Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG PIJAT OKSITOSIN

DALAM PROSES LAKTASI DI DESA BERGAS LOR, KECAMATAN BERGAS,


KABUPATEN SEMARANG

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Semarang pada tahun 2011 terdapat sejumlah
192 kasus (13, 37/100.000KH), tahun 2012 sebanyak 186 kasus (13, 19 per 100.000 KH) dan tahun
2013 sebanyak 169 kasus (13, 44 per 100.000KH). Angka kematian tahun 2014 pada bulan maret
terdapat sejumlah 24 kasus. Penyebab angka kematian bayi dikarenakan BBLR (39, 13%), asfiksia
(30, 43%), infeksi (8, 69%), aspirasi (4, 34%), kongenital (8, 69%), lain-lain sebesar (8, 69%)
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Riset terbaru WHO pada tahun 2005
menyebutkan bahwa 42% penyebab kematian balita di dunia adalah karena penyakit, yang terbesar
adalah ISPA 20%, selebihnya 58% terkait dengan malnutrisi yang sering kali terkait dengan
asupan ASI (Siswono, 2006). Malnutrisi pada bayi disebabkan karena semakin meningkatnya
kebutuhan gizi bayi, sementara pemberian ASI semakin menurun dan pemberian makanan
tambahan yang belum sesuai dengan kecukupan gizi bayi.
Efektivitas ASI dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan dengan berkurangnya
kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat
susu formula. Penelitian oleh badan kesehatan dunia (WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI
dapat menurunkan angka kematian anak akibat diare dan infeksi saluran pernafasan akut. Sistim
kekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas dan akan berkembang sesuai dengan
meningkatnya paparan mikroorganisme didalam saluran cernanya. Berbagai faktor perlindungan
ditemukan didalam ASI, termasuk IgA sekretori (sIgA). Saat menyusui, IgA sekretori akan
berpengaruh terhadap paparan mikroorganisme pada saluran cerna bayi dan membatasi masuknya
bakteri kedalam aliran darah melalui mukosa (dinding) saluran cerna.
Menyusui memberi anak awal terbaik dalam hidupnya. Diperkirakan lebih dari satu juta
anak meninggal tiap tahun akibat diare, penyakit saluran nafas dan infeksi lainnya karena mereka
tidak disusui secara memadai. Ada lebih banyak lagi anak yang menderita penyakit yang tida perlu
diderita jika mereka disusui. Menyusui juga membantu melindungi kesehatan ibu dalam
meningkatkan kualitas hidup ibu. Bagi seorang ibu, pemberian ASI bermanfaat untuk mengurangi
resiko kanker payudara dan ovarium sebanyak 25%, dibandingkan dengan ibu yang tidak
menyusui, mencegah perdarahan pasca-persalinan dan mempercepat pengembalian rahim ke
bentuk semula, mencegah anemia karena defisiensi zat besi, mempercepat berat badan ibu kembali
ke berat badan semula seperti sebelum hamil sehingga mengurangi resiko obesitas, menyusui dapat
menunda kesuburan sehingga menjarangkan kehamilan, menimbulkan perasaan dibutuhkan bagi
seorang ibu, sehingga mengurangi 4,8 kali tindakan kekerasan dan menelantarkan anak (Budiasih,
2002; Perinasia, 2007).
Keterkaitan antara pemberian ASI dan angka kematian anak dapat dipahami melalui hasil
telaah dari 42 negara yang menunjukkan bahwa pemberian ASI memiliki dampak besar terhadap
penurunan angka kematian balita yaitu sebesar 13%, dibandingkan intervensi kesehatan
masyarakat lainnya. Angka ini naik 22%, jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah
kelahirannya (roesli, 2008). Jane Chumbley (2003) juga menegaskan bahwa ASI memiliki
keunggulan yang tidak bisa didapatkan pada susu formula, diantaranya (1) ASI melindungi bayi
dari penyakit diare, infeksi telinga, infeksi kandung kemih, eksem, diabetes, infeksi paru-paru, dan
kegemukan, (2) ASI menumbuhkan kemampuan melawan infeksi pada bayi dan mendukung
perkembangan sistem pertahanan tubuhnya, dan (3) Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama
3 bulan memiliki IQ lebih tinggi dari bayi yang diberi susu formula.
Meskipun keunggulan-keunggulan dari ASI sudah diakui, namun terdapat faktor
penghambat dalam pemberian ASI yang salah satunya adalah produksi ASI itu sendiri. Produksi
ASI yang kurang dan lambat menyebabkan ibu tidak memberikan ASI pada bayinya dengan
cukup. Ada beberapa faktor yang mempercepat dan memperlancar keluarnya produksi ASI antara
lain kesiapan mental ibu, status gizi ibu, dan frekuensi kontak ibu dengan bayinya (Suradi,
Masoara, dkk, 2004). Ibu post partum tidak semuanya langsung mengeluarkan ASI, karena
pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik,
saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran oksitosin. Hormon
oksitosin ini berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI pada
ibu selama menyusui. Oleh sebab itu perlu dilakukan stimulasi refleks oksitosin sebelum ASI di
keluarkan atau diperas. Bentuk stimulasi yang dilakukan pada ibu adalah dengan pijat oksitosin.
Tindakan ini dapat memberikan sensasi relaks pada ibu dan melancarkan aliran syaraf serta aliran
ASI kedua payudara (Soetijiningsih, 1997; Perinasia, 2010).
Faktor-faktor penghambat dalam pemberian ASI dapat diatasi jika ibu memiliki niat yang
tinggi untuk memberikan ASI pada bayinya. Ditambah dengan bekal pengetahuan tentang
pemberian ASI serta faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi ASI meliputi frekuensi
menyusui, nutrisi, pola istirahat dan tidur, psikologis, teknik menyusu dan pijat oksitosin yang
sangat berpengaruh dalam proses produksi ASI (Prasetyo, 2009).
Upaya pengeluaran ASI ada dua hal yang mempengaruhi yaitu produksi ASI dan
pengeluaran ASI. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan pengeluaran
dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Hormon oksitosin akan keluar melalui ransangan ke puting
susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang, neurotransmitter akan
merangsang medula oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise anterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Dengan pijatan tulang belakang ini ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa
nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat
keluar, dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan
keadaan bayi normal (Endah, Masdinarsauuh, 2011; Guyton, 2007).
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang, karena
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan dan persepsi masyarakat. Meningkatnya pengetahuan
juga dapat mengubah perilaku masyarakat dari negatif menjadi positif, selain itu pengetahuan juga
membentuk kepercayaan. Keberhasilan pijat oksitosin pada seorang ibu dipengaruhi salah satunya
adalah pengetahuan, pengetahuan ibu yang tinggi mempunyai pengaruh positif dalam
meningkatkan produksi ASI. Pengetahuan yang lebih banyak akan mempengaruhi seseorang untuk
mengambil keputusan lebih mantap (Wawan, 2006). Kurangnya pengetahuan, kurangnya
dukungan suami, dan keterbatasan waktu membuat ibu enggan melakukan pijat oksitosin. Para ibu
lebih memilih memberikan susu formula daripada menyusui secara langsung, karena para ibu
sibuk bekerja dan merasa lelah setelah pulang kerja.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Bergas Lor, hasil wawancara
terhadap 10 responden, 8 diantaranya menyusui dan 3 ibu tidak menyusui didapatkan informasi 3
ibu telah mengetahui apa itu pijat oksitosin, tetapi para ibu tersebut belum bisa mempraktekkan
cara melakukan pijat oksitosin, 7 ibu belum mengerti apa itu pijat oksitosin dan cara
mempraktekkannya, 2 ibu mengatakan mengalami bengkak pada payudara, 4 ibu mengatakan ASI
yang keluar hanya sedikit pada hari ke- 1 sampai hari ke- 10 sehingga menyebabkan bayi sering
menangis karena lapar, 1 ibu mengatakan kurang percaya diri dalam menyusui bayi karena ibu
merasa ASI yang keluar hanya sedikit, ibu mengalami stres karena ibu merasa tidak bisa merawat
bayinya dan ibu mengalami peningkatan tekanan darah sehingga ibu perlu diberikan pengobatan
ke RS. Berdasarkan hasil wawancara kepada bidan Desa Bergas Lor, mengatakan bahwa bidan
sudah mulai memperkenalkan dan memberikan pendidikan kesehatan tentang pijat oksitosin, baik
untuk merangsang proses pengeluaran ASI maupun untuk merangsang kontraksi uterus .
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran
pengetahuan ibu post partumtentang pijat oksitosin dalam proses laktasi.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pijat oksitosin dalam proses
laktasi di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pengertian pijat oksitosin di Desa
Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat pijat oksitosin di Desa Bergas
Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang hal-hal yang dapat meningkatkan
produksi oksitosin di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
d. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang hal-hal yang dapat mengurangi
produksi oksitosin di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.
e. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang cara melakukan pijat oksitosin di Desa
Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Memberi wawasan dan menambah pengetahuan dalam melakukan penelitian serta pemahaman
tentang gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pijat oksitosin dalam proses laktasi.
2. Bagi bidan
Dapat memberikan manfaat dalam upaya melancarkan proses pengeluaran ASI.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat memberikan masukan mengenai gambaran pengetahuan ibu tentang pijat oksitosin dalam
proses laktasi.

METODE PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pengetahuan ibu
tentang pijat oksitosin. Penelitian ini dilakukan di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten
Semarang pada tanggal 25-31 mei 2015. Populasi dalam penelitian ini semua ibu menyusui pada
bulan Januari-Maret 2015 di Desa Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang sebanyak
32 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sampel pada penelitian
ini adalah semua ibu menyusui pada bulan Januari-Maret 2015 di Desa Bergas Lor, Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang sebanyak 32 responden.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan dan
mendeskripsikan variabel tertentu. Uji validitas dilaksanakan di Desa Wujil, Kecamatan Bergas,
Kabupaten Semarang pada tanggal 12-15 mei 2015 dengan hasil dari 32 pernyataan didapatkan
hasil perhitungan untuk instrumen ukur pengetahuan, didapatkan nilai r hitung untuk pernyataan
1 sampai 32 terletak antara 0,020-0,779. Terlihat bahwa item pernyataan nilai r hitung ada yang
kurang dari nilai r tabel 0,444, hal ini menunjukkan bahwa item pernyataan dalam instrumen
tersebut ada yang tidak valid. Pernyataan yang tidak valid dihilangkan, sehingga jumlah
pernyataan kuesioner yang valid sebanyak 27 pernyataan dari 32 pernyataan. Berdasarkan uji
reliabilitas yang dilakukan di Desa Wujil, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang didapatkan
nilai alpha cronbach untuk instrumen pengetahuan sebesar 0,933. Ini menunjukkan bahwa nilai
alpha cronbach hitung > nilai alpha cronbach tabel 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kuesioner untuk mengukur pengetahuan yang dibuat merupakan instrumen yang reliabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Responden
a. Umur
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Menyusui Nifas di Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Umur Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Umur Frekuensi Persentase
(%)
< 20 Tahun 0 0,0
20-35 Tahun 29 90,6
>35 Tahun 3 9,4
Jumlah 32 100,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar berumur 20-35 tahun, yaitu
sejumlah 29 orang (90,6 %), umur >35 tahun sejumlah 3 responden (9,4%).
b. Pendidikan Responden
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab.
Semarang, 2015
Pendidikan Frekuensi Persentase
(%)
SD 1 3.1
SMP 14 43.8
SMA 15 46.9
Perguruan 2
6.2
Tinggi
Jumlah 32 100.0

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar responden berpendidikan


SMA, yaitu sejumlah 15 orang (46,9%), berpendidikan SMP sejumlah 14 responden (43,8%), dan
berpendidikan SD sejumlah 1 responden (3,1%).

c. Pekerjaan Responden
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Menyusui di Desa Bergas Lor, Kec.
Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
IRT 9 28,1
Swasta 6 18,8
Karyawan 17 53,1
Pabrik
Jumlah 32 100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 32 responden, sebagian besar bekerja sebagai karyawan
pabrik, yaitu sejumlah 17 orang (53,1 %), swasta sejumlah 6 responden (18,8%), IRT/tidak bekerja
sejumlah 9 responden (28,1%).

2. Analisa Univariat
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Pijat Oksitosin dalam Proses
Laktasi di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 10 31,2
Cukup 9 28,1
Kurang 13 40,6
Jumlah 32 100,0

Tabel 4 menunjukkan bahwa Pengetahuan Ibu Tentang Pijat Oksitosin dalam Proses Laktasi
sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 13 responden (40,6 %), dan berpengetahuan
cukup sejumlah 9 responden (28,1%).

Selanjutnya pengetahuan tentang pijat oksitosin dalam proses laktasi dilihat berdasarkan
subvariabel pengertian, manfaat, hal-hal yang mendorong produksi oksitosin, hal-hal yang
menghambat produksi oksitosin, cara melakukan pijat oksitosin:

1. Pengetahuan Ibu tentang Pengertian Pijat Oksitosin


Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Pengertian Pijat Oksitosin pada Ibu
di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase
(%)
Baik 8 25,0
Cukup 9 28,1
Kurang 15 46,9
Jumlah 32 100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pengertian pijat oksitosin sebagian
besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 15 responden (46,9 %).

2. Pengetahuan Ibu tentang Manfaat Pijat oksitosin


Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Manfaat Pijat Oksitosin pada Ibu
di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 7 21,8
Cukup 6 18,8
Kurang 19 59,4
Jumlah 32 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang manfaat pijat oksitosin sebagian besar
dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 19 responden (59,4 %).

3. Pengetahuan Ibu tentang Hal-hal yang Mendorong Produksi Oksitosin


Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Hal-Hal yang Mendorong Produksi
Oksitosin pada Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 3 9,4
Cukup 9 28,1
Kurang 20 62,5
Jumlah 32 100,0
Tabel 7, menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang hal-hal yang mendorong produksi
oksitosin sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 20 responden (62,5 %).
4. Pengetahuan Ibu tentang Hal-hal yang Menghambat Produksi oksitosin
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Hal-Hal yang Menghambat
Produksi Oksitosin pada Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase
(%)
Baik 8 25,0
Cukup 6 18,8
Kurang 18 56,2
Jumlah 32 100,0

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang hal-hal yang menghambat produksi
oksitosin sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 18 responden (56,2 %).

5. Pengetahuan Ibu tentang Cara Melakukan Pijat Oksitosin


Tabel 9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan tentang Cara Melakukan pijat oksitosin
pada Ibu di Desa Bergas Lor, Kec. Bergas, Kab. Semarang, 2015
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 7 21,9
Cukup 1 3,1
Kurang 24 75,0
Jumlah 32 100,0

Tabel 9, menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang cara melakukan pijat oksitosin
sebagian besar dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 23 responden (71,9 %).

PEMBAHASAN
Pengetahuan Ibu Tentang Pijat Oksitosin dalam Proses Laktasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pijat oksitosin
dalam proses laktasi dengan kategori kurang sebanyak 13 responden (40,6%). Sebagian besar
pengetahuan ibu kurang, dikarenakan tingkat pendidikan ibu SMP sebanyak 14 responden
(43,8%). Menurut Budiman (2013), bahwa pendidikan diperlukan untuk mengubah sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Oleh sebab itu, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru di perkenalkan (Budiman, 2013).
Selain itu, sebagian besar pekerjaan ibu sebagai karyawan pabrik sebanyak 17 responden
(53,1%). Sehingga ibu tidak mempunyai waktu untuk mengakses informasi kesehatan, karena
sebagian besar waktu mereka gunakan untuk bekerja. Pekerjaan adalah keburukan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Budiman,
2013).

Pengertian Pijat oksitosin


Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pengertian pijat oksitosin sebagian
besar berpengetahuan kurang sebanyak 15 responden (46,9 %). Dari analisis soal, sebanyak 18
responden (56,2%) mengatakan tidak mengetahui pijat oksitosin dapat dilakukan oleh keluarga
selain suami, dan ibu hanya mengetahui bahwa pijat oksitosin dapat dilakukan oleh suami maupun
tenaga kesehatan saja. Sebanyak 17 responden (53,1%) mengatakan tidak mengetahui bahwa pijat
oksitosin dilakukan pada tulang belakang ibu menyusui, karena para ibu tersebut tidak menyusui
bayinya secara eksklusif. Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan dari suami/ keluarga dan
kurangnya pengetahuan suami/ keluarga tentang pentingnya ASI bagi ibu dan bayi. Selain itu juga
keterbatasan waktu, karena sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan pabrik sejumlah
17 responden (53,1%), sesuai dengan pendapat wawan (2006) kurangnya dukungan suami, dan
keterbatasan waktu akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Manfaat Pijat Oksitosin


Tabel 4.7 menunjukkan pengetahuan ibu tentang manfaat sebagian besar responden
berpengetahuan kurang sebanyak 19 responden (59,4 %). Dari analisis soal, sebanyak 20
responden ( 62,5 %) mengatakan tidak mengetahui pijat oksitosin dapat mengurangi bengkak pada
payudara ibu, karena ibu hanya mengetahui bahwa pijat oksitosin bermanfaat untuk memperlancar
ASI. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh ibu, baik dari suami, keluarga,
maupun teman, selain itu sebagian besar pendidikan ibu SMP sejumlah 14 responden (43,8%).
Sesuai dengan pendapat Budiman (2013) bahwa pendidikan diperlukan untuk mengubah sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Oleh sebab itu, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi.

Hal-Hal yang Mendorong Produksi Oksitosin


Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan pengetahuan ibu post partum tentang hal-hal yang
mendorong produksi oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang sebanyak 20
responden (62,5 %). Dari analisis soal, sebanyak 20 responden ( 62,5 %) mengatakan tidak
mengetahui bahwa dengan memikirkan si kecil akan meningkatkan produksi oksitosin. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Roesli (2008), hormon oksitosin disebut juga
dengan hormon kasih sayang, sehingga bila kondisi ibu senang, tenang, nyaman, produksi
oksitosin akan meningkat. Sebaliknya sekresi oksitosin akan menurun pada saat ibu berada dalam
keadaan khawatir, takut, atau bahkan cemas ( Johson, Ruth; 2004). Dilihat dari jawaban responden
yang masih banyak diketahui oleh responden disebabkan karena pendidikan ibu yang sebagian
besar SMP sejumlah 14 responden. Menurut Budiman (2013), bahwa pendidikan diperlukan untuk
mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Oleh sebab itu, makin tinggi pendidikan seseorang, makin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa,
sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru di perkenalkan (Budiman, 2013).
Selain itu, sebagian besar pekerjaan ibu sebagai karyawan pabrik sebanyak 17 responden
(53,1%). Sehingga ibu tidak mempunyai waktu untuk mengakses informasi kesehatan, karena
sebagian besar waktu mereka gunakan untuk bekerja. Pekerjaan adalah keburukan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Budiman,
2013).
Kecukupan pemberian ASI juga ditunjukkan oleh perilaku bayi dimana bayi biasanya akan
tenang, tidak rewel dan tidur pulas. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa kesuksesan pemberian
ASI juga dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan ibu dimana secara tidak langsung akan
mempengaruhi produksi ASI yang meliputi puting susu lecet, pembengkakan dan nyeri. Masalah
ini dapat dikurangi jika ibu dapat menyusui bayinya dengan benar dan sering. Hal ini didukung
oleh penelitian oleh Moberg, 1998 yang mengatakan bahwa oksitosin dikeluarkan ketika ibu
merasa nyaman, mendapatkan cukup sentuhan, cukup temperatur dan tidak ada stress atau ibu
dalam kondisi relax.

Hal-Hal yang Menghambat Produksi Oksitosin


Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan pengetahuan ibu post partum tentang hal-hal yang
mendorong produksi oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang sebanyak 18
responden (56,2 %). Dari analisis soal, sebanyak 20 responden( 62,5 %) mengatakan tidak
mengetahui jika kurangnya dukungan suami dalam proses menyusui dapat membuat ibu sedih dan
kesal sehingga produksi oksitosin terhambat, hal ini disebabkan 17 responden (53,1%) tidak
menyusui bayinya secara eksklusif karena para ibu tersebut bekerja sebagai karyawan pabrik, dan
sebagian besar waktu mereka habiskan untuk bekerja. Menurut hasil penelitian Siti Nur Endah
(2011), dengan judul penelitian “Pengaruh Pijat oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum pada
ibu post partum di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah”. Bila ada ibu stress dari ibu
menyusui maka akan terjadi suatu blockade dari refleks let down, hal ini disebabkan oleh karena
adanya pelepasan dari adrenalin epineprin yang menyebabkan vasokontriksi dari pembuluh darah
alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepithelium.
Akibat dari tidak sempurnanya refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam
alveoli yang secara klinis tampak payudara membesar. Payudara yag membesar akan berakibat
abses, gagal untuk menyusui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stress lagi bagi seorang
ibu sehingga stress akan bertambah.

Berdasarkan Cara Melakukan Pijat Oksitosin


Tabel 5.3 menunjukkan pengetahuan ibu post partum tentang cara melakukan pijat oksitosin
sebagian besar responden berpengetahuan kurang sebanyak 24 responden (75,0 %). Dari hasil
analisis soal, sebanyak 20 responden( 62,5 %) mengatakan tidak mengetahui bahwa pijat oksitosin
dilakukan selama 2-3 menit, sebanyak 17 responden (53,1 %) mengatakan tidak mengetahui
bahwa cara melakukan pijat oksitosin dengan menarik puting susu secara pelan dan memutar
puting secara perlahan menggunakan jari-jari, karena para ibu beranggapan bahwa hal tersebut
akan membuat puting susu terasa sakit. Kurangnya pengetahuan responden disebabkan karena
kurangnya informasi yang diperoleh responden dari berbagai sumber seperti suami, keluarga, dan
juga rekan kerjanya.
Pendidikan berguna untuk memberikan atau meningkatkan tentang sikap responden untuk
mengakses perilaku praktik dalam masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Selain pendidikan, kurangnya pengetahuan tentang cara melakukan pijat oksitosin disebabkan
karena pekerjaan. Sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan pabrik sebanyak 17
respoden (53,1%). Hal ini menyebabkan kurangnya waktu informasi tentang cara melakukan pijat
oksitosin karena waktu mereka gunakan untuk bekerja.
Menurut Riordan (2005) salah satu cara untuk menstimulasi refleks oksitosin dapat dilakukan
dengan memijat punggung ibu untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat pembengkakan atau
membuat ibu menjadi rileks ketika ibu mengalami kesulitan untuk mengeluarkan ASI. Massage
Punggung adalah sebuah teknik akupresur yang telah direkomendasikan oleh pemimpin La Leche
League International (LLLI) selama bertahun-tahun. Cara yang dilakukan adalah ibu duduk
dikursi dan seseorang berdiri di belakang leher lalu menggosok dengan buku-buku jari tangan dari
pangkal leher ibu ke bagian bawah tulang belikatnya dikedua sisi tulang punggungnya. Punggung
atas adalah titik akupresur yang digunakan untu memperlancar proses laktasi. Saraf yang
mempersarafi payudara berasal dari tulang belakang bagian atas, antara tulang belikat. Daerah ini
adalah dimana perempuan sering mengalami ketegangan otot. Memijat punggung atas dapat
merilekskan bahu dan menstimulasi refleks let-down.

Keterbatasan Penelitian
Peneliti hanya meneliti tentang pengetahuan ibu, tanpa menganalisis waktu yang tepat untuk
melakukan pijat oksitosin.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisa data penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Pengetahuan tentang pengertian pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang
(46,9 %).
2. Pengetahuan tentang manfaat pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan kurang
(59,4 %).
3. Pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mendorong produksi oksitosin sebagian besar responden
berpengetahuan kurang (62,5 %).
4. Pengetahuan tentang hal-hal yang menghambat produksi oksitosin sebagian besar responden
berpengetahuan kurang (56,2 %).
5. Pengetahuan tentang cara melakukan pijat oksitosin sebagian besar responden berpengetahuan
kurang (71,9%).

Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan bidan/ tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan kepada klien pasca
bersalin tentang pengertian, manfaat, hal-hal yang mendorong produksi oksitosin, hal-hal yang
menghambat produksi oksitosin, serta cara melakukan pijat oksitosin. Sehingga klien bisa tetap
memberikan ASI pada bayi di awal kehidupannya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberi gambaran awal untuk melakukan
penelitian selanjutnya khususnya untuk lebih memperdalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
pijat oksitosin dalam proses laktasi.
3. Bagi responden
Dengan adanya penelitian ini diharapkan ibu dapat menjadikan pijat oksitosin sebagai salah satu
tindakan untuk melancarkan dan meningkatkan produksi ASI

Anda mungkin juga menyukai