Anda di halaman 1dari 13

TEORI YANG MENDASARI PERILAKU MANUSIA DALAM

LINGKUNGAN SOSIAL

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Dinamika Perilaku


Manusia dalam Lingkungan Sosial

Dosen:
Milly Mildawati, M.P., Ph.D
Dr. Didiet Widiowati, M.Si

Oleh:

Fifih Rofiqoh 23.01.022


Muhammad Fahmi M 23.01.011
Tasya Falihatul Nada A 23.01.016

PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL


PROGRAM MAGISTER TERAPAN POLITEKNIK KESEJAHTERAAN
SOSIAL BANDUNG
2023
i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolonganNya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Dinamika Perilaku Manusia dalam Lingkungan Sosial dengan judul “Teori
Yang Mendasari Manusia Dalam Lingkungan Sosial”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Bandung, 10 September 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan tentunya manusia tidak bisa hidup sendiri


dan pasti akan berinteraksi dan berjumpa dengan berbagai sifat dan perilaku
manusia yang berada lingkungan sosialnya. Perilaku manusia merupakan
suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Perilaku dapat diartikan sebagai suatu
aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila
ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut
rangsangan. Rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku
tertentu. Perilaku dapat juga diartikan sebagai aktivitas manusia yang timbul
karena adanya stimulasi dan respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku manusia dapat diartikan sebagai reaksi yang bersifat
sederhana maupun kompleks, informasi yang di dapat guna mengarah pada
perilaku melalui pengelolahan pesan dalam lingkungan. Sebab manusia berada
disisi dunia yang memiliki pesan yang sangat luas. Perilaku dalam komunikasi
sendiri merupakan suatu tindakan berupa verbal maupun nonverbal. Perilaku
seseorang ketika menerima sebuah pesan dan informasi merupakan tindakan
yang dapat kita lihat bahwa pesan tersebut merujuk pada suka atau tidak.
Karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik ialah sifat
diferensialnya, yaitu satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons
yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan
satu respons yang sama. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel
seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi
satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor – faktor
lingkungan dalam menentukan perilaku. Dan faktor lingkungan tersebut
berpengaruh besar terhadap penentuan perilaku, lebih besar dari karakteristik
individu.Karena hal itulah yang membuat perilaku bersifat sederhana dan
iv
lebih kompleks. Manusia juga memberikan reaksi yang berbeda - beda ketika
dihadapkan oleh situasi yang sesuai dengan karakteristik personal, apakah
pesan dan informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan yang dapat memberikan
keuntungan atau tidak. Karena pesan dan informasi seseorang tersebut
membentuk nilai baik – buruk, postif – negatif, menyenangkan – tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap
objek sikap.
Perilaku-perilaku manusia yang berbeda antara satu dan lainnya itulah
yang harus dipahami oleh seorang Pekerja Sosial. The National Association of
Social Work (NASW) mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai kegiatan
profesional membantu individu, kelompok, atau masyarakat meningkatkan
atau mengembalikan kapasitas mereka untuk fungsi sosial dan menciptakan
kondisi sosial yang menguntungkan untuk tujuan ini. Praktek kerja sosial
terdiri dari profesional penerapan sosial nilai kerja, prinsip, dan teknik untuk
satu atau lebih untuk membantu orang mendapatkan pelayanan yang nyata
(misalnya, yang melibatkan penyediaan makanan, perumahan, atau
pendapatan); memberikan konseling dan psikoterapi dengan individu,
keluarga, dan kelompok; membantu masyarakat atau kelompok menyediakan
atau meningkatkan pelayanan sosial dan kesehatan; berpartisipasi dalam
proses legislatif yang relevan.
Seorang pekerja sosial harus bisa bekerja dengan seluruh lapisan
masyarakat dari berbagai macam latar belakang suku, budaya dan perilaku
yang berbeda, olehkarena itu pekerja sosial sangatlah penting untuk
mempelajari mengenai teori-teori yang mendasari perilaku manusia dalam
lingkungan sosial mereka sebagai dasar untuk proses pelayanan.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Psikoanalisa - Sigmund Freud


Teori Psikoanalisis Freud telah menjadi teori yang paling banyak
digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Konsep teori ini digunakan
untuk meneliti kepribadian seseorang terhadap proses psikis yang tidak
terjangkau oleh hal yang bersifat ilmiah. Dengan metode psikoanalisis, Freud
bermaksud mengembalikan struktur kepribadian pasien dengan cara
memunculkan kesadaran yang tidak ia sadari sebelumnya. Adapun proses
terapi ini berfokus pada pendalaman pengalaman yang dialami pasien saat
masih kanak-kanak.
Gunung es dijadikan sebuah perumpamaan oleh Freud untuk
menunjukkan skema gambaran jiwa seseorang. Bagian puncak dinamakan
kesadaran (conciousnes), Bagian tengah dinamakan prakesadaran (sub
conciousnes) dan bagian dasar yang tertutup air adalah ketidaksadaran
(unconciousnes).
Sama seperti perumpamaan akar pohon, disini alam bawah sadar atau
ketidaksadaran merupakan hal yang paling menentukan kehidupan manusia.
Dimana penyebab dari penyimpangan perilaku ini berasal dari faktor alam
bawah sadar ini. Hal yang seperti inilah yang dianalisa oleh Freud untuk
mengungkap kepribadian seseorang dan menjadikan analisa ini sebagai
metode penyembuhan. Sigmund freud, menurut alirannya ini, perilaku
manusia diartikan sebagai hasil interaksi subsistem dalam kepribadian
manusia, antara lain:
1. Id, yaitu suatu kepribadian yang memiliki dorongan biologis yang
dilakukan berdasarkan prinsip kesenangan dan lebih sering memenuhi
kebutuhannya. Bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak peduli dengan
kenyataan. Id berwatak hewani yang terdiri dari: libido-insting yaitu
vi
reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan konstruktif; thanatos-
insting yaitu destruktif dan agresif.
2. Ego, yaitu mediator yang menjembatani antara hasrat hewani dengan
tuntutan rasional dan realistis. Ego yang membuat hasrat hewani menjadi
wujud kehidupan yang realistis. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas.
3. Super Ego, yaitu unsur yang menjadi penjaga kepribadian, mewakili
sesuatu yang normatif atau ideal. Disebut juga sebagai 11 hati nurani,
merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat.
Super ego menahan ego untuk menekan hasrat hasrat yang tidak berlainan
di alam bawah sadar.

Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya


tenaga pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti–cathexis). Kateksis
adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan oleh id untuk suatu objek
tertentu untuk memuaskan suatu naluri, sedangkan anti-kataeksis adalah
penggunaan energi psikis (yang berasal dari id) untuk menekan atau mencegah
agar id tidak memunculkan naluri–naluri yang tidak bijaksana dan destruktif.
Id hanya memiliki kateksis, sedangkan ego dan superego memiliki anti-
kateksis, namun ego dan superego juga bisa membentuk kateksis-objek yang
baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak langsung, masih
berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang
diinginkan oleh id.
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur
atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika
atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang
mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari
kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Dalam dunia
pekerjaan sosial, psikoanalisis ini merupakan penanganan klien berdasarkan
case work atau individu. Namun demikian hasil perilaku dari teori diatas tak
lepas dari pengaruh lingkungan yang membuat individu melakukan hal
tersebut.

vii
B. Social Learning Theory – Skinner/Pavlov
1. Social Learning (Teori Belajar) Menurut Pavlov
Menurut Novi Irwan Nahar (2016) teori belajar Pavlov adalah suatu
tindakan interaksi antara stimulus dan respon. Saat seseorang mampu
menunjukan perubahan dalam tingkah lakunya maka dapat dianggap telah
belajar. Seperti interaksi antara guru dan siswa yaitu stimulus dan respon.
Guru memberikan tindakan stimulus kepada siswa dan siswapun
memberikan respon atau tanggapan atas stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Menurut Umaruddin Nasution dan Casmini (2020) dalam
teorninya Pavlov mengatakan perilaku bisa berubah dengan adanya suatu
proses pembiasaan ditandai dengan interaksi antara stimulus dan respon,
ditandai dengan suatu percobaan melalui anjing yang diberikan stimulus
bersyarat yaitu perangsang asli dan netral. Perangsang tersebut dilakukan
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan
respons.
Menurut Bariyah Oktariska, Anselmus J.E Toenlioe, Susilaningsih (2018)
beranggapan bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam bertingkah
laku yang dialami oleh individu sebagai dari hasil pengalaman dan peran
lingkungan oleh sebab itu manusia dipandang beraspek jasmaniah dan
sebagai makluk hidup yang pasif yang dikuasai oleh stimulus-stimulus
yang ada di lingkungannya. Menurut Umaruddin Nasution (2020) Pavlov
menyampaikan bahwa perilaku dapat berubah dengan adanya suatu proses
pembiasaan timbul dengan interaksi antara stimulus dan respon, hal
tersebut ditandai berdasarkan temuannya mengenai pengondisian klasik
(classical conditioning) yaitu suatu percobaan melalui binatang yaitu
anjing diberikan stumulus bersyarat yaitu perangsang asli dan netral.

viii
Perangsang ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi diinginkan respons.

Adapun bentuk dari teori Pavlop ialah sebagai Berikut:


a. US (Unconditioned Stimulus): Sebuah stimulus asli atau netral yang
dipergunakan untuk menimbulkan respon secara langsung, misalnya
daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
b. UR (Unconditioned Respons): Sebuah respons yang tak bersyarat,
maksudnya timbulnya sebuah respons disebabkan hadirnya sebuah
stimulus netral US, misalnya air liur anjing keluar karena ada daging.
c. CS (Conditioning Stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang
tidak dapat langsung menimbulkan respon, oleh karena itu untuk
dapat menimbulkan respon perlu digunakan dengan US secara terus
menerus. Misalnya: bunyi bel akan mengeluarkan air liur jika selalu
dipasangkan dengan daging.
d. CR (Conditioning Respons): respons bersyarat, yaitu respon yang
muncul disebabkan hadirnya CS. Misalnya, air liur anjing keluar
karena anjing mendengar bel.
2. Social Learning (Teori Belajar) Menurut Skinner
Elvi, T dkk (2019) beranggapan bahwa teori belajar Skinner berpusat
kepada tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya, teori behavioral
bepedoman menganggap bahwa kepribadian manusia merupakan bentukan
hasil dari lingkungan sosial tempat dirinya berada. Menurut Muhammad
Mahmudi (2016) Skinner adalah merupakan tokoh behavioris yang
menunjukkan bahwa perilaku individu dikontol melalui proses operant
conditioning dimana seseorang mampu mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana melalui
lingkungan yang relatif besar.

ix
Menurut Evita Adnan dkk (2016) teori operant conditioning juga biasa
disebut dengan pembiasaan instrumental. Operan conditioning adalah cara
pembelaaran dimana seorang anak, mula-mulanya mengeluarkan suatu
respon, lalu mengaitkanua dengan suatu akibat atau hasil tertentu. Ada dua
hasil yang penting dari pembiasaan instrumental yaitu renforce (penguatan
atau imbalan) dan punishment (hukuman). Penguatan adalah hasil yang
merangsang pembelajaran instrumental karena memperbesar kemungkinan
timbulnya respon di masa mendatang. Contoh: apa bila seorang guru
memuji tindakan muridnya yang mau bergantian main ayunan dengan
temanna, maka puian itu adalah suatu penguat. Operant conditioning
adalah suatu tipe pembelajaran yang sangat umum, yang menyebabkan
perbuatan-perbuatan tertentu makin sering atau makin jarang dilakukan
tergantung dari hasil perbuatan tersebut.
Adapun bentuk dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner ialah
sebagai berikut:
a. Respondent Response (reflexive response), yaitu respon yang
ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang-
perangsang yang demikian itu yang disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respon-respon yang secara relatif tetap, misalnya
makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons yang
ditimbulkannya.
b. Operant Responsen (instrumental response), yaitu respon yang timbul
dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.
Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau
reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat
respons yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang
demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah
laku tertentu yang telah dilakukan. Jika seorang belajar (telah
melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka dia akan menjadi
lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih intensif/kuat).
x
C. Teori Sistem – Talcott Parson
Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya
(juga masing-masing elemen) “terintegrasi” menjadi satu, masing-masing
memiliki “fungsi” yang berbeda-beda tapi saling berkaitan, dan menciptakan
“konsensu” dan “keteraturan sosial” serta keseluruhan elemen akan saling
“beradaptasi” baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari masyarakat.
Sistem mengandaikan adanya kesatuan antara bagian-bagian yang
berhubungan satu sama lain. Kesatuan antara bagian itu pada umumnya
mempunyai tujuan tertentu. Dengan kata lain, bagian-bagian itu membentuk
satu kesatuan (sistem) demi tercapainya tujuan atau maksud tertentu
(Abercromble cs., 1984:22). Teori Parsons mengenai tindakan meliputi empat
sistem, yakni: sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem
organisme (aspek biologis manusia sebagai satu sistem).
1. Sistem Budaya
Dalam sistem ini, unit analisis yang paling dasar ialah tentang “arti” atau
“sistem simbolik”. Beberapa contoh dari sistem-sistem simbolik adalah
kepercayaan religious, bahasa, dan nilai-nilai. Dalam tingkatan ini,
Parsons memusatkan perhatiannya pada nilai-nilai yang dihayati bersama.
Sistem budaya memiliki fungsi latency, yaitu memelihara pola-pola atau
struktur yang ada dengan menerapkan nilai dan norma dalam masyrakat.
2. Sistem Sosial
Sistem ini mendapat perhatian yang cukup besar dalam uraiannya.
Kesatuan yang paling dasar dalam analisa ini adalah interaksi berdasarkan
peran. Menurut Talcott Parsons, sistem sosial adalah interaksi antara dua
atau lebih individu di dalam suatu lingkungan tertentu. Tetapi interaksi itu
tidak terbatas antara individu-individu melainkan juga terdapat antara
kelompok-kelompok, institusi-institusi , masyarakat-masyarakat, dan
organisasi-organisasi internasional. Salah satu contoh dan sistem sosial
adalah universitas yang memiliki struktur dan bagian-bagian yang

xi
berhubungan satu sama lain. Sistem sosial selalu terarah kepada
equilibrium (keseimbangan).
Sistem sosial memiliki fungsi integration, yaitu mengatur dan mengontrol
komponen-komponen pembentuk masyarakat.

3. Sistem Kepribadian
Kesatuan yang paling dasar dari unit ini ialah individu yang merupakan
aktor atau pelaku. Pusat perhatiannya dalam analisa ini ialah kebutuhan-
kebutuhan, motif-motif, dan sikap-sikap, seperti motivasi untuk mendapat
kepuasan atau keuntungan.
Sistem kepribadian memiliki fungsi goal attainment, yaitu pencapaian
tujuan dengan menggerakkan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Sistem Organisme atau Aspek Biologis dari Manusia
Kesatuan yang paling dasar dalam sistem ini adalah manusia dalam arti
biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk ke
dalam aspek fisik ini ialah lingkungan fisik di mana manusia itu hidup.
Sistem perilaku memiliki fungsi adaptation, yaitu menyesuaikan diri
dengan lingkungan.

xii
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Nulhakim, Irfan. 2022. The Primary Profession Of Social Worker :


Eksistensi Pekerja Sosial Sebagai Suatu Profesi. Jurnal Kesejahteraan
Sosial. 2 (2).

Munarni, Erni. 2020. Pengertian, Prinsip, Bentuk, Metode, Dan Apliaksi


Pembelajaran Dari Teori-Teori Belajar Dari Pendekatan Perilaku
Dan Observational Learning (Teori Belajar Dari Pavlov, Skinner,
Bandura). Modul Bahan Ajar. Jakarta. Universitas Kristen Indonesia.

Susanto, Safitri dan Masitoh. 2023. Pemahaman Mengenai Kepribadian dalam


Perspektif Islam. Journal of Islamic Studies. 1 (2).

13

Anda mungkin juga menyukai