Anda di halaman 1dari 43

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu. Waktu yang di perlukan untuk pulihnya
alat kandungan pada keadaan yang normal. Batas waktu maksimal masa
nifas yaitu 40 hari (Ambarwati,2010;h.1). Selama masa pemulihan
berlangsung ibu akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun psikologis (Sulistyawati,2015;h.1).
Masa perperium atau masa nifas dimulai setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Sarwono
Prawirohadjo. 2014). Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat genital kembali seperti
keadaan sebelum lahir.(Sarwono Prawirohadjo. 2014).
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Anggraeni (2010) menyatakan bahwa tahapan masa nifas di
bagi menjadi 3 yaitu :
a. Puerpurium dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40
hari.
b. Puerpurium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a. System reproduksi
1) Uterus

Perubahan pada uterus terjadi segera setelah persalinan karena


kadar estrogen dan progesteron yang menurun yang
mengakibatkan proteolisis pada dinding uterus. Dalam keadaan
normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil
sampai dengan kurang 4 minggu. Perubahan yang terjadi pada
dinding uterus adalah timbulnya trombosis, degenerasi dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Jaringan – jaringan di
tempat implantasi plasenta akan mengalami degenerasi dan
kemudian terlepas. Tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas tempat implantasi plasenta karena pelepasan jaringan ini
berlangsung lengkap. Uterus secara berangsur-angsur menjadi
kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil
dengan berat 60 gram. (Anggraini, 2010).
Proses itu dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus (Vivian Nanny.2010:55)
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya
penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada
otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus berkontraksi
sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang menyebabkan
uterus kekurangan darah (lokal iskhemia). Kekurangan darah
ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama
seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan
aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin.
Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke
uterus mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi
dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah
berkurang, kembali seperti biasa disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat
otot atrofi.
b) Autolisis
Proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen
dan progesteron.
c) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya suplai darah ke uterus.(Vivian
Nanny & Tri Sunarsih.2011:56). Mekanisme terjadinya
kontraksi pada uterus melalui 2 cara yaitu :
 Kontraksi oleh ion kalsium
Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung
sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut
kalmodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion 22
kalsium berkaitan dengan calmodulin. Kombinasi
calmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan
sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang
melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin
kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus
perlekatan-pelepasan kepala myosin dengan filament aktin
tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami
fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan
secara berulang dengan filamen aktin dan bekerja melalui
seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga
menghasilkan kontraksi otot uterus.
 Kontraksi oleh hormon
Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah
epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin,
vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa
reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka
kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan
depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang
telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa
disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi ini membuat
ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi
pada otot uterus dengan demikian proses involusi terjadi
sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula.
Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual
artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam
setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit
disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan
uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan
tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali
fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit.
2) Implantasi tempat plasenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka itu mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya
sebesar 3 sampai 4 cm dan pada akhir nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
trombus. Regenerasi terjadi selama 6 minggu.(Vivian Nanny & Tri
Sunarsih. 2011:57)
Implantasi plasenta dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2
sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm
(Anggraeni, 2010).
3) Lochea
Menurut Waryana (2010), lochea dibagi menjadi :
a) Lochea rubra
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, vornik kaseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari
pasca persalinan.
b) Lochea sanguilenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari 3-7 hari
persalinan.
c) Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
hari pasca persalinan.
d) Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f) Lochea stasis
Lochea yang tidak lancar keluarnya
4) Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks akan menganga seperti corong.
Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan
serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah
kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan
konsistensi lunak. Perubahan pada serviks adalah menjadi sangat
lembek, kendur dan terkulai. Segera setelah janin dilahirkan,
serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam
persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2 – 3 jari dan setelah
1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari. (Ambarwati
dan Wulandari, 2010).
5) Ligament-ligamen
Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum
rotundum menjadi kendur.
6) Vulva dan vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan
suatu saluran yang luas berdinding tipis. Beberapa hari pertama
setelah proses melahirkan bayi vagina masih dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur – angsur akan
muncul kembali tetapi ukuran vagina jarang kembali seperti
seorang nulipara. Seperti halnya dengan vagina seberapa hari
pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan
tidak hamil dan labia menjadi menonjol.
7) Perineum
Terjadi robekan perinium hampir pada semua persalinan pertama.
Robekan umumnya terjadi di garis tengah dan bisa meluas, bisa
karena kepala janin lahir terlalu cepat. Sudut arkus pubis lebih
kecil dari masanya. Kepala janin melemah PBP dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkum forensia sub oksipito bregmatika
(Suherni, dkk. 2009:79)
b. Perubahan payudara
Pada hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara
mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak
terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-
sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi
mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari
untuk mensekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let
down (mengalirkan) sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus
aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Zamzara, 2015) yang
mengatakan bahwa Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran
Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Kepulauan Riau hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Wulandari and All, 2014) mengatakan bahwa
oksitosin mempengaruhi kecepatan pengeluaran kolostrum Ibu Post
partum Sectio Caesar, sehingga rumah sakit dapat mengaplikasikan
SPO pijat oksitosin yang sebaiknya dilakukan pada 12 jam pertama
post partum.
c. Tanda-tanda vital (TTV)
Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010) terdapat perubahan tanda-
tanda vital (TTV)
1) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5°
Celcius dari keadaan normal (36°C – 37,5°C) namun tidak lebih
dari 38°C. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme
tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam post partum,
suhu tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan
semula. Bila suhu tubuh tidak kembali normal atau semakin
meningkat, maka perlu dicurigai terhadap terjadinya infeksi.
2) Nadi
Denyut nadi normal bekisar 60 – 80 kali/menit. Pada saat proses
persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah
proses persalinan selesai frekwensi denyut nadi dapat sedikit
lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali
normal.
3) Tekanan darah
Tekanan darah untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg dan
untuk diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah
dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena
terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah
mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole atau
lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya
hipertensi atau preeklamsi post partum.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali/menit.
Pada saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena
kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu
meneran/mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen
ke janin tetap terpenuhi. Setelah proses persalinan, frekwensi
pernafasan akan kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya
berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
d. Hormone
Sekitar 1 – 2 minggu sebelum partus dimulai, hormon estrogen dan
progesteron akan menurun dan terjadi peningkatan hormon prolaktin
dan prostaglandin. Hormon prolaktin akan merangsang pembentukan
air susu pada kelenjar mamae sedangkan hormon prostaglandin
memicu sekresi oksitosin yang menyebabkan timbulnya kontraksi
uterus.
e. Sistem peredaran darah
Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi
darah janin akan terputus sehingga volume darah ibu relatif akan
meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan beban
kerja jantung sedikit meningkat. Namun hal tersebut segera diatasi
oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme kompensasi berupa
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah akan kembali
normal. Biasnya ini terjadi sekitar 1 sampai 2 minggu setelah
melahirkan.
Tonus otot polos pada dinding vena mulai membaik. Volume darah
mulai berkurang, iskositas darah kembali normal dan arah jantung
serta tekanan darah menurun sampai kadar sebelum hamil.
f. System pencernaan
Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1 – 3 hari
pertama post partum. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus
dan mobilitas otot traktus digestifus selama proses persalinan sehingga
dapat menimbulkan konstipasi pada minggu pertama post partum,
selain itu adanya rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan
jahitan pada perineum, dan takut akan rasa nyeri (Suherni, dkk.
2009:80).
g. Sistem perkemihan
Pada pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan. Adanya trauma akibat kelahiran, laserasi
vagina/episiotomi, rasa nyeri pada panggul akibat dorongan saat
melahirkan dapat menurunkan dan mengubah refleks berkemih.
Adanya distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan
ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
h. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah
(cloasma gravidarum), leher, mammae, dinding perut dan beberapa
lipatan sendi karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa
nifas.
i. Sistem musuloskeletal
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar,
kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai
beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama hamil.
Ambulasi dini dan senam nifas sangat dianjurkan untuk mengatasi hal
tersebut.
1) Diastasis
Sebagian besar wanita melakukan ambulansi antara 4 sampai 8 jam
post partum. Untuk menghindari komplikasi meningkatkan
involusi dan meningkatkan cara pandang emosional. Relaksasi dan
peningkatan mobilitas artikulasi pelviks terjadi pada 6 minggu post
partum. Mobilisasi dan tonus otot gastrointestinal kembali ke
keadaan semula dalam 2 minggu post partum. Konstipasi terjadi
karena penurunan tonus otot dan rasa tidak nyaman pada
puerpenum. Hemoroid terjadi karena tekanan panggul dan
mengejan selama persalinan.
2) Abdominalis dan peritonium
Peritonium membentuk lipatan akibat peritonium berkontraksi dan
beretraksi pasca persalinan dan beberapa hari setelahnya.
Ligamentum rotundum lebih kendur dan butuh waktu lama untuk
kembali normal. Dinding abdomen tetap kendur karena
konsekuensi dan putusnya serat elastis kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat pembesaran uterus selama hamil. Dinding
perut menjadi longgar disebabkan teregang begitu lama. Pulih
dalam waktu 6 minggu.
4. Adaptasi Psikologi pada Masa Nifas
a. Fase taking in (1-2 hari post partum)
Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada diri
dan tubuhnya sendiri. Mengulang-ulang, menceritakan pengalaman
proses bersalin yang dialami. Wanita yang baru melahirkan ini perlu
istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala
lelah, cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan
(Anggraeni, 2010).
b. Fase taking hold (3-4 hari post partum)
Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuan menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi
sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan
perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu (Anggraeni, 2010).
c. Fase letting go
Pada fase ini pada umumnya ibu sudah pulang dari RS. Ibu mengambil
tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayi, begitu juga adanya grefing karena
dirasakan dapat mengurangi interaksi sosial tertentu. Depresi post
partum sering terjadi pada masa ini (Anggraeni, 2010).
5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Kebutuhan dasar masa nifas antara lain sebagai berikut:
a. Gizi ibu nifas dianjurkan untuk :
1) Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral.
2) Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada 6
bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun kedua
400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori
per harinya.
3) Mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam
bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan
hidup anak. (Suherni, 2009,p.101).
Ada beberapa makanan yang dapat di konsumsi oleh ibu nifas untuk
memperbanyak produksi ASI berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yaitu diantaranya :
1) Daun katuk
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Endang Suwanti,
2015b) yang berjudul ” Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk
Terhadap Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Klaten” yang
menyatakan bahwa Ada pengaruh yang signifikan konsumsi
ekstrak daun katuk terhadap kecukupan ASI ( p = 0,000) karena
dau katuk mengandung hampir 7% protein dan 19% serat kasar,
vitamin |K, pro-vitamin A ( beta karotin Vitmin B dan C. Mineral
yang dikandung adalah Kalsium (2,8%) zat besi, kalium, fisfor dan
magnesium. Sehingga disarankan kepada ibu menyusui dapat
mengkonsumsi daun katuk sebagai variasi menu makanan untuk
meningkatkan kecukupan ASI dan bagi bidan dapat memberikan
KIE tentang daun katku sebagai menu makanan sehari-hari untuk
meningkatkan produksi ASI. Penelitian tersebut sejaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Semuel Layuk, 2016) yang
berjudul “ Menu Luhu (Katuk Saorophus Androginus) Sebagai
Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Produksi Asi Frekuensi Dan
Durasi Menyusui di Kabupaten Kepulauan Sangihe “ yang
mengatakan bahwa konsumsi menu luhu (katuk saorophus
androginus dapat meningkatkan produksi ASI sekaligus dapat
menambah berat badan bayi karena mengandung nilai gizi yang
tinggi.
2) Daun kelor
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sormin, 2018) yang
berjudul “Hubungan Konsumsi Daun Kelor Dengan Pemberian Asi
Eksklusif Pada Ibu Menyusui Suku Timor Di Kelurahan Kolhua
Kecamatan Maulafa Kupang “ mengatakan bahwa untuk menjaga
agar ASI tetap lancar dan cukup untuk bayi, responden ibu-ibu
Suku Timor di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kupang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan berupa kacang-
kacangan dan daun-daunan seperti daun katuk dan daun kelor yang
diyakini berkhasiat meningkatkan atau melancarkan produksi ASI,
disamping merawat payudara dan lebih sering menyusui bayi.
Manfaat daun kelor telah diketahui oleh 90% responden ibu-ibu
Suku Timor di Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kupang
dapat meningkatkan produksi ASI.
3) Daun kentang manis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Endang Suwanti,
2015a) yang berjudul ” Hubungan Konsumsi Ekstrak Daun
Kentang Manis Dengan Produksi Asi Di Laktasi Ibu Di Kabupaten
Klaten “ yang mengatakan bahwa ada adalah hubungan yang
signifikan antara konsumsi daun ubi jalar untuk meningkatkan
produksi ASI karena Daun ini adalah sumber protein, kalsium, besi
dan niacin. Kentang manis daun juga mengandung serat tinggi, pro
vitamin A, vitamin C, riboflamin, vitamin B6, folat, mg fosfor,
kalium dan mangan. Hal ini meningkatkan ASI karena daun ini
mengandung lagtagagum.
4) Daun kacang panjang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Djama, 2018) yang
berjudul” Pengaruh Konsumsi Daun Kacang Panjang Terhadap
Peningkatan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui” mengatakan bahwa
pemberian sayur daun kacang panjang dapat peningkatan produksi
ASI ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Jambula karena
daun kacang panjang mengandung saponin dan polifenol yang
dapat meningkatkan kadar prolaktin. Berbagai substansi dalam
laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon
oksitosin dan prolaktin seperti Alkaloid,polifenol,steroid, flavonoid
dan substansi lainnya memerlukan kajian mendalam untuk menilai
substansi apa yang paling efektif dalam meningkatkan dan
memperlancar produksi ASI. Peningkatan produksi ASI pada
menyusui baik sebelum maupun setelah diberikan daun kacang
panjang adalah dilihat dari pertumbuhan berat badan anak diukur
dengan cara menghitung BB bayi pada hari ke 10 dikurangi berat
badan ke 0 dan berat badan pada hari ke 17 dikurangi berat badan
hari ke 10. Peningkatan produksi ASI bukan dinilai dengan
mengukur volume ASI.
5) Daun papaya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Turlina and
Wijayanti, 2015) yang berjudul ” Pengaruh pemberian serbuk daun
pepaya terhadap kelancaran asi pada ibu nifas di bpm ny. hanik
dasiyem, amd.keb di kedungpring kabupaten lamongan” yang
mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam
pemberian minuman daun pepaya terhadap kelancaran ASI pada
ibu nifas dengan nilai p = 0,004 (p<0,05). Sehingga dianjurkan
pada ibu nifas untuk sering mengkonsumsi minuman daun pepaya
untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI pada ibu post
partum. Khasiat daun pepaya dalam meningkatkan produksi ASI
ditunjukan oleh kandung vitamin A 1850 SI; vitamin BI 0,15 mg;
vitamin C 140 mg; kalori 79 kalori; protein 8,0 gram; lemak 2
gram; hidrat arang 11,9 gram; kalsium 353 mg; fosfor 63 mg; besi
0,8 mg; air 75,4 gram; carposide; papayotin; karpai; kausyuk;
karposit; dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi
dan kesehatan ibu, sehingga dapat menjadi sumber gizi yang sangat
potensial. Kandungan protein tinggi, lemak tinggi, vitamin,
kalsium (Ca), dan zat besi (Fe) dalam daun pepaya berfungsi untuk
pembentukan hemoglobin dalam darah meningkat, diharapkan O2
dalam darah meningkat, metabolisme juga meningkat sehingga sel
otak berfungsi dengan baik dan kecerdasan meningkat. Selain itu,
daun Pepaya juga mengandung Enzim Papain dan kalium, fungsi
enzim berguna untuk memecah protein yang dimakan sedangkan
kalium berguna untuk memenuhi kebutuhan kalium dimasa
menyusui.karena jika kekurangan kalium maka badan akan terasa
lelah, dan kekurangan kalium juga menyebabkan perubahan
suasana hati menjadi depresi, sementara saat menyusui ibu harus
berfikir positif dan bahagia.
b. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik
dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan
konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan
manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai
kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak
karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera
diatasi, ibu akan terancam mengalami trombosis vena. Untuk
mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini
oleh ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu
diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain,
yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu
harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta
latihan tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta mengayunkan
tungkainya di tepi tempat tidur.
Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri mungkin setelah
persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian komplikasi
kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis, dan emboli
perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat serta dapat
segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan dan tidak
hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu
dibantu karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing ketika
pertama kali bangun setelah melahirkan. (Bahiyatun, 2009, pp.76-77).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prihatini, 2014 “Pengaruh
Mobilisasi Dini terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu
Nifas di Paviliun Melati RSUD Jombang” menunjukkan bahwa
mobilisasi dini dapat mempercepat penurunan TFU pada ibu nifas
(Prihartini, 2014)
c. Hygiene personal
Ibu sering membersihkan area perineum akan meningkatkan
kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering
menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan
antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi,
hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan
sendiri.
Pasien yang harus istirahat di tempat tidur (mis, hipertensi, post-seksio
sesaria) harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah perineum
dua kali sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu mampu mandi
sendiri (dua kali sehari), biasanya daerah perineum dicuci sendiri.
Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah
membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi.
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi
merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih
dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan
untuk melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum.
Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting
terbenam, lakukan masase payudara secara perlahan dan tarik keluar
secara hati - hati. Pada masa postpartum, seorang ibu akan rentan
terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga kebersihan sangat penting untuk
mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan tubuh,
pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya. Ajari ibu cara
membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air bersih setiap
kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah
membersihkan genitalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada
waktu mencuci luka (epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan
ke belakang dan mencuci daerah anusnya yang 20 terakhir. Ibu harus
mengganti pembalut sedikitnya dua kali sehari. Jika ia menyusui
bayinya, anjurkan untuk menjaga kebersihan payudaranya.
Alat kelamin wanita ada dua, yaitu alat kelamin luar dan dalam. Vulva
adalah alat kelamin luar wanita yang terdiri dan berbagai bagian, yaitu
kommissura anterior, komrnissura interior, labia mayora, labia rninora,
klitoris, prepusium klitonis, orifisium uretra, orifisium vagina,
perineum anterior, dan perineum posterior.
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan, dan biasanya
robekan tenjadi di garis tengah dan dapat meluas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Perineum yang dilalui bayi biasanya mengalami
peregangan, lebam, dan trauma. Rasa sakit pada perineum semakin
parah jika perineum robek atau disayat pisau bedah. Seperti semua
luka baru, area episiotomi atau luka sayatan membutuhkan waktu
untuk sembuh, yaitu 7 hingga 10 hari Infeksi dapat terjadi, tetapi
sangat kecil kemungkinanya jika luka perineum dirawat dengan baik.
Selama di rumah sakit, dokter akan memeriksa perineum setidaknya
sekali sehari untuk memastikan tidak terjadi peradangan atau tanda
infeksi lainnya. Dokter juga akan memberi instruksi cara menjaga
kebersihan perineum pascapersalinan untuk mencegah infeksi.
Perawatan perineum 10 hari :
1) Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4 - 5 jam. Posisikan
pembalut dengan baik sehingga tidak bergeser.
2) Lepaskan pembalut dari arah depan ke belakang untuk menghindani
penyebaran bakteri dan anus ke vagina.
3) Alirkan atau bilas dengan air hangat atau cairan antiseptic pada area
perineum setelah defekasi. Keringkan dengan kain pembalut atau
handuk dengan cara ditepuk – tepuk dari arah depan ke belakang.
4) Jangan dipegang sampai area tersebut pulih.
5) Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan
tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak enak,
atasi dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin
dengan kain pembalut yang telah didinginkan.
6) Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk
mengurangi tekanan pada daerah tersebut.
7) Lakukan latihan Kegel sesering mungkin guna merangsang
peredaran darah di sekitar perineum. Dengan demikian, akan
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot - otot.
Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun saat pertama kali
berlatih karena area tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih
secara bertahap dalam beberapa minggu. (Bahiyatun, 2009, pp.77-
78).
Menurut Martini, 2015 “Efektifitas Latihan Kegel Terhadap
Percepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas Di
Puskesmas Kalitengah Lamongan” bahwa latihan kegel dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk latihan yang di anjurkan
bagi ibu nifas untuk mempercepat penyembuhan luka perineum
(Martini, 2015).
d. Istirahat dan tidur
Anjurkan ibu untuk :
1) Istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.
2) Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
3) Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu
untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam.
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
1) Mengurangi jumlah ASI.
2) Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan
perdarahan.
3) Depresi.
(Suherni, 2009, pp.104-105).
e. Senam nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan
fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang
senggama, dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada
keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas
sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu
takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi secara dini
dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan ibu. (Suherni, 2009, p.105). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Tianastia Rullyni and Evareny, 2014)
yang berjudul “Pengaruh Senam Nifas terhadap Penurunan Tinggi
Fundus Uteri pada Ibu Post Partum di RSUP DR. M. Djamil Padang”
yang mengatakan bahwa salah satu asuhan untuk memaksimalkan
kontraksi uterus pada masa nifas adalah dengan melaksanakan senam
nifas, guna mempercepat proses involusi uteri. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Andriyani, Nurlaila, 2013)
yang berjudul “Pengaruh Senam Nifas Terhadap Penurunan Tinggi
Fundus Uteri Pada Ibu Post Partum” yang mengatakan bahwa Senam
nifas sangat penting dilakukan pada masa nifas, karena dapat
mempercepat proses involusi uteri dan pemulihan alat kandungan pada
ibu post partum sehingga di sarankan agar petugas kesehatan dapat
memberikan pendidikan kesehatan secara berkelanjutan kepada ibu-
ibu nifas tentang manfaat senam nifas untuk mencegah berbagai
macam komplikasi pada masa nifas.
f. Seksualitas masa nifas
Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga.
Diskusikan hal ini sejak mulai hamil dan diulang pada postpartum
berdasarkan budaya dan kepercayaan ibu dan keluarga. Seksualitas ibu
dipengaruhi oleh derajat ruptur perineum dan penurunan hormon
steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun karena
kadar hormon rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat
dan tidur). Penggunaan kontrasepsi (ovulasi terjadi pada kurang lebih
6 minggu) diperlukan karena kembalinya masa subur yang tidak dapat
diprediksi. Menstruasi ibu terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada ibu
tidak menyusui dan kurang Iebih 30 - 36 minggu atau 4 - 18 bulan
pada ibu yang menyusui.
Hal-hal yang mempengaruhi seksual pada masa nifas, yaitu:
1) Intensitas respons seksual berkurang karena perubahan faal tubuh.
Tubuh menjadi tidak atau belum sensitif seperti semula.
2) Rasa lelah akibat mengurus bayi mengalahkan minat untuk
bermesraan.
3) Bounding dengan bayi menguras semua cinta kasih, sehingga waktu
tidak tersisa untuk pasangan.
4) Kehadiran bayi di kamar yang sama membuat ibu secara psikologis
tidak nyaman berhubungan intim.
5) Pada minggu pertama setelah persalinan, hormon estrogen menurun
yang mempengaruhi sel - sel penyekresi cairan pelumas vagina
alamiah yang berkurang. Hal ini menimbulkan rasa sakit bila
berhubungan seksual. Untuk itu, diperlukan pelumas atau rubrikan.
6) Ibu mengalami let down ASI, sehingga respons terhadap orgasme
yang dirasakan sebagai rangsangan seksual pada saat menyusui.
Respons fisiologis ini dapat menekan ibu, kecuali mereka
memahami bahwa hal tersebut adalah normal.
g. Keluarga berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan
kemandulan, dan penjarangan kehamilan. KB merupakan salah satu
usaha membantu 26 keluarga / individu merencanakan kehidupan
berkeluarganya dengan baik, sehingga dapat mencapai keluarga
berkualitas.
Manfaat keluarga berencana (KB) :
1) Untuk Ibu
a) Perbaikan kesehatan badan karena tercegahnya
kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang
terlalu pendek.
b) Adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak, untuk
istirahat, dan menikmati waktu luang, serta melakukan
kegiatan - kegiatan lain.
2) Untuk anak yang dilahirkan
a) Dapat tumbuh secara wajar karena ibu yang mengandungnya
berada dalam keadaan sehat.
b) Sesudah lahir anak tersebut akan memperoleh perhatian,
pemeliharaan, dan makanan yang cukup. Hal ini disebabkan
oleh kehadiran anak tersebut yang memang diinginkan dan
diharapkan.
3) Untuk anak yang lain
a) Memberi kesempatan perkembangan fisiknya lebih baik
karena memperoleh makanan yang cukup dan sumber yang
tersedia dalam keluarga.
b) Perkembangan mental dan sosial lebih sempurna karena
pemeliharaan yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang
diberikan oleh ibu untuk anak.
c) Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena
sumber pendapatan keluarga tidak habis untuk
mempertahankan hidup semata - mata.
4) Untuk ayah
a) Memperbaiki kesehatan fisiknya
b) Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan
berkurang serta lebih banyak waktu luang untuk keluarganya.
Evaluasi yang perlu dilakukan bidan dalam memberi asuhan
kepada ibu nifas dan rencana ber-KB, antara lain :
1) Ibu mengetahui pengertian KB dan manfaatnya.
2) Ibu dapat menyebutkan macam - macam metode kontrasepsi
untuk ibu menyusui.
3) Ibu dapat menyebutkan beberapa keuntungan pemakaian alat
kontrasepsi.
4) Ibu dapat memilih / menentukan metode kontrasepsi yang
dirasa cocok bagi dirinya.
h. Eliminasi
1) Buang air kecil (BAK)
a) Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan, kebanyakan
ibu dapat berkemih spontan dalam waktu 8 jam.
b) Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu
12-36 jam setelah melahirkan.
c) Ureter yang berdilatasi akan kembali dalam waktu 6 minggu.
2) Buang air besar (BAB)
a) BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema
persalinan, diit cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum
yang sangat sakit.
b) Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia.
c) Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam
regulasi BAB. 37
d) Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat
dianjurkan.
(Suherni, 2009, p.117)
i. Pemberian ASI/laktasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan kepada pasien:
1) Menyusui bayinya setelah lahir minimal 30 menit bayi telah
disusukan.
2) Ajarkan cara menyusui yang benar.
3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain.
4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi.
5) Diluar menyusui jangan memberikan dot/kempeng pada bayi, tapi
berikan ASI dengan sendok.
6) Penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan
menurunkan frekuensi pemberian ASI. (Suherni, 2009, pp.117-
118)
j. Kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan
1) Menghindari makanan berprotein seperti telur, ikan karena
menyusui membutuhkan tambahan protein
2) Penggunaan beban perut setelah melahirkan.
3) Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus tetap
berkontraksi.
4) Memisahkan ibu dan bayi dalam waktu yang dalam satu jam
postpartum. (Suherni, 2009, p.118)
6. Perawatan Ibu Pada Masa Nifas
Perawatan pasca melahirkan (masa nifas) merupakan perawatan selama
enam minggu atau 40 hari. Pada masa ini, ibu mengalami perubahan fisik
dan alat-alat reproduksi yang kembali ke keadaan sebelum hamil, masa
laktasi (menyusui), maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga
baru. Perawatan pasca melahirkan dapat dilakukan sendiri dan sesegera
mungkin. (Anggraeni, 2010)
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam perawatan pasca
melahirkan antara lain:
a. Payudara
Perawatan payudara yang dapat dilakukan semasa nifas adalah dengan
menggunakan Bra yang tidak menekan payudara atau sempit dan
breast care. Tujuan dari perawatan payudara adalah untuk melancarkan
pengeluaran ASI sehingga tidak terjadi pembengkakan payudara,
apabila pembengkakan terjadi, pijat ringan bagian payudara yang
menggumpal dengan menggunakan air hangat dan baby oil. Kemudian
sesegera mungkin menyusui bayi. Pembengkakan yang berkelanjutan
dapat menimbulkan demam pada ibu. Bila hal ini terjadi, lakukan
pengeluaran ASI baik dengan cara menyusui maupun dipompa keluar
(Ambarwati dan Wulandari, 2010)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Mutika, 2018) dengan
judul “Efek breast care ibu nifas terhadap berat badan bayi dan
hormon prolaktin” mengatakan bahwa Teknik produksi ASI melalui
perawatan breast care bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah saluran produksi ASI tersumbat. Perawatan payudara
sebaiknya dilakukan saat kehamilan. Perawatan yang benar
memperlancar ASI dan merangsang hipofisis agar mengeluarkan
hormon progesteron, estrogen, oksitosin lebih banyak. Hormon
oksitosin memicu kontraksi sel-sel lain sekitar alveoli sehingga air
susu mengalir turun . Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas
breast care pada ibu nifas terhadap berat bayi lahir dan hormon
prolaktin.
Selain itu perawatan payudara dapat menghindari bendungan ASI
seperti penelitian yang dilakukan oleh (Rosita, 2017) yang berjudul
“Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan
Asi ” menyatakan bahwa ibu nifas yang melakukan perawatan
payudara selama menyusui berdampak baik selama menyusui yaitu
tidak terjadinya bendungan ASI. Hal ini dikarenakan gerakan pada
perawatan payudara akan melancarkan reflek pengeluaran ASI, serta
dapat mencegah dan mendeteksi dini kemungkinan adanya bendungan
ASI dapat berjalan lancar.
b. Rahim
Involusi uterus dapat diketahui dengan meraba bagian bulat agak keras
di bawah pusat. Pada hari ke-10 sampai 14, rahim tidak teraba lagi.
Involusi uterus dibantu oleh oksitosin, yaitu hormon yang
mengontraksikan otot-otot rahim yang keluar saat menyusui. Involusi
uterus ini terjadi karena lancarnya pengeluaran cairan vagina (lochea).
Involusi uterus yang tidak normal terjadi akibat infeksi lapisan rahim
yang rentan infeksi akibat lepasnya plasenta dan kurang mobilisasi.
Tanda-tandanya antara lain sedikit demam, agak sakit pada perut
bagian bawah, dan kadang vagina berbau kurang sedap karena
keluarnya lochea tidak lancar.
c. Aktivitas
Aktivitas sangat bervariasi, tergantung pada komplikasi persalinan,
nifas dan sembuhnya luka (jika ada). Jika tidak ada kelainan, lakukan
mobilisasi sedini mungkin, 2 jam setelah persalinan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Widia, Lidia, 2017) terdapat
hubungan yang sangat erat dengan Hubungan Antara Mobilisasi Dini
dengan Proses Penyembuhan Luka Ruptur Perineum pada fase
proliferasi di RSIA Paradise Simpang Empat Kabupaten Tanah
bumbu.
d. Eliminasi
Buang air kecil (BAK) akan meningkat pada 2-4 hari setelah
persalinan. Ini terjadi karena volume darah ekstra yang dibutuhkan
selama hamil tidak diperlukan lagi. Sebaiknya ibu tidak menahan
BAK ketika ada rasa sakit pada jahitan. Sulit buang air besar (BAB)
dapat terjadi karena ketakutan yang berlebihan akan jahitan terbuka,
atau wasir. Untuk itu, konsumsi makanan tinggi serat, dan cukup
minum.
e. Hubungan seksual
Pada banyak pasangan, perubahan karena kehamilan dapat
mengganggu keseimbangan dalam hubungan seksual, begitu juga
setelah persalinan. Beberapa agama melarang untuk melakukan
hubungan seksual selama masa nifas. Setelah itu, pada prinsipnya
adalah tidak bermasalah. Hanya saja, terkadang istri kurang percaya
diri untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu diperlukan pengertian dan
pemahaman suami atas kondisi psikologi istri. (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
f. Perawatan luka perineum
Jalan lahir memiliki batas maksimal keelastisannya, jika besar bayi
melebihi batas elastisitas kemungkinan besar akan terjadi robekan
perineum (rupture perineum), tetapi sebelum terjadi rupture perineum
bidan seharusnya sudah melakukan episiotomi pada perineum.
Perineum yang rupture tentunya akan dijahit dan membutuhkan proses
penyembuhan. Proses penyembuhan itu membutuhkan perawatan yang
benar. Menurut APN (2010) perawatan luka yang disarankan adalah
bersih kering.
Berdasarkan penelitian (Hidayah, 2017) yang berjudul Hubungan
Antara Vulva Hygiene Dengan Lama Penyembuhan Luka Perineum
Di BPS Ny S Desa Grobog Wetan Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal Tahun 2015 yang hasilnya menunjukan bahwa ada Hubungan
antara vuva hygiene pada ibu post partum dengan tingkat
penyembuhan luka perineum Di BPS Ny S Desa Grobog Wetan
Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal Tahun 2015 dengan responden
yang melakukan vuva hygiene dengan teratur sebagian besar
mengalami tingkat penyembuhan luka perineum dengan kategori
cepat. Selain itu hal ini juga sejalan dengan penelitian (Tulas, 2017)
yaitu ada hubungan antara perawatan luka perineum dengan perilaku
personal hygiene ibu post partum di Rumah sakit Pancaran Kasih
GMIM Manado. Dengan demikian penelitian ini dapat dijadikan
bahan motivasi kepada ibu post partum untuk bisa lebih meningkatkan
perawatan luka perineum untuk bisa mempercepat proses dari
penyembuhan luka perineum. Selain itu, menurut (Supiati, 2015) yang
berjudul “Upaya Mempercepat Penyembuhan Luka Perineum Melalui
Penggunaan Air Rebusan Sirih Hijau”, yaitu penggunaan sirih hijau
dapat mempercepat penyembuhan luka perimium pada ibu post
partum.
Penelitian yang dilakukan oleh (Damarini, 2013) dengan judul
“Efektifitas Sirih Merah dalam Perawatan Luka Perineum di Bidan
Praktik Mandiri” bahwa Daun sirih merah mengandung arecoline di
seluruh bagian tanaman yang bermanfaat untuk meningkatkan gerakan
peristaltic. Dengan peningkatan gerakan peristaltic, berarti dapat
memperlancar peredaran darah sehingga kandungan oksigen juga
menjadi lebih baik sehingga sangat membantu proses penyembuhan
luka. Kandungan tanin pada daun sirih merah bermanfaat untuk
mengurangi sekresi cairan pada vagina sehingga mempercepat kering
pada luka.
7. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Arti ‘inisiasi menyusu dini (Early initiation) adalah permulaan kegiatan
menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa
diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan
usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi
melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan The Breast Crawl atau
merangkak mencari payudara (Roesli Utami, 2008).
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah perilaku pencarian puting payudara
ibu sesaat setelah bayi lahir (Prasetyono, 2009). Dari hasil penelitian
Cynthia Puspariny, Triani Yuliastanti, Anggun Suhastina dengan judul
Korelasi pemberian ASI Eksklusif dengan tingkat IQ pada anak
Prasekolah di TK Aisyah Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu
Tahun 2014. Mendapat hasil bahwa anak prasekolah yang mendapatkan
ASI Eksklusif memiliki tinggkat IQ di atas rata-rata sebesar
21(61,8%). Dan suksesnya ASI eklusif dimulai dari IMD.
a. Manfaat IMD
1) Mencegah hipotermia karena dada ibu menghangatkan bayi dengan
tepat selama bayi merangkak mencari payudara.
2) Bayi dan ibu menjadi lebih tenang, tidak stres, pernapasan dan
detak jantung lebih stabil, dikarenakan oleh kontak antara kulit ibu
dan bayi.
3) Mengecap dan menjilati permukaan kulit ibu sebelum mulai
mengisap puting adalah cara alami bayi mengumpulkan bakteri-
bakteri baik yang ia perlukan untuk membangun sistem kekebalan
tubuhnya.
4) Mempererat hubungan ikatan ibu dan anak (Bonding Atthacment)
karena 1 – 2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu,
biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.Makanan non-ASI
mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia,
misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhsn
fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.Bayi yang diberi
kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ekslusif dan
akan lebih lama disusui.Hentakan kepala bayi ke dada ibu,
sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan dan
jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon
oksitosin.
5) Bayi mendapatkan ASI kolostrum-ASI yang pertama kali keluar.
Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang
diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan
kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI
istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk
ketahanan terhadap infeksi , penting untuk pertumbuhan usus,
bahkan kelangsungan hidup bayi,. Kolostrum akan membuat
lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum
matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.
6) Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk
pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat
kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu
pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah. (Roesli Utami,
2008:13-14).
7) Meningkatkan angka keselamatan hidup bayi di usia 28 hari
pertama kehidupannya (Ghana, 2004).
8) Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
9) Menunjang perkembangan koknitif
10) Mencegah perdarahan pada ibu
11) Mengurangi risiko terkena kanker payudara dan ovarium. (Dewi,
2010)
8. Ketidaknyamanan Masa Nifas
Menurut Varney (2007), terdapat beberapa ketidaknyamanan pada saat
masa nifas yaitu:
a. Nyeri setelah lahir, disebabkan karena kontraksi dan relaksasi uterus
yang terjadi secara terus menerus, yang akan hilang jika uterus
berkontraksi dengan baik.
b. Keringat berlebih, karena tubuh mengeluarkan rute ini dan diuresis
untuk mengeluarkan kelebihan interstitial. Cara menguranginya seperti
dengan meminum segelas air setiap satu jam.
c. Pembesaran payudara, disebabkan kombinasi akumulasi dan statis air
susu serta peningkatan vaskularisasi dan kongesti. Payudara mulai
distensi, tegang dan nyeri tekan saat disentuh. Untuk mengurangi rasa
nyeri dengan mengkompres dengan air hangat sehingga pembuluh
darah dilatasi, menyusui secara sering dan jika diperlukan
menggunakan analgesik ringan untuk mengurangi ketidaknyaman
d. Nyeri perineum, disebabkan karena laserasi atau episiotomi. Cara
mengatasinya misalnya dengan kompres dengan es, anestesi topikal,
pengencangan perineum atau latihan Kegel
e. Konstipasi, rasa takut dapat menghambat fungsi bowel jika wanita
takut merobek jahitannya. Cara mengatasinya dengan diet tinggi serat
dan asupan cairan.
f. Hemoroid, cara mengatasinya yaitu kompres es, kompres air hangat,
pelunak feses.
9. Asuhan Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Asuhan

1. Mencegah perdarahan
masa nifas oleh karena
atonia uteri.
2. Mendeteksi dan
perawatan penyebab
lain perdarahan serta
melakukan rujukan
bila perdarahan
I 6-8
berlanjut.
jam
3. Memberikan
post
konseling pada ibu
partum
dan keluarga tentang
cara mencegah
perdarahan yang
disebabkan atonia
uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Mengajarkan cara
mempererat hubungan
antara ibu dan bayi
baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap
sehat melalui
pencegahan hipotermi.
7. Setelah bidan
melakukan
pertolongan
persalinan, maka
bidan harus menjaga
ibu dan bayi untuk 2
jam pertama setelah
kelahiran atau sampai
keadaan ibu dan bayi
baru lahir dalam
keadaan baik.
1. Memastikan involusi
uterus berjalan dengan
normal, uterus
berkontraksi dengan
baik, tinggi fundus
uteri di bawah
umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal.
II 6 hari
2. Menilai adanya tanda-
post
tanda demam, infeksi
partum
dan perdarahan.
3. Memastikan ibu
mendapat istirahat
yang cukup.
4. Memastikan ibu
mendapat makanan
yang bergizi dan
cukup cairan.
5. Memastikan ibu
menyusui dengan baik
dan benar serta tidak
ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
6. Memberikan
konseling tentang
perawatanbayi baru
lahir.

2 Asuhan pada 2 minggu


minggu post partum sama dengan
III
post asuhan yang diberikan
partum pada kunjungan 6 hari
post partum.

1. Menanyakan
penyulit-penyulit
IV 6
yang dialami ibu
minggu
selama masa nifas.
post
2. Memberikan
partum
konseling KB secara
dini.
B. Tinjauan Teori Kebidanan
Prinsip pendokumentasian manajemen kebidanan ada dua, yaitu :
1. Konsep Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai
dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Muslihatun, dkk, 2010: 112).
Menurut Varney dalam Muslihatun, dkk (2010: 114), proses
manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan
setiap langkah disempurnakna secara periodik. Langkah-langkah tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara
lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, dan
meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi.
Dalam melakukan pengkajian data dasar pasien kita sebagai bidan
harus tahu alasan tau rasionalisasi pengkajian data tersebut. Berikut
ini rasionalisasi/alasan pengkajian pada asuhan kebidanan :
1) Identitas ibu, terdiri dari
a) Nama
Mengkaji nama untuk mengenal ibu dan membantu menjalin
keakraban dengan ibu serta melengkapi identitas ibu.
b) Umur
Untuk deteksi dini komplikasi pada usia ibu. Apakah
termasuk rentang usia reproduksi sehat atau tidak, yaitu pada
usia terlalu tua atau terlalu muda.
c) Pendidikan
Data ini digunakan agar bidan dapat mengetahui tingkat
intelektual ibu karena tingkat pendidikan mempengaruhi
perilaku kesehatan seseorang dan menyesuaikan pemberian
konseling pada ibu dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan tingkat pengetahuan ibu.
d) Pekerjaan
Untuk mengetahui beban aktivitas ibu sehari-hari (apakah ibu
beraktivitas diluar rumah, berapa banyak ia berjalan,
membawa beban berat atau tidak, aktivitas tersebut akan
mempengaruhi kehamilannya atau tidak) serta untuk
menentukan apakah ada keseimbangan antara beban fisik dari
pekerjaan ibu dengan istirahat yang ibu lakukan dengan
asupan makanan ibu.
e) Agama
Untuk menentukan dukungan spiritual yang akan diberikan
bidan, mengetahui perintah atau larangan dalam agama yang
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan ibu. Data ini
juga dapat digunakan untuk melakukan pendekatan dalam
asuhan kebidanan yang diberikan.
f) Suku bangsa
Untuk mengetahui adat istiadat/kebiasaan yang dilaksanakan
oleh ibu, apakah kebiasaan itu membahayakan untuk ibu dan
janin.
g) Alamat
Data ini dapat digunakan untuk mengukur jarak dari tempat
tinggal ibu ke pelayanan kesehatan dan untuk mengetahui
lingkungan tempat tinggal ibu.
2) Keluhan utama
Data ini digunakan untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu
secara fisik maupun psikologis sehingga klien datang ke tenaga
kesehatan, mengidentifikasi keluhan tersebut fisiologis/patologis,
dan mendeteksi adanya tanda bahaya atau komplikasi yang
mungkin muncul.
3) Riwayat kesehatan
Data ini dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan ibu.
Apakah ibu sedang menderita penyakit tertentu yang dapat
berpengaruh terhadap kondisi ibu.
4) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
a) Jumlah kehamilan
Untuk mengetahui apakah kehamilan ibu termasuk kehamilan
beresiko atau tidak
b) Umur kehamilan saat bayi lahir,jenis persalinan,penolong
persalinan,adakah penyulit dalam kehamilana dan persalinan.
c) Berat badan ,jenis kelamin bayi dan keadaan anak sekarang
d) IMD
e) Masa nifas adakah penyulit dan pemberian asi
f) Riwayat pemakaian KB
5) Riwayat persalinan sekarang
Data ini untuk mengetahui riwayat tempat persalinan, penolong
persalinan, jenis persalinan, adakah masalah dalam persalinan,
keadaan plasenta dan bayi baru lahir, jenis kelamin bayi dan
antropometri bayi serta APGAR SCORE.
6) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Pengkajian pada pola nutrisi sangat penting untuk mengetahui
gambaran bagaimana ibu mencukupi asupan gizinya selama
hamil dan nifas serta untuk mengetahui apakah ibu berpantang
makan tau tidak. Sehingga membantu bidan dalam menentukan
asuhan yang diberikan.
7) Riwayat psikososial
Untuk membantu bidan mendapatkan gambaran psikologis ibu
dan membantu dalam memberikan asuhan serta untuk
mempersiapkan persalinan yang aman untuk ibu.
b. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar
yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik. Standar nomenklatur diagnosis
kebidanan tersebut adalah diakui dan telah disyahkan oleh profesi,
berhubungan langsung dengan praktis kebidanan, memiliki ciri khas
kebidanan, didukung oleh clinical judgement dalam praktek
kebidanan, dan dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen
kebidanan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Pada langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang
telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/ masalah potensial
ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera
Dalam langkah ini diperlukan tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan/atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan klien. Data
baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data
mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus
bertindak segera untuk kepentingan keselamatan ibu dan anak.
e. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar
yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Semua keputusan yang
dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan
benar-benar valid berdasarkan teori yang up to date serta sesuai
dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan
klien.
f. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah ke
lima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau anggota tim kesehatan
lain. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefktifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut
dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
lebih efektif sedang sebagian belum efektif.
2. Pendokumentasian SOAP
Menurut Mushlihatun (2010: 122-125), dokumentasi SOAP adalah
catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien,
dan tim kesehatan tentang hasil pemeriksaan, prosedur tindakan,
pengobatan pada pasien, pendidikan pasien, dan respon pasien terhadap
semua asuhan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai
asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya
tersirat proses berfikir bidan yang simetris dalam menghadapi seseorang
pasien sesuai langkah-langkah manajemen kebidanan. Prinsip dari metode
SOAP merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen yaitu:
a. Data subjektif (S)
1) Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat. Gleadle (2007) menyebutkan nama pasien perlu
dikaji untuk menciptakan kepercayaan antara pemberi asuhan
dengan pasien dan membedakan jika ada kesamaan nama dengan
pasien yang lain; umur dikaji untuk mengetahui adanya resiko
yang berhubungan dengan umur, karena jika umur ibu kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun termasuk dalam faktor
resiko kehamilan dan persalinan; agama dikaji untuk mengetahui
keyakinan serta pandangan tentang kehamilan berkaitan dengan
agama yang dianutnya; pendidikan dikaji untuk mengetahui
tingkat intelektual pasien karena pendidikan dapat mempengaruhi
sikap dan perilaku pasien selama kehamilan; pekerjaan dikaji
karena pekerjaan dapat mempengaruhi pekerjaan dapat
mempengaruhi kesehatan saat kehamilan dan kemampuan
ekonomis dalam mempersiapkan persalinan; suku bangsa
ditanyakan untuk menyesuaikan bahasa yang kita gunakan
selama memberi asuhan dan untuk melihat apakah budaya pasien
memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi proses asuhan;
alamat dikaji untuk mempermudah hubungan atau komunikasi
dengan anggota keluarga yang lain bila ada keperluan yang
mendesak dan membutuhkan campur tangan dari pihak keluarga.
Pada kasus Ny. A memiliki umur 20 tahun, dalam hal ini tidak
ada kesenjangan antara teori dan praktek. Karena umur 20 tahun
masih dalam batas normal untuk melahirkan.
2) Keluhan utama
Menurut Gleadel (2007) anamnesis keluhan utama akan
memberikan informasi penting untuk menentukan diagnosis
banding dan memberikan gambaran mengenai keluhan yang
menurut pasien paling penting. Anamnesis keluhan harus dicatat
dan disajikan sesuai dengan kata-kata pasien sendiri dan tidak
boleh disamarkan dengan kata-kata medis. Saat melakukan
pengkajian penulis mencatat apa yang dikatakan pasien tanpa
menambahi istilah medis yang menjurus kesebuah diagnosis.
Ny.S memiliki keluhan utama yaitu Ibu mengatakan masih
merasakan nyeri pada luka bekas jahitan.
b. Data objektif (O)
1) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan status present dan obstetric
Pemeriksaan status present juga dilakukan dengan lengkap
mulai dari head to toe. Dalam pemeriksaan pasien tidak
mengalami anemia hal itu dapat dilihat dari hasil pemeriksaan
konjungtiva yang berwarna merah muda menandakan bahwa
dalam batas normal, ibu tidak terlihat pucat. Menurut
penelitian Nurul Hikmah (2015) tentang “Gambaran
Hemoragic Post Partum Pada Ibu Bersalin Dengan Kejadian
Anemia di Ruang Ponek RSUD Kabupaten Jombang”
menyebutkan anemia pada masa nifas memberikan pengaruh
yang kurang baik bagi ibu dan nifas selanjutnya, pengaruh
anemia pada masa nifas dapat terjadi sub involusio uteri yang
menyebabkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi
pueperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi
infeksi payudara. Perdarahan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat
fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir
kehilangan darah (Rukiah, 2010 :115). Tetapi pada kasus Ny.
A tidak ditemukan adanya kelainan atau abnormalitas yang
mengarah pada gangguan saat masa nifas.
c. Analisa (A)
Analisa data dilakukan setelah melakukan anamnesis data subjektif
dan anamnesis data objektif. Analisis didalamnya mencangkup
diagnosis aktual, diagnosis masalah potensial serta seperlunya
mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi masalah
(Varney, 2007).
d. Penatalaksanaan (P)

Anda mungkin juga menyukai