Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA Ny. M DENGAN

HIPERTENSI DI PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

(PPSLU) DI TURUSGEDE REMBANG

Disusun Oleh :

DEWI KUSUMA WIDYASTUTI

62019040014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA Ny.M DENGAN

HIPERTENSI DI PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

(PPSLU) DI TURUSGEDE REMBANG

A. KONSEP LANJUT USIA


1. DEFINISI
Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter &
Perry, 2009).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2010 dalam Psychologymania, 2013).

2. BATASAN LANSIA
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO dalam Psychologymania, 2013 batasan
lanjut usia meliputi :
 Usia pertengahan (middle age) adalah kolompok usia 45-59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.
 Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3. KARAKTERISTIK LANSIA
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
4. TIPOLOGI LANSIA
Tipologi Manusia Lanjut Usia Di zaman sekarang atau zaman pembangunan,
dijumpai banyak bermacam-macam tipe lanjut usia, antara lain :
a. Tipe Mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
b. Tipe tidak Puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar , mudah
tersinggung, menuntut sulit dilayani dan pengkritik.
c. Tipe Pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
dating terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
d. Tipe Bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh
5. MITOS LANSIA
1. Mitos konservatif
Ada pandangan bahwa lansia pada umumnya:
 Konservaatif
 Tidak kreatif
 Menolak inovasi
 Berorientasi ke masa silam
 Merindukan masa lalu
 Kembali ke masa kanak-kanak
 Susah menerima ide baru
 Susah berubah
 Keras kepala
 Cerewet
Faktanya : tidak semua lansia bersikap, berfikiran, dan berperilaku demikian.
2. Mitos berpenyakit dan kemunduran
Lansia sering kali dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai
dengan berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses
menua (lansia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran)
Faktanya : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan
tubuh dan metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi, saat ini
telah banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
3. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya kerusakan sel
otak.
Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar, daya
pikirnya masih jernih dan cenderung cemerlang, bnyak cara untuk menyesuaikan
diri terhadap perubahan daya ingat.
4. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi
beban keluarganya. Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif,
bahkan menjadi beban keluarganya.
Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai kebenaran,
kematangan, kemantapan, serta produktifitas mental dan material dimas lanjut
usia.
5. Mitos asektualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan
daya seks menurun.
Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung normal, dan frekuensi
hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.
6. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia sudah tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada lkawan
jenis.
Faktanya: perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa, perasaan
cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lansia.
7. Mitos kedamaian dn ketenangan
Lansia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa muda dan
dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan telah berhasil
dilewatinya.
Faktanya:L sering ditemukan stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit, kecemasan, kekhawatiran, depresi, paranoid, dan
psikotik.
6. TEORI PENUAAN
Teori proses menua menurut Potter dan Perry (2009) yaitu sebagai berikut :
 Teori Biologis
1) Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang
dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal
bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil
lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di
lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet,
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal
bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat
menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah
yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas
menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan
diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya
mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam
lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran
lipofusin pada penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu
transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-
bintik penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu
tampaknya terkait dengan radikal bebas.
2) Teori cross-link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama
meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia
yang menimbulkan senyawa antara melokul-melokul yang normalnya
terpisah (Ebersole & Hess, 2009 dalam Potter & Perry, 2009).
3) Teori imunologis
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga
pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.perubahan
sistem imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak
adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan
kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh.
Perubahan yang terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk
melawan sistem imun itu sendiri.
 Teori Psikososial
1) Teori Disengagement (Penarikan Diri)
Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila
kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi
yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah
agar dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang
telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
2) Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan
dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi
dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif
mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang
berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.
3) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan
dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup
yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan
akan semakin menurunkan kualitas hidup.
7. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI PADA LANSIA
Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa
masalah. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu :
a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta
daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu
yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah
ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan
untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang
tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan
merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.
8. PENYAKIT YANG MENYERANG PADA LANSIA
1. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis
2. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac
attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK
3. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
4. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
5. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
6. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
7. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
8. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb
9. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LANSIA
1. Heredites atau keturunan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Strees
10. PENGKAJIAN – PENGKAJIAN PADA LANSIA
a. KATZ INDEKS
Index katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang
didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas
fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri
evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
P
e
1 Mandi Dapat mengerjakan Sebagaian/pada bagian tertentu Sebagian besar/
n
sendiri dibantu seluruhnya dibantu
g
2 Berpakaian Seluruhnya tanpa Sebagian/ pada bagian tertentu Seluruhnya dengan
u
bantuan dibantu bantuan
k
3 Pergi ke toilet Dapat mengerjakan Memerlukan bantuan Tidak dapat pergi ke WC
u
sendiri
r
4 Berpindah
a Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat melakukan
(berjalan)
n
5 BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang-kadang ngompol / Dibantu seluruhnya
defekasi di tempat tidur
6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri kecuali hal- Seluruhnya dibantu
K hal tertentu

pada kondisi ini meliputi Indeks Katz lasifikasi:


A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.
D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain
G : Tergantung untuk 6 fungsi.
b. Pengkajian fungsi kemandirian dengan indeks BARTHEL (IB)

DENGAN TIDAK
NO KRITERIA MANDIRI
BANTUAN MAMPU
1. Makan 2
2. Mandi 1
3. Perawatan diri 1
4. Berpakaian 2
5. Buang Air Kecil 2
6. Buang Air Besar 2
7. Berpindah dari kursi 2
roda ke tempat tidur,
sebaliknya
8. Personal toilet ( cuci 3
muka, menyisir rambut,
gosok gigi)
9. Aktivitas 3
duduk/transfer
10. Naik turun tangga 2
Penilaian : 20 (Mandiri)
c. SPSMQ
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari
10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis

d. GDS
Skala Depresi Geritrik Yesavage (GDS)
Instrumen yang disusun secara khusus untuk memeriksa depresi
Terdiri atas 30 pertanyaan dengan jawaban YA atau TIDAK
Beberapa nomor jawaban YA dicetak tebal, dan beberapa nomor yang lain jawab TIDAK
dicetak tebal
Yang dicetak tebal nilai 1  bila dipilih
Skor 0 – 10 : not depressed
Skor 11 – 20 : mild depression
Skor 21 -30 : savere depression

e. APGAR KELUARGA
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih
intim dengan teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve

f. MMSE
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi
adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan leboh lanjut.

B. PENYAKIT/GANGGUAN
1. DEFINISI
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik
yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau
lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2011).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan
tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan
ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2010).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Rohaendi, 2011).

2. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti
Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis,
Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis.
Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral
Kortikosteroid.
3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2010).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
4. PATHWAY
umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas arteriosklerosis

hipertens
hipertensi
i
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriole
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Akut
Nyeri Gangguan sinkop munurun
kepala Afterload
pola tidur Nyeri dada Resti injuri
meningkat
Respon RAA
Gangguan
Penurunan Fatique
perfusi
jaringan Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

Kelebihan volume cairan


edema
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2010), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

6. KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 2010) :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan /
atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Tigkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
m. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

8. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip
yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau
72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya
latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi
latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien
dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,
EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA,
2005 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
 Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
 Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
 Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis
lain
 Step 4
Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter)
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

9. PENGKAJIAN
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
4. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
d. Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebro vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok

10. DIAGNOSA dan INTERVENSI KEPERAWATAN


 Dx 1 : Nyeri Akut
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kmepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher,
tenang, redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang,
membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral
 Dx 2 : Intoleransi aktivitas
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frequency nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan
darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat
40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri
dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy,
misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
 DX 3 : Penurunan Curah Jantung
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolic
sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130 dipertimbangkan
sebagai penigkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga
merupakan faktor resiko yang di tentukan untuk penyakit cerebrovaskular
dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.
DAFTAR PUSTAKA

Patricia Gonce Morton et.al. (2011). Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan holistic
ed.8; alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC

Potter dan Perry. (2009). Fundamental keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta: EGC.

Psychologymania. (2012). Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari Senin, 01


April, 2013. http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-lansia-lanjut-
usia.html

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2009). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA,


intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor
edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC

Agus Purwadianto (2010), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,


Binarupa Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (2010), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan


gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2009), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (2009). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little


Brown and Company. Boston

Doenges marilynn (2009), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai