Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Tumbuhan Alpukat

1. Morfologi

Alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika Tengah. Alpukat

tumbuh liar di hutan-hutan, banyak juga ditanam di kebun dan pekarangan yang

lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Secara komersial

alpukat ini dibudidayakan di daerah yang beriklim tropis dan mediteranea di

seluruh penjuru dunia. Pada umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk

dan basah. Tumbuhan tidak tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi. Di

Indonesia tumbuh pada ketinggian tempat antara 1 m sampai 1000 m di atas

permukaan laut (Karina, 2012).

Gambar 1.
Daun Alpukat
Sumber : http://plasajakarta.com/manfaat-daun-alpukat-kaya-khasiat-untuk-
kesehatan.html
Pohon alpukat tingginya 3 m sampai 10 m, berakar tunggang, batang

berkayu, bulat, warnanya coklat, dan banyak bercabang. Daun tunggal letaknya

berdesakan di ujung ranting, bentuknya memanjang, ujung dan pangkal runcing.

Tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas. Bunganya majemuk, buahnya

buah buni, bentuk bola atau bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan.

Daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau dan kekuningan (Yuniarti,

2008).

Varietas buah alpukat yang tumbuh di Indonesia terdiri dari dua jenis yang

diperkirakan berasal dari ras Hindia Barat yang memiliki ukuran buah yang besar.

Di pihak lain, tipe yang lebih kecil berasal dari ras Meksiko dan turunan alaminya.

Pada umumnya orang membedakan alpukat ke dalam dua golongan besar: alpukat

mentega dan alpukat susu. Alpukat mentega memiliki kandungan nutrisi yang

lebih kaya serta berdaging tebal, sedangkan alpukat susu kandungan nutrisinya

tidak sekaya jenis lainnya serta daging buahnya kurang tebal (Karina, 2012).

2. Taksonomi Daun Alpukat

Berdasarkan taksonominya tanaman alpukat ini dapat diklasifikasikan

termasuk ke kerajaan : Plantae , divisi : Spermatophyta , subdivisi :

Angiospermae , kelas : Dicotyledonae , Ordo : Laurales , family : Lauraceae ,

genus : Persea , dan spesies : Persea americana miller (Karina, 2012).

Daun tumbuh berdesakan di ujung ranting. Bentuk daun ada yang bulat

telur atau menjorong dengan panjang 10-20 cm, lebar 3 cm, dan panjang tangkai

1,5-5 cm. bunga berbentuk malai, tumbuh dekat ujung ranting dengan jumlah

banyak, garis tengah 1-1,5 cm, warna putih kekuningan, berbulu halus. Buah

6
berbentuk bola berwarna hijau atau hijau kekuningan dan biji berbentuk bola

(Tersono, 2008).

3. Kandungan Daun alpukat

Kandungan zat aktif yang terdapat di daun alpukat (Persea america miller)

adalah flavonoid, quersetin dan tanin (Mursito, 2007).

a. Flavonoid

Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga

sangat baik untuk mencegah kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk

melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi,

mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik.

Menurut Pratiwi (2014) mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba

dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Menghambat sintesis asam nukleat

Mekanisme antibakteri flavonoid menghambat sintesis asam nukleat

adalah cincin A dan B yang memegang peran penting dalam proses interkelasi

atau ikatan hidrogen dengan menumpuk basa asam nukleat yang menghambat

pembentukan DNA dan RNA. Pada cincin A berperan penting terhadap aktivitas

antibakteri flavonoid. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas

dinding sel bakteri, mikrosom,dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid

dengan DNA bakteri.

2) Menghambat fungsi membran sel

7
Mekanisme kerja flavonoid menghambat fungsi membran sel adalah

membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga

dapat merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa

intraseluler. Mekanisme flavonoid juga dapat menghambat fungsi membran sel

dengan cara mengganggu permebealitas membran sel dan menghambat ikatan

enzim.

3) Menghambat metabolisme energi.

Flavonoid dapat menghambat metabolisme energi dengan cara

menghambat penggunaan oksigen oleh bakteri. Flavonoid menghambat pada

sitokrom C reduktase sehingga pembentukan metabolisme terhambat. Energi

dibutuhkan bakteri untuk biosintesis makromolekul

Selain itu flavonoid juga berfungsi sebagai :

a) melindungi struktur sel dalam tubuh

b) meningkatkan penyerapan dan penggunaan vitamin C dalam tubuh

c) sebagai obat anti inflamasi

d) mencegah pengeroposan tulang

e) sebagai antibiotik

f) sebagai antivirus, bahkan fungsinya sebagai antivirus HIV/AIDS telah banyak

diketahui dan dipublikasikan

g) mencegah terjadinya atherosklerosis, suatu keadaan dimana dinding arteri

menjadi lebih tebal

h) membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh

i) sebagai pencegah terjadinya beberapa macam penyakit (Prasetyo, 2014)

b. Querstin

8
Quersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, quersetin dan

glikosidannya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Quersetin

dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative

dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak, quersetin

memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density

lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas (Prasetyo, 2014).

c. Tanin

Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang

diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel

bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks

senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu

kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas

tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel

sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya

permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Tanin juga mempunyai daya

antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai

efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain

melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau

inaktivasi fungsi materi genetik (Setiawan, 2012).

4. Manfaat Daun Alpukat

9
Daun alpukat dimanfaatkan untuk kencing batu, darah tinggi, sakit kepala,

nyeri syaraf, nyeri lambung, saluran napas membengkak (bronchial swellings),

menstruasi tidak teratur (Yuniarti, 2008). Selain itu daun alpukat juga

dimanfaatkan untuk memperlancar pengeluaran air seni, penghancuran batu

saluran air kemih, dan obat sariawan. Hasil percobaan farmakologi menunjukan

bahwa infus daun alpukat mempunyai daya melarutkan batu saluran kemih. Di

samping itu, infus tersebut mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan

menghambat pertumbuhan beberapa spesies pseudomonas (Maryani, 2003).

B. Bakteri Escherichia coli

1. Sejarah

Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh seorang dokter hewan

dari Jerman,Theodore Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan

pada bayi hewan. Pada 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai

komunitas bactery coli dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya

di infeksi saluran pencernanaan. Nama “Bacterium Coli” sering digunakan

sampai pada tahun 1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan genus

Escherichia dan menyusun tipe spesies Escherichia coli

10
Gambar 2
Bakteri Escherichia coli

sumber : http://raynaldi-skanel.blogspot.com/2013/06/bakteri-ecoli-escherichia-coli.html

Menurut Soemarno (dalam Dwijayanti, 2012) Escherichia coli merupakan

bakteri gram negatif anggota Family Enterobacteriaceae. Escherichia coli

mempunyai ukuran sel dengan panjang 2,0-6,0 µm dan lebar 1,1-1,5 µm. Selnya

tunggal berpasangan dan dalam rantai pendek Escherichia coli merupakan bakteri

yang tidak berspora dan tidak berkapsul (ada yang berkapsul dan bergerak

aktif/ada yang tidak bergerak).

2. Klasifikasi Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang yang tidak

membentuk spora yang merupakan flora normal di usus. Meskipun demikian,

beberapa jenisnya dapat bersifat patogen. Berdasarkan taksonomi ilmiah,

klasifikasi Escherichia coli termasuk ke dalam Ordo : Eubacteriales , Famili :

Enterobacteriaceae , Tribe : Escherichiae , Genus : Escherichia , dan Spesies :

Escherichia coli (Raynaldi, 2013).

11
3. Sifat-sifat Escherichia coli

Escherichia coli bersifat anaerob fakultatif dan kemoorganotropik. Dalam

proses metabolisme Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang

mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi. Selain itu bakteri ini

merupakan penghuni normal usus yang sering menyebabkan infeksi. Pertumbuhan

yang baik untuk Escherichia coli pada suhu optimal 37˚C. Escherichia coli

tumbuh baik pada media yang mengandung 1% pepton sebagai sumber karbon

dan nitrogen. Bakteri golongan ini juga memfermentasikan laktosa dan

memproduksi indol serta dapat bertahan pada suhu 6˚C selama 15 menit atau pada

suhu 55˚C selama 60 menit (Jawetz, dkk. 2005)

4. Struktur Antigen

Escherichia coli memiliki beberapa antigen, yaitu :

a. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas dan alkohol dan biasanya

dideteksi dengan aglutinasi bakteri yang terdiri dari lipopolisakarida yang

mengandung glukosamin dan terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif.

b. Antigen H (flagel) yang bersifat tidak tahan panas dan akan rusak oleh panas

dan alkohol. Antigen H dipertahankan dengan memberikan formalin pada

bakteri yang bergerak.

c. Antigen K ( kapsul ) / envelop antigen. Antigen ini terdapat pada permukaan

luar bakteri, terdiri dari polisakarida dan bersifat tidak tahan panas. (Jawetz

dkk, 2005).

5. Patogenisitas Escherichia coli

Escherichia coli dihubungkan dengan tipe penyakit usus (diare) pada

manusia. Enteropatogenic Escherichia coli menyebabkan diare, terutama pada

12
bayi dan anak-anak di negara sedang berkembang dengan mekanisme yang belum

jelas diketahui. Frekuensi penyakit diare yang disebabkan oleh strain kuman ini

sudah jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir.

Manifestasi klinis Escherichia coli tergantung pada tempat infeksi, yaitu :

a. Infeksi sistem saluran kencing

Escherichia coli merupakan penyebab paling banyak dari infeksi sistem

saluran kencing dan jumlah untuk infeksi saluran kencing kurang lebih 90% pada

wanita muda. Gejala dan tanda-tanda meliputi frekuensi kencing, dysuria (susah

buang air kecil), hematuria (ada darah dalam urine), dan pyuria (ada nanah dalam

urine). Pada infeksi sistem saluran kencing dapat terjadi bakterimia dengan tanda

klinis adanya sepsis (Jawetz dkk, 2005).

b. Escherichia coli yang berhubungan dengan penyakit diare, meliputi :

1) Escherichia coli enteropatogenik (EPEC)

Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara

berkembang. Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel

mukosa usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal sehingga

menyebabkan diare cair (“Watery diarrheae”) yang bisa sembuh dengan

sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.

Cara Penularan : Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang

terkontaminasi. Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat

dan tangan yang terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar

diabaikan.

 Infeksi EPEC jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare

seperti ini dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotika.

13
2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)

Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti

Indonesia. Berbeda dengan EPEC, Escherichia coli jenis ini memproduksi

beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol

genetis plasmid. Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara

merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare.

 Penyebab Penyakit : ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas

(a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin tahan panas ( a heat stable toxin = ST)

atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST).

3) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Kategori Escherichia coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982

ketika terjadi suatu KLB colitis hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan

oleh serotipe yang tidak lazim, Escherichia coli O157:H7 yang sebelumnya tidak

terbukti sebagai patogen enterik. EHEC menghasilkan verotoksin. Verotoksin

memiliki banyak sifat yang serupa dengan toksin. Diare dapat bervariasi mulai

dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam

tinja tetapi tidak mengandung lekosit.

Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik

(HUS) dan purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare

karena EHEC berkembang lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin

kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2. Toksin Shiga 1 identik dengan toksin

Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1.

4) Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)

Menimbulkan penyakit yang sangat mirip shigelosis. Penyakit ini terjadi

14
paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan pada pengunjung negara-

negara tersebut. Seperti shigela, strain EIEC tidak memfermentasikan laktosa atau

memfermestasikan laktosa dengan lambat dan nonmotil. EIEC menimbulkan

penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus.

5) Escherichia coli Enteroagregative (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik (durasi > 14 hari) pada masyarakat di

negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit yang ditularkan

melalui makanan di negara industri. Organisme ini ditandai oleh pola

perlekatannya yang khas pada sel manusia. EAEC menghasilkan toksin mirip-ST

dan hemolisin.

C. Pemeriksaan aktivitas mikroba

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi dan metode

difusi .

1. Metode Dilusi

Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi

padat atau cair. Medium akhirnya diinokulasikan dengan bakteri yang diuji dan

diinkubasi. Tujuan akhirnya adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat

antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh

bakteri yang diuji. Uji kerentanan dilusi agar membutuhkan waktu yang banyak,

dan kegunaannya terbatas pada keadaan-keadaan tertentu. Uji dilusi kaldu tidak

praktis dan kegunaannya sedikit apabila dilusi harus dibuat dalam tabung

pengujian (Jawetz dkk, 2005).

15
2. Metode Difusi

Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan. Cakram

kertas saring berisi sejumlah obat tertentu ditempatkan pada permukaan medium

padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaanya. Setelah

inkubasi, diameter zone hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur

kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya

sifat medium dan kemampuan difusi, dan stabilitas obat) (Jawetz dkk, 2005)

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Diameter Zone Hambatan

Menurut Soemarno (dalam Dwijayanti, 2012), faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi ukuran diameter zone hambatan yaitu :

1. Kekeruhan Suspensi Bakteri

Apabila suspensi kurang keruh maka diameter zone hambat akan lebih

lebar. Jika suspensi bakteri lebih keruh diameter zone hambatan akan semakin

sempit. Jadi hasil yang semula akan R (Resistant) dilaporkan S (Sensitif) atau

sebaliknya.

2. Waktu Peresapan Suspensi Bakteri kedalam Media Muller Hinton Agar

Peresapan suspensi bakteri tidak boleh lebih dari batas waktu 15 menit,

karena dapat mempersempit diameter zone hambatan. Hal ini dilaporkan

R(Resistant) mestinya S (Sensitif).

3. Temperatur Inkubasi

Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada

suhu 35˚C-37˚C. Kurang dari 35˚C-37˚C menyebabkan diameter zone hambatan

16
lebih lebar, mestinya R (Resistant) dilaporkan S (Sensitif). Ini bisa terjadi pada

media plate yang ditumpuk-tumpuk lebih dari dua plate pada inkubasinya. Plate

yang ditengah suhunya kurang dari 35˚C-37˚C. Inkubasi pada suhu lebih dari

35˚C-37˚C , terkadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan ada

pula obat yang difusinya kurang baik.

4. Waktu Inkubasi

Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi 18 sampai 24 jam.

Apabila kurang dari 18 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sulit

untuk dibaca atau diameter zone hambatan akan lebih lebar. Lebih dari 24 jam

pertumbuhan lebih sempurna sehingga diameter zone hambatan makin sempit.

5. Ketebalan Media Agar

Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm (milimeter). Kurang dari ukuran

tersebut difusi obat atau antibakteri akan lebih cepat. Apabila lebih dari ukuran

tersebut difusi obat akan lebih lambat bereaksi.

6. Jarak Antar Disk

Pada pemberian jarak antar disk antibakteri minimal adalah 15 mm untuk

menghindari terjadinya zone hambatan yang tumpang tindih. Petridisk dengan

diameter 9 sampai 10 cm dan paling banyak untuk 7 disk obat.

7. Komposisi Media

Komposisi media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri ,

difusi obat , aktivitas obat ( antibakteri) dan sebagainya.

17

Anda mungkin juga menyukai