TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Tumbuhan Alpukat
1. Morfologi
tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun dan pekarangan yang
lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Secara komersial
seluruh penjuru dunia. Pada umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk
dan basah. Tumbuhan tidak tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi. Di
Gambar 1.
Daun Alpukat
Sumber : http://plasajakarta.com/manfaat-daun-alpukat-kaya-khasiat-untuk-
kesehatan.html
Pohon alpukat tingginya 3 m sampai 10 m, berakar tunggang, batang
berkayu, bulat, warnanya coklat, dan banyak bercabang. Daun tunggal letaknya
buah buni, bentuk bola atau bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan.
Daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau dan kekuningan (Yuniarti,
2008).
Varietas buah alpukat yang tumbuh di Indonesia terdiri dari dua jenis yang
diperkirakan berasal dari ras Hindia Barat yang memiliki ukuran buah yang besar.
Di pihak lain, tipe yang lebih kecil berasal dari ras Meksiko dan turunan alaminya.
Pada umumnya orang membedakan alpukat ke dalam dua golongan besar: alpukat
mentega dan alpukat susu. Alpukat mentega memiliki kandungan nutrisi yang
lebih kaya serta berdaging tebal, sedangkan alpukat susu kandungan nutrisinya
tidak sekaya jenis lainnya serta daging buahnya kurang tebal (Karina, 2012).
Daun tumbuh berdesakan di ujung ranting. Bentuk daun ada yang bulat
telur atau menjorong dengan panjang 10-20 cm, lebar 3 cm, dan panjang tangkai
1,5-5 cm. bunga berbentuk malai, tumbuh dekat ujung ranting dengan jumlah
banyak, garis tengah 1-1,5 cm, warna putih kekuningan, berbulu halus. Buah
6
berbentuk bola berwarna hijau atau hijau kekuningan dan biji berbentuk bola
(Tersono, 2008).
Kandungan zat aktif yang terdapat di daun alpukat (Persea america miller)
a. Flavonoid
sangat baik untuk mencegah kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk
adalah cincin A dan B yang memegang peran penting dalam proses interkelasi
atau ikatan hidrogen dengan menumpuk basa asam nukleat yang menghambat
pembentukan DNA dan RNA. Pada cincin A berperan penting terhadap aktivitas
dinding sel bakteri, mikrosom,dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid
7
Mekanisme kerja flavonoid menghambat fungsi membran sel adalah
dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa
enzim.
e) sebagai antibiotik
b. Querstin
8
Quersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, quersetin dan
c. Tanin
diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel
senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu
kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas
tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel
efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain
melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau
9
Daun alpukat dimanfaatkan untuk kencing batu, darah tinggi, sakit kepala,
menstruasi tidak teratur (Yuniarti, 2008). Selain itu daun alpukat juga
saluran air kemih, dan obat sariawan. Hasil percobaan farmakologi menunjukan
bahwa infus daun alpukat mempunyai daya melarutkan batu saluran kemih. Di
1. Sejarah
pada bayi hewan. Pada 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai
sampai pada tahun 1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan genus
10
Gambar 2
Bakteri Escherichia coli
sumber : http://raynaldi-skanel.blogspot.com/2013/06/bakteri-ecoli-escherichia-coli.html
mempunyai ukuran sel dengan panjang 2,0-6,0 µm dan lebar 1,1-1,5 µm. Selnya
tunggal berpasangan dan dalam rantai pendek Escherichia coli merupakan bakteri
yang tidak berspora dan tidak berkapsul (ada yang berkapsul dan bergerak
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang yang tidak
11
3. Sifat-sifat Escherichia coli
mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi. Selain itu bakteri ini
yang baik untuk Escherichia coli pada suhu optimal 37˚C. Escherichia coli
tumbuh baik pada media yang mengandung 1% pepton sebagai sumber karbon
memproduksi indol serta dapat bertahan pada suhu 6˚C selama 15 menit atau pada
4. Struktur Antigen
a. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas dan alkohol dan biasanya
mengandung glukosamin dan terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif.
b. Antigen H (flagel) yang bersifat tidak tahan panas dan akan rusak oleh panas
luar bakteri, terdiri dari polisakarida dan bersifat tidak tahan panas. (Jawetz
dkk, 2005).
12
bayi dan anak-anak di negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum
jelas diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan oleh strain kuman ini
saluran kencing dan jumlah untuk infeksi saluran kencing kurang lebih 90% pada
wanita muda. Gejala dan tanda-tanda meliputi frekuensi kencing, dysuria (susah
buang air kecil), hematuria (ada darah dalam urine), dan pyuria (ada nanah dalam
urine). Pada infeksi sistem saluran kencing dapat terjadi bakterimia dengan tanda
dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar
diabaikan.
Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare
13
2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)
beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol
genetis plasmid. Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara
merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare.
(a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST)
Kategori Escherichia coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982
ketika terjadi suatu KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan
oleh serotipe yang tidak lazim, Escherichia coli O157:H7 yang sebelumnya tidak
memiliki banyak sifat yang serupa dengan toksin. Diare dapat bervariasi mulai
dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam
Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik
(HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare
kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin
14
paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung negara-
negara tersebut. Seperti shigela, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau
Menyebabkan diare akut dan kronik (durasi > 14 hari) pada masyarakat di
perlekatannya yang khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan toksin mirip-ST
dan hemolisin.
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi dan metode
difusi .
1. Metode Dilusi
padat atau cair. Medium akhirnya diinokulasikan dengan bakteri yang diuji dan
diinkubasi. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat
bakteri yang diuji. Uji kerentanan dilusi agar membutuhkan waktu yang banyak,
dan kegunaannya terbatas pada keadaan-keadaan tertentu. Uji dilusi kaldu tidak
praktis dan kegunaannya sedikit apabila dilusi harus dibuat dalam tabung
15
2. Metode Difusi
kertas saring berisi sejumlah obat tertentu ditempatkan pada permukaan medium
padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaanya. Setelah
kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya
sifat medium dan kemampuan difusi, dan stabilitas obat) (Jawetz dkk, 2005)
Apabila suspensi kurang keruh maka diameter zone hambat akan lebih
lebar. Jika suspensi bakteri lebih keruh diameter zone hambatan akan semakin
sempit. Jadi hasil yang semula akan R (Resistant) dilaporkan S (Sensitif) atau
sebaliknya.
Peresapan suspensi bakteri tidak boleh lebih dari batas waktu 15 menit,
3. Temperatur Inkubasi
16
lebih lebar, mestinya R (Resistant) dilaporkan S (Sensitif). Ini bisa terjadi pada
media plate yang ditumpuk-tumpuk lebih dari dua plate pada inkubasinya. Plate
yang ditengah suhunya kurang dari 35˚C-37˚C. Inkubasi pada suhu lebih dari
35˚C-37˚C , terkadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan ada
4. Waktu Inkubasi
Apabila kurang dari 18 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sulit
untuk dibaca atau diameter zone hambatan akan lebih lebar. Lebih dari 24 jam
tersebut difusi obat atau antibakteri akan lebih cepat. Apabila lebih dari ukuran
7. Komposisi Media
17