Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ANSIETAS

Disusun guna memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen pembimbing: Ns. Evin Novianti, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh:

Nessa Ishmah Munyati

2010721059

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
2020
A. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Kecemasan (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dari
seseorang. Pengertian lain, cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak
nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya (Kususmawati, 2010).
Kecemasan (anxiety) merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang didasari
dengan rasa takut yang tidak jelas disertai dengan perasaan ketidakpastian,
ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan.Seseorang merasa dirinya sedang
terancam.Pengalaman kecemasan dimulai pada masa bayi dan berlanjut sepanjang hidup.
Pengalaman seseorang diketahui berakhir dengan rasa takut terbesar pada kematian
(Stuart, 2013).
Kecemasan merupakan respon normal terhadap situasi yang tidak nyaman, tidak
pasti, serta mengancam, dan setiap orang sesekali mengalami tekanan seperti hal
tersebut. Kecemasan akan menjadi masalah ketika mengganggu perilaku adaptif yang
menyebabkan gejala fisik, atau melebihi tingkat yang dapat ditoleransi. Pada individu
dengan gangguan kecemasan, pengalaman seringkali merupakan salah satu pemicu
gangguan fungsional dan distress(Videbeck, 2014; Varcarolis, 2017; Morrison-Valfre,
2017).
Jadi Kecemasan adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif yang merupakan
respon normal dari seseorang yang dihadapkan dengan situasi tidak nyaman serta
mengancam dirinya.

2. Tingkatan Kecemasan
Stuart (2013), mengategorikan kecemasan menjadi 4 tingkatan dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan terjadi saat ketegangan hidup sehari-hari, dan selama tahap
ini lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada. Respon
fisiologis yang dialami seperti tekanan darah batas normal atau sedikit meningkat,
kurang nyaman atau sedikit gelisah, iritabilitas atau ketidaksabaran, ketegangan
ringan; mengetuk jari, mengigit bibir, dan gemetar.Respon kongnitif orang yang
mengalami kecemasan ringan adalah lapang persepsi meluas, dan dapat menerima
rangsang yang kompleks, pikiran mungkin acak, tetapi dapat terkontrol. Jenis
kecemasan ringan dapat memotivasi dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
(Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis, 2017).
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang, di mana seseorang hanya berfokus pada hal-hal yang
penting saja dan lapang persepsi menyempit sehingga kurang melihat, mendengar,
dan menangkap. Seseorang memblokir area tertentu tetapi masih mampu mengikuti
perintah jika diarahkan untuk melakukannya. Respon fisiologis yang dialami yaitu
tekanan darah naik, perubahan dalam nada suara, suara tremor, kesulitan
berkonsentrasi, tingkat pernapasan dan nadi meningkat, dan tekanan otot meningkat.
Respon kognitif dengan kecemasan sedang adalah lapang persepsi menyempit,
rangsang luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Respon
perilaku dan emosi yang dialami kecemasan sedang adalah tidak mampu secara
optimal dalam memecahkan masalah, perlu arahan/ bimbingan dari orang lain
(Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis, 2017).
b. Kecemasan berat
kecemasan berat ditandai dengan penurunan yang signifikan di lapang persepsi.
Seseorang dengan kecemasan berat mungkin berfokus pada satu detail tertentu atau
banyak rincian yang tersebar sehingga orang tersebut akan mengalami kesulitan
untuk melihat kejadian yang terjadi di lingkungan, dan bahkan dengan bimbingan
oleh orang lain sekalipun. Respon fisiologis yang dialami yaitu perasaan takut, tanda-
tanda vital meningkat, mulut kering, nafsu makan menurun, pupil yang melebar, otot
kaku, tegang, panca indera terpengaruh; pendengaran menurun, dan sensasi rasa sakit
menurun. Respon kognitif dengan kecemasan berat adalah lapang persepsi sangat
sempit, pemecahan masalah sulit, perhatian selektif (fokus pada satu bagian), kurang
perhatian (menghalangi rangsangan yang mengancam), distorsi waktu (hal-hal yang
tampak lebih cepat atau lebih lambat dari yang sebenarnya), sedangkan respon
perilaku dan emosinya terlihat seperti merasa terancam, aktivitas dapat meningkat
atau menurun (mungkin kecepatan, lari, meremas tangan, mengerang, menjadi sangat
tidak terorganisir, membeku pada posisi/ tidak dapat bergerak), menunjukkan
penyangkalan; bisa mengeluh sakit atau nyeri, gelisah, atau mudah tersinggung
(Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis, 2017).
c. Panik
Panik ditandai dengan rasa takut dan teror, sebagian orang yang mengalami
kepanikan tidak dapat melakukan hal-hal/ tindakan bahkan dengan arahan orang lain.
Respon fisiologis yang dialami adalah gejala sebelumnya meningkat sampai terjadi
pelepasan saraf simpatik, pucat, tekanan darah menurun/ hipotensi, koordinasi otot
buruk, rasa sakit, sensasi mendengar minimal. Respon kognitif pada tingkatan panik
adalah lapangan persepsi kacau atau tertutup, tidak dapat menerima rangsangan,
pemecahan masalah dan pemikiran logis sangat tidak mungkin, persepsi
ketidaknyataan tentang diri, lingkungan, atau kejadian disosiasi mungkin terjadi.
Respon perilaku dan emosi yang dialami pada tingkatan panik yaitu merasa tidak
berdaya dengan kehilangan kendali total, marah, ngeri; menjadi agresif atau benar-
benar menarik diri, menangis, lari, tidak terorganisir, dan perilaku biasanya sangat
aktif atau tidak aktif. Tingkat kecemasan ini tidak dapat bertahan tanpa batas waktu,
karena tidak kompatibel dengan kehidupan, dan kondisi panik yang berkepanjangan
akan menghasilkan kelelahan dan kematian (Morrison-Valfre, 2017; Varcarolis,
2017).

3. Rentang Respons
Rentang respons kecemasan dari respons paling adaptif yaitu antisipasi sampai ke
respons yang paling maladaptif yaitu panik, seperti berikut (Stuart, 2013; Morrison-
Valfre, 2017) :

Respons adaptif Respons maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


4. Jenis-jenis Kecemasan
Menurut Freud, jenis-jenis dari kecemasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut (Hergenhahn & Henley, 2013):
a. Kecemasan nyata atau kecemasan objektif merupakan ketakutan terhadap bahaya
yang terlihat dan ada dalam dunia nyata. Misalnya takut dengan ular, harimau,
ataupun bencana alam. Kecemasan realistis akan menuntun perilaku untuk
menghindari atau melindungi diri dari bahaya yang ada. Kecemasan akan reda
apabila objek yang mengakibatkan kecemasan sudah tidak ada.
b. Kecemasan neurotik merupakan jenis kecemasan yang megganggu kesehatan mental.
Kecemasn neurotik berbasis pada masa anak-anak.. Kecemasan neurotik adalah
ketakutan yang tidak didasari atas hukuman terhadap impulsifitas dari perilaku yang
didominasi id. Ketakutan bukan merupakan insting melainkan hasil dari penundaan
insting. Konflik terjadi antara id, ego, dan dari sumber asalnya yang memiliki basis
realitas.
c. Kecemasan moral, merupakan hasil dari konflik antara id dan super ego. Dimana
muncul saat seseorang akan melanggar nilai sehingga merasa malu dan bersalah
karena ada kode moral. Adanya kecemasan moral menandakan bahwa superego
berfungsi dengan baik.

5. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat
berupa:
1) Faktor biologis.
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu
mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas
mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
2) Faktor psikologis
a. Pandangan psikoanalitik.
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara antara dua elemen
kepribadian—id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari
dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego
bahwa ada bahaya.
b. Pandangan interpersonal.
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan
penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang
yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
c. Pandangan perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku
menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan
pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan
selanjutnya.
3) Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih
dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi
dan latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.

6. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi:
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi
suhu tubuh, dan perubahan biologis normal (misalnya: hamil).
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2) Ancaman terhadap harga diri, meliputi sumber internal dan eksternal
a) Sumber internal, kesulitan dalam hubungan interpersonal di rumah dan tempat
kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
jug dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal, kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekrjaan, tekanan kelompok, dan sosial budaya.

7. Manifestasi Klinis Kecemasan


Seseorang yang mengalami kecemasan akan mempengaruhi perubahan dalam
fungsi organ tubuh. Perubahan berupa respons fisiologi pada sistem tubuh, perilaku,
kognitif, dan afektif terhadap kecemasan menurut (Stuart, 2013) adalah sebagai berikut :
a. Fisiologi
1) Kardiovaskuler : Palpitasi,jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah,
pingsan, aktual pingsan, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi.
2) Respirasi : Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, pernapasan dangkal,
tenggorokan tersumbat, sensasi tersedak, terengah-engah.
3) Gastrointestinal : Nafsu makan menurun, jijik terhadap makanan, perut tidak
nyaman, nyeri perut, mual, rasa panas seperti terbakar, diare.
4) Neuromuskuler : Peningkatan refleks, reaksi kejut, kelopak mata berkedut,
insomnia, tremor, kekakuan, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan
umun, kaki goyah, gerakan kaku.
5) Saluran kemih : Keinginan untuk buang air kecil, sering buang air kecil.
6) Kulit : Wajah memerah, berkeringat, gatal, panas dan dingin, wajah pucat.
b. Perilaku
Respon perilaku yang terjadi, meliputi : kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, reaksi
kejut, bicara cepat, kurangnya koordinasi, rawan kecelakaan, penghindaran.
c. Kognitif
Respon kognitif yang bisa terjadi, yaitu : gangguan perhatian, konsentrasi yang
buruk, lupa, malu, mimpi buruk, takut cedera atau kematian, kebingungan.
d. Afektif
Kegelisahan, ketidaksabaran, gugup, frustasi, mati rasa, takut, teror,
ketidakberdayaan.

8. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat pasien berperilaku patologis atau tidak. Mekanisme koping
untuk mengatasi kecemasan sedang, berat, dan panik membutuhkan banyak energi.
Menurut Suliswati , mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:
a) Task Oriented Reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.
Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
 Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan.
 Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
 Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan,
mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
b) Ego Oriented Reaction atau reaksi berorientasi pada ego.
Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri
biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
meniliti penggunaan mekanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif,
perlu dievalusi hal-hal berikut:
 Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan pasien.
 Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri tersebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
 Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan pasien.
 Alasan pasien menggunakan mekanisme pertahanan.

9. Penatalaksanaan Terjadinya Kecemasan


Menurut Hawari (2008), penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial, atau psikoreligius. Selengkapnya
seperti pada uraian berikut:
Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress dengan cara:
 Makan makanan yang bergizi dan seimbang
 Tidur yang cukup
 Cukup olahraga
 Tidak merokok
 Tidak minum minuman keras.
a. Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar saraf) di
susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai
adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate, dan alprazolam.
b. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala atau akibat
dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
(fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang
bersangkutan.
c. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
- Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat, dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya
diri.
- Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatasi kecemasan.
- Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (rekonstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
- Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrasi, dan daya ingat.
- Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
- Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan
sebagai faktor pendukung.
d. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan
daya tahan dalam menghadapi berbaga problem kehidupan yang merupakan stressor
psikososial.

10. Pohon Masalah

Kerusakan Interaksi Sosial Effect

Cor Problem
Gangguan suasana perasaan: Cemas

Causa

Koping individu inefektif


Diagnosa Keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan Kerusakan interaksi sosial
b. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu inefektif.

a. Rencana Asuhan Keperawatan


TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum :
Cemas berkurang atau hilang. 1. Jadilah pendengar yang hangat dan
responsif.
Tujuan khusus: 2. Beri waktu yang cukup pada pasien
TUK 1: unuk berespon.
Pasien dapat menjalin dan membina 3. Beri dukungan pada pasien untuk
hubungan saing percaya. mengekspresikan perasaannya.
4. Identifikasi pola perilaku pasien atau
pendekatan yang dapat menimbulkan
perasaan negatif.
5. Bersama pasien mengenali perilaku dan
respon sehingga cepat belajar dan
berkembang.

TUK 2: 1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi

Pasien dapat mengenali ansietasnya. dan


menguraikan perasaannya.
2. Hubungkan perilaku dan
perasaannya.
3. Validasi kesimpulan dan asumsi
terhadap pasien.
4. Gunakan pertanyaan terbuka untuk
mengalihkan dari topik yang
mengancam ke hal yang berkaitan
dengan konflik.

TUK 3: 5. Gunakan konsultasi untuk membantu


pasien mengungkapkan perasaannya.
Pasien dapat memperluas
kesadarannya terhadap
1. Bantu pasien menjelaskan situasi dan
perkembangan asietaas.
interaksi yag dapat segera
menimbulkan ansietas.
2. Bersama pasien meninjau kembali
penilaian pasien terhadap stressor yang
dirasakan mengacam dan menimbulkan
konflik.

3. Kaitkan pengalaman yang baru terjadi


dengan pengalaman masa lalu yang
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B. ., & Henley, T. B. (2013). An Introduction To The History Of Psychology (7th


ed.). Wadsworth Publishing.
Kususmawati, F. (2010).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Morrison-Valfre, M. (2017). Foundations of Mental Health Care (6th ed.). Elsevier, Inc.
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Stuart, G. W. (2013). Prinsip dan praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa (J. P. Keliat, A.B. (ed.);
Indonesia). Elsevier.
Varcarolis, E. M. (2017). Essentials Of Psychiatric Mental Heart Nursing: A Communication
Approach To Evidence Based Care (3rd ed.). Elsevier, Inc.
Videbeck, Sheila, L. (2014). Psychiatric Mental Health Nursing (6th ed.). Lippincott Williams &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai