MIOMA UTERI
1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an;
tetapi, ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi
adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara
sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain
yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana
dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk
menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan
anak (Parker, 2007). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita
berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang
masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2010)
3. Riwayat Keluarga
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa
pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi
ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007). Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan
melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih
luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul
pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun
pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih
besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien,
disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini
adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang
serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat
dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak
didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini.
Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi
sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk
perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium,rektum serta perdarahan.
Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan
prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005).
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah
tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada
mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan
apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy
(STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter,
kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan
pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih
cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan
laparoskopi ( Laparoscopically assisted vaginal histerectomy /
LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated
hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari
dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum
kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan
dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam
dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik
dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah
terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko
trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih
minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih
minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri
yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai
pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan
kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang
rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).
I. TINJAUAN TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN
1. Langkah - Langkah Manejemen Kebidanan SOAP
I. Data Subjektif
Data subjektif merupakan langkah awal dokumentasi dari data yang
dikumpulkan melalui anamnesis (Saminem,2010). Pengkajian pasien
menurut Nursalam (2008) terdiri dari :
A. Biodata Ibu
1. Nama Ibu
Nama ibu dikaji untuk mengenal atau memanggil pasien agar tidak
keliru dengan pasien lain dan untuk membina hubungan antara bidan
dan pasien agar lebih akrab.
2. Umur
Umur ibu diperlukan untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam
usia resiko.
3. Pendidikan
Berhubungan dengan daya pikir, pendidikan tinggi akan lebih mudah
dalam menerima dan memahami penjenlasan yang akan disampaikan,
lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapi sehingga
akan terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian
diri (Hartanto, 2010)
4. Pekerjaan
Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi
penderita itu agar nasehat kita nanti sesuai. Jika si ibunya sendiri
bekerja, untuk mengetahui apakah kiranya pekerjaan itu akan
mempengaruhi penyakit yang diderita ibu.
5. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut sehingga berguna
dalam pemberian support mental, memudahkan bidan melakukan
pendekatan dalam melakukan asuhan kebidanan, dan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kebiasaan yang dijalankan yang
berpengaruh terhadap kesehatan ibu
6. Suku/bangsa
Dikaji untuk mengetahui kebiasaan yang menguntungkan atau
merugikan kesehatan ibu.
7. Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal dan lingkungan sesuai
syarat rumah sehat, mempermudah kunjungan, mengetahui geografis
rumah berupa pegunungan atau daerah terpencil sehingga diketahui
keterjangkauan terhadap tenaga kesehatan, menghabiskan waktu lama
merujuk ke fasilitas kesehatan.
Biodata Suami / penanggungjawab :
1. Nama
Nama suami dikaji untuk mengenal suami klien, mengetahui orang
yang bertanggung jawab pada pasien apabila butuh pengambilan
keputusan segera.
2. Umur
Umur suami dikaji karena berkaitan dengan kesiapan suami dalam
merawat anak.
3. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama suami sama dengan ibu atau
tidak, karena jika berbeda berpengaruh pada kebiasaan dan kondisi
psikologis ibu.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan suami dikaji karena semakin tinggi tingkat
pendidikan diharapkan semakin baik pengetahuan dan semakin
mudah menerima informasi yang diberikan.
5. Pekerjaan
Pekerjaan suami dikaji untuk mengetahui kesejahteraan keluarga dan
jenis pekerjaannya untuk mengetahui seberapa besar peran suami bisa
mendamping ibu.
6. Suku bangsa
Suku bangsa dikaji untuk mengetahui adat atau kebiasaan karena suku
atau bangsa tertentu mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.
7. Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui suami serumah atau tidak karena hal
itu dapat mempengaruhi psikologi ibu (Yanti, 2010).
B. Alasan datang
Alasan datang dikaji untuk mengetahui alasan yang mendasari pasien
datang melakukan pemeriksaan.
C. Keluhan utama
Ibu biasanya mengeluh adanya perdarahan yang abnormal;
hipermenore, menorargia, metrorargia, menometrorargia. Mengeluh
nyeri pada perut, retensi uri, poliuri, edema pada tungkai dan pusing.
Gejala yang timbul untuk kasus mioma uteri yaitu rasa sakit yang
sangat dan mendadak sehingga penderita dapat syok (Saifuddin, 2009)
D. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan ini dapat digunakan sebagai penanda akan adanya
penyebab gangguan reproduksi (Sulistyawati, 2009). Riwayat
kesehatan yang dikaji adalah penyakit yang mengganggu kesehatan
ibu, baik yang menurun dari keluarga, penyakit yang dahulu ataupun
sekarang diderita, seperti sistem reproduksi di mana penyakit sistem
reproduksi diantaranya adalah mioma uteri dan kista vagina. Mioma
uteri menyebabkan infertil, kelainan letak janin dan distonia tumor
(Yanti, 2010). Kista vagina jika kecil tidak menghalangi penurunan
kepala tetapi apabila kista besar dapat menghalangi turunnya kepala
(Varney, 2007).
E. Riwayat Haid
Riwayat haid yang perlu dikaji antara lain :
1. Menarche
Kapan pertama kali ibu mendapat menstruasi. Menarche dini <10
tahun meningatkan resiko kejadian mioma 1,24 kali
(Prawirodihardjo, 2010)
2. Siklus
Panjang siklus haid berkaitan dengan normal tidaknya klien
mendapatkan haid setiap bulan (oligominorea, hipermenorea, dll)
(Mansjor, 2003). Pada penderita mioma uteri biasanya tidak teratur.
(Prawirodihardjo, 2010)
3. Sifat darah
Pada penderita mioma uteri biasanya darah haid akan merah
kehitaman biasanya bergumpal. (Prawirodihardjo, 2010)
4. Dismenorhea
Pada penerita mioma uteri terjadi pada saat, sebelum dan sesudah
haid. (Prawirodihardjo, 2010)
5. Banyaknya
Biasanya ganti pembalut 3-4 pembalut/hari. (Prawirodihardjo,
2010)
F. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas masa lalu
Dikaj untuk mengetahui apakah ibu merupakan nulipara atau multipara.
Perempuan nulipara memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya
mioma uteri edangkan perempuan multipara mempunyai risiko relative
menurun untuk terjadinya mioma uteri. (Prawirodihardjo, 2010)
G. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dikaji untuk mengetahui pengaruh status
perkawinan terhadap masalah kesehatan yang dialami, mengetahui
lamanya pernikahan, jumlah pernikahan dan jumlah anak yang dapat
mempengaruhi kondisi sakit ini (Wiknjosastro, 2009)
H. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui kontrasepsi yang dipakai sebelumnya adakah
keluhan, kesadaran dalam perencanaan reproduksi. (Hartanto, 2002).
Menurut penelitian (Azmunir, 2009) terdapat hubungan antara
penggunaan KB hormonal dengan insidensi mioma uteri.
I. Pola Kebiasaaan Sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Hal yang perlu dikaji adalah nafsu makan, porsi makan dalam
sehari, jumlah minum dan pola makan. Makanan dan minuman
yang bermutu dan cukup mengandung gizi sangat diperlukan.
2. Pola Eliminasi
Perlu diketahui frekuensi dalam sehari. Biasanya nyeri pada saat
BAK, poli uri dan retensi urine.
3. Pola Aktifitas
Pola aktivitas dikaji karena ibu yang melakukan pekerjaan berat
dapat menyebabkan kelelahan sehingga dapat mengganggu
kesehatan ibu.
4. Pola Istirahat
Dikaji karena istirahat diperlukan bagi ibu untuk memperoleh
kesegaran dan menyusun tenaga baru.
5. Pola personal hygiene
Dikaji karena kebersihan penting untuk mencegah penyebaran
infeksi.
J. Data psikososial dan Spiritual
Data psikososial dikaji untuk mengetahui respon ibu dan keluarga
terhadap sakit yang diderita ibu, mengurangi kecemasan dan ketakutan
ibu mengenai jumlah keluarga, dukungan moral dan material keluarga,
penerimaan ibu, pelayanan kesehatan (Yanti, 2010).
Data sosial budaya
Dikaji untuk mengetahui adat atau kebiasaan yang dianut apakah
merugikan atau menguntungkan (Winkjosastro, 2008)
Data ekonomi
Data ekonomi dikaji untuk mengetahui pendapatan keluarga karena
dapat mempengaruhi kondisi ibu terutama asupan nutrisi yang akan
berpengaruh pada proses penyakit (Yanti, 2010).
Data spiritual
Dikaji tentang agama pasien dan suami karena berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan apakah hal yang dilakukan bertentangan
dengan agama yang dianut (Wiknjosastro, 2009).
Kemenkes RI. 2016. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan
Lilyani, Devy,Rochman Basuki. 2012. Hubungan Faktor Risiko dan Kejadian Mioma
Uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Semarang : Unimus
Jurnal Vol.1 No.1 (2012) [Diakses tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari:
http://www.googlescholar.com
Manuaba, I.B.G. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta : CV.Trans
Info Medika.
Manuaba, I.B.G. 2001. Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rasjidi,Imam. 2009. Deteksi Dni Pencegahan Kanker Pada wanita. Jakarta : Sagung
Seto
Rudiyanti, Novita, Riyanti Imron. 2016. Hubungan usia menarche dan paritas
dengan mioma uteri. Bandar Lampung : Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang.
Jurnal Volume 12, No.2.2016 [Diakses tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari:
http://www.googlescholar.com