Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CVI TUNGKAI

(CHRONIC VENOUS INSUFFICIENCY)

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Gawat Darurat
Profesi Studi Ners

Disusun Oleh:

AYU AGUSTIYANI 2017 0305 029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2018
A. Judul
Asuhan Keperawatan CVI Tungkai (Chronic Venous Insuffi Ciency)
B. Konsep Dasar
1. Anatomi dan fisologi

Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis


vena profunda, dan vena perforantes (penghubung). Walaupun vena
menyerupai arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian
tengah lebih lemah, jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup
semilunar. Katup vena merupakan struktur penting dari sistem aliran
vena, karena berfungsi mencegah refluks aliran darah vena tungkai.
Katup vena bersama dengan kontraksi otot betis akan mengalirkan darah
dari vena superfisialis ke profunda menuju jantung dengan melawan
gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal membawa 85-90% darah
dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen superfisialis membawa
10-15% darah.

Vena-vena superfisialis dapat dilihat di bawah permukaan kulit,


terletak di dalam lemak subkutan, tepatnya pada fasia otot dan
merupakan tempat berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui cabang
kecil. Vena superfisialis yang utama adalah vena safena magna (VSM)
dan vena safena parva (VSP). Kedua vena ini berhubungan di beberapa
tempat melalui vena-vena kecil. Istilah safena berasal dari bahasa
Yunani safes, artinya mudah terlihat atau jelas, sesuai dengan
keadaannya di tubuh.

Vena safena magna merupakan vena terpanjang di tubuh, mulai


dari kaki sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan darah dari bagian
medial kaki serta kulit sisi medial tungkai. Vena ini merupakan vena
yang paling sering menderita VVTB. Menurut Lofgren dan Rivlin VSM
5-6 kali lebih sering terkena VVTB dibanding VSP. Di tungkai bawah
VSM berdampingan dengan n. Safena, suatu saraf kulit cabang n.
Femoralis yang mensarafi permukaan medial tungkai bawah.
Vena safena parva terletak di antara tendo Achilles dan maleolus
lateralis. Pada pertengahan betis menembus fasia, kemudian bermuara ke
v. poplitea beberapa sentimeter di bawah lutut. Vena ini mengalirkan
darah dari bagian lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai
proksimal betis VSP terletak sangat berdekatan dengan n. Suralis, yaitu
saraf sensorik yang mensarafi kulit sisi lateral kaki.

Vena perforantes (penghubung) adalah vena yang menghubungkan


vena superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara langsung
menembus fasia (direct communicating vein). Vena ini mempunyai
katup yang mengarahkan aliran darah dari vena superfisial ke vena
profunda. Bila katup ini tidak berfungsi (mengalami kegagalan) maka
aliran darah akan terbalik sehingga tekanan vena superfisial makin tinggi
dan varises dengan mudah akan terbentuk.

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari a. tibialis


anterior dan a. tibialis posterior yang melanjutkan sebagaiv.poplitea dan
v.femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam
kompartemen posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu
mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot misalnya saat
olahraga.

Selama kontraksi otot betis, katup-katup v. perforantes dan vena


superfisialis menutup, sehingga darah akan mengalir kearah proksimal
melalui sistem vena profunda. Pada waktu relaksasi, vena profunda
mengalami dilatasi yang menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif
ini akan menarik darah dari sistem vena superfisialis ke dalam sistem
profunda melalui v. perforantes. Penderita dengan insufisiensi vena,
darah mengalir dari sistem vena profunda ke dalam vena superfisialis.
Sedangkan pada orang sehat katup-katup dalam v. perforantes mencegah
hal ini.
Gambar 1. Susunan Anatomi Vena Tungkai Bawah
Sumber : http://raphavascular.com/laboratory/

Gambar 2. Diagram skematis pompa otot betis


Sumber : https://dokumen.tips/documents/cvi-varises.html
2. Pengertian

Gangguan vena menahun atau Chronic Venous Insufficiency (CVI)


adalah gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang bersifat
menahun. CVI merupakan kondisi mengenai sistem vena ekstremitas
bawah yang dapat menyebabkan berbagai patologi, meliputi nyeri,
bengkak, perubahan kulit, dan ulserasi. CVI terjadi jika katup vena tidak
berfungsi dengan baik, dan terjadi gangguan sirkulasi darah pada vena
tungkai. CVI sering dikaitkan dengan varises, yaitu kondisi vena tampak
membesar, berliku-liku, dan kebiruan di bawah permukaan kulit.

Chronic Venous Insufisiensi adalah suatu kondisi dimana


pembuluh darah kaki tidak mampu memompa cukup darah kembali ke
jantung. CVI dapat didefinisikan sebagai gangguan menetap pada aliran
darah balik dari perifer ke vena sentral beserta komplikasinya. Ini
menggambarkan ketidakmampuan untuk menghasilkan penurunan
tekanan yang adekuat dalam vena di daerah yang terganggu, meskipun
telah mengaktifkan otot pompa vena.

Chronic venous insufficiency (CVI) pada tungkai bawah yaitu


kelainan dengan hipertensi vena, yang disebabkan oleh perubahan
abnormal pada struktur dan fungsi vena; baik vena tepi dan atau system
vena dalam termasuk varises serta komplikasinya.

Chronic venous insufficiency adalah kondisi dimana pembuluh


darah tidak dapat memompa oksigen dengan cukup (poor blood) kembali
ke jantung yang 13 ditandai dengan nyeri dan pembengkakan pada
tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh perubahan primer pada
dinding vena serta katup-katupnya (valve incompetence) dan perubahan
sekunder disebabkan oleh thrombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya. Kelainan kongenital
jarang menyebebkan CVI. Varises tungkai adalah yang paling banyak
ditemukan.

3. Klasifikasi

CVI mempunyai beberapa stadium menurut klasifikasi CEAP


(Clinical, Etiology, Anatomy, Pathology) dengan penanganan yang
berbeda-beda. Adapun stadium CVI secara klinis menurut klasifikasi
CEAP adalah:
a) C0 : tidak ada tanda-tanda penyakit vena yang terlihat atau
teraba
b) C1 : telangiektasia atau vena retikuler
c) C2 : varises (dibedakan dari vena retikuler dengan diameter > 3
mm)
d) C3 : edema
e) C4 : perubahan pada kulit sekunder terhadap penyakit vena
kronik
 C4a : pigmentasi atau eksim
 C4b : lipodermatosklerosis atau atrophie blanche
f) C5 : ulkus vena sembuh (perubahan kulit seperti di atas dengan
ulkus yang sudah sembuh)
g) C6 : ulkus vena aktif (perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus
aktif)

4. Etiologi

Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 yaitu,


kongenital, primer dan sekunder.

a) Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada


kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen
ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau
pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi
vena, dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah
penderitanya berumur.
b) Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan
intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup
yang terlalu panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan
dinding vena menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang
diketahui. Keadaan daun katup yang panjang melambai (floppy,
rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna (daun-daun katup
tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan terjadinya
katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga aliran retrograd
atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi 14 hanya dengan
melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi untuk
mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.
c) Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena
sekunder) disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat
(acquired), yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis vena dalam
yang menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada
keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa
bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena dalam, maka
keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma
tersebut terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi,
trombosis kronis dan rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis,
dan juga akan menimbulkan pemendekan daun katup (pengerutan
daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi mikro), dan adhesi
katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan lumen.
Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis
yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan
komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang
sama. Faktor risiko terkait CVI meliputi usia (di atas 30 tahun),
jenis kelamin, riwayat varises dalam keluarga, obesitas, kehamilan,
menopause, flebitis, dan riwayat cedera tungkai. Terdapat juga
faktor lingkungan atau perilaku terkait dengan CVI, seperti berdiri
dan duduk terlalu lama.

Gangguan vena menahun tidak mungkin disebabkan karena


menyilangkan tungkai atau pergelangan kaki, meskipun hal ini dapat
memperburuk kondisi varises yang telah ada.
5. Faktor Resiko

Faktor risiko terkait CVI meliputi :

a) Usia (di atas 30 tahun)


b) Jenis kelamin
c) Riwayat varises dalam keluarga
d) Obesitas
e) Kehamilan
f) Menopause
g) Riwayat cedera tungkai.

Terdapat juga faktor lingkungan atau perilaku terkait dengan CVI,


seperti berdiri dan duduk terlalu lama. Gangguan vena menahun tidak
mungkin disebabkan karena menyilangkan tungkai atau pergelangan
kaki, meskipun hal ini dapat memperburuk kondisi varises yang telah
ada.

6. Tanda dan Gejala

Varises paling umum mengenai vena superfisial tungkai, yang


muncul pada tekanan tinggi saat berdiri. Tanda dan gejala varises
meliputi :

a) Tungkai terasa nyeri dan berat (sering lebih buruk pada malam hari
dan setelah latihan atau berdiri lama)
b) Pelebaran vena dekat permukaan kulit
c) Munculnya spider veins (telangiektasia) di tungkai yang terkena
d) Pergelangan kaki bengkak, terutama pada malam hari
e) Perubahan warna kulit menjadi kuning kecoklatan yang mengilap
di dekat pembuluh darah yang terkena
f) Kemerahan, kering, dan gatal di daerah kulit, yang disebut
dermatitis atau eksim stasis vena
g) Kram bisa terjadi terutama saat pergerakan tiba-tiba, seperti
gerakan berdiri
h) Cedera ringan pada daerah yang terkena dapat menyebabkan
perdarahan lebih dari normal atau membutuhkan waktu lama untuk
penyembuhannya
i) Pada beberapa orang, kulit di atas pergelangan kaki dapat mengisut
(lipodermatosklerosis) karena lemak di bawah kulit menjadi keras
j) Bercak bekas luka yang memutih dan tidak teratur dapat muncul
pada pergelangan kaki; dikenal sebagai atrophie blanche Selain
masalah kosmetik, varises bisa menyakitkan/nyeri, terutama saat
berdiri.

Varises lama dan berat dapat menyebabkan tungkai bengkak, eksim


vena, penebalan kulit (lipodermatosklerosis), dan ulserasi. Komplikasi
yang mengancam jiwa jarang terjadi, namun varises mungkin
disalahartikan dengan trombosis vena dalam, yang mungkin mengancam
jiwa.

7. Patofisiologi

Vena mempunyai daun katup untuk mencegah darah mengalir


mundur (retrograde atau refluks aliran). Pompa vena otot tungkai
mengembalikan darah ke jantung (mekanisme pompa otot betis)
melawan efek gravitasi. Jika pembuluh darah menjadi varises, katup
vena tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup).

Patologi vena terjadi jika tekanan vena meningkat dan kembalinya


darah terganggu melalui beberapa mekanisme. Hal ini dapat Kegagalan
katup vena yang berlokasi di saphenofemoral junction dan
saphenopopliteal junction, menyebabkan tekanan tinggi pada vena
superfisial, sehingga terjadi dilatasi vena dan varises yang menyebar dari
proximal junction ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup perforator
juga dapat menyebabkan darah mengalir dari vena dalam balik ke
belakang ke sistem superfisial dan bersama transmisi tekanan tinggi
yang ditimbulkan oleh pompa otot betis, menyebabkan dilatasi vena
berlebihan dan kegagalan sekunder katup vena superfi sial.

Obstruksi aliran vena tampaknya mempunyai peranan bermakna


dalam patogenesis CVI. Pompa otot dapat menyebabkan aliran vena dari
ekstremitas distal menjadi tidak efektif, seperti yang sering terjadi pada
refluks atau obstruksi berat. Disfungsi pompa otot tampaknya
merupakan mekanisme utama terjadinya inkompetensi vena superfisial
dan komplikasinya, seperti ulkus vena.

Perubahan hemodinamik vena besar ekstremitas bawah dapat


ditransmisikan ke dalam mikrosirkulasi dan menyebabkan terjadinya
mikroangiopati vena, meliputi pemanjangan, dilatasi, dan berkelak -
keloknya kapiler, penebalan membran basalis dengan peningkatan serat
kolagen dan elastin, kerusakan endotel dengan pelebaran ruang
interendotel, serta peningkatan edema perikapiler dengan pembentukan
“halo”. Kelainan kapiler dengan peningkatan permeabilitas dan tekanan
vena yang tinggi menyebabkan akumulasi cairan, makromolekul, dan
ekstravasasi sel darah merah ke ruang interstisial. Selain itu, fragmentasi
dan destruksi mikrolimfatik juga dapat mengganggu drainase dari
ekstremitas, dan disfungsi saraf lokal dapat menyebabkan perubahan
mekanisme regulasi.

Varises dibedakan dari vena retikuler (vena biru) dan telangiektasia


(spider veins) yang juga melibatkan insufi siensi katup, dari ukuran dan
lokasi pembuluh darah yang terkena.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan vena menahun meliputi terapi


konservatif untuk mengurangi gejala dan membantu mencegah
komplikasi sekunder serta progresivitas penyakit, dan intervensi aktif.
Pemberian terapi secara spesifik didasarkan pada beratnya penyakit, di
mana stadium klinis CEAP 4-6 sering memerlukan terapi invasif, dan
perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Stadium klinis CEAP 3 dengan
edema masif juga perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Pasien CVI lanjut
yang tidak ditangani berisiko terjadi ulkus, ulkus kambuhan, dan ulkus
vena yang tidak sembuh dengan infeksi progresif dan limfedema.

a) Terapi Konservatif
Gejala varises dapat dikontrol dengan tindakan berikut ini:
 Mengangkat tungkai, tindakan ini mengurangi edema dan
tekanan intraabdominal, serta sering mengurangi gejala
sementara.
 Olahraga teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot
betis, sehingga memulihkan fungsi pompa otot betis.
 Pemakaian stocking kompresi yang merupakan andalan terapi
konservatif telah terbukti dapat memperbaiki pembengkakan,
pertukaran nutrisi, dan meningkatkan mikrosirkulasi pada
tungkai yang terkena varises. Stocking pendukung atau
stocking kompresi adalah stocking tungkai atau celana ketat
yang terbuat dari bahan elastis yang kuat. Stocking ini akan
menekan varises untuk menghambat perkembangannya dan
membantu aliran darah di tungkai, serta mengurangi rasa
nyeri.
 Pemakaian perangkat kompresi pneumatik intermiten, telah
terbukti mengurangi pembengkakan dan meningkatkan
sirkulasi.
 Diosmin / hesperidin dan fl avonoid lainnya.
 Obat anti-inflamasi seperti ibuprofen atau aspirin dapat
digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk
tromboflebitis superfisial bersama dengan stocking.
 Karena CVI progresif dapat menyebabkan integritas kulit
terganggu, penting untuk menjaga kelembapan kulit yang
terkena untuk mengurangi risiko kerusakan dan infeksi kulit.
Aplikasi gel topikal membantu mengelola gejala yang
berkaitan dengan varises, seperti peradangan, nyeri, bengkak,
gatal, dan kulit kering. Steroid topikal diperlukan jika terjadi
dermatitis stasis. Silver-impregnated dressing efektif
mengontrol infeksi dan memulihkan integritas jaringan.
Pengobatan topikal ber sifat non-invasif dan memiliki tingkat
kepatuhan pasien yang baik.
b) Intervensi Aktif

Intervensi medis aktif dalam varises dapat dibagi menjadi


teknik non-bedah dan teknik bedah.

 Teknik Non-Bedah
Teknik non-bedah antara lain meliputi skleroterapi dan terapi
ablasi dengan radiofrequency atau laser endovena.
- Skleroterapi
Skleroterapi telah digunakan dalam pengobatan varises
selama lebih dari 150 tahun. Skleroterapi vena
merupakan suatu modalitas terapi untuk telangiektasis
obliterasi, varises, dan segmen vena dengan refluks.
Skleroterapi dapat digunakan sebagai terapi primer atau
bersama dengan prosedur bedah untuk pengobatan CVI,
sclerosant disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk
membuat pembuluh darah menciut. Skleroterapi
diindikasikan untuk berbagai kondisi termasuk spider
veins (< 1 mm), varises dengan diameter 1-4 mm,
perdarahan varises, dan hemangioma kavernosus kecil
(malformasi vaskuler).
Obat yang biasa digunakan sebagai sclerosant adalah
polidokanol, natrium tetradesil sulfat (STS), larutan
salin hipertonik, gliserin dan gliserin dikromasi. Kanter
dan Thibault pada tahun 1996 melaporkan tingkat
keberhasilan 76% setelah 24 bulan pengobatan
saphenofemoral junction dan inkompetensi vena safena
besar dengan larutan STS 3%.11 Cairan STS dan
polidokanol dapat dicampur dengan berbagai
konsentrasi sclerosant dan berbagai proporsi
sclerosant/gas, dengan udara atau CO2 atau O2 untuk
membuat busa. Bentuk busa memungkinkan lebih
banyak pembuluh darah vena dapat diterapi per sesi
dengan keberhasilan sebanding. Penggunaannya yang
berbeda dengan sclerosant cair masih agak
kontroversial.

Di Eropa, skleroterapi foam polidokanol dengan


panduan duplex ultrasound menjadi standar terapi
telangiektasia intrakutan, varises subkutan, vena
perforasi transfasial, dan malformasi vena.

Sebuah tinjauan Cochrane Collaboration menyimpulkan


bahwa dalam jangka pendek (1 tahun), skleroterapi
lebih baik daripada operasi untuk keberhasilan
pengobatan, tingkat komplikasi dan biaya, tetapi setelah
5 tahun, operasi lebih baik, meskipun penelitian ini
lemah.

Komplikasi skleroterapi jarang terjadi, meliputi


hiperpigmentasi kulit sekitar, pembekuan darah dan
ulserasi. Reaksi anafilaksis sangat jarang tetapi dapat
mengancam jiwa, dan dokter harus memiliki peralatan
resusitasi yang siap digunakan. Ada satu kasus stroke
yang dilaporkan setelah skleroterapi yang dipandu USG
dengan injeksi sclerosant busa dosis besar.

- Terapi Ablasi
Terapi ablasi adalah penggunaan energi termal dalam
bentuk radiofrequency atau laser untuk mengobliterasi
vena.

Radiofrequency Ablation

Teknik ini seringkali digunakan pada refluks vena


safena sebagai alternatif stripping. Panas yang terbentuk
menyebabkan injuri termal lokal pada dinding vena
yang menyebabkan trombosis dan akhirnya fi brosis.
Dengan endovenous radiofrequency ablation (ERA)
vena safena besar, 85% pasien mengalami obliterasi
lengkap setelah 2 tahun dengan rekanalisasi sekitar
11%, namun 90% pasien bebas dari refl uks vena
safena, dan 95% melaporkan perbaikan gejala.

Komplikasi ERA meliputi luka bakar, parestesia, fl


ebitis klinis, dengan sedikit lebih tinggi kejadian
trombosis vena dalam (0,57%) dan emboli paru
(0,17%). Suatu studi selama 3 tahun telah
membandingkan ERA yang tingkat kekambuhannya
33%, dengan operasi terbuka yang memiliki tingkat
kekambuhan 23%.16 Endovenous Laser Therapy
Endovenous Laser Therapy (EVLT) adalah teknik
pengobatan gangguan vena menahun menggunakan
energi laser, biasanya dilakukan oleh phlebologist, ahli
radiologi intervensi, atau ahli bedah jantung paru dan
pembuluh. Medical Services Advisory Committee
(MSAC) Australia pada tahun 2008 telah menetapkan
bahwa perawatan laser endovena untuk varises
tampaknya lebih efektif dalam jangka pendek, dan
setidaknya sama efektif secara keseluruhan untuk
pengobatan varises, sebagai prosedur komparatif dari
ligasi persimpangan dan stripping vena untuk
pengobatan varises. Terapi laser dengan diode 810 nm
atau 940 nm telah memberikan hasil sangat baik,
dengan obliterasi vena safena pada 93% pasien setelah
2 tahun.

Tingkat komplikasi yang lebih berat seperti DVT (deep


vein thrombosis), cedera saraf dan parestesia, infeksi
pasca-operasi dan hematoma, tampaknya lebih besar
setelah ligasi dan stripping daripada setelah EVLT.
Komplikasi EVLT meliputi luka bakar ringan pada kulit
(0,4%) dan parestesia sementara (2,1%). Komplikasi
EVLT dapat dikategorikan sebagai komplikasi minor
atau serius. Komplikasi minor meliputi memar (51%),
hematoma (2,3%), mati rasa sementara (3,8%), fl ebitis
(7,4%), indurasi (46,7%), dan sensasi sesak (24,8%).
Komplikasi lebih serius meliputi luka bakar pada kulit
(0,5%), trombosis vena dalam (0,4%), emboli paru
(0,1%), dan cedera saraf (0,8%). Kerusakan retina
merupakan komplikasi serius tetapi sangat jarang (<
1%) yang dapat terjadi selama penggunaan laser.

c) Teknik Bedah

Pada CVI berat, ulkus vena sering memerlukan terapi hingga


6 bulan sebelum sembuh total, sering kambuh terutama jika terapi
kompresi tidak dipertahankan. Pada CVI yang refrakter terhadap
obat dan terapi yang kurang invasif, maka teknik bedah harus
dipertimbangkan untuk melengkapi terapi kompresi, termasuk pada
pasien yang tidak nyaman dengan disabilitas menetap, atau pada
ulkus vena yang tidak kunjung sembuh dengan upaya medis
maksimal, dan pada pasien yang tidak mampu patuh terhadap
terapi kompresi, atau dengan varises kambuhan.

Beberapa teknik bedah meliputi stripping yang lebih invasif


hingga prosedur yang kurang invasif seperti cryosurgery.

 Stripping
Stripping adalah pengambilan seluruh atau sebagian batang
utama vena safena (besar/ panjang atau lebih kecil/pendek).
Komplikasi meliputi trombosis vena (5,3%), emboli paru
(0,06 %), dan komplikasi luka termasuk infeksi (2,2%).19
Ada bukti bahwa vena safena besar tumbuh kembali setelah
stripping. Untuk operasi, dilaporkan tingkat kekambuhan
setelah 10 tahun berkisar 5-60%.20 Selain itu, karena
stripping menghilangkan batang utama safena, tidak tersedia
lagi vena untuk cangkokan bypass vena di masa depan
(penyakit arteri koroner atau tungkai).
 Ligasi Vena dan Phlebectomy
Ligasi saphenofemoral junction telah dipertimbangkan
sebagai terapi standar untuk banyak pasien CVI. Kumpulan
varises vena besar yang berhubungan dengan vena safena
inkompeten dapat diavulsi dengan teknik stab phelebctomy.
Ligasi dan stripping CVI tingkatan 2-6 dengan refl uks vena
superfi sial telah menghasilkan perbaikan bermakna
hemodinamika vena, dan menghilangkan gejala CVI stadium
lanjut, serta membantu penyembuhan ulkus.
 Cryosurgery Dalam teknik ini, sebuah cryoprobe diturunkan
melalui vena safena panjang setelah ligasi saphenofemoral.
Kemudian probe didinginkan dengan NO2 atau CO2 hingga
suhu -85o C. Vena tersebut membeku ke arah probe dan
dapat ditarik secara retrograde setelah 5 detik pembekuan. Ini
adalah varian stripping. Satu-satunya keunggulan teknik ini
adalah untuk menghindari sayatan distal dalam pelepasan
stripper.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Duplex Doppler ultrasonography
Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh
darah, aliran darah serta struktur vena-vena kaki.
b) Venogram Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena
(IV) pewarna kontras. Ini untuk memvisualisasikan pembuluh
darah. Pewarna kontras menyebabkan pembuluh darah muncul
suram yang memudahkan untuk memvisualisasikan pembuluh
darah yang dievaluasi.
c) Magnetic resonance venography (MRV) Adalah alat yang paling
sensitive dan spesifik untuk mengevaluasi gangguan sistem
superficial dan profunda pada ekstremitas inferior dan pelvis. Dan
juga dapat mendeteksi penyebab nonvaskuler nyeri dan edema
pada kaki.
d) Tes fisiologis Mengukur fungsi vena, dapat dilakukan dengan
mengukur Venous Refilling Time (VRT) atau waktu yang
dibutuhkan untuk betis agar dipenuhi dengan darah setelah pompa
otot betis telah mengosongkan pembuluh darah kaki semaksimal
mungkin, normalnya adalah paling tidak 2 menit; Maximum
Venous Outflow (MVO) test. Ini dipakai untuk mendeteksi adanya
obstruksi outflow vena dari betis, apapun penyebabnya. Hasilnya
akan mencerminkan kecepatan darah dapat mengalir keluar dari
betis yang kongesti ketika tourniquet dip aha dilepas; Calf Muscle
Pump Ejection Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa otot betis
untuk mengeluarkan darah dari betis. Pada pasien normal,
dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari kaki
untuk mengosongkan vena-vena betis.
e) Uji Trendelenberg Ini dipakai untuk membedakan kongesti vena
distal yang disebabkan oleh refluks vena superficial dengan
kegagalan sistem vena profunda.
10. Komplikasi

Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus


cutaneus, keadaan ini sering bersifat sementara namun dapat bersifat
permanen. Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga
tidak dapat untuk dihindari. Hematome dan infeksi pada luka relatif
sering terjadi ( sampai dengan 10 %), dan terjadi gangguan dalam
aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism berpotensi terjadi
pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang menujukkan
risiko ini meningkat bila dilakukan pembedahan.

11. Pencegahan

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko


terjadinya CVI yaitu:

a) Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk


b) Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di
kaki.
c) Berolahraga secara teratur.
d) Menurunkan berat badan
e) Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan
membantu aliran darah.
f) Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit
C. Konsep Keperawatan
Pengkajian Preoperasi
Pengkajian focus preoperative meliputi :
1. Identitas
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita (rasio wanita terhadap
pria 5:1), dengan banyak wanita menentukan bahwa saat mulainya
varices terlihat dan simtomatik pada waktu kehamilan.
2. Alasan masuk rumah sakit
Kelelahan dan sensasi berat, kram, nyeri , odema, Perdarahan
spontan/akibat trauma dan Hiperpigmentasi
3. Riwayat penyakit
4. Riwayat atau factor-faktor resiko :
a) kelemahan congenital/tidak adanya katup
b) Pekerjaan yang nmengharuskan berdiri/duduk dalam waktu lama
tanpa kontrasi otot intermettentrauma langsung ke katup vena
perforantes
c) kehamilan atau kelainan hormonal
d) riwayat keluarga dengan varises vena
5. Pemenuhan pola kebutuhan sehari-hari :
a) Persepsi
Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien
tentang infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil yang
diperkirakan dan kemungkinan komplikasi), yang kemudian
diberitahukan kepada ahli bedah apaakah diperlukan informasi lebih
banyak (Informed consent). Pengalaman pembedahan masa lalu
dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan psikis serta mencegah
komplikasi.
b) Status nutrisi
Secara langsung mempengaruhi respon pada trauma pembedahan
dan anestesi. Sebelumnya perlu masukan karbohidrat dan protein
untuk keseimbangan nitrogen negative. Puasa perlu dipersiapkan 8
jam sebelum operasi.
c) Status cairan dan elektrolit
Klien dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit cendrung
mengalami komplikasi syok, hipotensi, hipoksia dan distritmia baik
intraoperasi dan paska operasi.
d) Status emosi
Respon klien, keluarga dan orang terdekat pada tindakan
pembedahan tergantung pengalaman masa lalu, strategi koping,
system pendukung dan tingkat pembedahan. Kebanyakan klien yang
mengantisipasi mengalami pembedahan dengan anssietas dan
ketakutan.Ketidakpastian prosedur pembedahan menimbulkan
ansietas, nyeri, insisi dan imobilisasi.
6. Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
a) Dilatasi, lekuk-lekuk vena superfisialis pada kaki
b) Keluhan sakit dangkal, kelelahan, kram, dan kaki berat, khsusnya
setelah berdiri lama
c) pigmentasi kecoklatan pada kulit
d) bengkak, yang secara umum berkurang dengan peninggian tungkai
7. Pemeriksaan diagnostik
a) Venogram menunjukkan lokasi pasti dari varises kedua vena
superficial dan dalam.
b) Test perfthes (klien berdiri sampai vena varikosa tampak dan
digambar)
Diagnosa keperawatan

1. Praoperasi :
 Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalam
tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative,
hasil yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
2. Inoperasi :
 Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek
sekunder dari ligasi dan pemotongan vena
 Risiko tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan
dengan efeks sekunder ligasi dan pemotongan vena
3. Paskaoperasi :
 Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan
peningkatan skeresi sekunder intubasi
 Nyeri berhubungan dengan sekunder terhadap erauma pada jaringan
dan saraf

Perencanaan

1. Praoperasi :
Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengalaman
tentang operasi infomrasi (sifat operasi, semua pilihan alternative, hasil
yang diperkirakan dan kemungkinan komplikasi),
Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria :
 Klien dapat menyatakan rasa cemas dan masalahnya
 Klien tenang dan tidak gelisah

INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan saling percaya 1. Dasar untuk menemukan dan
2. Dorong pengungkapan pemcehan masalah.
masalah atau rasa cemas 2. Perasaan cemas yang
3. Jawab pertanyaan yang diungkapakan pada orang yang
berhubungan dengan dipercaya akan memberikan
penatalaksanaan keperawatan dampak lega dan merasa aman.
dan perawatan medis 3. Pertanyaan yang dijawab dan
4. Selesaikan persiapan pasien dimengerti akan mengurangi
sebelum masuk ke kamar rasa cemasnya.
operasi 4. Persiapan yang matang dapat
5. Meminimalkan keributan di menengkan suasana lingkungan
lingkungan sebelum operasi.
6. Orientasikan pada ruang 5. Lingkungan ribut memuat
operasi (ulangi informasi stress.
untuk memungkinkan 6. Lingkungan yang dimengerti
penyerapan) akan mendorong kenyamanan
7. Pemantauan psikologis klien dan keamanan klien.
8. Tunjukkan perhatian dan 7. Tingkat kecemasan intoleran
sikap mendukung akan mengganggu pelaksanaan
9. Beri penjelasan singkat operasi dan anestesi.
tentang prosedur operasi 8. Support system meningkatkan
10. Beri reinforcement terhadap mekanisme koping klien dalam
pernyataan yang positif dan menghadapi masalah.
mendukung 9. Penjelasan tentang informaasi
seputar bedah memberikan
informasi yang positif dan
pengalaman persiapan diri
dalam pembedahan.
10. Reinforcement meberikan
dorongan system social untuk
meningkatan koping
mekanisme.

2. Intraoperasi :
Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan efek
sekunder dari ligasi dan pemotongan vena
Tujuan : Perfusi jaringan normal/baik
Kriteria :
 Penurunan edema
 Ekstremitas hangat
 Nadi pedalis dapat diraba

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau status 1. Pencatatan perdarahan selama
neurovaskuler setiap 15 operasi < 250 cc, pulsasi nadi
menit pedalis merupakan data pendukung
2. Observasi tanda-tanda tentang perfusi jaringan masih baik.
vital 2. Salah satu tanda penurunan pefusi
3. Balance cairan jairngan menurun adalah tensi
4. Pantau saturasi oksigen menurun, suhu akral dingin dan nadi
pada jaringan perifer meningkat.
3. Cairan masuk dan perdarahan serta
output lainnya perlu diperhitungkan
untuk memenuhi kebutuhan balance
cairan
4. Saturasi oksiegen > 95%
menunjukkan perfusi jaringan
perifer masih baik.

Risiko tinggi infeksi, hemorargi dan tromboplebitis berhubungan dengan


efeks sekunder ligasi dan pemotongan vena

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kritera hasil :

 Perdarahan Dirawat
 Lapangan Operasi Bersih

INTERVENSI RASIONAL
1. Persiapan operasi secara 1. Aseptik merupakan cara untuk
seaseptik dan antiseptic membuat ruang antikontminasi. Dan
alat-alat bersih dan tak
terkontaminasi, sehingga pajangan
2. Dasar doek operasi infeksi minimal.
dilandasi dengan perlak, 2. Darah dan rembsean darah
plastic atau bahan lain merupakan media yang paling baik
yang kedap air dalam perkembangan kuman atau
bakteri
3. Perwatan darah (kasa 3. Darah bekas insisi, lligasi
steril/penyedot cairan dibersihkan untuk mencegah
atau darah) perdarahan yang tercecer,
tromboplebitis.
4. Tambahkan doek diatas 4. Penambahan doek untuk mencegah
doek yang penuh dengan infeksi atau kontaminasi.
perdarahan
3. Paskaoperasi :
Risiko terhadap aspirasi berhubungan dengan somnolen dan peningkatan
sekresi sekunder intubasi
Tujuan : tidak terjadi aspirasi
Kriteria Hasil :
 Jalan nafas lancar
 Tidak ada tanda-tanda syok
 Sekresi tidak ada
 Tanda-tanda vital normal (tensi 130/80, nadi 88 kali/menit, RR 16-20
kali/menit)

INTERVENSI RASIONAL
1. Atur posisi klien tanpa bantal, 1. Posisi ini untuk meluruskan jalan
ekstensi dan miring kanan/kiri nafas sehingga pemenuhan akan
2. Kaji ekstubasi jalan nafas dan oksigen terpenuhi dan jalan
aspirasi (muntahan atau nafas bersih dan lancer
lidakh tertekuk) 2. Lidah tertekuk dan muntahan
3. Observasi Tanda-tanda vital dapat menghambat/membuntui
4. Bersihkan jalan nafas dengan jalan nafas.
slem suction 3. Hipotensi, dyspneu dan apneu
5. Oritentasi klien dengan merupakan tanda terjadinya
menggunakan observasi syok.
aldert. 4. Jalan nafas yang penuh dengan
secret peru dihilangkan untuk
jalan nafas spontan paska
ekstubasi.
5. Tingkat perkembangan paska
anestesi dapat dilihat dari
aktivitas, kesadaran, warna

Nyeri berhubungan dengan sekunder terhadap trauma pada jaringan dan


saraf bekas operasi stripping

Tujuan : nyeri berkurang

Kriteria :

 Klien tenang dan tidak menyeringai


 Klien mengerti factor penyebabnya seperti yang telah dijelaskan
pada preoperasi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji jtingkat nyeri 1. Nyeri dapat diantisipasi klien
2. Atur posisi yang baik dan secara individualisme dan
mengenakkan penanganan yan berbeda
3. Anjurkan klien nafas panjang 2. Posisi kaki lebih tinggi dari
dan dalam badan 30o dapat mengurangi
4. Observasi luka paskaoperasi peningkatan penekanan pada
5. Terapi analgetik jaringan yang rusak sehingga
mengurangi nyeri.
3. Nafas panjang dan dalam
merelaksasi otot yang
dioperasi dan terimobilisasi
sehingga nyeri berkurang
4. Perhatikan stuwing yang
meningkat menghambat suplai
oksigen sehingga nyeri
bertambah.
5. Analgetik merupakan obat anti
nyeri yang bekerja secara
sentral atau perifer/local.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Carina. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya


Varises Vena Tungkai Bawah Pada Wanita Usia Produktif. Karya Tulis
Ilmiah - Universitas Diponegoro diakses pada tgl 15 – 2 – 2018
http://eprints.undip.ac.id/37428/1/CARINA_ADRIANA_G2A008040_LA
P_KTI.pdf

Jusi dan Djang, 2010. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI. Hal : 85, 204-255

Kumar, Anish P. 2016. Insufisiensi Vena Kronik. Universitas Sriwijaya Rsup Dr.
Mohammad Hoesin Palembang diakses pada tgl 15 – 2 – 2018
http://docshare01.docshare.tips/files/31513/315135220.pdf

Winardi, Ronald K. 2015. Gangguan Vena Menahun. Bagian Bedah Jantung Paru
dan Pembuluh Darah, RS Husada, Jakarta, Indonesia tgl 15 – 2 – 2018
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_224Gangguan%20Vena%20Mena
hun.pdf

Anda mungkin juga menyukai