PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Semarang pada tahun 2011 terdapat sejumlah
192 kasus (13, 37/100.000KH), tahun 2012 sebanyak 186 kasus (13, 19 per 100.000 KH) dan tahun
2013 sebanyak 169 kasus (13, 44 per 100.000KH). Angka kematian tahun 2014 pada bulan maret
terdapat sejumlah 24 kasus. Penyebab angka kematian bayi dikarenakan BBLR (39, 13%), asfiksia
(30, 43%), infeksi (8, 69%), aspirasi (4, 34%), kongenital (8, 69%), lain-lain sebesar (8, 69%)
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Riset terbaru WHO pada tahun 2005
menyebutkan bahwa 42% penyebab kematian balita di dunia adalah karena penyakit, yang terbesar
adalah ISPA 20%, selebihnya 58% terkait dengan malnutrisi yang sering kali terkait dengan
asupan ASI (Siswono, 2006). Malnutrisi pada bayi disebabkan karena semakin meningkatnya
kebutuhan gizi bayi, sementara pemberian ASI semakin menurun dan pemberian makanan
tambahan yang belum sesuai dengan kecukupan gizi bayi.
Efektivitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan berkurangnya
kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat
susu formula. Penelitian oleh badan kesehatan dunia (WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI
dapat menurunkan angka kematian anak akibat diare dan infeksi saluran pernafasan akut. Sistim
kekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas dan akan berkembang sesuai dengan
meningkatnya paparan mikroorganisme didalam saluran cernanya. Berbagai faktor perlindungan
ditemukan didalam ASI, termasuk IgA sekretori (sIgA). Saat menyusui, IgA sekretori akan
berpengaruh terhadap paparan mikroorganisme pada saluran cerna bayi dan membatasi masuknya
bakteri kedalam aliran darah melalui mukosa (dinding) saluran cerna.
Menyusui memberi anak awal terbaik dalam hidupnya. Diperkirakan lebih dari satu juta
anak meninggal tiap tahun akibat diare, penyakit saluran nafas dan infeksi lainnya karena mereka
tidak disusui secara memadai. Ada lebih banyak lagi anak yang menderita penyakit yang tida perlu
diderita jika mereka disusui. Menyusui juga membantu melindungi kesehatan ibu dalam
meningkatkan kualitas hidup ibu. Bagi seorang ibu, pemberian ASI bermanfaat untuk mengurangi
resiko kanker payudara dan ovarium sebanyak 25%, dibandingkan dengan ibu yang tidak
menyusui, mencegah perdarahan pasca-persalinan dan mempercepat pengembalian rahim ke
bentuk semula, mencegah anemia karena defisiensi zat besi, mempercepat berat badan ibu kembali
ke berat badan semula seperti sebelum hamil sehingga mengurangi resiko obesitas, menyusui dapat
menunda kesuburan sehingga menjarangkan kehamilan, menimbulkan perasaan dibutuhkan bagi
seorang ibu, sehingga mengurangi 4,8 kali tindakan kekerasan dan menelantarkan anak (Budiasih,
2002; Perinasia, 2007).
Keterkaitan antara pemberian ASI dan angka kematian anak dapat dipahami melalui hasil
telaah dari 42 negara yang menunjukkan bahwa pemberian ASI memiliki dampak besar terhadap
penurunan angka kematian balita yaitu sebesar 13%, dibandingkan intervensi kesehatan
masyarakat lainnya. Angka ini naik 22%, jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah
kelahirannya (roesli, 2008). Jane Chumbley (2003) juga menegaskan bahwa ASI memiliki
keunggulan yang tidak bisa didapatkan pada susu formula, diantaranya (1) ASI melindungi bayi
dari penyakit diare, infeksi telinga, infeksi kandung kemih, eksem, diabetes, infeksi paru-paru, dan
kegemukan, (2) ASI menumbuhkan kemampuan melawan infeksi pada bayi dan mendukung
perkembangan sistem pertahanan tubuhnya, dan (3) Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama
3 bulan memiliki IQ lebih tinggi dari bayi yang diberi susu formula.
Meskipun keunggulan-keunggulan dari ASI sudah diakui, namun terdapat faktor
penghambat dalam pemberian ASI yang salah satunya adalah produksi ASI itu sendiri. Produksi
ASI yang kurang dan lambat menyebabkan ibu tidak memberikan ASI pada bayinya dengan
cukup. Ada beberapa faktor yang mempercepat dan memperlancar keluarnya produksi ASI antara
lain kesiapan mental ibu, status gizi ibu, dan frekuensi kontak ibu dengan bayinya (Suradi,
Masoara, dkk, 2004). Ibu post partum tidak semuanya langsung mengeluarkan ASI, karena
pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik,
saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran oksitosin. Hormon
oksitosin ini berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI pada
ibu selama menyusui. Oleh sebab itu perlu dilakukan stimulasi refleks oksitosin sebelum ASI di
keluarkan atau diperas. Bentuk stimulasi yang dilakukan pada ibu adalah dengan pijat oksitosin.
Tindakan ini dapat memberikan sensasi relaks pada ibu dan melancarkan aliran syaraf serta aliran
ASI kedua payudara (Soetijiningsih, 1997; Perinasia, 2010).
Faktor-faktor penghambat dalam pemberian ASI dapat diatasi jika ibu memiliki niat yang
tinggi untuk memberikan ASI pada bayinya. Ditambah dengan bekal pengetahuan tentang
pemberian ASI serta faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi ASI meliputi frekuensi
menyusui, nutrisi, pola istirahat dan tidur, psikologis, teknik menyusu dan pijat oksitosin yang
sangat berpengaruh dalam proses produksi ASI (Prasetyo, 2009).
Upaya pengeluaran ASI ada dua hal yang mempengaruhi yaitu produksi ASI dan
pengeluaran ASI. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan pengeluaran
dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Hormon oksitosin akan keluar melalui ransangan ke puting
susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang, neurotransmitter akan
merangsang medula oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise anterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Dengan pijatan tulang belakang ini ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa
nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat
keluar, dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan
keadaan bayi normal (Endah, Masdinarsauuh, 2011; Guyton, 2007).
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang, karena
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan dan persepsi masyarakat. Meningkatnya pengetahuan
juga dapat mengubah perilaku masyarakat dari negatif menjadi positif, selain itu pengetahuan juga
membentuk kepercayaan. Keberhasilan pijat oksitosin pada seorang ibu dipengaruhi salah satunya
adalah pengetahuan, pengetahuan ibu yang tinggi mempunyai pengaruh positif dalam
meningkatkan produksi ASI. Pengetahuan yang lebih banyak akan mempengaruhi seseorang untuk
mengambil keputusan lebih mantap (Wawan, 2006). Kurangnya pengetahuan, kurangnya
dukungan suami, dan keterbatasan waktu membuat ibu enggan melakukan pijat oksitosin. Para ibu
lebih memilih memberikan susu formula daripada menyusui secara langsung, karena para ibu
sibuk bekerja dan merasa lelah setelah pulang kerja.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Bergas Lor, hasil wawancara
terhadap 10 responden, 8 diantaranya menyusui dan 3 ibu tidak menyusui didapatkan informasi 3
ibu telah mengetahui apa itu pijat oksitosin, tetapi para ibu tersebut belum bisa mempraktekkan
cara melakukan pijat oksitosin, 7 ibu belum mengerti apa itu pijat oksitosin dan cara
mempraktekkannya, 2 ibu mengatakan mengalami bengkak pada payudara, 4 ibu mengatakan ASI
yang keluar hanya sedikit pada hari ke- 1 sampai hari ke- 10 sehingga menyebabkan bayi sering
menangis karena lapar, 1 ibu mengatakan kurang percaya diri dalam menyusui bayi karena ibu
merasa ASI yang keluar hanya sedikit, ibu mengalami stres karena ibu merasa tidak bisa merawat
bayinya dan ibu mengalami peningkatan tekanan darah sehingga ibu perlu diberikan pengobatan
ke RS. Berdasarkan hasil wawancara kepada bidan Desa Bergas Lor, mengatakan bahwa bidan
sudah mulai memperkenalkan dan memberikan pendidikan kesehatan tentang pijat oksitosin, baik
untuk merangsang proses pengeluaran ASI maupun untuk merangsang kontraksi uterus .
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran
pengetahuan ibu post partumtentang pijat oksitosin dalam proses laktasi.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pijat oksitosin dalam proses
laktasi di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pengertian pijat oksitosin di Desa
Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat pijat oksitosin di Desa Bergas
Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang hal-hal yang dapat meningkatkan
produksi oksitosin di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
d. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang hal-hal yang dapat mengurangi
produksi oksitosin di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
e. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang cara melakukan pijat oksitosin di Desa
Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Memberi wawasan dan menambah pengetahuan dalam melakukan penelitian serta pemahaman
tentang gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pijat oksitosin dalam proses laktasi.
2. Bagi bidan
Dapat memberikan manfaat dalam upaya melancarkan proses pengeluaran ASI.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat memberikan masukan mengenai gambaran pengetahuan ibu tentang pijat oksitosin dalam
proses laktasi.
METODE PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pengetahuan ibu
tentang pijat oksitosin. Penelitian ini dilakukan di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang pada tanggal 25-31 mei 2015. Populasi dalam penelitian ini semua ibu menyusui pada
bulan Januari-Maret 2015 di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang sebanyak
32 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sampel pada penelitian
ini adalah semua ibu menyusui pada bulan Januari-Maret 2015 di Desa Bergas Lor, Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang sebanyak 32 responden.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan dan
mendeskripsikan variabel tertentu. Uji validitas dilaksanakan di Desa Wujil, Kecamatan Bergas,
Kabupaten Semarang pada tanggal 12-15 mei 2015 dengan hasil dari 32 pernyataan didapatkan
hasil perhitungan untuk instrumen ukur pengetahuan, didapatkan nilai r hitung untuk pernyataan
1 sampai 32 terletak antara 0,020-0,779. Terlihat bahwa item pernyataan nilai r hitung ada yang
kurang dari nilai r tabel 0,444, hal ini menunjukkan bahwa item pernyataan dalam instrumen
tersebut ada yang tidak valid. Pernyataan yang tidak valid dihilangkan, sehingga jumlah
pernyataan kuesioner yang valid sebanyak 27 pernyataan dari 32 pernyataan. Berdasarkan uji
reliabilitas yang dilakukan di Desa Wujil, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang didapatkan
nilai alpha cronbach untuk instrumen pengetahuan sebesar 0,933. Ini menunjukkan bahwa nilai
alpha cronbach hitung > nilai alpha cronbach tabel 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kuesioner untuk mengukur pengetahuan yang dibuat merupakan instrumen yang reliabel.
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu
sejumlah 29 orang (90,6 %), umur >35 tahun sejumlah 3 responden (9,4%).
b. Pendidikan Responden
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab.
Semarang, 2015
Pendidikan Frekuensi Persentase
(%)
SD 1 3.1
SMP 14 43.8
SMA 15 46.9
Perguruan 2
6.2
Tinggi
Jumlah 32 100.0
c. Pekerjaan Responden
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Menyusui di Desa Bergas Lor, Kec.
Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
IRT 9 28,1
Swasta 6 18,8
Karyawan 17 53,1
Pabrik
Jumlah 32 100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar bekerja sebagai karyawan
pabrik, yaitu sejumlah 17 orang (53,1 %), swasta sejumlah 6 responden (18,8%), IRT/tidak bekerja
sejumlah 9 responden (28,1%).
2. Analisa Univariat
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Pijat Oksitosin dalam Proses
Laktasi di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 10 31,2
Cukup 9 28,1
Kurang 13 40,6
Jumlah 32 100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa Pengetahuan Ibu Tentang Pijat Oksitosin dalam Proses Laktasi
sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 13 responden (40,6 %), dan berpengetahuan
cukup sejumlah 9 responden (28,1%).
Selanjutnya pengetahuan tentang pijat oksitosin dalam proses laktasi dilihat berdasarkan
subvariabel pengertian, manfaat, hal-hal yang mendorong produksi oksitosin, hal-hal yang
menghambat produksi oksitosin, cara melakukan pijat oksitosin:
Tabel 8 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang hal-hal yang menghambat produksi
oksitosin sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 18 responden (56,2 %).
Tabel 9, menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang cara melakukan pijat oksitosin
sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 23 responden (71,9 %).
PEMBAHASAN
Pengetahuan Ibu Tentang Pijat Oksitosin dalam Proses Laktasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pijat oksitosin
dalam proses laktasi dengan kategori kurang sebanyak 13 responden (40,6%). Sebagian besar
pengetahuan ibu kurang, dikarenakan tingkat pendidikan ibu SMP sebanyak 14 responden
(43,8%). Menurut Budiman (2013), bahwa pendidikan diperlukan untuk mengubah sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Oleh sebab itu, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru di perkenalkan (Budiman, 2013).
Selain itu, sebagian besar pekerjaan ibu sebagai karyawan pabrik sebanyak 17 responden
(53,1%). Sehingga ibu tidak mempunyai waktu untuk mengakses informasi kesehatan, karena
sebagian besar waktu mereka gunakan untuk bekerja. Pekerjaan adalah keburukan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Budiman,
2013).
Keterbatasan Penelitian
Peneliti hanya meneliti tentang pengetahuan ibu, tanpa menganalisis waktu yang tepat untuk
melakukan pijat oksitosin.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisa data penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Pengetahuan tentang pengertian pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang
(46,9 %).
2. Pengetahuan tentang manfaat pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang
(59,4 %).
3. Pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mendorong produksi oksitosin sebagian besar responden
berpengetahuan kurang (62,5 %).
4. Pengetahuan tentang hal-hal yang menghambat produksi oksitosin sebagian besar responden
berpengetahuan kurang (56,2 %).
5. Pengetahuan tentang cara melakukan pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan
kurang (71,9%).
Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan bidan/ tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien pasca
bersalin tentang pengertian, manfaat, hal-hal yang mendorong produksi oksitosin, hal-hal yang
menghambat produksi oksitosin, serta cara melakukan pijat oksitosin. Sehingga klien bisa tetap
memberikan ASI pada bayi di awal kehidupannya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberi gambaran awal untuk melakukan
penelitian selanjutnya khususnya untuk lebih memperdalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
pijat oksitosin dalam proses laktasi.
3. Bagi responden
Dengan adanya penelitian ini diharapkan ibu dapat menjadikan pijat oksitosin sebagai salah satu
tindakan untuk melancarkan dan meningkatkan produksi ASI