Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Definisi Kehamilan Risiko Tinggi
Resiko kehamilan merupakan keadaan dimana terjadinya
penyimpangan/perubahan tidak normal yang secara langsung dapat
menyebabkan kesakitan pada ibu hamil dan kematian pada ibu maupun
bayi (Winkjosastro, 2009). Ibu hamil yang berisiko adalah ibu hamil
yang memiliki faktor- faktor risiko dan memiliki risiko tinggi dalam
kehamilannya (Depkes RI, 2006). Menurut Muslihatun (2010)
berdasarkan karakteristiknya resiko ibu hamil dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Ibu hamil resiko rendah yaitu ibu hamil dengan kondisi kesehatan
yang baik dan tidak memiliki faktor resiko apapun pada dirinya
maupun janin yang di kandungnya, contohnya persalinan spontan
dengan kehamilan prematur.
b. Ibu hamil resiko sedang yaitu ibu hamil yang memiliki satu ataupun
lebih dari faktor resiko tingkat sedang, yang nantinya akan
mempengaruhi kondisi ibu dan janin, serta mungkin akan
menimbulkan kesulitan-kesulitan selama proses persalinan,
contohnya kehamilan yang masuk dalam kategori 4 terlalu.
c. Ibu hamil resiko tinggi yaitu ibu hamil yang memiliki satu ataupun
lebih dari faktor resiko tingkat tinggi, yang nantinya faktor ini akan.
Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu
maupun terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan,
melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan
dan nifas normal (Haryati N, 2012).
Kehamilan risiko tinggi adalah suatu proses kehamilan yang
kehamilannya mempunyai risiko lebih tinggi dan lebih besar dari normal
umumnya kehamilan (baik itu bagi sang ibu maupun sang bayinya)
dengan adanya risiko terjadinya penyakit atau kematian sebelum atau pun
sesudah proses persalinanya kelak Kehamilan risiko tinggi adalah
kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang
lebih besar baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya
selama masa kehamilan, persalinan, ataupun nifas bila dibandingkan
dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.
2. Karakteristik ibu hamil
Selama masa kehamilan karakteristik dari ibu hamil juga ikut memberi
pengaruh terhadap keselamatan janin yang dikandungnya. Karakteristik
ibu hamil dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Tingkat Pendidikan
Semakin baik tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
baik pola fikir yang terbentuk, sehingga pola pikir yang baik tersebut
akan membuat seseorang semakin terbuka terhadap hal-hal baru dan
mampu menerima informasi dengan baik (Purwanto, 2011).
Pendidikan akan mempengaruhi terbentuknya pengetahuan, sikap
maupun perilaku seseorang menjadi lebih baik. Semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu hamil maka semakin baik pula tingkat kesadaran
mengenai pentingnya kesehatan sehingga perilaku kesehatan juga
akan semakin membaik. Latar belakang pendidikan ibu hamil juga
sangat mempengaruhi pengetahuan ibu hamil dalam melakukan
perawatan payudara selama kehamilan (Depkes RI, 2006).
b. Usia
Semakin dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih baik dalam berfikir maupun bekerja,
hal ini dikarnakan dari pengalaman jiwa yang dialami akan
mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmojo, 2012).
Usia juga mempengaruhi resiko kehamilan pada seorang wanita.
Rentang usia yang memiliki resiko tinggi dalam kehamilan adalah
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pada usia kurang dari 20
tahun kebutuhan zat besimeningkat dan pengetahuannya masih rendah
tentang kehamilan sampai menyusui, demikian pula pada usia lebih
dari 35 tahun kondisi fisik sudahmenurun dan daya tahan tubuh juga
tidak lagioptimal serta rentan terhadap komplikasi penyakit sehingga
akan lebih beresiko untuk hamil (Henderson, 2006). Usia yang aman
untuk kehamilan dikenal juga dengan istilah reproduksi sehat yaitu
dan antara 20 hingga 30 tahun, dikatakan aman karna kematian
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada rentang usia tersebut
ternyata 2 sampai 5 kali lebih rendah daripada kematian
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas atau kegiatan yang dikerjakan seseorang
untuk mendapatkan nafkah, hasil atau pencaharian. Orang yang sibuk
dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang
lebih untuk memperoleh informasi karna orang yang bekerja akan
lebih banyak berinteraksi dengan orang lain dari pada orang yang
tidak bekerja dan beraktivitas (Depkes RI, 2006). Menurut Nursalam
(2014) pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi pekerjaan
merupakan cara seseorang untuk mencari nafkah bagi keluarganya
yang dilakukan secara berulang dan penuh dengan tantangan. Ibu
bekerja untuk mencari nafkah bagi kepentingan dirinya sendiri
maupun keluarganya, faktor bekerja saja tidak terlalu memberi peran
terhadap timbulnya suatu masalah pada ibu hamil akan tetapi kondisi
kerja yang menonjol serta aktivitas yang berlebihan dan kurangnya
istirahat saat bekerja berpengaruh besar terhadap kehamilan dan
kesehatan janin yang di kandungnya (Depkes RI, 2008).
d. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang
wanita (BKKBN, 2008). Menurut Manuaba (2008) paritas merupakan
peristiwa dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan lama
masa kehamilan antara 38 hingaa 42 minggu. Paritas menurut
Prawihardjo (2009) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan seorang bayi
dengan cukup umur dan hidup sehat (Varney, 2007).
2) Multipara/multigravida yaitu wanita yang telah melahirkan
seorang bayi hidup lebih dari satu kali (Manuaba, 2008).
3) Grandemultipara yaitu wanita yang pernah melahirkan sebanyak
lima kali atau lebih dan biasanya mengalami kesulitan dalam
kehamilan dan persalinannya (Manuaba, 2008).
3. Macam-macam kehamilan risiko tinggi
Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti dari berbagai institut
berbeda-beda, namun dengan tujuan yang sama mencoba
mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi.

4. Kartu Skor Poedji Rochjati


Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) adalah kartu skor yang digunakan
sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga untuk menemukan
faktor risiko ibu hamil, yang selanjutnya mempermudah pengenalan
kondisi untuk mencegah terjadi komplikasi obstetrik pada saat
persalinan. KSPR disusun dengan format kombinasi antara checklist dari
kondisi ibu hamil / faktor risiko dengan sistem skor. Kartu skor ini
dikembangkan sebagai suatu tekologi sederhana, mudah, dapat diterima
dan cepat digunakan oleh tenaga non profesional.
Fungsi dari KSPR adalah:
a. Melakukan skrining deteksi dini ibu hamil risiko tinggi.
b. Memantau kondisi ibu dan janin selama kehamilan.
c. Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman berencana
(Komunikasi Informasi Edukasi/KIE).
d. Mencatat dan melaporkan keadaan kehamilan, persalinan, nifas.
e. Validasi data mengenai perawatan ibu selama kehamilan, persalinan,
nifas dengan kondisi ibu dan bayinya.
f. Audit Maternal Perinatal (AMP)

Sistem skor memudahkan pengedukasian mengenai berat ringannya


faktor risiko kepada ibu hamil, suami, maupun keluarga. Skor dengan
nilai 2, 4, dan 8 merupakan bobot risiko dari tiap faktor risiko.
Sedangkan jumlah skor setiap kontak merupakan perkiraan besar risiko
persalinan dengan perencanaan pencegahan. Kelompok risiko dibagi
menjadi 3 yaitu:

a. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) : Skor 2(hijau)


Kehamilan tanpa masalah / faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan
besar diikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.
b. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) : Skor 6-10 (kuning)
Kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu
maupun janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik
bagi ibu maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi tidak
darurat.

c. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) : Skor ≥ 12 (merah)


Kehamilan dengan faktor risiko:
1) Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan
darurat bagi jiwa ibu dan atau banyinya, membutuhkan di rujuk
tepat waktu dan tindakan segera untuk penanganan adekuat dalam
upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.
2) Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, tingkat risiko
kegawatannya meningkat, yang membutuhkan pertolongan
persalinan di rumah sakit oleh dokter Spesialis (Rochati, 2011).

Terdapat 20 faktor risiko yang dibagi menjadi 3 kelompok faktor risiko


pada penilaian KSPR menurut Rochati (2011).
a. Kelompok Faktor Risiko I (Ada Potensi Gawat Obstetrik/APGO)
1) Primi muda : terlalu muda, hamil pertama usia 16 tahun atau
kurang
Ibu hamil pertama pada umur ≤ 16 tahun, rahim dan panggul
belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan
keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu
mental ibu belum cukup dewasa.

Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:


a) Bayi lahir belum cukup umur
b) Perdarahan bisa terjadi sebelum bayi lahir
c) Perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir
2) Primi Tua : terlalu tua, hamil usia ≥ 35 tahun
Lama perkawinan ≥ 4 tahun
Ibu hamil pertama setelah kawin 4 tahun atau lebih dengan
kehidupan perkawinan biasa: Suami istri tinggal serumah, Suami
atau istri tidak sering keluar kota, Tidak memakai alat kontrasepsi
(KB)
Bahaya yang terjadi pada primi tua:
a) Selama hamil dapat timbul masalah, faktor risiko lain oleh
karena kehamilannya, misalnya pre-eklamsia.
b) Persalinan tidak lancar

Pada umur ibu ≥ 35 tahun

Ibu yang hamil pertama pada umur ≥ 35 tahun. Pada usia tersebut
mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungan yang
menua. Jalan lahir juga tambah kaku. Ada kemungkinan lebih
besar ibu hamil mendapatkan anak cacat, terjadi persalinan macet
dan perdarahan. Bahaya yang terjadi antara lain:

a) Hipertensi / tekanan darah tinggi


b) Pre-eklamsia
c) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan
d) Persalinan tidak lancar atau macet: ibu mengejan lebih dari
satu jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri
melalui jalan lahir biasa.
e) Perdarahan setelah bayi lahir
f) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gr
3) Primi Tua Sekunder : jarak anak terkecil >10 tahun
Ibu hamil dengan persalinan terakhir ≥ 10 tahun yang lalu. Ibu
dalam kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi
persalinan yang pertama lagi. Kehamilan ini bisa terjadi pada:
a) Anak pertama mati, janin didambakan dengan nilai sosial
tinggi
b) Anak terkecil hidup umur 10 tahun lebih, ibu tidak ber-KB.

Bahaya yang dapat terjadi:

a) Persalinan dapat berjalan tidak lancar


b) Perdarahan pasca persalinan
c) Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan
lain-lain
4) Anak terkecil < 2 tahun : terlalu cepat memiliki anak lagi
Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil kurang dari 2
tahun. Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat.
Ada kemungkinan ibu masih menyusui. Selain itu anak masih
butuh asuhan dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang dapat
terjadi:
a) Perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu lemah
b) Bayi prematur / lahir belum cukup bulan, sebelum 37 minggu
c) Bayi dengan berat badan rendah / BBLR < 2500 gr
5) Grande multi : terlalu banyak memiliki anak, anak ≥ 4
Ibu pernah hamil / melahirkan 4 kali atau lebih. Karena ibu sering
melahirkan maka kemungkinan akan banyak ditemui keadaan:

a) Kesehatan terganggu: anemia, kurang gizi


b) Kekendoran pada dinding perut
c) Tampak ibu dengan perut menggantung
d) Kekendoran dinding rahim
Bahaya yang dapat terjadi:
a) Kelainan letak, persalinan letak lintang
b) Robekan rahim pada kelainan letak lintang
c) Persalinan lama
d) Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003)
Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi
6 kali atau lebih hidup atau mati. (Rustam M., 1998)
6) Umur ibu ≥ 35 tahun : terlalu tua
Ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut
terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan
lahir tidak lentur lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan
penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi:
a) Tekanan darah tinggi dan pre-eklamsia
b) Ketuban pecah dini
c) Persalinan tidak lancar / macet
d) Perdarahan setelah bayi lahir

Menurut penelitian Ayu Putri dkk (2013) mengatakan bahwa usia


ibu hamil dengan kelompok usia > 35 tahun lebih beresiko
mengalami kejadian preeklamsia/eklamsia dari pada kelompok usia
20-35 tahun.

7) Tinggi badan ≤ 145 cm : terlalu pendek, belum pernah melahirkan


normal dengan bayi cukup bulan dan hidup, curiga panggul
sempit
Terdapat tiga batasan pada kelompok risiko ini:
a) Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus.
Luas panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak
proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang
terjadi: Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit
dengan janin / kepala tidak besar, panggul ukuran normal
tetapi anaknya besar / kepala besar
b) Ibu hamil kedua, dengan kehamilan lalu bayi lahir cukup
bulan tetapi mati dalam waktu (umur bayi) 7 hari atau
kurang.
c) Ibu hamil kehamilan sebelumnya belum penah melahirkan
cukup bulan, dan berat badan lahir rendah < 2500 gram.
Bahaya yang dapat terjadi: persalinan berjalan tidak lancar,
bayi sukar lahir, dalam bahaya. Kebutuhan pertolongan
medik : persalinan operasi sesar.

Menurut penelitian Cristie dkk (2010) mengatakan bahwa


terdapat hubungan bermakna antara tinggi badan dengan ukuran
distansia spinarum namun tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara tinggi badan dengan ukuran distansia tuberum.

8) Pernah gagal kehamilan


Dapat terjadi pada ibu hamil dengan:
a) Kehamilan kedua, dimana kehamilan yang pertama
mengalami:
(1) Keguguran
(2) Lahir belum cukup bulan
(3) Lahir mati
(4) Lahir hidup lalu mati umur ≤ 7 hari
b) Kehamilan ketiga atau lebih, kehamilan yang lalu pernah
mengalami keguguran ≥ 2 kali
c) Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir janin mati
dalam kandungan
Bahaya yang dapat terjadi:
a) Kegagalan kehamilan dapat berulang dan terjadi lagi, dengan
tanda-tanda pengeluaran buah kehamilan sebelum waktunya
keluar darah, perut kencang.
b) Penyakit dari ibu yang menyebabkan kegagalan kehamilan,
misalnya: Diabetes mellitus, radang saluran kencing, dll.
9) Persalinan yang lalu dengan tindakan
Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan lahir biasa atau
per-vaginam:
a) Tindakan dengan cunam / forcep / vakum. Bahaya yang dapat
terjadi:

(1) Robekan / perlukaan jalan lahir


(2) Perdarahan pasca persalinan
b) Uri manual, yaitu: tindakan pengeluaran plasenta dari rongga
rahim dengan menggunakan tangan. Tindakan ini dilakukan
pada keadaan bila:
(1) Ditunggu setengah jam uri tidak dapat lahir sendiri
(2) Setelah bayi lahir serta uri belum lahir terjadi perdarahan
banyak > 500 cc
Bahaya yang dapat terjadi:
(1) Radang, bila tangan penolong tidak steril
(2) Perforasi, bila jari si penolong menembus rahim
(3) Perdarahan
c) Ibu diberi infus / tranfusi pada persalinan lalu. Persalinan
yang lalu mengalami perdarahan pasca persalinan yang
banyak lebih dari 500 cc, sehingga ibu menjadi syok dan
membutuhkan infus, serta transfusi darah.
10) Bekas operasi sesar
Ibu hamil, pada persalinan yang lalu dilakukan operasi sesar. Oleh
karena itu pada dinding rahim ibu terdapat cacat bekas luka
operasi. Bahaya pada robekan rahim : kematian janin dan
kematian ibu, perdarahan dan infeksi.
b. Kelompok Faktor Risiko II
1) Penyakit ibu : anemia, malaria, TBC paru, payah jantung, dan
penyakit lain.
2) Preeklampsia ringan
3) Hamil kembar
4) Hidramnion : air ketuban terlalu banyak
5) IUFD (Intra Uterine Fetal Death) : bayi mati dalam kandungan
6) Hamil serotinus : hamil lebih bulan (≥ 42 minggu belum
melahirkan)
Ibu dengan umur kehamilan ≥ 42 minggu. Dalam keadaan ini,
fungsi dari jaringan uri dan pembuluh darah menurun. Dampak
tidak baik bagi janin:

a) Janin mengecil
b) Kulit janin mengkerut
c) Lahir dengan berat badan rendah
d) Janin dalam rahim dapat mati mendadak.
7) Letak sungsang
Letak sungsang: pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), letak janin
dalam rahim dengan kepala diatas dan bokong atau kaki dibawah.
Bahaya yang dapat terjadi:
a) Bayi lahir bebang putih yaitu gawat napas yang berat
b) Bayi dapat mati.
8) Letak Lintang
Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan
tua (hamil 8-9 bulan): kepala ada di samping kanan atau kiri
dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak dapat lahir melalui jalan
lahir biasa, karena sumbu tubuh janin melintang terhadap sumbu
tubuh ibu.
Pada janin letak lintang baru mati dalam proses persalinan, bayi
dapat dilahirkan dengan alat melalui jalan lahir biasa. Sedangkan
pada janin kecil dan sudah beberapa waktu mati masih ada
kemungkinan dapat lahir secara biasa.
Bahaya yang dapat terjadi pada kelainan letak lintang. Pada
persalinan yang tidak di tangani dengan benar, dapat
terjadi Robekan rahim, dan akibatnya:
Bahaya bagi ibu

a) Perdarahan yang mengakibatkan anemia berat


b) Infeksi
c) Ibu syok dan dapat mati
Bahaya bagi janin : Janin mati.

c. Kelompok Faktor Risiko III


1) Perdarahan Antepartum : dapat berupa solusio plasenta, plasenta
previa, atau vasa previa
Tiap perdarahan keluar dari liang senggama pada ibu hamil
setelah 28 minggu, disebut perdarahan antepartum. Perdarahan
antepartum harus dapat perhatian penuh, karena merupakan tanda
bahaya yang dapat mengancam nyawa ibu dan atau janinnya,
perdarahan dapat keluar:
a) Sedikit-sedikit tapi terus-menerus, lama-lama ibu menderita
anemia berat
b) Sekaligus banyak yang menyebabkan ibu syok, lemah nadi
dan tekanan darah menurun.
Perdarahan dapat terjadi pada:
a) Plasenta Previa plasenta melekat dibawah rahim dan
menutupi sebagian / seluruh mulut rahim.
b) Solusio Plasenta plesenta sebagian atau seluruhnya lepas
dari tempatnya. Biasanya disebabkan karena trauma /
kecelakaan, tekanan darah tinggi atau pre-eklamsia, maka
terjadi perdarahan pada tempat melekat plasenta. Akibat
perdarahan, dapat menyebabkan adanya penumpukan darah
beku dibelakang plasenta.
Bahaya yang dapat terjadi:
a) Bayi terpaksa dilahirkan sebelum cukup bulan
b) Dapat membahayakan ibu:
(1) Kehilangan darah, timbul anemia berat dan syok
(2) Ibu dapat meninggal
c) Dapat membahayakan janinnya yaitu mati dalam kandungan.
2) Preeklampsia berat/eklampsia
Pre-eklamsi berat terjadi bila ibu dengan pre-eklamsia ringan
tidak dirawat, ditangani dengan benar. Pre-eklamsia berat bila
tidak ditangani dengan benar akan terjadi kejang-kejang, menjadi
eklamsia. Pada waktu kejang, sudip lidah dimasukkan ke dalam
mulut ibu diantara kedua rahang, supaya lidah tidak tergigit.
Bahaya yang dapat terjadi:
a) Bahaya bagi ibu, dapat tidak sadar (koma) sampai meninggal
b) Bahaya bagi janin:
c) Dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi
lahir kecil
d) Mati dalam kandungan.

B. Tinjauan Sistem Kolaborasi dan Rujukan


1. Pelayanan Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien. Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian asuhan. Masing-masing tenaga kesehatan
dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.
Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab
terhadap keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh
bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya di lakukan secara bersamaan
atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan. Tujuan pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian
pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup masing-masing.
Elemen kolaborasi mencakup:

a. Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda, yang


dapat bekerjasama secara timbal balik dengan baik.
b. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama.
c. Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan
dari kombinasi pandangan dan keahlian yang di berikan oleh setiap
anggota tim tersebut.
Pelayanan Kolaborasi /kerjasama terdiri dari:
a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
b. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
c. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
d. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
e. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
f. Memberikan asuhan kebidanan pada balita resiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan
kolaborasi (Asrinah, 2013).
2. Kolaborasi Dalam Praktik Kebidanan
Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah asuhan
kebidanan yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama
semua pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya: bidan, dokter, dan atau
tenaga kesehatan profesional lainnya. Bidan merupakan anggota tim.
Bidan meyakini bahwa dalam memberi asuhan harus tetap menjaga,
mendukung, dan menghargai proses fisiologis manusia. Intervensi dan
penggunaan teknologi dalam asuhan hanya atas indikasi. Rujukan yang
efektif dilakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya. Bidan
adalah praktisi yang mandiri. Bidan bekerja sama mengembangkan
kemitraan dengan anggota dan kesehatan lainnya. Dalam melaksanakan
tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi, dan perujukan sesuai
dengan kondisi pasien, kewenangan, dan kemampuannya (Asrinah,
2013).

a. Pengertian Sistim Rujukan


Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis,
proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan
komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu
dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari
golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat
kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes RI, 2006)
Rujukan Pelayanan Kebidanan adalah pelayanan yang dilakukan
oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan
sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan,
juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan lain secara horizontal
maupun vertical.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang
timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat)
maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang
lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
b. Tujuan Sistim Rujukan
Tujuan umum sistem rujukan adalah untuk meningkatkan mutu,
cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu
(Kebidanan Komunitas). Tujuan umum rujukan untuk memberikan
petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan
medis dalam rangka menurunkan IMR dan AMR.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
1) Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya
dalam rangka menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan
gawat darurat yang terkait dengan kematian ibu maternal dan
bayi.
2) Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di
wilayah kerja puskesmas.
c. Jenis Rujukan
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :
1) Rujukan Internal
Yaitu rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas
(puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
2) Rujukan Eksternal
Yaitu rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat
jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari
puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
1) Rujukan Medik
Yaitu rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya,
merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung
koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum
daerah. Jenis rujukan medik:
a) Transfer of patient.
b) Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
c) Transfer of specimen.
d) Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
e) Transfer of knowledge/personel.
f) Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat.
Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi
penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer
of knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan
daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit
pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam
kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat provinsi atau
institusi pendidikan (transfer of personel).
2) Rujukan Kesehatan
Yaitu hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini
umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi
kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya,
merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi
(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan
kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
3. Alur Sistem Rujukan
Alur rujukan kasus kegawat daruratan:

a. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Pondok bersalin atau bidan di desa
3) Puskesmas rawat inap
4) Rumah sakit swasta / RS pemerintah
b. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke:
1) Puskesmas pembantu
2) Pondok bersalin atau bidan di desa
4. Mekanisme Rujukan

a. Menentukan kegawadaruratan penderita


1) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh
keluarga atau kader/ dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka
belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan
kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
3) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau
keluarga bayi yang bersangkutan dengan cara petugas kesehatan
menjelaskan kondisi atau masalah bayi yang akan dirujuk
dengan cara yang baik.
4) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
b) Meminta petunjuk apa yan perlu dilakukan dalam rangka
persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan
c) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong
penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.
5) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan
disingkat “BAKSOKUDA” yang diartikan sebagi berikut :
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan
seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu
(klien) dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota
keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat
rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi
ibu (klien), alasan rujukan, uraian hasil rujuka, asuhan atau
obat-obat yang telah diterima ibu
O (Obat) : Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama
perjalanan merujuk
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk
memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan
dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam
jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan
yang diperlukan di tempar rujukan
DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu
membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan
6) Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan
kendaraan/ sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut
penderita
7) Tindak lanjut penderita
a) Untuk penderita yang telah dikemalikan
b) Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan
tindakan lanjut tapi tidak melapor.

Anda mungkin juga menyukai