki atau pergelangan kaki,
perubahan warna kulit serta ulkus kaki. Ultrasonografi vaskuler merupakan
pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa CVI, dengan spektrum doppler dan color
pada pemeriksaan duplex sonografi femoralis dapat diketahui derajat severitas pada
CVI. Ada beberapa cara penatalaksaan yang bisa dilakukan pada penderita CVI
diantaranya kaus kaki kompresi, obat-obatan (diuretik, pentoxifilline, dan
antikoagulan), skleroterapi vena dan operasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available
from:http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_insuffic
iency/

2. Eberhardt RT, Raffetto JD. Chronic venous insufficiency. Circulation


2005;111:2398-409.

3. Faiz, Omar and David Moffat, Anatomy at a Glance, diterjemahkan oleh dr.
Annisa Rahmalia, (Jakarta: Erlangga, 2004)

4. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://vasculardisease.org/chronic-venous-insufficiency-cvi/

5. Understanding varicose veins - the basics [Internet]. 2014 [cited 2014 June 6].
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/understanding-varicose-
veins- basics.
6. Varicose vein [Internet]. 2010 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://www.webcitation.org/5r1PRrJul.

7. Weiss RA, Weiss MA. Doppler ultrasound findings in reticular veins of the thigh
subdermic lateral venous system and implications for sclerotherapy. J Dermatol Surg
Oncol. 1993;19(10):947-51.

8. Blomgren L, Johansson G, Emanuelsson L, Dahlberg-kerman A, Thermaenius P,


Bergqvist D. Late follow-up of a randomized trial of routine duplex imaging before
varicose vein surgery.Br J Surg.2011;98(8):1112-6.

18
9. Curri SB. Changes of cutaneous microcirculation from elasto-compression in
chronic venous insufficiency. In: Davy A, Stemmer R, editors. Phlebology.
Montrouge, France: John Libbey Eurotext; 1989

10. Jusi dan Djang, 2010. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI. Hal : 85, 204-255

11. Karakata, Sumiardi dan Bachsinar B, 1996. Bedah Minor. Jakarta: Hipokrates.
Hal : 158-161

19

Anda mungkin juga menyukai