Anda di halaman 1dari 21

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.)

2.1.1 Taksonomi Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Tumbuhan Meniran dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae

Marga : Phyllanthus

Jenis : Phyllanthus niruri L

.2.1.2. Nama Daerah

Meniran dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah Indonesia

beberapa diantaranya adalah : Sidukung anak (Minang); Meniran (Jawa) ; Memeniran

(Sunda), Gosau ma dungi (Ternate) (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).

4
2.1.3. Ekologi Penyebaran

Terdapat di India, Cina, Malaysia, Filipina, dan Australia. Tumbuhan Meniran

(Phyllanthus niruri L.)terdapat hampir di seluruh Indonesia pada ketinggian tempat

antara 1 m sampai 1000 m di atas permukaan laut. Tumbuh liar di tempat terbuka,

pada tanah gembur yang mengandung pasir, di ladang, di tepi sungai dan di pantai

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).

2.2. Tinjauan Farmakognosi Meniran (Phyllanthus niruri L.)

2.2.1 Bentuk Makroskopik Meniran (Phyllantus niruri L.)

Habitus berupa semak semusim setinggi 30-100 cm. Batang berupa batang

masif, bulat, licin, tak berambut, berdiameter ±3 mm, berwarna hijau (Gambar 1).

Daun majemuk dan saling berseling. Anak daun berjumlah 15-24, berbentuk bulat

telur, ujung daun tumpul dan pangkalnya membulat. Panjang daun ±1,5 cm, lebar ±7

mm, bertepi rata, dan berwarna hijau (Gambar 2). Bunga berupa bunga tunggal,

terletak di dekat tangkai anak daun, menggantung, berwarna putih. Daun kelopak

berbentuk bintang. Benang sari dan putik tidak tampak jelas. Mahkota kecil dan

berwarna putih (Gambar 3). Buah bulat, pipih, berdiameter ±2 mm dan berwarna

hijau keunguan. Biji kecil, keras, berbentuk ginjal, dan berwarna coklat (Gambar 4).

Akar tunggang berwarna putih kotor (Gambar 5). (Badan POM RI, 2008)

5
Gambar 1. Batang Gambar 2. Daun

Gambar 3. Bunga Gambar 4. Buah

Gambar 5. Akar (Badan POM RI, 2008)

6
2.2.2 Bentuk Mikroskopik Meniran (Phyllantus niruri L.)

2.2.2.1 Daun

Epidermis atas terdiri atas 1 lapis sel dan agak menonjol keluar, epidermis

bawah lebih menonjol dari epidermis atas, pada penampang tangensial sel epidermis

atas dan bawah mempunyai dinding samping yang bergelombang ; Kutikula jelas dan

berbintik. Stomata tipe anisositik , terdapat pada kedua permukaan, pada pemukaan

bawah lebih banyak. Jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel berbentuk silindrik, tebal

jaringan hampir setengah tebal mesofil daun. Pada jaringan palisade dari varietas β

genuinus terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma berukuran 10 μm sampai

15 μm; pada jaringan palisade dari varietas γ javanicus terdapat hablur kalsium

oksalat berbentuk roset berukuran lebih kurang 20 μm. Jaringan bunga karang terdiri

dari beberapa lapis sel. Berkas pembuluh tipe kolateral, tulang daun didalam mesofil

disertai hablur kalsium oksalat berbentuk roset, umumnya berukuran lebih kecil dari

dari hablur di jaringan palisade (Gambar 6) (Departemen kesehatan, 1978).

Gambar 6. Penampang melintang daun Meniran (Phyllanthus niruri, L).

(Departemen kesehatan, 1978)

7
1. Kutikula

2. Epidermis atas

3. Hablur kalsium oksalat dengan bentuk prisma

4. Jaringan palisade

5. Jaringan bunga karang

6. Epidermis bawah

7. Stomata

8. Berkas pembuluh

9. Jaringan parenkim

10. Jaringan kolenkim

2.2.2.2 Batang

Epidermis terdiri pada satu lapis sel dengan bentuk memanjang. Korteks terdiri

dari jaringan kolenkim dan parenkim yang berisi butir hijau daun atau berisi hablur

kalsium oksalat berbentuk roset besar ; kelompok serabut perisikel, berlignin, dan

tersusun dalam lingkaran yang terputus-putus. Floem sedikit. Xilem sekunder

tersusun radial. Jari-jari xylem terdiri dari 1 sampai 2 deret sel yang agak terentang

radial. Dalam parenkim empelur terdapat hablur serupa hablur di korteks

(Departemen kesehatan, 1978).

2.2.2.3 Buah

Kulit buah terdiri dari satu lapis sel epidermis, bentuk pipih dengan dinding

luar cembung, kutikula berbintik ; di bawahnya terdapat berturut-turut 1 lapis sel

parenkim jernih, 2 lapis sel-sel kecil dengan dinding radial agak menebal, selapis sel

8
serupa jaringan palisade yang jernih dengan dinding tangensial dalam dan luar lebih

tebal dan berlignin (Departemen kesehatan, 1978).

2.2.2.4 Biji

Di dalam kulit biji terdapat 1 lapis sklerenkim yang terdiri dari sel batu yang

berbentuk segi empat atau segi panjang, dinding luar dan dinding radial lebih tebal

dari dinding dalam, berlignin, lumen berbentuk segi tiga, saluran noktah bercabang-

cabang. Endosperm terdiri dari sel-sel kecil (Departemen kesehatan, 1978).

2.2.2.5 Serbuk

Warna hijau kelabu. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis

atas dan bawah serta hablur kalsium oksalat berbentuk prisma atau berbentuk roset

yang berasal dari jaringan palisade atau parenkim di sekitar berkas pembuluh ;

fragmen mesofil ; fragmen kulit buah dengan dinding tangensial serupa serabut

sklerenkim ; fragmen kulit biji, tampak tangensial (Gambar 7) (Departemen

kesehatan, 1978).

Gambar 7. Mikroskopis Serbuk Meniran (Phyllanthus niruri,

Linn) (Departemen kesehatan, 1978).

9
1. Epidermis atas dengan hablur kalsium oksalat berbentuk roset

2. Fragmen kulit buah

3. Fragmen mesofil

4. Epidermis bawah

5. Fragmen kulit biji

6. Hablur kalsium oksalat bentuk prisma dan roset

7. Epidermis atas dengan hablur kalsium oksalat bentuk prisma di mesofil

2.3 Tinjauan Farmakologi Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.)

2.3.1 Empiris/ Tradisional

Meniran secara tunggal atau diramu bersama tumbuhan obat lainnya secara

turun-temurun digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti : penyakit

kuning, infeksi saluran kencing, serta untuk merangsang keluar air seni (diurectum),

untuk penyembuhan diare, penyakit yang disebabkan karena gangguan fungsi ginjal,

demam, hepatitis, anemia, malaria, rematik, imunostimulan (Murugaiyah, 2008;

Bagalkotker, at al 2006). Buahnya digunakan untuk local dan kudis. Akar segar

digunakan untuk pengobatan penyakit kuning. Daunnya dapat digunakan untuk

penambah nafsu makan dan obat antidemam (Gunawan dan Sudarsono, 1988).

2.3.2 Uji Praklinik

Pemberian meniran menurunkan jumlah koloni bakteri limfa mencit Balb-C

yang diinfeksi salmonella typhimurium. Juga dapat memperbaiki gambaran

10
histopatologi hepar mencit Balb-C yang diinfeksi salmonella typhimurium (Sunarno,

2007).

Ekstrak etanol 80% herba meniran mampu meningkatkan aktivitas fagositosis

makrofag peritoneum. Efek peningkatan aktivitas fagositosis magrofag pada dosis 40

mg/200 g BB berbeda makna dibandingkan dengan kelompok control (Sriningsih dan

Wibowo, 2009).

2.3.3 Uji klinik Meniran

Pengaruh meniran sebagai imunostimulan terhadap kadar IFN (interferon)

pada penderita tuberculosis diketahui dapat meningkatkan system imun tubuh.

Penelitian ini mencoba untuk dapat mengetahui IFN-g (interferon gamma) pada

tuberculosis dengan pemberian ekstrak meniran. Penelitian ini dilakukan pada 40

pasien tuberculosis paru dengan BTA (+), semua pasien mendapatkan OAT (obat

anti tuberculosis) dan dilakukan pemeriksaan IFN-g (interferon gamma) sebelum

dan sesudah terapi 2 bulan pada penderita TB paru secara bermakna dapat

meningkatkan status imunologi penderita dengan kenaikan kadar IFN-g (interferon

gamma) (Soetomo, 2007).

Selain pengobatan untuk pasien tuberculosis, herba meniran memiliki

kemampuan meningkatkan kadar Hb dalam darah. Hal ini dapat dibuktikan dengan

setelah mengonsumsi infus herba meniran dalam waktu 2 bulan, ternyata terbukti

dapat meningkatkan kadar Hb dalam darah seseorang yang sedang mengalami kadar

Hb rendah (Gunawan, 2008).

11
2.3.4 Uji Toksikologi

Nilai LD50 (lethal dose) pada meniran adalah sebesar 2.129 lebih kurang 0,6

mg/kg bobot badan, nilai ini termasuk golongan tidak beracun bagi manusia

sehingga aman untuk dikonsumsi. Nilai LD50 (lethal dose) merupakan suatu dosis

tunggal dari suatu zat yang dapat menyebabkan kematian jika melebihi nilai yang

telah di tetapkan (Kardiman dan Kusomo, 2004).

2.4 Pedoman Cara Pembuatan Ramuan Obat Tradisional

Menurut Kementrian Kementrian Republik Indonesia (2017), cara pembuatan

ramuan obat tradisional, yaitu :

1) Tumbuhan dalam formularium ini merupakan tumbuhan obat asli Indonesia

yang sudah memiliki bukti keamanan (LD50) dan manfaatnya terbukti secara

empiris.

2) Ramuan obat tradisional tidak boleh digunakan dalam keadaan kegawat

daruratan dan keadaan yang potensial membahayakan jiwa.

3) Obat tradisional tidak boleh digunakan sebagai obat mata, intravaginal, dan

parenteral serta tidak boleh mengandung alkohol lebih dari 1 %.

4) Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat (BKO).

5) Perebusan simplisia dilakukan selama 15 menit sampai mendidih (90-98 o)C

dengan api kecil disebut infus/infusa, sedang perebusan simplisia selama 30

menit sampai mendidih (90-98o)C dengan api kecil disebut dekokta.

12
6) Alat merebus simplisia tidak boleh menggunakan logam, kecuali stainless

steel. Alat merebus simplisia sebaiknya terbuat dari kaca, keramik, atau

porselen.

7) Seduhan menggunakan air mendidih yang dituangkan ke dalam simplisia,

ditutup dan didiamkan 5-10 menit.

8) Simplisia yang digunakan harus dicuci bersih sebelum diproses lebih lanjut.

9) Satuan takar dalam penggunaan ramuan obat tradisional:

a. 1 genggam setara dengan 80 g bahan segar

b. bahan kering (simplisia) setara dengan 40-60 % dari bahan segar

c. 1 ibu jari setara dengan 8 cm atau 10 g bahan segar

d. 1 cangkir setara dengan 100 mL

e. 1 gelas = 1 gelas belimbing setara dengan 200 mL

f. 1 sendok makan (sdm) setara dengan 15 mL

g. 1 sendok teh (sdt) setara dengan 5 mL

10) Penyimpanan simplisia pada tempat yang kering, sejuk (8-150 0C) dan dalam

wadah yang tertutup rapat.

11) Saringan yang digunakan terbuat dari bahan plastik/nilon, stainless steel, atau

kassa.

12) Bahan yang digunakan dalam formularium ini, bila tidak dinyatakan lain,

maka yang dimaksud adalah bahan kering (simplisia).

13) Bila keluhan belum teratasi atau muncul keluhan lain dalam penggunaan,

masyarakat harus menghentikan dan berkonsultasi ke tenaga kesehatan yang

13
memiliki pengetahuan pengobatan tradisional atau tenaga komplementer yang

memiliki kompetensi untuk itu.

14) Penggunaan ramuan obat tradisional di dalam FROTI yang bersamaan dengan

pengobatan konvensional harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh

dokter.

2.5 Analisis Kualitatif Meniran

2.5.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan metabolit primer dalam tumbuhan dan hewan.

Karbohidrat atau gula merupakan senyawa polihidroksi alifatik, bersifat optik aktif,

tidak berwarna, mudah mengalami isomerasi (baik secara enzimatis atau reaksi lain),

dan biasanya larut dalam air. Sebagaian besar kabohidrat dalam tumbuhan terdapat

dalam bentuk glikosida yang terikat dengan berbagai aglikon. Karbohidrat dapat

diidentifikasi dengan : larutan fehling, reaksi molish (sering disebut juga pereaksi

naftol), pembentukan osazon, tes resorsinol (untuk keton), tes furfural (untuk

pentosa), tes keller-killiani (untuk gula deoksi), reaksi anisaldehida, dan reaksi

enzimatis (Hanani, 2017).

2.5.2 Tanin

Tanin merupakan suatu senyawa polifenol yang tersebar luas dalam

tumbuhan, dan pada beberapa tanaman terdapat terutama dalam jaringan kayu seperti

kulit batang, dan jaringan lain, yaitu daun dan buah. Tanin berbentuk amorf yang

14
mengakibatkan terjadinya koloid dalam air, memiliki rasa sepat, dengan protein

membentuk endapan yang menghambat kerja enzim proteolitik. Identifikasi senyawa

tanin dapat dilakukan dengan reaksi warna, larutan tanin akan mengendap dengan

penambahan logam berat, alkaloid, dan gelatin (protein) (Hanani, 2017).

2.5.3 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki struktur inti

C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan dengan 3 atom C, biasanya

dengan ikatan atom O yang berupa ikatan oksigen heterosiklik. Umumnya flavonoid

ditemukan berikatan dengan gula membentuk glikosida yang menyebabkan senyawa

ini lebih mudah larut dalam pelarut polar. Identifikasi senyawa flavonoid dapat

dilakukan dengan reaksi warna menggunakan uji Shinoda, penambahan larutan besi

(III) klorida, reaksi alkali dan timbal asetat (Hanani, 2017).

2.5.4 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder mengandung unsur nitrogen

(N) biasanya pada cincin heterosiklis dan bersifat basa. Senyawa alkaloid kebanyakan

berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada yang berupa cairan. Alkaloid dalam

tumbuhan umumnya berbentuk garam, yaitu berikatan dengan asam-asam organik

yang terdapat dalam tumbuhan, dan bersifat larut dalam pelarut polar. Identifikasi

menggunakan reaksi warna, dilakukan dengan beberapa macam pereaksi alkaloid,

terhadap warna atau endapan yang timbul.

15
Pereaksi yang sering digunakan adalah pereaksi Dragendorff (larutan

iodobismutat), Mayer (larutan kalium merkuri-iodida), iodoplatinat (larutan kalium

periodat), asam fosfowolframat (Hanani, 2017).

2.5.5 Antrakuinon

Antrakuinon merupakan senyawa yang berwarna, karena memiliki gugus

kromofor. Golongan antrakuinon memiliki warna yang beragam mulai dari kuning

hingga coklat bahkan mendekati kehitaman. Identifikasi senyawa antrakuinon dapat

dilakukan dengan reaksi warna seperti senyawa kuinon ditambah dengan natrium

borohidrida, warna akan hilang, dan jika dibiarkan di udara, warna akan timbul

kembali (Hanani, 2017).

2.5.6 Terpenoid

Terpenoid merupakan kelompok senyawa kimia yang memiliki persamaan

secara biosintesis, yaitu berasal dari senyawa isoprene (C 5H8). Umumya senyawa

terpenoid diekstraksi dari simplisia tumbuhan mengunakan pelarut yang bersifat

nonpolar, sedangkan dalam bentuk glikosida kelarutannya lebih besar dalam pelarut

polar (Hanani, 2017).

2.5.7 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan yang

memiliki sifat mudah menguap, bau yang spesifik pada banyak tumbuhan, rasa yang

getir, kadang-kadang berasa tajam dan hangat. Dalam keadaan murni, minyak atsiri

diteteskan pada kertas tidak menimbulkan noda sehingga sering disebut dengan

minyak terbang (volatile oil) atau essential oil, indeks bias minyak atsiri umumnya

16
tinggi, bersifat optis aktif, tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan (misalnya udara

dan sinar matahari), tidak dapat disabunkan dan larut dalam pelarut organik.

Identifikasi minyak atsiri dilakukan dengan reaksi warna menggunakan peraksi

larutan kalium permanganat, larutan anisaldehid-asam sufat dan larutan vanillin-asam

sulfat (Hanani, 2017).

2.5.8 Saponin

Saponin adalah suatu senyawa yang memiliki bobot molekul tinggi atau

besar, tersebar dalam beberapa tumbuhan, merupakan bentuk glikosida dengan

molekul gula yang terikat dengan aglikon triterpen atau steroid. Saponin larut dalam

air, tidak larut dalam eter dan jika dihidrolisis akan menghasilkan aglikon.

Identifikasi saponin menggunakan reaksi warna dapat dilakukan dengan cara

penambahan asam asetat anhidrat dan asam sulfat (Hanani, 2017).

2.5.9 Steroid

Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti

siklopentana perhidrofenstren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin

siklopentana. Sebagian besar dari steroid mengandung gugus fungsi oksigen (O atau

OH) pada C3, mengandung gugus samping pada C17 dan banyak yang mengandung

ikatan rangkap C4-C5 atau C5-C6. Identifikasi steroid dapat dilakukan dengan cara

reaksi warna yaitu melihat lapisan kloroform yang diperoleh pada plat tetes lalu

dikeringkan. Dan dilihat dari terbentuknya warna biru pada dinding plat tetes

(Hanani, 2017).

17
2.6 Analisi Kuantitatif Meniran

2.6.1 Karbohidrat

Dalam satu ekstrak tumbuhan terdapat berbagai jenis karbohidrat, baik dalam

bentuk bebas ataupun terikat sebagai glikosida yang harus dilakukan hidrolisis

terlebih dahulu. Berikut ini beberapa cara penetapan kadar karbohidrat :

a. Spektrofotometer

Bahan uji ditotolkan pada kertas kromatografi untuk memisahkan

karbohidrat yang terdapat di dalamnya. Fase gerak yang digunakan dapat

dipilih salah satu yang digunakan pada identifikasi. Setelah dilakukan

deteksi dengan menggunakan pereaksi anilin hydrogen ftalat, bercak

berwarna yang timbul digunting, dan dilarutkan dalam methanol yang

mengandung SnCl2 1%. Serapan diukur pada panjang gelombang yang

sesuai ; untuk glukosa pada 397 nm dan ramnosa pada 375 nm.

b. Kromatografi gas-cair (KGC)

Penentuan kadar karbohidrat menggunakan KGC dilakukan seperti cara

pada identifikasi.

c. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Penggunaan KCKT untuk penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan

membuat turunannya atau melalui pemisahan prakolom sehingga terikat pda

fase diam, kemudian dielusi dengan campuran asetonitril air dalam berbagai

perbandingan. Cara lainnya dengan menggunakan prakolom penukar ion

(Hanani, 2015)

18
2.6.2 Alkaloid

Secara umum penetapan kadar alkaloid dapat ditentukan dengan gravimetri

(meskipun cara ini sudah jarang gunakan), titrimetri, spektrometri, dan kromatografi

cair kinerja tinggi. Alkaloid yang bersifat basa cukup kuat dapat ditentukan dengan

titrasi asam basa, sedangkan yang bersifat basa lemah lebih baik ditentukan secara

titrasi bebas air (Hanani, 2015).

2.6.3 Fenol

Penetapan kadar fenol dalam simplisia umumnya ditentukan menggunakan

pereaksi Folin Ciocalteu yang menghasilkan kadar fenol total. Sebagai pembanding

dapat digunakan asam galat sehingga kadar fenol total dinyatakan setara dengan asam

galat. Absorbs diukur pada panjang gelombang 760 nm. Metode lain dapat dilakukan

dengan pembentukan senyawa kompleks dengan natrium nitrit, natrium molibdat

yang memiliki absorbs maksimum pada panjang gelombang 505 nm (Hanani, 2015)

2.6.4 Tanin

Pada analisi kuantitatif harus diperhatikan adanya senyawa fenol lain yang

dapat mengganggu penetapan kadar tannin. Cara titrimetri dapat digunakan untuk

menentukan kadar tannin total dalam simplisia, serta cara lain dengan menggunakan

spektrofotometer. Ekstrak dilakukan dengan methanol, etanol , air atau campuran dari

keduanya. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai cara penetapan kadar tanin :

19
a. Kadar setara asam tanat

Darah segar manusia (setelah diencerkan) ditambah kedalam larutan tanin,

kemudian disentrifugasi untuk memisahkan endapan tanin-protein.

Kelebihan hemoglobin ditentukan kadarnya dengan mengukur serapan pada

panjang gelombang 578 nm. Asam tanat digunakan sebagai pembanding.

b. Kadar elagitanin

Pengukuran warna biru yang terjadi (setelah 15 menit) pada penambahan

larutan asam nitrit kedalam larutan tanin. Pengukuran dilakukan dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.

c. Kadar proantusianidin (tanin terkondensasi)

Warna yang terbentuk pada penambahan asam klorida pekat diekstraksi

menggunakan butanol. Pemanasan dengan asam akan membebaskan bentuk

monumernya, yaitu antosianidin atau sianidin. Serapan diukur pada panjang

gelombang 545 nm untuk sianidin. Apabila monomer yang dihasilkan

sianidin dan delfinidin, pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang

560 nm untuk delfinidin.

d. Dihitung sebagai katekin

Ekstrak air tanin 10 ml dimasukan dalam labu ukur 100 ml, lalu volume di

cukupkan hingga tanda batas. Larutan dipipet 1 ml, selanjutnya dimasukkan

kedalam labu ukur 25 ml, kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi 10%

vanillin dalam asam, 95% etanol, dan 1 ml asam klorida pekat, lalu

dihangatkan dalam penangas air. Selanjutnya, larutan ditambahkan etanol

20
95% hingga tanda batas. Serapan diukur pada panjang gelombang 530 nm,

dengan pembanding katekin.

e. Kadar fenol total

Penetapan kadar ini dibuat dengan berbagai konsentrasi dari ekstrak yang

mengandung tanin, lalu ditambahkan pereaksi Folin Ciocalteu, larutan

Na2CO3 jenuh. Biarkan reaksi berlangsung selama 25-30 menit dan serapan

diukur pada panjang gelombang 660 nm. Larutan asam tanat (asam galat)

dalam akuades digunakan sebagai pembanding.

f. Gravimetri

Teknik ini dilakukan dengan penambahan serbuk kulit (sapi) kedalam

ekstrak tanin, lalu setelah mengendap sempurna, disaring. Filtrat

dikeringkan hingga bobot tetap. Kelarutan serbuk kulit ditentukan dengan

cara mencampurnya dengan air, kemudian disaring hingga bobot tetap.

Kadar tanin diketahui dengan menghitung bobot filtrat sebelum dan sesudah

diberi serbuk kulit, dengan koreksi blanko, dibagi berat simplisia.

g. Titrimetri

Penentuan kadar tanin dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana,

yaitu cara titrasi terhadap sari air tanin menggunakan larutan KMnO4 dan

indikator larutan indigosulfonat, dengan perubahan warna dari biru menjadi

kuning terang (Hanani, 2015).

21
2.6.5 Flavonoid

Penetapan kadar flavonoid total menggunakan spektrofotometer dengan

pereaksi larutan aluminium klorida. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara

serbuk simplisia ditimbang seksama 200 mg atau ekstrak yang setara dengan 200 mg

serbuk simplisia, lalu dimasukkan kedalam labu alas bulat. Sebanyak 1 ml larutan

heksametilentetramin 0,5% b/v (HMT), 29 ml aseton dan 2 ml asam klorida P

ditambahkan, kemudian direfluks selama 30 menit, lalu saring dan filtrat dicampur

dalam labu ukur. Volume dicukupkan dengan aseton hingga tanda batas. Sebanyak 20

ml larutan dipipet dan dimasukkan kedalam corong pisah, ditambah 20 ml air dan di

ekstraksi 3 kali masing-masing menggunakan 15 ml etil asetat. Larutan etil asetat

dimasukkan dalam labu ukur 50 ml, lalu dicelupkan hingga tanda batas dengan etil

asetat P. larutan diebut sebagai larutan uji, dan buat larutan uji dengan larutan

aluminium klorida. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer (Hanani, 2017).

2.6.6. Minyak Atsiri

Kadar minyak atsiri dalam suatu simplisia ditetapkan dengan menggunakan alat

destilasi yang memang diperuntukkan sebagai alat penetapan kadar minyak atrsiri,

terdiri dari labu bulat, kolom pendingin dan buret. Simplisia (yang diperkirakan

mengandung 0,3 ml minyak atsiri) ditempatkan dalam labu bulat yang diisi dengan

larutan penyuling hingga sekitar setengah bagian labu. Bagian buret sisi penuh

dengan air, dan penyulingan dilakukan pada suhu hingga 250 0C. Setelah penyulingan

22
selesai, alat dibiarkan dingin (sekitar 15 menit) dan volume minyak atsiri dapat

dibaca pada buret. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengisi bagian buret dengan

0,2 ml xilen P. volume minyak atsiri dihitung dengan mengurangkan volume yang

dibaca dengan volume xilen. Kadar minyak atsiri yang diperoleh dinyatakan dalam %

b/v (Hanani, 2015).

2.6.7. Saponin

Serbuk simplisia 2 g ditimbang seksama, disaring beberapa kali dengan etanol

95% hingga penyaringan sempurna. Semua filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 50

ml, kertas saring dibilas dengan etanol 95%. Larutan dipipet 2 ml dimasukkan

kedalam labu ukur 10 ml, lalu ditambahkan etanol 95% hingga tanda batas. Larutan

ditotolkan pada lempeng KLT. Larutan standar abrusosida dibuat dengan 4 macam

konsentrasi berbeda, ditotolkan pada lempeng KLT, kemudian dielusi dengan fase

gerak toluen-etilasetat-etanol (7:3:1). Bercak yang timbul diukur dengan densitometer

pada panjang gelombang 318 nm. Luas area yang diperoleh pada pengukuran larutan

uji dibandingkan dengan kurva baku standar sehingga diperoleh kadar abrusosida

total, dinyatakan dalam % (Hanani, 2015).

2.6.8 Terpenoid

Penetapan kadar terpenoid dapat dilakukan dengan spektrofotometri dengan

cara membuat larutan uji dari ekstrak dan blanko. Lalu diukur absorbannya pada

panjang gelombang yang sesuai. Penentuan spektrum pada panjang gelombang

23
maksimum dapat dilakukan dengan mengetahui pembuatan spektrum serapan.

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan standar yang

dipakai dalam beberapa konsentrasi bertingkat. ( Hanani, 2017).

2.6.9 Steroid

Penetapan kadar steroid dapat dilakukan dengan spektrofotometri dengan cara

membuat larutan uji dari ekstrak dan larutan blanko. Lalu diukur absorbannya pada

panjang gelombang yang sesuai. Penentuan spektrum pada panjang gelombang

maksimum dapat dilakukan dengan mengetahui pembuatan spektrum serapan.

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan standar yang

dipakai dalam beberapa konsentrasi bertingkat (Hanani, 2017).

24

Anda mungkin juga menyukai