Disusun Oleh:
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya serta
berbagai upaya, sehingga tugas makalah mata kuliah “Pengantar Komunikasi
Bisnis” yang berjudul “Pentingnya Komunikasi Antarbudaya Dalam Dunia
Bisnis” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulisan makalah ini
ditujukan untuk memenuhi tugas Mata kuliah Pengantar Komunikasi Bisnis yang
diberikan oleh Dosen pengampu mata kuliah Pengantar Komunikasi Bisnis, yaitu
Ibu Titik Purwinarti, S.Sos, M.Pd
Makalah ini dibuat dengan metode mengkaji materi dari beberapa sumber.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam
proses penulisan makalah “Pentingnya Komunikasi Antarbudaya Dalam Dunia
Bisnis” khususnya kepada Ibu Titik Purwinarti, S.Sos, M.Pd.
Disadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan belum
sempurna. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan masukkan-masukkan yang
dapat membangun demi kesempurnaannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dipergunakan sebaik-baiknya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................................................
Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................2
5.1 Kesimpulan...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................15
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
beberapa stimuli saja. Hal ini disebabkan karena kita menerapkan persepsi
selektif. Hanya stimuli yang tinggi saja yang diterima sedangkan stimuli yang
rendah akan dikesampingkan.
c) Memori
Tahap selanjutnya adalah memproses stimuli yang terjadi dalam tiga
tingkatan yaitu kognitif, emosional, dan fisiologis. Proses kognitif berhubungan
dengan intelektual diri termasuk penyimpanan, retrieval, pemilahan, dan asimilasi
informasi. Proses emosional berkaitan dengan emosi diri. Semua emosi dan sikap,
kepercayaan, dan pendapat berinteraksi untuk menentukan respon emosi terhadap
berbagai stimulus. Proses fisiologis terjadi pada tingkatan fisiologis dan hal ini
berkaitan dengan psikologis diri. Respon semacam ini direfleksikan melalui
perilaku fisik seperti aktivitas otak, tekanan darah, dan lain-lain.
d) Transmisi
Pada tahap ini, pengirim dan penerima adalah orang yang sama. Transmisi
terjadi melalui berbagai impuls saraf.
mereka dalam situasi yang berbeda. Teori ini berpendapat bahwa ketika
berkomunikasi, orang berupaya untuk mengurangi atau meningkatkan
perbedaan antara diri mereka sendiri dengan orang lain. Mereka akan
melakukan hal-hal yaitu berkomunikasi seperti yang orang lain lakukan
atau menampakkan perbedaan cara berkomunikasi.
c) Teori Pengurangan Ketidakpastian
Teori yang dirumuskan oleh Charles Berger dan Richard Calabrese ini
mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi kapan, mengapa, dan
bagaimana setiap individu menggunakan komunikasi untuk
meminimalisasi keraguan mereka ketika berinteraksi dengan orang lain.
d) Teori Pelanggaran Harapan
Teori pelanggaran harapan yang digagas oleh Judee Burgoon dan
kawan-kawan ini menjelaskan berbagai perilaku orang ketika ruang
pribadinya mengalami pelanggaran. Ruang pribadi dapat juga merujuk
pada ruang psikologis dan ruang emosional. Sebagian besar inti teori
pelanggaran harapan memiliki asumsi bahwa manusia memiliki
kebutuhan untuk ruang pribadi dan afiliasi. Ketika kita menerima satu
kebuuhan yang telah dikompromikan, teori ini memprediksi bahwa kita
akan mencoba untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. Kita dapat
bergerak mendekat atau melawan.
8
BAB III
STUDI KASUS
Pada diri gay yang religius dapat timbulkan konflik intrapersonal karena
adanya dua hal yang saling bertentangan yang terjadi di dalam diri. Hal yang
bertentangan tersebut adalah identitas sebagai gay dan identitas sebagai religius.
Pertentangan tersebut merupakan konflik intrapersonal karena identitas muncul
dari dalam diri. Dalam teori Karen Horney konflik intrapersonal disebut konflik
intrapsikis. Hal tersebut disebabkan konflik bersumber dari pengalaman individu
yang dihadapkan dengan dua keinginan yang bertentangan seperti harapan dan
kewajiban atau adanya dua nilai budaya yang berbeda sehingga bisa mengganggu
psikis bila tidak mampu diatasi dengan baik (Feist & Feist, 2008). Karen Horney
berpendapat bahwa proses-proses intrapsikis lahir dari pengalaman-pengalaman
antar pribadi, namun ketika proses-proses ini menjadi bagian dari sistem
keyakinan seseorang maka hal tersebut akan masuk ke dalam diri individu. Pada
akhirnya akan menjadi sebuah eksistensi yang terpisah dari konflik antarpribadi
dan membentuk konflik intrapsikis pada individu (Feist & Feist, 2008).
lepas dari konflik yang selama ini dihadapi (Ganzevoort dkk., 2011). Komunitas
merupakan salah satu sumber dukungan sosial selain teman dan keluarga.
Dukungan sosial mengacu pada pemberian rasa nyaman, perhatian, penghargaan,
dan pertolongan dari individu atau kelompok kepada individu. Bertambahnya rasa
memahami diri sendiri dan penerimaan dari orang akan membuat individu
homoseksual dapat menegosiasi adanya orientasi seksual dan identitas agama
yang saling bertentangan di dalam diri (Dahl & Galliher, 2012). Menurut Kwon
(2013) dukungan sosial juga diperlukan oleh kaum gay karena dukungan sosial
berkorelasi positif dengan kondisi psikologis dan interpersonal mereka.
BAB IV
PEMBAHASAN STUDI KASUS
4.2 Pembahasan
Adanya dua hal yang sama kuatnya di dalam diri para informan ini yaitu
identitas sebagai gay dan identitas sebagai religius yang saling bertentangan,
tentunya akan menimbulkan konflik intrapersonal. Konflik intrapersonal tersebut
pada akhirnya akan memunculkan strategy dealing sebagai cara untuk mengatasi
pertetangan di dalam diri. Penelitian Singer dan Deschamps mengatakan bahwa
13
sebanyak 62% gay dan lesbian merasa agama bukan merupakan hal penting
(Rodriguez & Ouellette, 2000), sehingga kaum homoseksual lebih memilih untuk
memilih mengikuti orientasi seksualnya sebagai homoseksual dan menolak
identitas agamanya yang dianggap bertentangan (Rejecting the Religious
Identity). Tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada kedua informan dalam penelitian
ini. Peneliti menduga hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia menganggap
bahwa agama memiliki peranan yang penting dalam kehidupannya, bahkan di
Indonesia agama dinyatakan sebagai ideologi bangsa dalam Pancasila yaitu
“Ketuhanan yang Maha Esa” (Bauto, 2014).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Konflik intrapersonal yang dihadapi kedua kaum gay memunculkan
strategy dealing untuk membuat mereka tetap dapat menjalani kedua identitas
yang saling berlawanan tersebut. Strategi yang digunakan kedua informan
penelitian adalah strategi compartementalization. Kedua informan mengabaikan
ajaran agama mengenai larangan homoseksual dan tetap menjadi 59 gay. Di sisi
lain, mereka tetap menjalankan ibadah yang diwajibkan agamanya tanpa
memandang dirinya adalah seorang gay.
Paparan strategy dealing di atas menjelaskan kaum gay tetap menjalani
kehidupan agama dan tidak meninggalkannya walaupun bertolak belakang dengan
identitasnya sebagai homoseksual gay. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
masyarakat Indonesia yang mengganggap agama merupakan hal yang sangat
penting. Bahkan di Indoneisa agama dihayati dan diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari karena agama menjadi salah satu dasar ideologi bangsa yaitu
“Ketuhanan yang Maha Esa”. Oleh karena itu, gay di Indonesia sulit untuk
mengabaikan kehidupan beragama. Dukungan sosial yang diterima gay juga
memiliki peran dalam kehidupannya. Penerimaan dukungan sosial dari komunitas
memiliki peran positif sebagai negosiasi identitas mereka sebagai orientasi seksual
minoritas terhadap lingkungan heteroseksual
20
DAFTAR PUSTAKA