Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN STRATEGINYA

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan


&Pengorganisasian Masyarakat)Kelas E (jumat, 08:50-11:30 Ruang Kuliah 02)

Dosen Pengampu :
Iken Nafikadini, S.Km.,M.Kes

Oleh:
Kelompok 3 & 4

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Jember
2019
Nama Anggota :

Nabila CN 162110101008
Galuh Laraswati 162110101034
Lenny Mar’atus S 162110101050
Siti Qodriyatul M 162110101051
Nia Andriana 162110101072
Nanda Kristina S 162110101073
Yasmine Putri 162110101103
Dewi Nur Mayasari 162110101110
Nur Afni Fitria Devi 162110101134
Bella Anggriani 162110101146
Firdausi Khoiroh Ummah 162110101149
Firda Safira Indriyani 162110101153
Dima Arta Rini 162110101176
Brima Sahwa Sukma S 162110101171
Bella Avista Nadia 162110101230
Fikri Maulana Pradipta 162110101241
Zahra Layli R 162110101245
Dea Agnar Pradita 172110101118
Luthfan Ghali W 172110101193
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “pemberdayaan masyarakat dan strateginya”
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, Tuhan semesta alam.
2. Ibu Iken Nafikadini, S.Km.,M.Kes, M.kes selaku dosen pengampu mata
kuliah Penentuan Status Gizi Kelas E Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
3. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas segala
bantuannya dalam bentuk apa pun.
Penulis menyadari bahwa hasil makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dari pembaca yang bertujuan untuk
menyempurnakan sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Jember, 24 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyrakat....................................................... 3
2.2 Sistem Pemberdayaan ............................................................................... 5
2.3 Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan ...................................... 5
A. Pos Pelayanan terpadu .............................................................................. 5
B. Pondok bersalin desa ................................................................................ 6
C. Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD) .......................... 7
D. Dana Sehat ................................................................................................ 7
E. Lembaga swadaya Masyrakat .................................................................. 8
F. Upaya Kesehatan Tradisional ................................................................... 8
G. Pos Gizi (Pos Timbangan) ....................................................................... 8
H. Pos KB Desa (RW) .................................................................................. 9
I. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) ..................................................... 9
J. Saka Bhakti Husada (SBH) ...................................................................... 9
K. Pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK) ................................................... 9
L. Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair) ....................................... 9
M. Karang Taruna Husada ........................................................................... 10
N. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu ................................... 10
2.4 Sasaran Pemberdayaan Masyarakat ............................................................ 10
2.5 Peran Fasilitator ........................................................................................... 12
2.6 Strategi Pemberdayaan ................................................................................ 13
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15
3.2 Saran ....................................................................................................... 15

ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
STUDI KASUS ..................................................................................................... 17

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat yang karena ketidak mampuannya, baik karena faktor internal
maupun eksternal. Pemberdayaan diharapkan mampu mengubah tatanan hidup
masyarakat kearah yang lebih baik, sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia
untuk mewujudkan masyarakat yang adil, demokratis, sejahtera dan maju.

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan sasaran utama


dari promosi kesehatan. Masyarakat atau komunitas merupakan salah satu dari
strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga
pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat
sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka.

Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,


menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan
bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor
kehidupan (Sutoro Eko, 2002). Konsep pemberdayaan dapat dipahami juga
dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks
menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek
penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak
luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau
partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara
mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan
publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya)
kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut

1
menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk


menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Memampukan masyarakat, dari, oleh, dan untuk
masyarakat itu sendiri.

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan


memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan /
kesenjangan / ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator
pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi / layak. Kebutuhan dasar
itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan
transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah,
sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal
ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-
pasar lokal/tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan
perdagangan internasional. Dengan perkataan lain masalah keterbelakangan
menyangkut struktural (kebijakan) dan kultural (Sunyoto Usman, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sistem pemberdayaan dan strategisnya ?
1.2.2 Bagaimana pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan ?
1.2.3 Siapa saja sasaran dari pemberdayaan masyarakat ?
1.2.4 Apa saja peran fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat ?
1.2.5 Bagaimana strategis pemberdayaan masyarakat ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sistem pemberdayaan dan strategisnya
1.3.2 Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
1.3.3 Untuk mengetahui sasaran dari pemberdayaan masyarakat
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja peran fasilitator dalam pemberdayaan
masyarakat

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyrakat


Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti
kekuatan atau kemampuan. Dari pengertian tersebut maka pemberdayaan dapat
dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/
kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.
Pemberdayaan masyarakat memiliki makna membangkitkan sumber daya,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dalam menentukan masa depan mereka. Konsep utama yang terkandung dalam
pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat
untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya. Pemberdayaan
masyarakat memberikan tekanan pada otonom pengambilan keputusan dari suatu
kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus
pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada tahap
ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota
masyarakat beserta pranata-pranatanya.
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan
masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek. Konteks
pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat
dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan.
Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya
(power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya proses
ini melihat pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi
subyek.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu
dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut perlu
ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang mandiri.
Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami masyarakat
yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan
sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi dengan mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan
3
kognitif, konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh
lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan demikian untuk menuju mandiri perlu
dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi
kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat
fisik- material.
Pemberdayan masyarakat hendaklah mengarah pada pada pembentukan kognitif
masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan
berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat
dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif
merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada
perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi
afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat
diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan
psikomotorik merupakan kecakapan ketrampilan yang dimiliki masyarakat sebagai
upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan.
Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan
psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian
masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan demikian dalam masyarakat akan
terjadi kecukupan wawasan yang dilengkapi dengan kecakapan ketrampilan yang
memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan
kebutuhannya tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah
proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan memperoleh
kemampuan/ daya dari waktu kewaktu, dengan demikian akan terakumulasi
kemampuan yang memadai untuk mengantarkan kemandirian mereka, apa yang
diharapkan dari pemberdayaan yang merupakan visualisasi dari pembangunan sosial
ini diharapkan dapat mewujudkan komunitas yang baik dan masyarakat yang ideal.
Selain itu, tujuan pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya
kelompok lemah yang tidak berdaya, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi
mereka sendiri) maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur
sosial yang tidak adil). Guna memahami tentang pemberdayaan perlu diketahui konsep
mengenai kelompok lemah dengan ketidakberdayaan yang dialaminya. Beberapa
kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya
meliputi:
1. Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender maupun etnis.
4
2. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang
cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.
3. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi
dan atau keluarga.

2.2 Sistem Pemberdayaan

Sistem pemberdayaan masyarakat adalah pengelolaan penyelenggaraan berbagai


upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara terencana,
terpadu, dan berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Pemberdayaan masyarakat mencakup pengembangan komunitas;
pengembangan partisipasi dan pembentukan kapasitas pemberdayaan untuk
mewujudkan status kesehatan yang optimal yang bertujuan untuk pengelolaan kontrol
dan alokasi sumber daya yang tersedia dalam interaksi “partisipasi” individu dan
komunitas.

Tujuan sistem pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan


masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat
menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan. Selain
itu pemberdayaan masyarakat juga mampu meningkatkan akses masyarakat ke
pelayanan kesehatan; mendorong ketepatan dalam perilaku pencarian pelayanan
kesehatan dan meningkatkan resilien bagi pasien secara berkelanjutan.

Unsur-unsur subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari: penggerak


pemberdayaan; sasaran pemberdayaan; kegiatan hidup sehat; dan sumber daya.
Prinsip-prinsip subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari: berbasis masyarakat;
edukatif dan kemandirian; kesempatan mengemukakan pendapat dan memilih
pelayanan kesehatan; dan kemitraan dan gotong royong. Penyelenggaraan subsistem
pemberdayaan masyarakat terdiri dari: penggerakan masyarakat; pengorganisasian
dalam pemberdayaan; advokasi; kemitraan; dan peningkatan sumber daya dengan
mengutamakan peran promotif dan preventif.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan


A. Pos Pelayanan terpadu

5
Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini. Gerakan
posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak tahun 1982. Saat ini
telah populer di lingkungan desa dan RW diseluruh Indonesia. Posyandu meliputi lima
program prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi, dan pennaggulangan diare yang terbukti
mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah
satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan
masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde
baru karena terbukti ampuh mendeteksi permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai
daerah. Permasalahn gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah
kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindarkan jika
posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.

Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:
1. Meja 1 : pendaftaran
2. Meja 2 : penimbangan
3. Meja 3 : pengisian kartu menuju sehat
4. Meja 4 : penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vitamin A dan tablet besi
5. Meja 5: pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.
Salah satu penyebab menurunnya jumlah posyandu adalah tidak sedikit jumlah
posyandu diberbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi
B. Pondok Bersalin Desa
Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta masyarakat
dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan kesehatan ibu serta
kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa antara lain melakukan
pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita),
memberikan imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu
dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada kader dan mayarakat.
Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA, yaitu
kesenjangan geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan
kesenjangan sosial budaya. Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu
mengatasi kesenjangan geografis, sementara kontak setiap saat dengan penduduk
setempat diharapkan mampu mengurangi kesenjangan informasi. Polindes
dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan dukun bayi, sehingga tidak

6
menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif pemeriksaan ibu, anak, dan
melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD diharapkan mamou
mengurangi kesenjangan ekonomi.
C. Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)
Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam
pengobatan sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada masyarakat
setempat (penyakit rakyat/penyakit endemik). Di lapangan POD dapat berdiri sendiri
atau menjadi salah satu kegiatan dari UKBM yang ada. Gambaran situasi POD mirip
dengan posyandu dimana bentuk pelayanan menyediakan obat bebas dan obat khusus
untuk keperluan berbagai program kesehatan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD antara lain :
1. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya
2. POD yang diintegrasikan dengan dana sehat
3. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu
4. POD yang dikaitkan dengan pokdes/polindes
5. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan di beberapa pondok
pesantren
D. Dana Sehat
Dana telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota. Dalam
implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain sebagai
berikut :
1. Dana sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada
kabupaten dan telah mencakup 12.366 sekolah.
2. Dana sehat pola pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD)
dilaksanakan pada 96 kabupaten.
3. Dana sehat pola pondok pesantren, dilaksanakan pada 39 kabupaten/kota
4. Dana sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23
kabupaten, terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
5. Dana sehat yang dikembangkan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dilaksanakan pada 11 kabupaten/kota.
6. Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang)
Seharusnya dana kesehatan merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi anggota masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti
askes, jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi
7
sebagai wahana memandirikan masyarakat, yang pada gilirannya mampu
melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena itu, dana sehat harus
dikembangkan keseluruh wilayah, kelompok sehingga semua penduduk terliput oleh
dana sehat atau bentuk JPKM lainnya
E. Lembaga Swadaya Masyrakat
Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun
sampai sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan hanya 105
organisasi LSM. Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat digolongkan menjadi
LSM yang aktivitasnya seluruhnya kesehatan dan LSM khusus antara kain organisasi
profesi kesehatan, organisasi swadaya internasional.Dalam hal ini kebijaksanaan
yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua tingkatan.
2. Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi
kemasyarakatan.
3. Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada
organisasi kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan
dengan kemampuan sendiri.
4. Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan kesehatan.
5. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk berkiprah
dalam bidang kesehatan.
F. Upaya Kesehatan Tradisional
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau ladang
yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat. Dikaitkan dengan
peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidnag
peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat
tradisional. Fungsi utama dari TOGA adalah menghasilkan tanaman yang dapat
dipergunakan antara lain untuk menjaga meningkatkan kesehatan dan mengobati
gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan. Selain itu, TOGA juga
berfungsi ganda mengingat dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat,
upaya pelestarian alam dan memperindah tanam dan pemandangan.
G. Pos Gizi (Pos Timbangan)
Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat termasuk
kebutuhan pangan. Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi masyarakat yang
selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran kegiatan yakni bayi
8
berumur 6-11 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 12-23 bulan
terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 24-59 bulan terutama mereka dari
keluarga miskin, dan seluruh ibu hamil dan ibu nifas terutama yang menderita kurang
gizi.
Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah diberikan
PMT anak masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka, makanan
tambahan terus dilanjutkan sampai anak pulih dan segera diperiksakan ke puskesmas
(dirujuk)
H. Pos KB Desa (RW)
Sejak periode sebelum reformasi upaya keluarga berencana telah berkembang
secara rasional hingga ketingkat pedesaan. Sejak itu untuk menjamin kelancaran
program berupa peningkatan jumlah akseptor baru dan akseptor aktif, ditingkat desa
telah dikembangkan Pos KB Desa (PKBD) yang biasanya dijalankan oleh kader KB
atau petugas KB ditingkat kecamatan.
I. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos Obat Desa
namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat disekitar
pesantren yang seperti diketahui cukup menjamur di lingkungan perkotaan maupun
pedesaan
J. Saka Bhakti Husada (SBH)
SBH adalah wadah pengembangan minat, pengetahuan dna keterampilan dibidnag
kesehatan bagi generasi muda khususnya anggota Gerakan Pramuka untuk
membaktikan dirinya kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Sasarannya adalah peserta didik antara lain: Pramuka penegak, penggalang berusia
14-15 tahun dengan syarat khusus memiliki minat terhadap kesehatan. Dan anggota
dewasa, yakni Pamong Saka, Instruktur Saka serta Pemimpin Saka.
K. Pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK)
Pos UKK adalah wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja
yang diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan usaha
yang sama dalam meningkatkan produktivitas kerja. Kegiatannya antara lain
memberikan pelayanan kesehatan dasar, serta menjalin kemitraan
L. Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair)
Pokmair adalah sekelompok masyarakat yang peduli terhadap kesehatan
lingkungan terutama dalam penggunaan air bersih serta pengelolaan sampah dan
9
limbah rumah tangga melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan
melibatkan seluruh warga.
M. Karang Taruna Husada
Karang tarurna husada dalam wadah kegiatan remaja dan pemuda di tingkat RW
yang besar perannya pada pembinaan remaja dan pemuda dalam menyalurkan
aspirasi dan kreasinya. Dimasyarakat karang taruna banyak perannya pada kegiatan-
kegiatan sosial yang mampu mendorong dinamika masyarakat dalam pembangunan
lingkungan dan masyarakatnya termasuk pula dalam pembangunan kesehatan. Pada
pelaksanaan kegiatan posyandu, gerakan kebersihan lingkungan, gotong-royong
pembasmian sarang nyamuk dan lain-lainnya potensi karang taruna ini snagat besar.
N. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan pemerintah terdepan yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat. Sejalan dengan upaya pemerataan pelayanan
kesehatan di wilayah terpencil dan sukar dijangkau telah dikembangkan pelayanan
puskesmas dna puskesmas pembantu dalam kaitan ini dipandang selaku tempat
rujukan bagi jenis pelayanan dibawahnya yakni berbagai jenis UKBM sebagaimana
tertera di atas.

2.4 Sasaran Pemberdayaan Masyarakat


Dalam pemberdayaan masyarakat selalu diperlukan adanya kelompok sasaran
atau obyek pemberdayaan masyarakat. Mardikanto (1996) dalam Waryana (2016)
telah mengganti istilah “sasaran penyuluhan” menjadi penerima manfaat. Maksud
dari penerima manfaat tersebut yaitu :

1. Berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran”, masyarakat sebagai penerima


manfaat memiliki kedudukan yang setara dengan penentu kebijakan, fasilitator
dan pemangku kepentingan pembangunan yang lain.
2. Penerima manfaat bukanlah objek atau “sasaran tembak” yang layak dipandang
rendah oleh penentu kebijakan dan para fasilitator, melainkan ditempatkan pada
posisi terhormat yang perlu dilayani atau difasilitasi sebagai rekan sekerja dalam
mensukseskan pembangunan.
3. Selain harus menerima/mengikuti setiap materi yang disampaikan, penerima
manfaat memiliki posisi tawar yang harus dihargai untuk menerima atau menolak
inovasi yang disampaikan fasilitatornya.

10
4. Penerima manfaat tidak berada dalam posisi di bawah penentu kebijakan dan para
fasilitator melainkan dalam kedudukan setara dan bahkan sering justru lebih
tinggi kedudukannya, dalam arti memiliki kebebasan untuk mengikuti ataupun
menolak inovasi yang disampaikan oleh penyuluhnya.
5. Proses belajar yang berlangsung antara penyuluh dan penerima manfaat bukan
bersifat vertical (penyuluh menggurui penerima manfaat), melainkan proses
belajar bersama yang partisipatif.

Berdasarkan pengalaman yang telah ada, kelambanan pemberdayaan masyarakat


seringkali tidak disebabkan oleh perilaku kelompok, tetapi justru lebih banyak
ditentukan oleh perilaku, kebijakan dan komitmen “lapis atas”untuk benar-benar
membantu melayani masyarakat, agar mereka lebih sejahtera. Penerima manfaat
pemberdayaan masyarakat dapat dibedakan dalam :

1. Pelaku utama, yang terdiri dari warga masyarakat dan keluarganya. Selain
sebagai pelaku utama pembangunan, masyarakat dan keluarganya juga merupakan
pengelola kegiatan yang berperan dalam memobilisasi dan memanfaatkan
sumberdaya demi tercapainya peningkatan dan perbaikan mutu produksi serta
perlindungan dan pelestarian sumber daya alam berikut lingkungan hidup yang
lain.
2. Penentu kebijakan, yang terdiri dari aparat birokrasi pemerintah sebagai
perencana, pelaksana, dan pengendali kebijakan pembangunan. Termasuk
masyarakat desa yang secara aktif dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan
implementasi kebijakan pembangunan.
3. Pemangku kepentingan yang lain, yang mendukung/memperlancar kegiatan
pembangunan kesehatan. Termasuk dalam kelompok ini adalah peneliti atau
akademisi, produsen sarana produksi dan peralatan/mesin-mesin, pelaku bisnis
sarana produksi dan peralatan/mesin, pers (media masa dan pusat informasi),
Aktivis LSM, budayawan, artis, dll.

Selain keragamannya, karakteristik kelompok penerima manfaat perlu mendapat


perhatian kaitannya dengan pemilihan dan penetapan materi, metode, waktu, tempat,
dan perlengkapan penyuluhan yang diperlukan. Beberapa karakteristik penerima
manfaat yang perlu dicermati yaitu :

1. Karakteristik pribadi (jenis kelamin, umur, agama, suku/etnis, dll).


11
2. Status social ekonomi (tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
keterlibatannya dalam kelompok/organisasi kemasyarakatan).
3. Perilaku keinovatifan, sebagaimana yang dikelompokkan oleh Rogers (1971)
yang terdiri dari : perintis (inovator), pelopor (early adopter), penganut dini (early
majority), penganut lambat (late majority), dan kelompok yang tidak bersedia
berubah (laggards).
4. Moral ekonomi masyarakat (moral subsistensi dan moral rasionalitas).

2.5 Peran Fasilitator


Dalam upaya mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
diperlukan peran fasilitator, di mana fasilitator bertanggunga jawab dalam
mengkomunikasikan inovasi di bidang kesehatan kepada masyarakat penerima
manfaat. Tujuannya adalah agar penerima manfaat tahu, mau dan mampu
menerapkan inovasi tersebut demi tercapainya perbaikan mutu hidupya di bidang
kesehatan. Perlu diingat bahwa keberadaan masyarakat penerima manfaat sangat
beragam dalam hal budaya, sosial, kebutuhan, motivasi, dan tujuan yang diinginkan.

Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk merubah perilaku masyarakat agar


berdaya sehingga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan dapat
merasakan kesejahteraan. Dalam hal ini, fasilitator merupakan pelaksana
pemberdayaan masyarakat. Fasilitator berperan dalam mendampingi masyarakat
penerima manfaat dalam menerima program dan manjalani kerjasama dengan
berbagai pihak yang relevan dengan knteks pemberdayaan masyarakat (Agustin,
2017).

1. Pada tahap persiapan, fasilitator berperan sebagai sosialisator yang ditunjukkan


dengan peran mengadakan lokakarya. Fasilitator melakukan pendekatan di tingkat
desa yang mencakup perangkat desa dan masyarakatnya, mengadakan sosialisasi
kepada masyarakat penerima manfaat.
2. Pada tahap perencanaan dan pemasaran program sosial, fasilitator berperan
sebagai penyusun rencana yang ditujukan dengan peran merencanakan
pelaksanaan dan mensosialisasikannya kepada masyarakat desa dan perangkat
desa.
3. Pada tahap pelaksanaan pembangunan, fasilitator berperan sebagai pelaksana
kontruksi dan pendampingan masyarakat yang ditujukan dengan peran melibatkan

12
masyarakat dan mengorganisasikan mereka kedalam pelaksanaan pembangunan.
Fasilitator bertanggung jawab untuk melakukan pemberdayan masyarakat yang
dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai sasaran utama program. Dalam
hal sosial, fasilitator berperan untuk mendampingi masyarakat dan menyadarkan
masyarakat untuk berperilaku sehat.
4. Pada tahap evaluator dimana fasilitator melakukan evaluasi terhadap program
yang telah selesai dilaksanakan

Tindakan fasilitator dikatakan sebagai tindakan sosial yang rasional karena


fasilitator menjalankan kewajibannya dan haknya dalam melakukan pemberdayaan
masyarakat. Kewajiban yang dijalankan oleh fasilitator yaitu megarahkan tindakan
kepada orang lain seperti masyarakat penerima program dan perangkat desa saat
menjalin relasi. Kewajiban tersebut dilaksanakan untuk mencapai tujuan keberhasilan
program. Sedangkan hak yang dimaksud adalah tindakan nyata yang bersifat sunjektif
yang dapat dilihat saat fasilitator menjadi pihak yang bertanggung jawab saat program
berlangsung. Tindakan rasional instrumental adalah tindakan fasilitator yang
mempunyai pertimbangan dan tujuan ketika melakukan pemberdayaan masyarakat
penerima program (Agustin, 2017).

Fasilitator menggunakan segala kemampuan dan keahlian yang dimiliki unuk


memberdayakana masyarakat penerima bantuan dan menjalin kerjasama dengan pihat
terkait (Agustin, 2017).

2.6 Strategi Pemberdayaan


Strategi Pemberdayaan Masyarakat Secara umum, ada empat strategi
pengembangan masyarakat, yaitu:
a. The Growth Strategy
Penerapan strategi pertumbuhan ini pada umumnya dimaksudkan untuk
mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekosistem, melalui peningkatan
pendapatan perkapita penduduk, produktifitas, pertanian, permodalan, dan
kesempatan kerja yang dibarengi dengan kemampuan konsumsi masyarakat,
terutama di pedesan.
b. The Welfare Strategy
Strategi kesejahteraan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dibarengi dengan pembangunan kultur dan
budaya mandiri dalam arti masyarakat maka yang terjadi adalah sikap
13
ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Oleh karena itu dalam setiap
usaha pengembangan masyarakat salah satu aspek yang harus diperhatikan
penanganannya adalah masalah kultur dan budaya masyarakat. Pembangunan
budaya jangan sampai kontraproduksi dengan pembangunan ekonomi. Dalam
konteks yang sedemikian inilah dakwah dengan model pengembangan atau
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat releven karena salah satu tujuannya
adalah mengupayakan budaya mandiri masyarakat.

Strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan yang


dimaksud untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan sendiri dengan
bantuan pihak luar (self need and assistance) untuk memperlancar usaha sendiri
melalui pengadaan teknologi serta sumber-sumber yang sesuai bagi kebutuhan
proses pengembangan
c. The Integranted or Holistic Strategy

Untuk mengatasi delima pemberdayaan masyarakat karena kegagalan


dari ketiga strategi yang dijelaskan di atas, maka konsep kombinasi dari unsur-
unsur pokok ketiga strategi di atas menjadi alternatif strategi pemberdayaan.
Halim (2001).

14
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Waryana. 2016. Promosi Kesehatan, Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat.


Yogyakarta : Nuha Medika

Agustin, W. A. (2017). Peran Fasilitatr Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada


Program Penataan Lingkungan Pemukiman Berbasi Komunitas. Sosiologi
DILEMA Vol 32 No 1 , 69-78.

Choiriyah, I. U., 2016. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Sutera Emas


(Studi pada Inovasi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kepanjen,
Kabupaten Malang). JKMP, 4(1), pp. 57-74.

Halim, Abdul. 2001. “Manajemen Keuangan Daerah”. Yogyakarta: Fakultas


Ekonomi Gadjah Mada Yogyakarta

http://repository.uin-suska.ac.id/3704/2/BAB%20I.pdf [ diakses pada tanggal 23


Maret 2019]

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131474282/pengabdian/PEMBERDAYAAN+M
ASYARAKAT.pdf [ diakses pada tanggal 23 Maret 2019]

http://manajemen-pelayanankesehatan.net/naskah-akademis-sistem-kesehatan-
provinsi-riau/bab-ii-subsistem-pemberdayaan-masyarakat/ [diakses pada 24-02-
2019 7.00 AM]

https://syahrullegiarto.wordpress.com/2016/03/03/pemberdayaan-masyarakat-di-
bidang-kesehatan/ [diakses pada 24 maret 2019]

16
STUDI KASUS
1. Sumber Kasus:
Jurnal berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Sutera Emas
(Studi Pada Inovasi Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Kepanjen,
Kabupaten Malang)” oleh Ilmi Usrotin Choiriyah Jurnal JKMP (ISSN. 2338-
445X), Volume 4, Nomor 1, Halaman 57-74, bulan Maret 2016.
2. Konsep program :
Program Sutera Emas merupakan terobosan dalam kecepatan pengumpulan
data dengan mengoptimalkan proses pemberdayaan masyarakat sebagai
obyek dan subyek surveilans dalam hal ini kader terlatih (kader sutera emas)
di wilayah terkecil yaitu Rukun Tetangga (RT) sebagai ujung tombak
informasi, dan tenaga kesehatan yang tersebar di seluruh Desa serta unit
pelayanan puskesmas dengan alat bantu berupa telepon seluler dan komputer
sebagai media pelaporan dan entry data yang didukung software yang mampu
menganalisa data yang diperlukan secara otomatis yang dapat bekerja 24 jam
nonstop dan realtime (kapanpun).
3. Pelaksanaan program
Program sutera emas ini sudah di mulai pada tahun 2013. Sistem software ini
berfungsi untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan input data dari
berbagai sumber yang berasal dari berbagai puskesmas di Kabupaten Malang.
Proses pemberdayaan masyarakat ini dilakukan oleh masyarakat dan kader
terlatih (kader sutera emas) di wilayah terkecil yaitu Rukun Tetangga (RT)
sebagai ujung tombak informasi, dan tenaga kesehatan yang tersebar di
seluruh Desa serta unit pelayanan puskesmas. Sampai tahun 2015 ini, sudah
ada sekitar 1500 kader yang tersebar di Kabupaten Malang, Untuk wilayah
Kecamatan Kepanjen sendiri kader sutera emas yang tersebar sekitar 545
kader.
4. Tujuan program

17
Tujuan Program Sutera Emas antara lain berjalannya sistem kewaspadaan
dini (early warning system), pendeteksian faktor resiko di masyarakat,
penuruan AKI dan AKB, peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi dan balita,
peningkatan angka penemuan kasus, penanganan kasus KLB (Kejadian Luar
Biasa) secara dini, pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan
kesehatan, serta peningkatan peran aktif masyarakat dalam UKBM Sistem
Program.
5. Manfaat Program
Manfaat dalam inovasi program sutera emas ini antara lain deteksi dini untuk
mencegah timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa); memudahkan petugas
dalam merekap danmenganalisa data yang masuk; memudahkan dan
mempercepat pencarian/pelacakan kasus di lapangan; mempercepat
penanganan dan rujukanberdasarkan jenis penyakit, jenis kelamin, kelompok
usia, waktu, tempat, dll;memudahkan dalam membuat laporan; sistem
beroperasi 24 jam nonstop; serta analisa data dilakukan setiap saat secara
otomatis.
6. Sistem Program dalam pemberdayaan masyarakat

Sistem progam sutera emas dapat dipaparkan bahwa kader sutera emas
menemukan kasus yang berasal dari masyarakat pada lingkungan wilayah

18
masing-masing, selanjutnya kader sutera emas melaporkan kepada petugas
kesehatan desa (bidan desa), selanjutnya petugas kesehatan desa bersama
kader melakukan kunjungan ke rumah penderita (kunjungan rumah),
selanjutnya petugas kesehatan desa melaporkan kasus ke software sutera
emas menggunakan SMS, selanjutnya software sutera emas menganalisa,
menghitung, dan memberikan peringatan berupa SMS terkait kasus resiko
tinggi kebidanan ke bidan koordinator (penanganan dan persiapan rujukan);
informasi menjelang persalinan ke bidan desa, bidan koordinator, dan kepala
puskesmas; informasi kejadian luar biasa penyakit kepada tim gerak cepat
dinas dan puskesmas, langkah selanjutnya data terkait akan ditransfer kepada
Sijari Emas (rujukan persalinan resiko tinggi) dan Contra War. Ketika kasus
di lapangan menunjukkan kasus luar biasa yang terjadi di lapangan, maka
langkah selanjutnya adalah tim gerak cepat dari puskesmas bahkan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang (jika diperlukan) akan mendatangi titik lokasi
temuan kasus. Data terkait kejadian kasus tersebut akan secara otomatis juga
terinput dalam server software sutera emas Dinas Kesehatan yang
mendapatkan kiriman laporan data dari puskesmas terkait. Input data tersebut
nantinya akan didistribusikan kepada kepala dinas dan juga bidang/seksi
terkait yang disesuaikan dengan temuan kasus di lapangan.
7. Faktor Yang Mempengaruhi Tercapainya Program
Dalam mencapai tujuan dari suatu program yang telah dibuat, terdapat faktor
yang mempengaruhi tercapainya program tersebut diantaranya ada faktor
pendukung dan faktor penghambat. Beberapa faktor pendukung dalam
pemberdayaan masyarakat melalui program sutera emas ini antara lain:
a. Kerjasama dan koordinasi yang baik diantara stakeholder yang terlibat
diantaranya masyarakat, kader sutera emas (key informna), serta tenaga
medis di Desa, Puskesmas, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
b. Tingginya sikap antusiasme dan kepedulian masyarakat terhadap
masyarakat yang lainnya untuk hidup bebas dari penyakit.
c. Dukungan Pemerintah Daerah yaitu Puskesmas Kepanjen dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang. Peranan tersebut antara lain kedua instansi

19
tersebut menjadi fasilitator dan mediator dalam penanganan/penindakan
terhadap permasalahan masyarakat di lapangan khususnya dalam bidang
kesehatan .Beberapa faktor penghambat dalam pemberdayaan masyarakat
melalui program sutera emas diantaranya:
a. Rendahnya tingkat pendidikan kader sutera emas (sulitnya dalam
memahami deteksi penyakit) dan masyarakat (sikap kolot tidak mau
berobat pada tenaga medis).
b. Minimmya dana dalam pemberdayaan masyarakat.
c. Pengalaman dan pengetahuan yang masih minim. Kader sutera emas ini
rata-rata berasal dari ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat
pada keperluan rumah tangganya masing-masing. Berbagai pengetahuan
dan pengalaman khususnya terkait masalah kesehatanpun tidak
keseluruhan memiliki kualitas yang memadai/baik.
d. Gagap teknologi. Beberapa kasus di lapangan, masih ditemui
segelintir orang saja khususnya pada ibu-ibu yang sudah berusia lanjut
dan masih memiliki kemauan dan antusias yang tinggi dengan
mengabdikan diri sebagai kader sutera emas, tetapi tidak dapat
mengoperasikan telepon seluler/hp untuk berkomunikasi.
e. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan hidup
yang bersih menyebabkan kebiasaan yang muncul di masyarakat
menyebabkan mudahnya lingkungan terserang wabah penyakit.

20

Anda mungkin juga menyukai