Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MIOMA UTERI

A. Definisi Mioma Uteri


Mioma uteri merupakan tumr jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya
sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya dominan dan
lunak, karena otot rahimnya dominan.
Uterus mengandung jaringan ikat, otot polos, pembuluh darah, kelenjar
limfa yang dapat menjadi degenerasi jinak dan degenerasi keganasan. Sekitar
30% menimbulkan gejala klinik yang bersumber dari :
a. Pembesaran menimbulkan pendesakan sekitarnya
b. Pertumbuhan menuju mukosa endometrium menimbulkan :
1. Perdarahan saat menstruasi.
2. Dismenorea.
3. Perdarahan spotting atau intermenstrual.
c. Perdarahan berulang menimbulkan anemia
d. Pembesaran uterus mengalami degenerasi dengan gejala klinik
(perdarahan tidak normal berupa hipermenorea perdarahan banyak saat
menstruasi karena meluasnya permukaan endometrium dalam proses
menstruasi, gangguan kontraksi otot rahim, perdarahan berkepanjangan)
(Manuaba, 2010)
B. Klasifikasi
Menurut letaknya, mioma uteri dapat dibagi :
a. Mioma submukosum, berada dibawah endometrium dan menonjol kedalam
rongga uterus.
b. Mioma intramural, mioma terdapat didinding uterus diantara serabut
myometrium.
c. Mioma suberosum, apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks (Myom Geburt). Mioma suberosum dapat
tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma uteri
intraligamenter.
(Prawirohardjo, 2010).
C. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri samai saat ini belum diketahui.
Stimulasi esterogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri.
Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada
usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura
mengatakan bahwa hormone ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan
mioma uteri karena adanya peningkatan insidennya setelah menarche. Pada
kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah
menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko relative
menurun untuk terjadinya mioma uteri. (Prawirohardjo, 2010)
D. Patofisologi
secara mikroskopik pertumbuhan mioma uteri berlapis-lapis, apsul bagian
luarnya seperti lapisan berambang atau konfigurasi gulungan (Wholed
Configuration). Patofisologi mioma dapat diikuti sebagai berikut :
a. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoclonal, yang menunjukan kelainan
kromosommultiple.
b. Setiap se mengandung reseptor esterogen dan progesterone.
c. Secara teoritis terdapat kemungkinan pertumbuhan mioma uteri berdasarkan
dua teori :
1. Teori sel nest yang bersifat embrional
2. Teori mioma uteri dari otot polos yang terdapat pada pembuluh darah.
d. Transformasi neoplasma se otot polos uterus dipengaruhi :
1. Komposisi esterogen dan progesterone
2. Factor pertumbuhan local :
a) Epidermal growth factor
b) Insulin-like growth factor -1
c) Platelet derived growth faktor
e. Mioma uteri tidak dapat dijumpai sebelum menarch dan mengecil setelah
menopause.
1. Minum obat antagonis terhadap esterogen
2. OC dengan esterogen yang rendah
3. Mioma uteri dapat membesar saat kehamilan
f. Rangsangan esterogen dan progesterone teratur mengakibatkan pertumbuhan
mioma uteri dari immature sel nest bersifat :
Berlapis seperti berambang atau konfigurasi gulungan.
g. Diantara gabungan lapisan otot polos terdapat berbagai variasi jaringan ikat.
Jaringan ikat menimbulkan variasi konsistensi mioma uteri.
(Manuaba, 2010)
E. Faktor Risiko

1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an;
tetapi, ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi
adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara
sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain
yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana
dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk
menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan
anak (Parker, 2007). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita
berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan
terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang
masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2010)

2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)


Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari
hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon
esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah
atau sedikit (Parker, 2007). Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai
peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun)
menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.

3. Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma


uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita
mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-
related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
4. Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien
mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan
golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita
mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini
tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita
golongan Afrika- Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda
dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala
klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah
kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen,
metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau
bagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val
genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O
methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika
Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan
genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan
mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan
wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.
5. Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko
menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat
badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga
turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi
kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada
estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya
menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan
mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya.

Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan


peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan
oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks
Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering
menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri
meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini
sejalan dengan kenaikan IMT (Djuwantono, 2004 yang dikutip Muzakir,
2008).
6. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri
dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa
meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya.
Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung
nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga
tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen
berhubung dengan mioma uteri

7. Kehamilan dan paritas


Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma
uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal
ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid.
Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal
melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini
berkemungkinan dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula
mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal
pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah
dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika
usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap
pembesaran mioma.
8. Kebiasaan merokok.
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang
bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti:
penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim
aromatase oleh nikotin.
F. Manifestasi Klinik dan Keluhan
Gambaran geala klinik mioma uteri tergantung dari :
a. Besarnya mioma uteri
Subposisi mioma : intramural moma, servikal mioma
- Discomfort : rasa tidak enak dibagian baah, sekitar pelvis.
- Ersa penuh karena desakan pada organ :
 Gangguan defekase/miksi
 Desakan ureter menimbulkan gangguan miksi hydroureter sampai
hidronephrese
 Desakan uretra menimbulkan retensio urin
- Karena besarnya kavum uteri makin lebar/luas.
 Menimbulkan menorarghia, etrorarghia, disertai gumpalan
 Spotting-intermenstrual bleeding
 Sekunder terjadi anemia dan gangguan fungsi jantung.
- Gangguan kontraksi otot uterus menimbulkan perdarahan mentruasi
panjang.
- Gangguan implantasi-infertilitas atau abortus
b. Letaknya mioma uteri
1) Pada koruna tuba dekat insersio :
o Mengganggu gerak spermatozoa, menimbulkan infertilitas
o Tuba falopii tertutup, menimbulkan infertilitas
2) Intramural
Gangguan entruasi menimbulkan perdarahan saat menstruasi dan post
partum
3) Servikal mioma sub mukosa
o Menimbulkan obstruktif persalinan
o Disminorea-obstruksi darah menstruasi
o Menekan pembuluh darah kepermukaan kavum uteri, memperluas
kavum uteri dan menipiskan endometrium.
o Akibatnya akan terjadi :
 Perdarahan menometrorarghia, menorarghia intermenstrual
bleeding atau spotting
 Gangguan dan kegagalan implantasi
 Terjadi abortus mekanis berulang
 Perdarahan akibat gangguan kontraksi uterus.
o Mioma subserous memenuh kavum uteri, terjadi infertilitas dan
perdarahan.
o Submukosa bertangkai terjadi mioma submukosa terlahir
 Menstruasi menimbulkan disminorhoe
 Intravagina menimbulkan komplikasi :
Perdarahan kontak, torsi menimbulkan rasa nyeri da nekrosis,
terjadi infeksi sekunder.
4) Subserosa
- Kecil tidak menimbulakan gangguan apapun
- Bila berangkai dapat terjadi :
o Torsi bertangkai menimbulkan rasa nyeri dan akuta abdomen
laparatomi
o Torsi menahun , menimbulkan gangguan perdarahan darah
tangkainya, ditangkap ementm, dibungkus, dan mendapat suplay
darah.
o Tangkainya putus dan menimbulan parasistikmioma subserousa.
c. Komplikasinya
1) Torsi subserousa
Menimbulkan akuta abdomen memerlukan laparatomi.
2) Mioma submukosa terlahir
Memerlukan ekstirpasi, diikuti dilatasi dan kuretase serta pemeriksaan PA
3) Infertilitas
Dilakukan miomektomi untuk menghilangkan factor desakan pada lumen
tubanya.
4) Perdarahan menstruasi
Tidak berhasil disusulkan dilakukan hsterektomi miomektomi.
Rasa sakitnya diatasi analgesic adeuat-morphin
5) Degenerasi merah postpartum
Bila perlu miomektomi post partum atau histerektomi
6) Sarcoma uteri
Uur diatas 60 tahun dengan mioma hati-hati kemungkinan sarcoma,
sarcoma diatas umur 60 tahun meningkat 10 kali dibandingkan umur 40
tahun. Terapinya : Operatif diikuti radiasi atau kemoteraphy.
d. Apakah kombinasi dengan kehamilan
Mioma menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intra uterin
mengakibatkan : abortus berulang secara mekanis, persalinan prematurus,
kelainan letak janin intra uterin.
G. Diagnosa Mioma Uteri
Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita
seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian
bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang


umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba
terbenjol- benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang
berhubung dengan uterus.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus


didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal
sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal,
berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic.
b. Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi
mahal. MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma
uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di
dalam dinding myometrium.
c. Berdasarkan pemeriksaan diagnose mioma uteri dapat ditegakan untuk
terapi lebih lanjut :
1) Konservatif
2) Operatif
3) Hormonal
H. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun,
terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan.
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada:
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan
pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis
sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi
pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi
hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron
akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma
uteri (Hadibroto, 2005).
2. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of
Reproductive
Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi
tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau
histerektomi.

1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa
pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan
histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi
ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007). Tindakan
miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan
melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih
luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul
pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun
pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih
besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien,
disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini
adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang
serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus,
ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat
dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak
didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini.
Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi
sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk
perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus,
ovarium,rektum serta perdarahan.
Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan
prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005).

2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah
tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada
mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan
apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy
(STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter,
kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan
pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih
cepat dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan
laparoskopi ( Laparoscopically assisted vaginal histerectomy /
LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated
hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari
dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum
kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan
dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam
dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan
prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik
dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah
terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko
trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih
minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih
minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri
yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai
pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan
kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang
rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).
I. TINJAUAN TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN
1. Langkah - Langkah Manejemen Kebidanan SOAP
I. Data Subjektif
Data subjektif merupakan langkah awal dokumentasi dari data yang
dikumpulkan melalui anamnesis (Saminem,2010). Pengkajian pasien
menurut Nursalam (2008) terdiri dari :
A. Biodata Ibu
1. Nama Ibu
Nama ibu dikaji untuk mengenal atau memanggil pasien agar tidak
keliru dengan pasien lain dan untuk membina hubungan antara bidan
dan pasien agar lebih akrab.
2. Umur
Umur ibu diperlukan untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam
usia resiko.
3. Pendidikan
Berhubungan dengan daya pikir, pendidikan tinggi akan lebih mudah
dalam menerima dan memahami penjenlasan yang akan disampaikan,
lebih realistis dalam melihat diri dan masalah yang dihadapi sehingga
akan terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah penyesuaian
diri (Hartanto, 2010)
4. Pekerjaan
Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi
penderita itu agar nasehat kita nanti sesuai. Jika si ibunya sendiri
bekerja, untuk mengetahui apakah kiranya pekerjaan itu akan
mempengaruhi penyakit yang diderita ibu.
5. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama yang dianut sehingga berguna
dalam pemberian support mental, memudahkan bidan melakukan
pendekatan dalam melakukan asuhan kebidanan, dan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kebiasaan yang dijalankan yang
berpengaruh terhadap kesehatan ibu
6. Suku/bangsa
Dikaji untuk mengetahui kebiasaan yang menguntungkan atau
merugikan kesehatan ibu.
7. Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal dan lingkungan sesuai
syarat rumah sehat, mempermudah kunjungan, mengetahui geografis
rumah berupa pegunungan atau daerah terpencil sehingga diketahui
keterjangkauan terhadap tenaga kesehatan, menghabiskan waktu lama
merujuk ke fasilitas kesehatan.
Biodata Suami / penanggungjawab :
1. Nama
Nama suami dikaji untuk mengenal suami klien, mengetahui orang
yang bertanggung jawab pada pasien apabila butuh pengambilan
keputusan segera.
2. Umur
Umur suami dikaji karena berkaitan dengan kesiapan suami dalam
merawat anak.
3. Agama
Agama dikaji untuk mengetahui agama suami sama dengan ibu atau
tidak, karena jika berbeda berpengaruh pada kebiasaan dan kondisi
psikologis ibu.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan suami dikaji karena semakin tinggi tingkat
pendidikan diharapkan semakin baik pengetahuan dan semakin
mudah menerima informasi yang diberikan.
5. Pekerjaan
Pekerjaan suami dikaji untuk mengetahui kesejahteraan keluarga dan
jenis pekerjaannya untuk mengetahui seberapa besar peran suami bisa
mendamping ibu.
6. Suku bangsa
Suku bangsa dikaji untuk mengetahui adat atau kebiasaan karena suku
atau bangsa tertentu mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.
7. Alamat
Alamat dikaji untuk mengetahui suami serumah atau tidak karena hal
itu dapat mempengaruhi psikologi ibu (Yanti, 2010).
B. Alasan datang
Alasan datang dikaji untuk mengetahui alasan yang mendasari pasien
datang melakukan pemeriksaan.
C. Keluhan utama
Ibu biasanya mengeluh adanya perdarahan yang abnormal;
hipermenore, menorargia, metrorargia, menometrorargia. Mengeluh
nyeri pada perut, retensi uri, poliuri, edema pada tungkai dan pusing.
Gejala yang timbul untuk kasus mioma uteri yaitu rasa sakit yang
sangat dan mendadak sehingga penderita dapat syok (Saifuddin, 2009)
D. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan ini dapat digunakan sebagai penanda akan adanya
penyebab gangguan reproduksi (Sulistyawati, 2009). Riwayat
kesehatan yang dikaji adalah penyakit yang mengganggu kesehatan
ibu, baik yang menurun dari keluarga, penyakit yang dahulu ataupun
sekarang diderita, seperti sistem reproduksi di mana penyakit sistem
reproduksi diantaranya adalah mioma uteri dan kista vagina. Mioma
uteri menyebabkan infertil, kelainan letak janin dan distonia tumor
(Yanti, 2010). Kista vagina jika kecil tidak menghalangi penurunan
kepala tetapi apabila kista besar dapat menghalangi turunnya kepala
(Varney, 2007).
E. Riwayat Haid
Riwayat haid yang perlu dikaji antara lain :
1. Menarche
Kapan pertama kali ibu mendapat menstruasi. Menarche dini <10
tahun meningatkan resiko kejadian mioma 1,24 kali
(Prawirodihardjo, 2010)
2. Siklus
Panjang siklus haid berkaitan dengan normal tidaknya klien
mendapatkan haid setiap bulan (oligominorea, hipermenorea, dll)
(Mansjor, 2003). Pada penderita mioma uteri biasanya tidak teratur.
(Prawirodihardjo, 2010)
3. Sifat darah
Pada penderita mioma uteri biasanya darah haid akan merah
kehitaman biasanya bergumpal. (Prawirodihardjo, 2010)
4. Dismenorhea
Pada penerita mioma uteri terjadi pada saat, sebelum dan sesudah
haid. (Prawirodihardjo, 2010)
5. Banyaknya
Biasanya ganti pembalut 3-4 pembalut/hari. (Prawirodihardjo,
2010)
F. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas masa lalu
Dikaj untuk mengetahui apakah ibu merupakan nulipara atau multipara.
Perempuan nulipara memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya
mioma uteri edangkan perempuan multipara mempunyai risiko relative
menurun untuk terjadinya mioma uteri. (Prawirodihardjo, 2010)
G. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dikaji untuk mengetahui pengaruh status
perkawinan terhadap masalah kesehatan yang dialami, mengetahui
lamanya pernikahan, jumlah pernikahan dan jumlah anak yang dapat
mempengaruhi kondisi sakit ini (Wiknjosastro, 2009)
H. Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui kontrasepsi yang dipakai sebelumnya adakah
keluhan, kesadaran dalam perencanaan reproduksi. (Hartanto, 2002).
Menurut penelitian (Azmunir, 2009) terdapat hubungan antara
penggunaan KB hormonal dengan insidensi mioma uteri.
I. Pola Kebiasaaan Sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Hal yang perlu dikaji adalah nafsu makan, porsi makan dalam
sehari, jumlah minum dan pola makan. Makanan dan minuman
yang bermutu dan cukup mengandung gizi sangat diperlukan.
2. Pola Eliminasi
Perlu diketahui frekuensi dalam sehari. Biasanya nyeri pada saat
BAK, poli uri dan retensi urine.
3. Pola Aktifitas
Pola aktivitas dikaji karena ibu yang melakukan pekerjaan berat
dapat menyebabkan kelelahan sehingga dapat mengganggu
kesehatan ibu.
4. Pola Istirahat
Dikaji karena istirahat diperlukan bagi ibu untuk memperoleh
kesegaran dan menyusun tenaga baru.
5. Pola personal hygiene
Dikaji karena kebersihan penting untuk mencegah penyebaran
infeksi.
J. Data psikososial dan Spiritual
Data psikososial dikaji untuk mengetahui respon ibu dan keluarga
terhadap sakit yang diderita ibu, mengurangi kecemasan dan ketakutan
ibu mengenai jumlah keluarga, dukungan moral dan material keluarga,
penerimaan ibu, pelayanan kesehatan (Yanti, 2010).
Data sosial budaya
Dikaji untuk mengetahui adat atau kebiasaan yang dianut apakah
merugikan atau menguntungkan (Winkjosastro, 2008)
Data ekonomi
Data ekonomi dikaji untuk mengetahui pendapatan keluarga karena
dapat mempengaruhi kondisi ibu terutama asupan nutrisi yang akan
berpengaruh pada proses penyakit (Yanti, 2010).
Data spiritual
Dikaji tentang agama pasien dan suami karena berhubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan apakah hal yang dilakukan bertentangan
dengan agama yang dianut (Wiknjosastro, 2009).

II. Data Obyektif


Data objektif adalah data mengenai hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan (Saminem, 2010).
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum
Dikaji untuk mengetahui bagaimana keadaan ibu dilihat secara
umum baik buruknya dimana biasanya keadaan umum fisiologi
adalah baik kesadaran compos mentis (Hamilton, 2007).
2. Tanda Vital
Tekanan darah dikaji untuk mengetahui tekanan darah klien
apakah hipertensi, normal / hipotensi. Tekanan darah normal
110/70 mmHg-120/80 mmHg. Dikatakan tinggi bila lebih dari
140/90 mmHg atau lebih dan atau diastole 15 mmHg atau lebih.
Nadi dikaji untuk mengetahui denyut nadi normal atau tidak
berkisar 60-80 kali/menit. Suhu dikaji untuk mengetahui
keadaan ibu selama hamil. Pernafasan dikaji untuk mengetahui
frekuensi pernafasan stabil/tidak. Pernapasan normal sekitar 20-
24x/menit (Varney,2001). Suhu normal yaitu 36,5oC-37,5oC.
Jika lebih dari 38oC maka kemungkinan infeksi.
B. Status Present
Status present dikaji untuk mengetahui keadaan setelah persalinan
mulai kepala sampai kaki diperoleh dari pemeriksaan (Yanti,
2010).
1. Kepala
Rambut dikaji kebersihannya, warna dan kekuatannya.
Rambut kemerahan dan mudah dicabut berarti kurang gizi
(Myles, 2010).
2. Mata
Mata dikaji keadaan konjungtiva merah muda/pucat (anemia),
sklera ikterik/ tidak, simetris / tidak. Jikalau perdarahan
banyak biasanya konjungtiva pucat. (Myles, 2010).
3. Hidung
Ada massa/tidak, ada secret/tidak, ada masalah/ tidak karena
hidung berhubungan dengan pernafasan sehingga apabila ada
gangguan dapat mengganggu proses pernafasan
(Wiknjosastro, 2009)
4. Muka
Ada edema/tidak, kulit wajah kemerahan/pucat. Terlihat pucat
bila ibu anemia. (Wiknjosastro, 2009)
5. Telinga
Keluar cairan abnormal/tidak, simetris/tidak, bersih/tidak
karena untuk mengetahui ada/tidak tanda infeksi ditelinga
(Yanti, 2010).
6. Mulut
Bibir sianosis/tidak, stomatitis/tidak, gigi bersih/tidak, caries /
tidak, lidah bersih/tidak sehingga diketahui keadaan mulut
(Yanti, 2010).
7. Leher
Leher dikaji untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis karena pembesaran vena
menunjukkan adanya kelainan jantung.

8. Dada dan aksilla


Ada kelainan/tidak, ada retraksi dinding dada/tidak, ada
wheezing/ tidak, ada ronchi/tidak, dan ada nyeri tekan/ tidak.
Biasanya terdapat sesak napas karena pembesaran mioma
menekan diafragma. (Myles, 2010).
9. Abdomen
Untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi abdomen,
pembesaran hepar, limfe, nyeri daerah ginjal. Pada penderita
mioma uteri biasanya terdapat benjolan. (Yanti, 2010).
10. Ekstremitas
Ekstremitas dikaji untuk mengetahui adanya edema, sianosis
dan fungsi abnormal, dan reflek patella.
11. Anogenital
Anogenital dikaji untuk mengetahui ada/tidak lecet, memar,
dan lesi lain, edema vulva, abses, varises, hemoroid (Yanti,
2010)
C. Pemeriksaan obstetric
1. Mamae
Mamae dikaji bejolan, masa abnormal. (Myles, 2010).
2. Abdomen
Terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah, teraba massa
pada uterus. (Myles, 2010)
D. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan untuk mendeteksi komplikasi-komplikasi (Pusdiknakes,
2003) : USG, CT Scan, Hb
III. Assesment
Masalah yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif
maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan karena keadaan
pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif juga
objektif yang diungkapkan secara terpisah menyebabkan pengkajian
menjadi proses yang dinamik (Yanti, 2010). Kebiasaan menganalisa
adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan
menjamin perubahan baru yang cepat diketahui dan dapat diikuti
sehingga dapat diambil tindakan yang tepat (Winkjosastro, 2008).
Analisa menggambarkan dokumentasi hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi diagnosa atau
masalah antisipasi diagnosa atau masalah potensial yang perlu tindakan
segera oleh dokter atau bidan, kolaborasi.
Diagnosa kebidanan dapat ditegakkan setelah dilakukan pengkajian
data subyektif dan data obyektif.
1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah diagnosa yang berkaitan
yaitu ibu umur ... para ... abortus ... dengan mioma uteri
2. Masalah
Masalah yang sering menyertai diagnosa yang membutuhkan suatu
bentuk rencana asuhan terhadap klien. Masalah didapat
berdasarkan keluhan, ekspresi, dan pernyataan pasien.
2. Diagnosa potensial
Menurut teori komplikasi dari mioma uteri adalah pertumbuhan
sarcoma/satdium lanjut, torsi (putaran tungkai) nekrosis dan
infeksi.
IV. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan merupakan bagian dari asuhan kebidanan yang
terdiri dari rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, sekaligus hasil dari
tindakan yang dilakukan apakah sudah teratasi atau belum. Rencana
tindakan yang dilakukan adalah dengan membuat rencana asuhan saat
ini dan yang akan datang untuk menetapkan tindakan kebidanan yang
dilakukan dalam mengatasi masalah yang disusun berdasarkan dari
hasil analisis dan interprestasi data untuk mengusahakan tercapainya
kondisi pasien yang sebaik mungkin atau mempertahankan
kesejahteraannya (Saminem, 2010). Proses ini termasuk kriteria tujuan
tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu
tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai
kemajuan dalam kesehatan. Rencana (planning) yang dilakukan
disesuaikan dengan situasi klien. Pada langkah ini direncanakan asuhan
secara komprehensif yang ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya dengan penjelasan rasional. Rencana kemudian
dilaksanakan secara efisien dan aman disesuaikan dengan rencana
tindakan.
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
Dengan mengetahui kondisinya, maka ibu dapat kooperatif dalam
pemberian asuhan.
2. Beri dukungan dan support mental untuk ibu.
Dengan adanya dukungan, ibu akan merasa tenang dan nyaman
serta lebih siap menerima asuhan
3. Konseling ibu tentang:
a. Nutrisi
b. Personal hygine
c. Aktvitas
4. Pantau kondisi pasien agar tetap dalam kondisi baik menjelang
operasi
Setelah rencana tindakan dilaksanakan barulah dilakukan
pelaksanaan dan dievaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan.
Evaluasi berisi penilaian hasil akhir dari tindakan yang telah dilakukan
pada klien.Evaluasi dibagi menjadi 3:
1. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil dilakukan untuk menilai keefektifan dari semua
tindakan yang telah dilakukan dalam mengatasi diagnose atau
masalah.
2. Evaluasi respon
Evaluasi respon dilakukan saat atau segera setelah tindakan
dilakukan
3. Evaluasi proses
Evaluasi proses dilakukan selama pemberian asuhan berlangsung.
Dengan evaluasi ini dapat dinilai sejauh mana hasil yang telah
dicapai apakah sesuai dengan harapan yang diinginkan atau tidak.
Hasil dari evaluasi akan digunakan sebagai data awal untuk menyusun
asuhan yang selanjutnya, terutama bila terdapat diagnosa yang belum
teratasi dengan tindakan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ikra. 2016. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Terhadap


Kejadian Mioma Uteri Pada Wanita Usia Subur Di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang. Undergraduate thesis, Fakultas Ilmu Keperawatan Unissula.
[Diakses tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari: http://www.googlescholar.com

Kemenkes RI. 2016. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan

Kurniawati, Wakhidah Asri (2015) Hubungan Antara Penggunaan Kontrasepsi


Hormonal Dengan Kejadian Mioma Uteri di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. [Diakses
tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari: http://www.googlescholar.com

Liewellyn, J. 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Joko


Suyono

Lilyani, Devy,Rochman Basuki. 2012. Hubungan Faktor Risiko dan Kejadian Mioma
Uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Semarang : Unimus
Jurnal Vol.1 No.1 (2012) [Diakses tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari:
http://www.googlescholar.com

Manuaba, I.B.G. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta : CV.Trans
Info Medika.

Manuaba, I.B.G. 2001. Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk


Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Edisi II.

Rasjidi,Imam. 2010. Imaging Ginekologi Onkologi. Jakarta : Sagung Seto

Rasjidi,Imam. 2009. Deteksi Dni Pencegahan Kanker Pada wanita. Jakarta : Sagung
Seto

Rudiyanti, Novita, Riyanti Imron. 2016. Hubungan usia menarche dan paritas
dengan mioma uteri. Bandar Lampung : Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang.
Jurnal Volume 12, No.2.2016 [Diakses tanggal 11 Maret 2019]. Didapat dari:
http://www.googlescholar.com

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirodihardjo.

Anda mungkin juga menyukai