Anda di halaman 1dari 15

PROSEDUR INTERVENSI PRAKTIK PEKERJA SOSIAL

(Studi Kasus Anak Korban Tindak Kekerasan Seksual)

Disusun oleh :

Vesticha Marshanda Tamaela


12172201210014

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan
PenyertaanNya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Assesmen Dalam Praktek
Konseling Psikososial” ini dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang sekaligus menjadi
penilaian untuk Mid Test mata kuliah Metode Intervensi. Selain itu, artikel ilmiah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang prosedur yang benar untuk melakukan intervensi
pada sebuah kasus yang akan ditangani oleh penulis dan pembaca nantinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. C.M.A.Lawalata, M.Si., selaku dosen pengampu
mata kuliah Metode Intervensi program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan
tugas ini, sehingga penulis dapat mengerti lebih dalam tentang Psikososial.

Penulis sangat menyadari, makalah yang ditulis ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dan diterima demi
kesempurnaan makalah ini.

Ambon, 31 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
1.1.Latar Belakang .....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................3
2.1.Kerangka Teori .....................................................................................3
A. Tinjauan Intervensi .........................................................................3
B. Tinjauan Kekerasan Seksual Pada Anak .........................................7
2.2.Intervensi Pekerja Sosial Terhadap Pelayanan Anak Korban
Kekerasan Seksual ...............................................................................9
BAB V PENUTUP ........................................................................................11
3.1.Kesimpulan ..........................................................................................11
REFERENSI .................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah cikal bakal terbentuknya generasi penerus yang menentukan nasib bangsa
karena ia merupakan titipan Tuhan harus kita jaga dan bimbing agar menjadi generasi penerus
bangsa kelak yang berkualitas. Fenomena sosial yang terjadi masih banyak anak tidak
mendapatkan haknya. Klarifikasi yang dilakukan para ahli, tindak kekerasan terhadap anak dapat
terwujud dalam empat bentuk yaitu: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan
kekerasan ekonomi. Ada sembilan kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-Undang
Penghapusan Terhadap Kekerasan Seksual (PTKS), yakni; pelecehan seksual, eksploitasi
seksual, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual, dan penyiksaan
seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk menekan seorang anak untuk melakukan
aktivitas seksual (terlepas dari berhasil atau tidaknya berhubungan), mempertontonkan alat
kelamin kepada anak, menampilkan gambar porno kepada anak,melakukan kontak seksual atau
berhubungan seks dengan anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak
tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi gambar pornografi anak.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah kenyataan yang menakutkan dan tidak
menyenangkan karena dampaknya yang bisa menghancurkan psiokososial, tumbuh dan
berkembangnya di masa depan. Menurut berbagai penelitian, korban kekerasan seksual adalah
anak laki-laki dan perempuan, berusia bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah
orang yang mereka kenal dan percaya. .

Kasus kekerasan seksual di Indonesia setiap tahun terus bertambah, mulai dari kalangan
dewasa, remaja, anak-anak bahkan balita bisa menjadi korbannya. Bertambahnya bukan sekedar
dari segi kuantitas sajatetapi juga dari segi kualitas. Yang lebih parahnya pelaku yang melakukan
kekerasan seksual umumnya dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar anak itu
tinggal, misalnya sekolah, lembaga pendidikan maupun lingkungan sosial anak (Noviana 2015,
14).
Tahun ke tahun masalah sosial ini tak kunjung dapat tuntas atau diatasi. Menurut Suharto
yang dikutip oleh Abu Huraerah (Abu Huraerah, 2012; 60-61), terdapat beberapa hal yang
melatarbelakangi tersendatnya pemerintah dalam menangani masalah sosial ini, seperti sistem
dan prosedur pelaporan yang belum diketahui secara pasti dan jelas oleh masyarakat luas.
Meskipun kasusnya sudah teridentifikasi, proses penyelidikan dan peradilan sering sangat
terlambat. Kesulitan dalam mengungkap masalah sosial bisa disebabkan oleh faktor internal dan
struktural.

Anak-anak korban kekerasan seksual sangat membutuhkan bimbingan untuk mengobati


dan menetralisir dampak dari kekerasan tersebut. Adapun Lembaga yang memiliki kewenangan
untuk menangani kasus kekerasan 5 UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 2003. 20 seksual pada
anak adalah Dinas Sosial. Peran Dinas Sosial sangat membantu bagi anak terutama melindungi
anak dari tindak kekerasan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari orang dewasa serta yang
terpenting adalah membantu anak memperoleh hak-haknya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . Kerangka Teori

1. Tinjauan Intervensi
a. Pengertian Metode Intervensi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2002, hlm. 740) yang dimaksud
dengan metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Secara etimologis, kata “metode” berasal dari bahasa
Yunani “methodos” yang tersusun dari kata “meta” dan “hodos“. Meta berarti menuju, melalui,
mengikuti, atau sesudah. Sedangkan hodos berarti jalan, cara, atau arah. Kata tersebut kemudian
diserap dalam bahasa Inggris menjadi kata “method” yang berarti suatu bentuk prosedur tertentu
untuk mencapai atau mendekati suatu tujuan, terutama cara yang sistematis.

Secara harafiah intervensi adalah tindakan campur tangan, atau mempengaruhi bahkan
mengendalikan pihak lain yang dilakukan oleh lembaga/badan terhadap sebuah permasalahan
yang terjadi antara dua atau beberapa pihak dimana tindakan tersebut akan merugikan salah satu
pihak yang berkonflik. Dengan tujuan untuk mewujudkan tujuan tertentu terhadap pihak yang
berkonflik sehingga perlu diintervensi.

Intervensi pada hakikatnya yaitu ‘perubahan’ itu sendiri tidak dapat dielakkan. Seluruh
manusia dan sistem sosial selalu beradaptasi dan saling menyesuaikan terhadap situasi dan
kondisi sebagai bentuk kehidupan di dalam setiap peristiwa perubahan di lingkungannya,
terutama, perubahan pengalaman kehidupan orang yang tidak direncanakan, seperti menghadapi
situasi perubahan akibat; perceraian, kecelakaan, bencana alam, dan peperangan. (Cepi
Alamsyah 2015; 166).

Di dalam profesi pekerjaan sosial, menurut Sheafor dkk yang dikutip oleh Cepi Yusrun
Alamsyah perubahan terencana itu disebut dengan interventions, dan oleh Rukminto Adi dalam
Cepi Yusrun Alamsyah proses perubahan mengkonsepkannya dengan intervensi sosial. Berarti,
intervensi sosial adalah pencakupan pilihan dan upaya-upaya perubahan yang ditandai oleh
situasi dan pola perilaku, dan memengaruhi fungsi sosial orang di dalam mewujudkan perubahan
yang diinginkan.(Ibid, 166).

Intervensi sosial secara umum bisa diartikan sebagai bentuk atau proses oleh seorang
pekerja sosial untuk mengembalikan keberfungsian sosial baik itu individu, komunitas atau pun
masyarakat sehingga dapat melakukan aktivitas sosialnya secara normal kembali. Dengan kata
lain intervensi pekerjaan sosial adalah tindakan spesifik oleh pekerja sosial dalam kaitannya
dengan sistem atau proses manusia dalam rangka menimbulkan perubahan.(Louise C. Jhonson,
2011; 62).

Fungsi sosial atau keberfungsiaan sosial adalah cara yang dilakukan individu-individu
atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Ketika
fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa kondisi sejahtera akan
semakin mudah dicapai. Kondisi sejahtera dapat terwujud manakala jarak antara harapan dan
kenyataan tidak terlalu lebar. Melalui intervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi
individu dan kelompok sasaran perubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi sosial
berupaya memperkecil jarak antara harapan lingkungan dengan kondisi real klien. (Louise C.
Jhonson, 2011; 75)

Dapat disimpulkan bahwa metode intervensi sosial adalah proses mengkaji masalah klien
dengan menggunakan berbagai cara, ragam, tahapan-tahapan serta pola oleh pekerja sosial untuk
mendapatkan himpunan data intervensi yang tepat. Metode Intervensi Sosial (metode
perubahan sosial terencana) dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial pada dasarnya dapat
dikelompokkan berdasarkan level intervensinya ataupun berdasarkan fokus kelompok sasaran
intervensi. Dalam lingkup kesejahteraan sosial metode intervensi memiliki tiga level cakupan
dalam menangani masalah sosial, yaitu:

1) Level mikro (individu), dimana dalam level ini intervensi yang dilakukan hanya
mencakup wilayah individu klien saja.
2) Level mezzo (kelompok), dimana dalam level ini intervensi yang dilakukan sudah mulai
memiliki wilayah yang sedikit luas yaitu wilayah cakupan keluarga atau kelompok kecil
klien.
3) Level makro (masyarakat luas/ pemerintah), dimana dalam level ini lah intervensi
terbesar dilakukan yaitu mencakup wilayah kelompok besar seperti masyarakat luas,
pemerintah maupun negara. (Miftachul Huda 2013; 9-11).

Dalam batas ini keberfungsian sosial merupakan relasi yang dinamis antara manusia
dengan lingkungannya. Sehingga, sebagaimana prinsip ecosystem, selain fokus pada kemampuan
individu untuk beradaptasi, faktor lingkungan juga harus menjadi fokus intervensi pekerjaan
sosial(Miftachul Huda, 2009; 26-27).

b. Tahapan Intervensi

Dalam menangani kasus Kekerasan Seksual pada anak, seorang pekerja sosial
membutuhkan sebuah proses atau rangkaian dalam mendalami berbagai kasus masalah yang
dialami oleh klien. Proses yang dimaksud adalah tahapan-tahapan intervensi oleh pekerja sosial
terhadap kliennya tersebut. Tahapan yang digunakan tersebut bertujuan agar dalam menangani
permasalahan dapat dilakukan dengan sebaik mungkin dan menghasilkan solusi yang tepat
sasaran. Max Siporlin (Heru Sukoco, 2011;138), mengklasifikasikan proses intervensi pekerjaan
sosial ke dalam lima tahap. Adapun tahap-tahapan intervensi adalah sebagai berikut:

1) Engangement, Intake and Contract


2) Assesment
3) Planning
4) Intervention
5) Evaluation and Termination

Penjelasan mengenai tahap intervensi pekerjaan sosial tersebut, yaitu:

1) Engangement, Intake and Contract, keterlibatan pekerja sosial di dalam situasi,


menciptakan komunikasi dan merumuskan hipotesa-hipotesa pendahuluan mengenai
permasalahan. Dalam tahap ini pekerja sosial juga melakukan kontrak dengan klien, yang
berisi lama proses asesmen dan intervensi akan disepakati.
2) Assesment, menafsir situasi, data dan fakta-fakta dasar, perasaan-perasaan klien dan
keadaannya. Aspek-aspek yang dinilai dalam assesment yaitu kekuatan klien dan
keberfungsian klien yang berisi bagaimana klien melaksanakan tugas kehidupan dan
memenuhi kebutuhannya, motivasi klien dalam memecahkan masalah serta faktor
lingkungan atau dukungan sosial.
3) Planning, tahapan perencanaan adalah suatu proses rasional yang melibatkan design
untuk melakukan tindakan agar mencapai tujuan yang spesifik di masa yang akan
Perencanaan intervensi merupakan perubahan dari pendefinisian masalah kepada solusi
masalah, apa yang akan dilakukan, bagaimana, oleh siapa dan dalam sequence apa. Pada
tahapan ini pula ditetapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai.
4) Intervention, tahapan intervensi, pekerjaan sosial dengan klien melaksanakan dapat
melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kontrak dan intervensi yang
dilakukan berdasaarkan hasil asesmen yang telah diperoleh dan pekerja sosial hanya
melakukan apa yang klien tidak dapat lakukan sendiri.
5) Evaluation and Termination, evaluasi dan terminasi. Evaluasi sebagai proses pengawasan
pekerja sosial dan klien terhadap pelaksanaan pemecahan masalah yang sedang berjalan.
Apakah tujuan intervensi yang diinginkan sudah tercapai atau belum. Sedangkan
terminasi merupakan pemutusan hubungan pekerja sosial dengan klien sesuai dengan
kontrak yang telah disepakati bersama. Apabila tujuan-tujuan tidak dapat atau belum
tercapai, maka pekerja sosial dan klien menentukan apakah kembali ke proses awal atau
mengakhiri.

Setelah lima tahap sudah dipenuhi maka untuk menghidari ketergantungan pekerja social,
maka ia melakukan pembatasan dalam pemberian pelayanan sampai pada tercapainya suatu
tujuan. Intervensi pekerja sosial memiliki beberapa fungsi di antaranya; mencari solusi dari
permasalahan yang dialami klien secara langsung yang tentunya dengan metode-metode
pekerjaan sosial, menghubungkan klien dengan sitem sumber yang ada, membantu klien
menghadapi masalahnya, menggali potensi yang ada dalam diri klien sehingga dapat membantu
klien untuk menyelesaikan masalahnya.
2. Tinjauan Kekerasan Seksual pada Anak

a. Pengertian Kekerasan Seksual

Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan adalah setiap perbuatan
terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha melakukan


tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual yang tidak
disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual
dengan paksaan kepada seseorang. (WHO, 2017)

Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang
dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh anak kepada anak lainnya.
Kekerasasan seksual meliputi penggunaaan atau pelibatan anak secara komersial dalam
kegiatan seksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dalam
kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pelacuraran anak
(UNICEF, 2014).

b. Bentuk-bentuk kekerasan seksual

Bentuk- bentuk kekerasan seksual dapat dikategorikan sebagai berikut :

a) Pelecehan seksual Verbal


Wujud pelecehan seksual secara verbal lebih dilakukan dengan wujud
ucapan/perkataan yang ditujukan pada orang lain namun mengarah pada
sesuatu yang berkaitan dengan seksual, pelecehan ini dapat berwujud seperti :
1) Bercandaan, menggoda lawan jenis atau sejenis, ataupun mengajukan
pertanyaan seputar seksual didalam diskusi atau obrolan yang tidak
dikhususkan membahas seputar seksual.
2) Bersiul-siul yang berorientasi seksual.
3) Menyampaikan atau menanyakan pada orang lain tentang keinginan
secara seksual ataupun kegiatan seksual yang pernah dilakukan oleh
orang tersebut, yang membuat orang itu tidak nyaman.
4) Mengkritik atau mengomentari bentuk fisik yang mengarah pada
bagian-bagian seksualitas, misalnya bentuk pantat ataupun ukuran
kelamin seseorang.

b) Pelecehan seksual non verbal


Bentuk pelecehan non verbal merupakan kebalikan dari verbal apabila dalam
pelecehan verbal adalah menggunakan kata-kata ataupun ajakan berbentuk
tulisan dalam katagori non verbal ini lebih menggunakan tindakan akan tetapi
tidak bersentuhan secara langsung antara pelaku dengan korbanya, misalnya :
1) Memperlihatkan alat kelamin sendiri dihadapan orang lain baik
personal ataupun dihadapan umum,
2) Menatap bagian seksual orang lain dengan pandangan yang menggoda,
3) Menggesek-gesekan alat kelamin ke orang lain.

c) Pelecehan seksual secara fisik


Dalam katagori ini pelecehan seksual antara pelaku dan korban sudah terjadi
kontak secara fisik, dapat digolongkan perbuatan yang ringan dan berat
misalnya :
1) Meraba tubuh seseorang dengan muatan seksual dan tidak di inginkan
oleh korban. Perkosaan atau pemaksaan melakukan perbuatan seksual.
2) Memeluk, mencium atau menepuk seseorang yang berorientasi
seksual.

Kekerasan seksual pada anak sendiri didefinisikan sebagai suatu tindakan perbuatan
pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual maupun aktifitas seksual yang lainnya, yang
dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak, dengan kekerasan maupun tidak, yang dapat
terjadi di berbagai tempat tanpa memandang budaya, ras dan strata masyarakat.

c. Dampak Kekerasan Seksual pada Anak


Dampak pelecehan seksual pada anak antara lain adalah dampak secara fisik dan
psikis. Dampak fisik dan psikis merupakan dampak yang secara langsung
dirasakan oleh anak yang menjadi korban pelecehan seksual, sebab :
1) Dampak fisik
Luka-luka fisik yang terkait kekerasan seksual sering sekali tersembunyi
karena organ-organ kelamin sudah barang tentu berada dalam bagian yang
tertutup dan biasanya korban menyembunyikan luka fisik tersebut karena
malu dan memilih menderita seorang sendiri.
Dampak secara fisik lainnya, korban mengalami penurunan nafsu makan,
sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin,
berisiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat perkosaan
dengan kekerasan ataupun kehamilan yang tidak diinginkan.
2) Dampak psikologis
a) Depresi/stress tekanan pasca trauma
b) Kesulitan tidur
c) Penurunan harga diri
d) Munculnya keluhan somatik
e) Penyalahgunaan obat terlarang dan alkohol akibat depresi

3) Dampak sosial
a) Hambatan interaksi sosial : pengucilan, merasa tidak pantas
b) Masalah rumahtangga : pernikahan paksa, perceraian

2.2 .Intervensi Pekerja Sosial terhadap Pelayanan Anak Korban Tindak Kekerasan
Seksual

Tindakan intervensi yang dilakukan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan pada anak
korban tindak kekerasan seksual sangatlah di butuhkan dalam proses rehabilitasi korban
kekeresan seksual. Adapun intevensi pekerja sosial pada anak korban tindak kekerasan seksual
yaitu :
1) Menggunakan tindakan home visit klien
Tindakan tersebut merupakan pelayan yang dilkakukan pekerja sosial dengan cara
mengunjungi klien di rumahnya dan memantau perkembangan klien secara berkali-kali
mulai dari tahap awal sampai pada tahap terminasi. Pekerja sosial melakukan
pendampingan setelah mereka mendapatkan surat dari kepolisian untuk melakukan
pendampingan atau laporan dari masyarakat setempat tentang kasus kekerasan tersebut
dalam melakukan pendampingan pekerja sosial bekerja sama dengan YKP2M dan
P2TP2A.
2) Tindakan sosial klien
Sosial tindakan pada klien merupakan pendampingan yang diberikan kepada klien untuk
menciptakan hubungan sosial yang harmonis antara klien, keluarga, lingkungan dan
masyarakat sekitar. Pekerja sosial terlibat dalam pendampingan anak atau klien mulai
dari home visit kerumahnya, sampai ke psikososial dan sosial dimana klien benar benar
pulih dan bisa bersosialisasi kembali degan masyarakat dan lingkungannya.
3) Strategi Psikososial klien
Pekerja sosial merupakan salah satu pendamping psikososial pada klien. Hal tersebut
merupakan pekerjaan sosial untuk melakukan pendampingan kepada klien ke psikolog
agar mengetahui seperti apa kondisi klien sebenarnya, agar pekerja sosial dapat
memberikan pelayanan sesuai dengan kondisi yang di alami klien. Pekerja Sosial terus
memantau perkembangan anak, bahkan jika perlu pekerja sosial pindahkan korban atau
klien ke lingkungan tempat tinggal yang lebih aman, Sehingga anak merasa aman.
Terkadang pekerja sosial juga mendampingi ke kepolisian dan kejaksaan apabila tidak
ada keluarga yang mendampingi.
PENUTUP

Kesimpulan

Intervensi pekerja sosial dalam memberikan pelayanan pada anak korban tindak kekerasan
sekual dengan; a). Home visit artinya anak merupakan generasi penerus yang sangat rentan akan
kejahatan salah satunya kekerasan seksual pada yang di mana akan mengakibatkan anak
mengalami trauma yang mendalam dan sulit untuk bersosialisasi kembali seperti sedia kala maka
pelayanan home visit atau kunjungan rumah sangat cocok untuk anak korban tindak kekerasan
seksual dalam menemu kenali permasalahan anak. b). Sosial; Pendampingan sosial merupakan
pelayanan tentang bagaimana anak dapat di terima kembali di lingkungannya baik, keluarga,
masyarakat dan lingkungan sekolah, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, c). Fsikologi,
Pendampingan ini dilakukan agar pekerja sosial mengetehui bagaimana kondisi anak yang
sebenarnya sehingga pekerja sosial dapat memberikan pelayanan kepada anak korban kekerasan
seksual sesuai dengan kondisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ferry, Yohanes. Kekerasan Seksual Pada Anak Dan Remaja, (Jakarta:Pt Rajawali,1997).

Laeliva, Nurul. Skripsi: “Intervensi Psikososial Bagi Anak Korban Kekerasan Seksual”
(YOGYAKARTA: UIN SUNAN KALIJAGA, 2014).

Maxmanroe, Arti Intervensi, (https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/intervensiadalah.html) (di


akses pada jumat 31 maret 2023 pukul 19.00).

Metro Tempo, Penyebab Kekerasan Seksual Pada Anak,


(https://www.google.com/amp/s/metro.tempo.co/amp/712215/in-4- penyebab-kekerasan-
seksual-pada-anak) (di akses pada sabtu 01 maret pukul 18.00).

Noviana, Ivo. Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dan Penanganannya Puslitbangkesos


Kemensos RI, Sosio Informa, Vol. 01, No.1, Januari-April 2015.

Perlindungan Sosial Pekerja Migran Bermasalah Melalui Rumah Perlindungan Trauma Centre,
Puslit.Kemensos.go.id>download pdf. (di akses pada senin sabtu 01 maret pukul 19.30).

Ranggambozo, Dayat. Tahapan Intervensi Dalam Pekerjaan Sosial, blongspot.com. (di akses
pada jumat 31 maret 2023 pukul 22.00)

Rustanto, Bambang. Intervensi Pekerja Sosial, Blogspot.com. (di akses pada jumat 31 Maret
2023 pukul 20.00).

Anda mungkin juga menyukai