Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PARAMETER NON SPESIFIK

Uji Mikroskopis

Disusun Oleh :

Muhamad ali zainal abidin (19012038 )

Muhamad fian kurnia (19012044)

Dosen : Lilik sulastri, M.Farm

Tanggal praktikum :

Tempat : Laboratorium STTIF

PRGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSRIDAN FARMASI

BOGOR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman
atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji
seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika. Farmakognosi juga sebagai
bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti
yang diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum
Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan organoleptis
yang seharusnya juga mencakup indentifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang
terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa.

Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan dan
mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan sistematikanya, maka diperoleh bahan
alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah,
diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau yang disebut dengan
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan berkhasiat obat merupakan warisan nenek


moyang sejak dahulu kala. Tumbuhan obat digunakan dalam kurun waktu yang cukup lama
hampir di seluruh dunia. Di Indonesia obat tradisional yang berasal dari tumbuhan berupa
simplisia dan jamu yang dimanfaatkan sebagai obat untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.
Praktikum ini dilakukan untuk mengamati struktur dari tumbuhan berkhasiat obat secara
mikroskopik sebagai salah satu parameter pengujian mutu simplisia yang harus dipenuhi.
Dalam rangka pengawasan mutu tersebut pemeriksaan mikroskopik berguna sebagai alat
identifikasi untuk memastikan kebenaran keberadaan simplisia yang terdapat dalam suatu
sediian obat.
1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara mengidentifikasi simplisia Daun
Lamtoro secara mikroskopik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

(Wijayakusuma, 1996)

Lamtoro berasal dari Amerika tropis, tersebar di daerah tropik dan ditemukan pada ketinggian
antara 1-1.500 m dpl. Lamtoro akan berbuah lebih baik jika terkena langsung dengan sinar
matahari. Tanaman ini dapat tumbuh di segala macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung
yang pekat dan tergenang air (Arisandi, 2006).

2.1.1 Morfologi tumbuhan lamtoro

Lamtoro merupakan perdu ataupun pohon kecil dengan tinggi 2-10 m, memiliki batang pohon
keras dan berukuran tidak besar serta batang bulat silindris dan bagian ujung berambut rapat.
Daun majemuk terurai dalam tangkai, menyirip genap ganda dua sempurna, anak daun kecil-
kecil terdiri dari 5-20 pasang, bentuknya lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 6-21 mm dan
lebar 2-5 mm. Bunga majemuk terangkai dalam karangan berbentuk bongkol yang bertangkai
panjang dan berwarna putih kekuningan atau sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip buah
petai ( parkia speciosa ) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis,
termasuk buah polong yang berisi biji – biji kecil dengan jumlah cukup banyak, pipih, dan tipis
bertangkai pendek, Panjang 10-18 cm, lebar 2 cm dan diantara biji ada sekat. Biji terdiri dari
15-30 butir, letak melintang, bentuk bulat telur sungsang, Panjang 8 mm, lebar 5 mm, berwarna
coklat kehijauan atau coklat tua dan licin mengki
Lamtoro dipakai untuk pupuk hijau dan sering ditanam sebagai tanaman pagar sedangkan daun
muda, tunas bunga, dan polong bisa dimakan sebagai lalap mentah ataupun dimasak terlebih
dahulu. Perbanyakan selain dengan penyebaran biji yang sudah tua juga dapat dilakukan
dengan cara stek batang (Dalimarta, 2000 ).

2.1.2 Sistematika tumbuhan lamtoro

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Leucaena

Spesies : Leucaena leucocephala L.

Nama umum tumbuhan adalah lamtoro. Tumbuhan ini dikenal masyarakat Indonesia dengan
nama daerah yaitu: pete cina, pete selong (Sumatera), pete selong ( Sunda), lamtoro, peutey,
selamtara, pelending, kamalandingan(Jawa), (Madura) kalandingan. Sinonim Leucaena
leucocephala L. adalah Leucaena glauca L. ( Lmk ) De Wit. Nama asing lamtoro Yin he huan
(C), Wild tamarind (L) dan nama simplisia lamtoro adalah semen leucaenae leucocephalae

2.1.3 Manfaat tumbuhan lamtoro (L. leucocephala L.)

Biji, daun, dan seluruh bagian tanaman dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit.
Diantaranya adalah diabetes melitus, cacingan, bisul, meningkatkan gairah seks, luka baru dan
bengkak, tlusuban, susah tidur.
2.1.4 Efek farmakologis dan hasil penelitian

Dapat menyembuhkan diabetes, susah tidur, radang ginjal, disentri, meningkatkan gairah
seksualitas, cacingan, peluruh haid, herpes zoster, luka terpukul, bisul, eksim, patah tulang,
tertusuk kayu, bambu dan pembengkakan. Pada penelitian lain menyebutkan efek farmakologis
dari tanamanan lamtoro yaitu sebagai antiinflamasi, antelmentik, antioksidan .
2.1.5 Kandungan zat aktif

Pada penelitian Chahyono et al , 2012 menyebutkan kandungan zat aktiv biji lamtoro meliputi
alkaloid, saponin, flavonoid, mimiosin, leukanin, protein, lemak, kalsium, phosphor, zat besi,
vitamin A dan B. Sedangkan menurut analisis kimia kandungan gizi dari biji lamtoro

(Leucaceae leucocephala L.) yang sudah tua memiliki kandungan:

Table 1. Kandungan zat gizi dalam biji Lamtoro yang sudah tua dalam 100 gr menurut
Thomas cit, Endang(2012)

Unsur Kimia Jumlah


Energi(Kal) 148
Protein(g) 10.6
Lemak(g) 0.5
Hidrat arang(g) 26.2
Kalsium(mg) 155
Fosfor(mg) 59
Besi(mg) 2.2
Vit A(SI) 416
VIT B1(mg) 0.23
Vit C(mg) 20

Pada proses perbaikan jaringan atau penyembuhan luka akibat luka akan mengalami fase
inflamasi, poliferativ, dan remodeling, pada proses ini, pada Tabel 1 dilihatkan terdapat
kandungan biji lamtoro yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka dengan cara
sebagai berikut :

a. Protein : Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan proliferasi fibroblast,


neoangiogenesis, sintesis kolagen dan remondeling pada luka dikarenakan
karena adanya kekurangan protein. Selain itu juga mempengaruhi mekanisme
kekebalan, fungsi leukosit seperti pagositosis.
b. Karbohidrat dibutuhkan untuk suplai energi selular.
c. Vitamin A : vitamin A diperlukan untuk sintesis kolagen dan epitelisasi pada
proses penyembuhan luka.
d. Vitamin C : vitamin C berguna untuk sintesis kolagen dan meningkatkan
resistensi terhadap infeksi.
e. Vitamin K : vitamin K untuk sintesis protombin dan beberapa factor pembekuan
darah yang diperlukan untuk mencegah pendarahan yang berlebihan pada luka.
f. Zat Besi : zat besi berguna untuk sintesis kolagen , sintesis hemoglobin dan
mencegah iskemik pada jaringan(Suriadi, 2004).

Selain memiliki zat gizi, biji lamtoro memiliki zat anti gizi yaitu tanin. Menurut Robinson
(1995) Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol
kompleks. Tanin tersebar dalam setiap tanaman yang berbatang. Tanin berada dalam jumlah
tertentu, biasanya berada pada bagian yang spesifik tanaman seperti daun, buah, akar dan
batang. Tanin merupakan senyawa kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang
sukar untuk dipisahkan karena tidak dalam bentuk kristal (Robert,1997).

Tanin merupakan kandungan tumbuhan yang bersifat fenol dan mempunyai rasa sepat. Tanin
biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam organik
yang polar. Tanin memiliki kemampuan sebagai antimikroba serta dapat meningkatkan
epitelialisasi pasca proses penyembuhan luka. Tanin juga mempunyai aktivitas antioksidan
menghambat pertumbuhan tumor dan enzim (Harborne, 1987). Teori lain menyebutkan bahwa
tanin mempunyai daya antiseptik yaitu mencegah kerusakan yang disebabkan bakteri atau
jamur berfungsi sebagai astringen yang dapat menyebabkan penutupan pori-pori kulit,
menghentikan pendarahan yang ringan (Anief, 1997).
BAB III

METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

• Mikroskop
• Pipet
• Kaca objek dan penutup

3.1.2 Bahan

• Pelarut : air dan kloralhidrat


• Daun lamtoro (Leucaena leucocephala)

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Ambil sedikit sampel di masukkan ke kaca objek
3.2.2 Tambahkan aquadest 1 tetes , ratakan
3.2.3 Cek dibawah mikroskop, ada stomata, jaringan pengangkut,
sklerenkim, dan Kristal oksalat
3.2.4 Bandingkan dengan pustaka
3.2.5 Lakukan pada sampel simplisia daun lamtoro
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

NO GAMBAR KETERANGAN
1. Sklerenkim Daun Lamtoro

2. Sklerenkim Farmakope
Herbal
3. Kristal Kalsium Oksalat

4. Berkas pengangkut

5. Berkas pengangkut
Farmakope herbal

6. Kristal Kalsium Oksalat


Farmakope herbal
4.2 Pembahasan

Pada Uji Mikroskopik daun lamtoro (Leucaena leucocephala) teradapat Jaringan sklerenkim
terdiri atas sel-sel yang bersifat mati dan seluruh bagian dinding selnya mengalami penebalan.
Letaknya adalah di bagian korteks, perisikel, serta di antara xilem dan floem. Terdapat juga
Kristal Kalsium oksalat merupakan salah satu bahan ergastik di dalam sel bersifat padat dan
tidak larut karena berikatan kovalen sehingga mengendap berbentuk Kristal di dalam jaringan
tumbuhan. Kristal ini terbentuk sebagai hasil akhir metabolisme di dalam jaringan tumbuhan.
Lalu terdapat Berkas Pengangkut, jaringan ini tersusun atas xylem dan floem. Berkas
pengangkut banyak terdapat pada tulang daun dan urat daun. Fungsi jaringan pengangkut pada
daun adalah untuk mengangkut air serta zat hara dari tanah dan menyebarkan hasil fotosintesis.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada Uji mikroskopik daun lamtoro terdapat sklerenkim, berkas


pengangkut yaitu xylem dan floem, dan kristal kalsium oksalat. Identifikasi tersebut sesuai
yang terdapat pada Farmakope Herbal Indonesia. Pada serbuk berwarna kecoklatan fragmen
pengenal adalah lapisan palisade berbentuk silindrik, panjang dinding tebal terlihat ada garis
terang lapisan sel berbentuk piala.

5.2 Saran

Saran dari percobaan ini yaitu agar alat – alat laboratorium dilengkapi, terutama mikroskop
lebih diperbanyak lagi berhubung banyak kelompok yang ingin menggunakan mikroskop
sehingga proses pengamatan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Juga diharapkan
praktikan lebih menguasai penggunaan mikroskop sehingga penggamatan dapat dilakukan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.istn.ac.id/1663/1/MODUL%20PRAKT%20FARMAKOGNOSI.pdf

Pudjoarinto A. 1986. Sitematika tumbuhan. Laboratorium taksonomi tumbuhan. Fakultas


Biologi UGM Yogykarta

Sutrian, Y. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuhan. Jakarta. PT Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai