“PREEKLAMPSIA BERAT”
Disusun oleh :
EKKI NOVIANA
P 1337424818009
2018
TINJAUAN TEORI
b. Klasifikasi Preeklampsia
Preeklampsi dapat membahayakan kesehatan maternal maupun neonatal
dan merupakan penyulit kehamilan yang akut. Gejala klinik preeklampsi
dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Preeklampsia ringan
a) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan 20 minggu
b) Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam.
2. Preeklampsia berat
a) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan 20 minggu atau
lebih
b) Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥ 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
c) Atau disertai keterlibatan organ lain :
1) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
2) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
3) Sakit kepala, skotoma penglihatan
4) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
5) Edema paru dan atau gagal jantung kongestif
6) Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin > 1,2mg/dl
(KEMENKES RI, 2013)
c. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia,
meliputi (Cuningham, 2013):
1. Abnormalitas invasi tropoblas
Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka
akan terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini mengakibatkan
darah menuju lakuna hemokorioendotel mengalir kurang optimal dan bila
jangka waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksiaplasenta.
Hipoksia dalam jangka lama menyebabkan kerusakan endotel pada
plasenta yang menambah berat hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler
selanjutknya akan terlepas dan memasuki darah ibu yang memicu gejala
klinis preeclampsia (Pribadi, A, et al, 2015).
2. Maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta (paternal)-fetal
Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan
terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Hal
ini disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi oleh mikropartikel
plasenta dan adiposity.
3. Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses
kehamilan normal.
4. Faktor genetik, termasuk faktor yang diturunkan secara mekanisme
epigenetik.
Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit
multifaktorial dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeclampsia
mungkin merupakan hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan
baiksecara maternal ataupun paternal yang mengontrol fungsi enzimatik
dan metabolism pada setiap sistem organ. Faktor plasma yang diturunkan
dapat menyebabkan preeclampsia. Pada ulasan komprehensifnya, Ward
dan Taylor (2014) menyatakan bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi
20 sampai 40 persen pada anak perempuan yang ibunya mengalami
preeklampsia; 11 sampai 37 persen saudara perempuan yang mengalami
preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang kembar.
5. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan.
John et al (2009) menunjukan pada populasi umumnya konsumsi
sayuran dan buah-buahan yang tinggi antioksidan dihubungkan dengan
turunnya tekanan darah. Penelitian yang dilakukan Zhang et al (2009)
menyatakan insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita yang
mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg.
d. Faktor Risiko
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti.
Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
benar-benar mutlak. Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklampsi :
1. Nulipara dan multipara
Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah mencapai
kehamilan melewati tahap abortus. Ia mungkin pernah hamil, mungkin
juga tidak, atau mungkin pernah mengalami spontaneous abortus atau
elektif (Leveno, 2009: 41). Pada umumnya pre eklamsia diperkirakan
sebagai penyakit pada kehamilan pertama. Bila kehamilan sebelumnya
normal, maka insiden pre eklamsia akan menurun, bahkan abortus pada
kehamilan sebelumnya merupakan faktor protektif terhadap kejadian pre
eklamsia. Hal ini disebabkan pada kehamilan pertama atau nulipara,
pembentukan antibodi penghambat belum sempurna, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya pre eklamsia (Indriani, 2012: 9).
Dari hasil penelitian pasien nulipara pada kelompok preeklamsia
adalah 53,8% dan pada nulipara non preeklamsia 48,8% sedangkan pada
pasien preeklamsia yang sudah pernah melahirkan anak 1-4 proporsinya
adalah 46,3% dan pada yang non preeklamsia adalah 48,8 % sama
dengan yang nulipara dan untuk yang sudah pernah melahirkan >4 pada
sampel pasien preeklamsia tidak ada atau 0%, sedangakan nilai odds
ratio (OR) untuk kelompok nulipara menunjukkan bahwa ibu nulipara
mempunyai resiko 1.222 lebih besar untuk mengalami pre eklamsia
daripada ibu yang sudah melahirkan sebelumnya (Indriani, 2012: 38).
Multipara dengan persalinan yang berulang-ulang dengan jarak
yang terlalu dekat ataupun terlalu jauh akan mempunyai banyak resiko
terhadap kehamilan dan persalinan karena organ reproduksi mengalami
ketidaksiapan, penurunan dan penuaan terhadap system kerja sehingga
multipara lebih beresiko untuk terkena preeklamsia berat. Berdasarkan
hasil tabulasi silang hubungan paritas dengan kejadian preeklamsia pada
ibu hamil di Puskesmas Bangetayu Kota Semarang, yang dilakukan
terhadap 69 responden diperoleh hasil sebagai berikut. responden
dengan paritas primipara sebanyak 22 responden, sebagian besar
mengalami preeklamsia sebanyak 12 (54,5%) responden, sedangkan
responden yang tidak mengalami kejadian preeklamsia 10 (45,5%)
responden. Responden dengan paritas multipara sebanyak 46 responden,
sebanyak 43 (93,5%) responden tidak mengalami kejadian preeklamsia
lebih besar dibandingkan yang mengalami kejadian preeklamsia
sebanyak 3 (6,5%) responden. Responden dengan paritas grande
multipara sebanyak 1 responden, secara keseluruhan sebanyak 100%
responden tidak mengalami kejadian preeklamsia. Dimana ada
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Karena nilai p
value lebih kecil dari 0.05 dengan demikian Ha diterima, yang berarti
ada hubungan paritas dengan kejadian Preeklamsia pada ibu hamil di
Puskesmas Bangetayu Kota Semarang (Hidayati,2012).
2. Penyakit yang menyertai kehamilan misalnya diabetes mellitus
Preeklamsia cenderung terjadi pada wanita yang menderita
diabetes melitus karena diabetes merupakan penyakit yang dapat
menjadi faktor pencetus terjadinya preeklamsia (Manuaba, 1998).
Penyakit diabetes melitus hampir 50% yang terjadi pada wanita hamil
berkembang menjadi preeklamsi (Varney,2006). Hal ini terjadi karena
saat hamil, plasenta berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin.
Pertumbuhan janin dibantu oleh hormon dari plasenta, namun hormon-
hormon ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh ibu hamil. Hal ini
disebut dengan resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin
membuat tubuh ibu hamil sulit untuk mengatur kadar gula darah
sehingga glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk di
dalam darah keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi
tinggi. Hasil analisis didapatkan OR=14,37artinya ibu dengan diabetes
melitus mempunyai peluang 14,37 kali mengalami preeklamsia
dibandingan dengan ibu yang tidak mengalami diabetes mellitus
(Kurniasari, 2015).
3. Obesitas
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara termudah untuk
memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak
tubuh (Lisbet, 2004). Hubungan antara berat badan ibu dan resiko
preeklampsi bersifat progresif. Obesitas lebih beresiko terkena
preeklampsi dikarenakan adanya peningkatan peredaran darah di
jantung, karena kerja jantung lebih berat untuk mengalirkan oksigen
dalam tubuh sehiggga tekanan jantung meningkat dan mengakibatkan
hipertensi. Orang yang menderita hipertensi belum tentu menderita
preeklampsi karena ditandai dengan tiga hal yaitu hipertensi, protein
urine positif, dan oedem (Sugondo, 2006).
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2)
Gangguan perfusi
retroplasenta sirkulasi
Peningkatan vasoaktif
substan : Noxious substan:
Gangguan fungsi endothel
Prostaglandin Cytokines
Nitric oxyde Endothelial aktivasi
Lipid peroxidase
Endothelin
Hipertensi
Ekstravasasi cairan edema Thrombositopenia
Oligouria
Hemokonsentrasi
Konvulsi Hemolisis sel erithrosit
Proteinuria
Solusio placenta
Gangguan alat vital, Gangguan pembekuan-DIC
perdarahan, nekrosis, seperti Gambar
: 1.1 Patologis terjadinya preeklamsi
liver, ginjal, CNS.
Mortalitas maternal/perinatal
f. Perubahan fisiologis
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi
endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
2. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak
dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal
ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina
(Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat
ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga
karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).
g. Perubahan psikologis
Kehamilan dan persalinan bukan merupakan penyakit psikiatri.
Namun timbulnya stress psikologik dan fisik yang terkait dengan kehamilan
dan persalinan dapat mengakibatkan krisis emosional yang dapat berdampak
pada kesehatan ibu dan bayi serta mempengaruhi integrasi keluarga dan
menghambat ikatan emosional antara ibu dan bayi (Bobak, Lawdermilk,
2005). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisah, dkk (2010),
menyebutkan bahwa terjadi perubahan psikologis pada perempuan yang
mengalami kehamilan dengan PEB. Ibu hamil mengalami kecemasan berat
dengan penyebab cemas karena kurangnya informasi. Hal ini sejalan dengan
penelitian Supriyadi (2006) yang menyatakan bahwa pengiriman informasi
bertujuan untuk menimbulkan perubahan tingkah laku yang diingnkan.
Berbagai macam masalah dalam kehamilan termasuk salah satunya
adalah karena PEB, sehingga petugas kesehatan terutama yang bergerak di
bidang maternitas agar dapat menunjukkan sikap, sensitivitas serta
kepedulian terhadap perempuan yang mengalami kondisi PEB untuk lebih
meningkatkan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan klien (Anisah, dkk,
2010).
i. Penatalaksanaan
1. Medikamitosa
Salah satu upaya pengobatan medikamentosa untuk mengendalikan
preeklampsia adalah supaya tidak menjadi eklampsia yaitu dengan
pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4). MgSO4 menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transisi neomuskuler. Pada pemberian MgSO4 menghambat
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion Magnesium). Kadar kalsium yang
tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat dan
sebaliknya. Dikarenakan efek MgSO4 itu sendiri untuk merelaksasikan
otot polos pada uterus. Sehingga kala IV pada ibu yang telah terpapar
MgSO4 memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadi perdarahan postpartum
(Wildan, 2013).
Magnesium sulfat sudah cukup lama dikenal sebagai obat utama pada
preeklampsia di Amerika Serikat, namun kini telah diterima dan
bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat layanan sebagai obat
tokolitik. Mendemonstrsikan adanya aksi paralisis dari magnesium
sulfat. Melihat bahwa pada kondisi kadar yang berbeda memberikan
respon yang berbeda pula. Tapi keadaan yang berlawanan justru terjadi
yakni adanya efek relaksasi uterus pada keadaan tidak
adanyamagnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang
tinggi. Bila kadar magneriumsulfat berada dalam kadar menengah,
nampaknya terjadi kontraksi myometrium.
Menurut Kemenkes RI (2013), tatalaksana umum pada preeklamsi
antara lain :
1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen)
dan sirkulasi (cairan intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang). Syarat pemberian MgSO4 menurut kemenkes
2013
a) Tersedia Ca Gluconas 10%
b) Ada reflek patella
c) Jumlah urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhit
d) Ferkuensi pernapasan minimal 16x/menit
3) Cara pemberian MgSO4 adalah:
a) Dosisi Awal :
4 gram MgSO4 20 % (20 cc) injeksikan selama 10 menit., atau
4 gram MgSO4 40 % (10 cc MGSO4 40% diencerkan dengan
10cc aquabidest, ringer laktat atau dektrose 5 %) injeksikan
selama 10 menit.
b) Dosis Rumatan :
Dengan syringe pump, lanjutkan pemberian MgSO4 1 gram per
jam : 6 gram MgSO4 (20 % dalam 30 cc), atau 6 gram MgSO4
(40 % dalam 15 cc diencerkan dengan 15cc aquabidest.
1) Hidralizine
2) Labetalol
3) Nifedipine
4) Urapidil
5) Methildopa
6) MgSO4
2. Nutrisi
Bahan materi kuliah prinsip diet ibu hamil dengan preeklamsia oleh
Rahmawati, Ana Yuliah (2017)
c) Diet preeklamsia II
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet preeklampsia II
atau kepada pasien pre eklampsia ringan. Makanan ini
mengandung protein tinggi dan garam rendah, diberikan dalam
bentuk lunak atau biasa. Makanan ini cukup zat gizi. Jumlah ini
harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yang lebih dari 1
kg/ bulan
Tatalaksana preeklamsi
(Crisdiono, 2004), (Rukiyah dan Yulianti, 2010) dan (Pudiastuti, 2010)
Anisah, Ulfatul dan Anggraeni, Mekar Dwi. 2010. Pengalaman Perempuan yang
Mengalami Sectio Caesarea atas indikasi Preeklampsia Berat. Purwokerto :
Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 5, No.1.
Apriyanti, Fitri. 2014. Hubungan Kehamilan Gemeli dan Paritas Ibu dengan
Kejadian Preeklampsia di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2014. Jurnal
Kebidanan STIKES Tuanku Tambusai Riau.
Bobak, I.M., Lawdermilk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih
Bahasa : Maria & Peter. Jakarta : EGC.
Bothamley, J., & Boyle, M. 2012. Patofisiologi dalam Kebidanan. Jakarta EGC
Hidayati, Novida dan Kurniawati, Titik. 2012. Hubungan Umur dan Paritas dengan
Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil di Puskesmas Bangetayu Kota
Semarang.
Machmudah. 2015. Penerapan Model Konsep Need for Help dan Self Care pada
Asuhan Keperawatan Ibu Pre Eklampsia Berat dengan Terminasi Kehamilan.
Jurnal Keperawatan Maternitas, Volume 3, No.1.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi
Jilid 1. Jakarta: EGC.
Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti, Maemunah, dan Lilik Susilawati. 2009. Asuhan
Kebidanan II Persalinan. Jakarta : TIM.
Saifuddin A. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sulistyawati, Ari. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba
Medika
Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obsteri dan Ginekologi. Jakarta :
EGC.
Varney H, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Varney H, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4 Vol. 2. Jakarta: EGC.
Wildan, Moh, dkk. 2013. Hubungan Pemberian MgSO4 pada Ibu dengan
Preeklampsia Berat terhadap Kontraksi Uterus di RSD Kalisat Kabupaten
Jember Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kebidanan Volume 2 Nomor 2 Halaman 51-99
Yuliah 2017
( dapus yang baru nama dan tahun,,,, dicari judul nya ya dik. Aku lupa. Itu
mengambil di jurnal2,kalau susah mencari kamu ganti jurnalnya tidak apa. Paling
jurnal faktor resiko terjadinya preeklamsi)