Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGANTAR ILMU POLITIK


JUDUL
PEREMPUAN DAN POLITIK INDONESIA

DISUSUN OLEH
YOSEP RIZAL
NIM 191263201088

DOSEN : Dra. REFLINDA, M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


STIA ADABIAH PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata
kuliah “PENGANTAR ILMU POLITIK”. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada
Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-
Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah pengantar ilmu politik di program
studi Ilmu Administrasi Negara pada Yayasan STIA Adabiah Padang. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku
dosen pembimbing mata kuliah kewirausahaan dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................


Daftar Isi ................................................................................................
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan Pembahasan................................................................... 3
D. Batasan Masalah ....................................................................... 3

Bab II Pembahasan
A. Sejarah Politik............................................................................. 4
B. Sejarah Perempuan.................................................................... 7
C. Peranan Perempuan Dalam Politik...............................................10
D. Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik............................14

Bab III Penutup


A. Kesimpulan................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................... 19
Daftar Pustaka ...................................................................................... 20
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Definisi Ilmu Politik atas adasar Hakikat Polititk sejatinya adalah karena
pendefinisian atas dasar hakikat politik lebih sejalan dengan konsep ilmu poltitik
sebenarnya. Konsep dasar ilmu politik adalah unsur penelitian yang terpenting
dan merupakan sesuatu yang digunakan oleh para peniliti untuk lebih mengerti
dunia sekelilingnya. Dunia ini penuh dengan benda-benda, kejadian-kejadian
dan ide-ide yang masing-masing mempunyai ciri yang berbeda satu sama lain.
Namun diantaranya ada yang menunjukan satu karakteristik yang sama. Dalam
perumusan yang paling sederhana, ciri yang sama atau yang sama-sama dimiliki
itu disebut “konsep”. Dengan demikian suatu konsep dapat dikenali dengan
melihat ciri inti yang ada dalam berbagai benda, kejadian atau ide.
Ilmu politik mengenal adanya konsep-konsep yang disebut konsep politik, yaitu
menyangkut gejala-gejala politik. Para filusuf politik mencari seperti kebenaran,
hukum dan keadilan. Sedangkan Sarjana-sarjana modern lebih cenderung untuk
meneropong konsep-konsep seperti masyarakat, negara atau sistem politik,
pemerintah, kekuasaan, legitimasi dan sebagainya.
Gender menjadi aspek dominan dalam hubungan kekuasaan tersebut. Dalam
relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat didalamnya.
Hubungan gender dengan politik dapat ditemukan mulai dari lingkungan keluarga
antara suami dan istri sampai pada tataran kemasyarakatan yang lebih luas,
misalnya dalam politik praktis. Diera kontemporer saat ini peran perempuan
dalam arena sosial dan politik.
Tampilnya perempuan di panggung politik semakin meningkat. Demokrasi
mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran antara laki-laki maupun
perempuan, atas dasar prinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah dan
tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan keputusan.
Salah satu bentuk asosiasi yang mencakup semua hubungan dan kelompok

1
didalam suatu wilayah. Dalam kajian politik salah satu bentuk bermasyarakat
yang paling utama adalah Negara.
Kemajuan jaman telah banyak mengubah pandangan tentang perempuan, mulai
dari pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan hanya berhak mengurus
rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang
harus berada di luar rumah, kemudian dengan adanya perkembangan jaman dan
emansipasi menyebabkan perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-
laki. Perempuan sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan, baik sosial,
ekonomi, maupun politik. Bahkan, pekerjaan-pekerjaan tertentu, yang sepuluh
atau dua puluh tahun lalu hanya pantas dilakukan laki-laki, saat ini pekerjaan
tersebut sudah bisa dan biasa dilakukan perempuan, termasuk pada pekerjaan
kasar sekalipun.
Diantara sektor-sektor publik yang telah dimasuki perempuan, sektor politik
merupakan hal yang sangat menarik sekaligus sangat penting. Menarik karena
secara historis memang sangat kecil keterlibatan perempuan dalam politik
praktis. Sangat penting karena sesungguhnya keterlibatan perempuan dalam
sektor politik dapat berpengaruh sangat besar pada kebijakan yang diambil,
khususnya dalam kaitannya dengan peran perempuan secara menyeluruh.
Peran perempuan dalam politik di Indonesia saat ini memang semakin kuat, hal
itu terlihat makin banyaknya kepala daerah, anggota DPR, bahkan para mentri
yang dijabat seorang wanita.
Bukan hanya menjabat namun kekuatan mereka mampu merubah Indonesia
dalam hal positif. Peran perempuan dalam dunia politik Indonesia memang akan
menjadi sebuah warna tersendiri bahkan dengan segala sifat kewanitaannya hal
itu akan semakin melengkapi perpolitikan Indonesia. Dunia politik dalam pemilu
maupun pilkada tidak hanya menjadi dominan kaum laki-laki saja, kaum
perempuan juga harus ikut ambil bagian dalam kancah politik, untuk mendorong
kader-kader perempuan potensial menduduki posisi penting pengambilan
keputusan seperti halnya pada pemilihan kepala daerah. Pengambilan
keputusan dalam ilmu politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau
pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
a. Apa Itu Politik ?
b. Sejarah Perempuan !
c. Bagaimana Peran Perempuan Dalam Dunia Politik ?
d. Apa Faktor Penghambat Perempuan Dalam Politik !
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan Makalah ini Yang di Capai, Yakni:
a. Mengetahui Tentang Politik !
b. Mengetahui Tentang Sejarah Perempuan !
c. Mengetahui Tentang Peran Perempuan Dalam Politik !
d. Mengetahui Masalah Penghambat Perempuan Dalam Politik !
D. BATASAN MASALAH
Karena pembahasan yang luas dan menyebabkan kekaburan dalam
pembahasan, maka makalah ini mengerucutkan masalah dengan pembatasan
masalah sebagai berikut:
a. Model Peranan Perempuan Dalam Dunia Politik Baik Itu Diluar Maupun
Didalam Dilingkungannya !
b. Apa-apa Saja Masalah Penghambat Perempuan Dalam Politik ?

3
BAB II PEMBAHASAN

A. SEJARAH POLITIK
Sejarah politik adalah narasi dan analisis peristiwa, gagasan, gerakan, organ
pemerintahan, pemilih, partai,dan pemimpin. Sejarah politik saling terkait dengan
bidang kajian sejarah lainnya, terutama sejarah diplomasi, juga dengan sejarah
konstitusi dan sejarah publik. Secara umum, sejarah politik berfokus pada
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan negara-negara dan proses politik
formal. Menurut Hegel, Sejarah Politik "adalah gagasan tentang negara dengan
kekuatan moral dan spiritual di luar kepentingan materi pelajaran: itu diikuti
bahwa negara merupakan agen utama dalam perubahan sejarah ni salah satu
perbedaan dengan, misalnya, sejarah sosial, yang berfokus terutama pada
tindakan dan gaya hidup orang biasa, atau manusia dalam sejarah yang
merupakan karya sejarah dari sudut pandang orang biasa. Sedangkan politik
secara terminologis dapat diartikan,
1. Menunjuk kepada satu segi kehidupan manusia bersama dengan
masyarakat. Lebih mengarah pada politik sebagai usaha untuk memperoleh
kekuasaan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan
kekuasaan (politics). Misal: kejahatan politik, kegiatan politik, hak-hak politik.
2. Menujuk kepada “satu rangkaian tujuan yang hendak dicapai” atau “cara-cara
atau arah kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”. Lebih mengarah
pada kebijakan (policy). Misal: politik luar negeri, politik dalam negeri, politik
keuangan.
3. Menunjuk pada pengaturan urusan masyarakat dalam segala aspek
kehidupan. Pemerintah mengatur urusan masyarakat, masyarakat melakukan
koreksi terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugasnya (siyasah).

Di antara ketiga definisi tersebut, tentunya definisi pertama lebih memiliki


konotasi negatif dibandingkan definisi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan
orientasi yang pertama adalah politik kekuasaan, untuk meraih dan
mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dalam jalan apapun entah baik
entah buruk, dapat menghalalkan segala cara dan lebih berorientasi pada
kepentingan pemimpin atau elit yang berkuasa. Sedangkan definisi politik yang
kedua dan ketiga lebih berorientasi pada politik pelayanan terhadap masyarakat,
dimana posisi pemimpin merupakan pelayan masyarakat bukan penguasa aset-
aset strategis. Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci
antara lain kekuasaan, legitimasi, system, perilaku, partisipasi, dan prosesnya
seluk beluk tentang partai politik.

4
Ilmu politik dalam perkembangannya sangat dibantu oleh sejarah dan Filsafat,
Dua kajian ini turut mengembangkan kajian ilmu politik baik dari segi pencarian
konsepsi fundamental maupun penelusuran titik-titik penemuan data dan fakta
dan masa-masa sebelumnya. Dalam buku pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah Sartono menuliskan “Politik adalah sejarah masa kimi dan
sejarah adalah politik masa lampau. Sejarah identik dengan politik, sejauh
keduanyu menunjukkan proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam
interaksi dan peranannya dalam usaha memperoleh apa, kapan dan bagaimana.

Sejarah politik di Indonesia memiliki perjalanan yang cukup kompleks. Di mana


itu terjadi di awal masa kemerdekaan. Kala itu, para founding fathers Indonesia
terus meramu sitem pemerintahan apa yang cocok bagi Indonesia.
Dalam catatan sejarah  politik Indonesia disebutkan Soekarna-Hatta dilantik
menjadi presiden dan wakil presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Saat itu
sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem presidensial. Di
mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan
legislatif.

Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus


memiliki tiga unsur yaitu presiden yang dipilih rakyat. Presiden secara
bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan
dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait;
dan Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau
konstitusi.
Presiden Soekarno kemudian membentuk Kabinet Presidensial untuk memenuhi
alat kelengkapan negara. Sistem pemerintahan presidensial itu terpusat
pada Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia kala itu.
Sebelum ada Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun
Dewan Pertimbangan Agung, Presiden  Soekarno dibantu oleh Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP).
Secara umum, sejarah politik berfokus pada peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan negara-negara dan proses politik formal. Menurut Hegel, Sejarah Politik
adalah gagasan tentang negara dengan kekuatan moral dan spiritual di luar
kepentingan materi pelajaran itu diikuti bahwa negara merupakan agen utama
dalam perubahan sejarah Ini salah satu perbedaan dengan, misalnya, sejarah
sosial, yang berfokus terutama pada tindakan dan gaya hidup orang biasa atau
manusia dalam sejarah yang merupakan karya sejarah dari sudut pandang
orang biasa.

5
Bahwa sejarah sebenarnya adalah politik masa lampau, sedangkan ilmu politik
dewasa ini adalah sejarah hari kemudian. Dengan ucapannya tersebut, Seeley
telah dapat memperlihatkan adanya hubungan yang erat dan instrinsik antara
ilmu politik dan ilmu sejarah. Namun demikian, diktum Seerley tersebut
sebenarnya kurang tepat meskipun yang dimaksud Seerley dengan sejarah
dalam hubungan ini adalah sejarah politik.

Sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian alam peristiwa yang


terjadi pada masa lampau dalam lingkungan kehidupan manusia seperti
harapan, prestasi, kekalahan, kemenangan., penemuan. ide dan keyakinan umat
manusia sejak pertama kali muncul di bumi ini Atau dengan kata lain sejarah
adalah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial meliputi rekonstruksi
masa lalu dan tentang sesuatu yang tertentu. Ilmu politik adalah ilmu bantu yang
berguna untuk sejarah, ideologi, teknologi, militer, individu, seks, intusi, agama.
mitos, ekonomi, budaya. etnisitas, ras, umur dan golongan sebagai kekuatan
dalam sejarah.
- Ilmu Politik menurut kamus istilah populer kontemporer (MDl Al-Barry Sofyan
Hadi AT) adalah ilmu kenegaraan/ketatanegaraan; taktik untuk memperoleh
dan mempertahankan kedudukan dalam pemerintahan negara
- Robert A Dahl dalam karyanya "What is Political Science" mengungkapkan
bahwa ilmu politik merupakan studi tentang politik secara keilmuan atau
politic as a science yaitu suatu kerangka usaha-usaha dari ilmu tersebut
dengan melalui studi sistematis mengenai pofitik itu sendiri
- The Liang Gie dalam buku Ilmu Politik (1978) mengungkapkan bahwa ilmu
politik adalah sekelompok pengetahuan terapan yang membahas gejala-
gejala dalam kehidupan masyarakat dengan pemusatan perhatian pada
perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna
mencapai apa yang diinginkannya.
- Soelaeman Soemardi dalam buku Ilmu Politik di Indonesia mengungkapkan
bahwa ilmu politik adalah ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang
mempelajari masalah kekuasaan dalam masyarakat, sifat hakekatnya, dasar
landasannya: proses kelangsungannya ruang Iingkupnya serta hasil dan
akibatnya.
- Politik menurut Harold D Laswell adalah siapa mendapatkan sesuatu dan
bagaimana cara mendapatkannya.

Kesimpulannya, ilmu politik tidak bisa menjadi bidang mandiri atau terisolasi
karena semua cabang ilmu sosial bermaksud untuk menjelaskan pertanyaan-
pertanyaan yang lebih besar tentang orang dan negara. 

6
B. SEJARAH PEREMPUAN
Wanita adalah sebutan yang digunakan untuk manusia yang berjenis kelamin
atau berjenis kelamin perempuan, sedangkan Perempuan adalah manusia
berjenis kelamin betina. Berbeda dari wanita, istilah "perempuan" dapat merujuk
kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak. Lawan jenis
dari wanita adalah pria atau laki-laki.
Wanita adalah panggilan umum yang digunakan untuk menggambarkan
perempuan dewasa. Sapaan yang lebih sopan ataupun panggilan untuk wanita
yang dihormati adalah "ibu". Anak-anak kecil berjenis kelamin atau bergender
perempuan biasanya disebut dengan "anak perempuan". Perempuan yang
memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk
mengandung, melahirkan dan menyusui. Diduga bahwa kata Wanita berasal dari
Bahasa sansekerta sama seperti kata perempuan yang memiliki makna relative
sama.
Jika kita melihat definisi kata perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) terkini, maka kitab bahasa yang merupakan tingkatan tertinggi dalam
institusi negara itu akan mendeskripsikan perempuan sebagai “orang yang
mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.”
Definisi itu kemudian disusul dengan contoh lain seperti geladak, jalang, jalanan,
jahat, lacur, nakal, dan lainnya yang bersifat negatif. Kata perempuan dalam
kitab bahasa negara yang diperbaharui setiap lima tahun itu memiliki pergeseran
arti yang menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan. Namun faktanya,
pendeskripsian kata perempuan di dalam KBBI Cetak selama 30 tahun terakhir,
kata Ika, tidak keluar dari konteks perempuan dilihat dari alat kelaminnya, baik
sebagai bagian dari proses reproduksi, atau sebagai segala sesuatu yang
konteksnya seks.
Sejarah perjuangan perempuan Indonesia berangkat dari kepedulian mereka
terhadap mutu keluarga. Pemikiran bahwa para ibu yang harus menyiapkan
anak-anaknya menyongsong masa depan, mengilhami para pemikir perempuan
untuk membekali diri dengan pendidikan. Alangkah anehnya jika para ibu diberi
tugas mendidik anak-anaknya, sementara mereka sendiri tidak terdidik.
Kesadaran akan perannya sebagai ibulah yang mendorong para perempuan
Indonesia untuk mengejar pendidikan. Dari isu peran dalam keluarga ini
perjuangan emansipasi perempuan Indonesia berkembang ke relasi dalam
pernikahan dan kemudian hak-hal politik.
Perubahan sosial politik yang mempengaruhi pembagian gender sebab pada
zaman orde baru gerakan perempuan dibatasi oleh lembaga negara seperti
pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan Dharma Wanita.

7
Cora Vreede-de Stuers membahas perjalanan perjuangan emansipasi
perempuan Indonesia sejak awal abad 20, di era munculnya politik etis Belanda
sampai dengan tahun 1950-an. Cora de Stuers membahas para pelopor
pergerakan perempuan Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi,
persinggungan antara gagasan sekuler dan gagasa Islam dalam perjuangan
perempuan Indonesia dan perkembangan perjuangan dari urusan domestik ke
urusan politik. Selain menyelidiki dokumen-dokumen, Cora de-Stuers juga
mengkaji novel-novel yang terbit pada jamannya untuk memotret perkembangan
perjuangan emansipasi perempuan Indonesia.
Faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap perjuangan emansipasi
perempuan Indonesia, yaitu Adat dan Hukum Islam. de-Stuers menyajikan hal-
hal positif dan hal-hal yang menjadi kendala dari sisi adat dan Hukum Islam
terhadap perjuangan emansipasi perempuan Indonesia. Dalam hal ini
menyajikan pokok-pokok dalam adat dan Hukum Islam yang nantinya bertemu
dan saling mempengaruhi dalam menanggapi isu-isu yang diperjuangkan oleh
para perempuan Indonesia. Secara jeli menunjukkan bahwa persoalan di
kalangan ningrat jauh lebih rumit daripada di kalangan masyarakat pada
umumnya. Sebab aturan-aturan adat untuk perempuan kalangan ningrat jauh
lebih ketat daripada perempuan pada umumnya.
Pergerakan perempuan Indonesia. Cora mengaitkan politik etis Belanda di awal
abad 20 dengan bangkitnya kesadaran emansipasi perempuan Indonesia. Politik
etis membawa serta gagasan-gagasan emansipasi perempuan yang saat itu
berkembang pesat di Eropa. Cora menunjukkan bahwa para pelopor pergerakan
emansipasi perempuan Indonesia setidaknya terpengaruh dengan gagasan-
gagasan feminisme di Eropa. Ini menunujukan bahwa upaya peningkatan di
Hindia Belanda sebagai implikasi dari politik etis telah merambah kepada
penyedian pendidikan bagi kaum perempuan. Akses pendidikan bagi kaum bumi
putera dan juga bagi perempuan lainnya.
Pergerakan perempuan di era kolonial ini ditandai dengan munculnya organisasi-
organisasi perempuan. Organisasi-organisasi perempuan ini ada yang bercorak
sekuler ada pula yang bercorak Islam. Pada era inilah gerakan emansipasi
meluas dari sekadar urusan domestik kepada urusan publik. Isu tentang
keterwakilan perempuan dalam politik sudah mulai menyeruak. Namun isu
domestik tidak serta-merta hilang dari pembahasan para pejuang emansipasi.
Untuk urusan akses kepada pendidikan, sepertinya tidak terjadi banyak
persinggungan antara pandangan sekuler dengan pandangan Islam. Namun
dalam hal hubungan perkawinan, terjadi debat yang sengi tantara kelompok
sekuler yang menentang poligami dengan kelompok Islam yang
mempertahankannya.

8
Isu diskriminasi terhadap perempuan telah menimbulkankeprihatinan sejumlah
intelektual yang kemudian membahasnya dalam Konferensi Dunia tentang
Perempuan di Meksiko tahun 1975, yang juga dihadiri oleh wakil gerakan
perempuan Indonesia. Dalam konferensi tersebut disepakati untuk menyusun
naskah tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan
membahasnya dalam sidang umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) (Sadli,
2010:34). Hasil dari pembahasan tersebut adalah menetapkan berlakunya
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Konvensi Perempuan, CEDAW) yang oleh pemerintah Indonesiadiratifikasi
dengan UU No.7/1984 tentang Pengesahan Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita.Konvensi ini selanjutnya disingkat menjadi
Konvensi Wanita dan sekarang disebut CEDAW (Convention on the Elimination
of All Types of Discrimination Against Women).
Pemikiran mengenai pentingnya keterdidikan perempuan itu pulalah yang
kemudian mendorong sejumlah tokoh seperti Dewi Sartika, Roehana Koeddoes,
Rahmah El Junusiah, dan organisasi ‗Aisyiyah mendirikan sekolah khusus untuk
kaumperempuan. Dewi Sartika mendirikan Sekolah Kautamaan Istri di Bandung,
16 Januari 1904 (Wiriaatmadja, 1980/1981:79), Roehana Koeddoes mendirikan
Sekolah Kerajinan Amai Setia di Kotogadang, Minangkabau.
Pergerakan perempuan pun berkembang pesat, terutama pada tahun 1930-an.
Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan Kongres Perempuan pertama di Indonesia
pada tahun 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut menghasilkan poin-poin
penting isu perjuangan perempuan Indonesia, di antaranya pelibatan perempuan
dalam pembangunan bangsa, pemberantasan buta huruf dan kesetaraan dalam
hak memperoleh pendidikan, hak-hak perempuan dalam perkawinan, pelarangan
perkawinan anak, dan upaya menghancurkan ketimpangan dalam kesejahteraan
sosial melalui perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita.
Kesetaraan gender sebenarnya telah jauh diperjuangkan baik pada masa kuna
maupun masa modern. Hanya saja kesadaran sejarah semacam ini masih
sangat rendah, sehingga kesetaraan gender di Indonesia belum dapat terwujud
secara keseluruhan. Harapannya dengan aksi historisisme yang dilakukan oleh
semua elemen, akan tercipta kesetaraan sejati di mana bukan hanya persoalan
‘perempuan dan laki-laki’ namun pada capaian pemberdayaan semua lapisan
masyarakat termasuk kaum marginal dalam keterlibatan pembangunan nasional.
Dengan tercapainya kesetaraan sejati inilah Indonesia mampu mencapai
pembangunan dan kesejahteraan berkelanjutan. Meski demikian tidak lantas
perempuan-perempuan Indonesia semua diam. Di balik peristiwa  tersebut
ternyata banyak perempuan-perempuan yang kritis dan sadar akan hak-haknya. 

C. PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK


9
Keprihatinan terhadap kondisi kaum perempuan dalam memperjuangkan dan
memenuhi hak-hak perempuan, tidaklah luput dari anggapan bahwa kondisi
perempuan di Indonesia sangatlah tidak seimbang dalam hal pemenuhan
aspirasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia. Selain itu
perhatian terhadap kehadiran kaum perempuan di dalam panggung politik,
diwarnai paling sedikit oleh dua pandangan. Pertama, berkaitan dengan masalah
keadilan. Tergambar dengan jelas bahwa sisa-sisa ketidaksamaan derajat antara
pria dan wanita yang merupakan warisan dari masa kolonialisme telah
menjangkiti masyarakat Indonesia.
Dari sisi lain, dapat dipastikan bahwa kebijakan yang efektif, misalnya dalam
pembangunan ekonomi, akan lebih banyak dilandasi proses pengambilan
keputusan yang mengikutserakan kaum laki-laki maupun kaum perempuan.
Apabila hal tersebut dilakukan tanpa melibatkan kaum perempuan dalam
menduduki posisi penting di pemerintahan dan kedudukan politik lainnya, hampir
pasti menghasilkan kondisi dan aspirasi yang tidak sepadan dengan setengah
dari jumlah penduduk Indonesia yang hampir sebagian penduduknya adalah
kaum perempuan.
Tentu hal inilah salah satu penyebab ketertinggalan kaum perempuan dalam ikut
berkarya mengukir kemajuan bangsa baik dibidang kesejahteraan
masyarakatnya maupun dalam bidang keterlibtan perempuan dalam hal
pembangunan. Semakin kompleksnya permasalahan perempuan, menuntut
perempuan untuk ikut andil duduk diparlemen dengan anggota legislative lainnya
membahas dan mencari solusi atas kompleksnya permasalahan perempuan
sendiri.
Masalah lain yang ada dalam lingkup perempuan adalah ketika pemerintah
memutuskan bahwa setiap partai harus mengisi kuota perempuan minimal 30
persen yang terangkum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.
7/2013 pasal 27 ayat (1) huruf b menyangkut kuota 30 persen keterwakilan calon
legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil), perlu diperkuat.
Pasalnya, sesuai amanat Undang-Undang (UU), partai politik (parpol) harus
memenuhi syarat tersebut apabila parpol ingin jadi peserta pemilu 2014.
Kita patut bangga dan menghargai perjuangan kaum perempuan di legislatif,
para aktivis perempuan yang menginginkan semua pihak bersedia mendukung
affirmative action ( tindakan keberpihakan) supaya kebijakan-kebijakan publik
atau politik tidak bias gender tetapi justru akan mendinginkan suhu politik yang
semakin hari kian memanas. Apabila baik perempuannya, maka baiklah negara
tersebut. Manakala rusak perempuannya, maka rusaklah pula Negara itu”.

Partisipasi politik seperti di atas tentu saja akan berarti apabila perempuan turut
terlibat di dalamnya. Di dalam negara yang sedang belajar menuju demokratis
10
yang sesungguhnya seperti Indonesia, adanya partisipasi perempuan yang lebih
besar maka dianggap menjadi lebih baik. Negara cenderung akan melayani
kepentingan beberapa kelompok saja.Partisipasi politik yang dapat dilakukan
oleh perempuan dapat melalui beberapa jalur, meliputi:
a. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara formal dapat berperan aktif
di lingkungannya sendiri melalui Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja
secara formal dapat berperan aktif di lingkungannya sendiri melalui Bagi ibu
rumah tangga yang tidak bekerja secara formal dapat berperan aktif di
lingkungannya sendiri melalui berbagai kegiatan yang mendukung program
pemerintah, seperti PKK, Posyandu, KB, dan lain-lain kegiatan yang
menggerakan ibu-ibu ke arah kepentingan bersama. Begitu pula turut
memberi penjelasan akan pentingnya menjadi pemilih dalam pemilu yang
berlangsung lima tahun sekali guna melangsungkan kegiatan demokrasi dan
kenegaraan.
b. Perempuan yang menginginkan karier di bidang politik dapat menjadi
anggota salah satu partai politik yang sesuai dengan ideologinya, terutama
dalam memperjuangkan kaum perempuan, dan yang bersangkutan dapat
mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk dipilih oleh masyarakat
pada saat dilaksanakannya pemilu.
c. Perempuan yang memilih karir di eksekutif atau pemerintahan dapat
menjalankan fungsi sesuai dengan kemampuan, latar belakang pendidikan,
dan beban tugas yang diberikan kepadanya dengan penuh rasa tanggung
jawab. Apalagi yang bersangkutan dituntut untuk memiliki keterampilan dan
kemampuan memimpin sehingga tidak tergantung pada laki-laki. Perempuan
di pemerintahan ini diharapkan menjadi pempimpin dan pengambil kebijakan,
seperti menjadi lurah/kepala desa, camat, kepala daerah, atau menjadi
kepala bidang/bagian bahkan kepala instansi di tempat kerjanya.
d. Perempuan yang bekerja di bidang yudikatif atau berhubungan dengan
hukum sebagai pengacara, jaksa, hakim, atau sebagai polisi penyidik
perkara, dapat bekerja dengan jujur dan adil demi tegaknya hukum itu sendiri,
tanpa membedakan latar belakang agama, suku, budaya, daerah,
pendidikan, golongan, dan lain-lain.

Dengan demikian, partisipasi yang dilakukan perempuan tidak saja sebagai


partisipasi pasif, tetapi sekaligus juga partisipasi aktif sebagai penentu kebijakan
sehingga keberadaannya dapat diperhitungkan.

11
Tiga hal dasar yang utama harus diperhatikan dalam hal membangun
keberdayaan politik perempuan adalah hak, aspirasi dan akses. Kesadaran akan
hak dan pentingnya perempuan berperan di bidang politik adalah menjadi hal
utama yang harus dibangun. Edukasi politik terhadap perempuan oleh lembaga
masyarakat, pemerintahan dan partai sangat penting tapi justru bagian inilah
yang sering terlupakan.

a. Pengantar politik (konsep yang mirip dengan pelatihan politik yang ada)
b. Ideologi politik
c. Strategi advokasi, analisis anggaran, komunikasi politik, penjaringan dana
dan lain-lain

Perempuan Indonesia memiliki peranan dalam pembangunan di bidang politik,


baik terlibat dalam kepartaian, legislatif, maupun dalam pemerintahan. Partisipasi
dalam bidang politik ini tidaklah semata-mata hanya sekedar pelengkap saja
melainkan harus berperan aktif di dalam pengambilan keputusan politik yang
menyangkut kepentingan kesinambungan negara dan bangsa.

Dalam konteks kenegaraan Indonesia, sebagaimana dalam UUD 1945


bahwasannya Indoneisa adalah negara hukum sehingga setiap aturan atau
gagasan yang sifatnya ke negaraan maka harus ada payung hukumnya atau
legalitas, tidak terkecuali kesetaraan laki-laki dan perempuan. Peraturan
perundang-undangan yang mengatur kesetaraan laki-laki dan perempuan
adalah:

1. UUD 1945 Pasal 27-34


2. Ketentuan MPR Nomor II/MPR/1998 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1993
3. Undang-undang (UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan)
4. Peraturan pemerintah (PP No 9 tahun 1975 dan PP No. 10 tahun 1990)

Tanpa keterwakilan perempuan di parlemen atau legislatif dalam jumlah yang


memadai, akan terdapat kecenderungan untuk menempatkan kepentingan laki-
laki sebagai pusat dari pengambilan kebijakan. Oleh karena itu salah satu upaya
untuk meningkatkan peran perempuan adalah dengan dikeluarkanya Undang-
undang (UU) yang mengatur keterwakilan perempuan sebesar 30 persen yang
diatur dalam UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di
dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009.

12
Namun, perempuan dalam parlemen jangan hanya pelengkap. Atau hanya
memenuhi kuota keterwakilan perempuan saja (kuantitas). Namun, kualitas
perempuan sebagai politikus juga harus mumpuni dan dominan dalam
pengambilan keputusan dan layak bersaing dengan politisi pria. Aturan tentang
kewajiban kuota 30% bagi calon legislatif (caleg) perempuan ialah salah satu
capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi. Aturan
tersebut tertuang dalam sejumlah UU, yakni UU No 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Lalu, UU No 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait
Pemilu 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan


Umum disebutkan menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan
pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. UU No 2 Tahun 2008
mengamanahkan pada parpol untuk menyertakan keterwakilan perempuan
minimal 30% dalam pendirian ataupun kepengurusan di tingkat pusat. Angka
30% ini didasarkan pada hasil penelitian PBB yang menyatakan bahwa jumlah
minimum 30% memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa
dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga publik.

UU No 10 Tahun 2008 mewajibkan parpol untuk menyertakan 30% keterwakilan


perempuan pada kepengurusan tingkat pusat. Syarat tersebut harus dipenuhi
parpol agar dapat ikut serta dalam pemilu. Peraturan lainnya terkait keterwakilan
perempuan tertuang dalam UU No 10 Tahun 2008 Pasal ayat 2 yang mengatur
tentang penerapan zipper system, yakni setiap tiga bakal calon legislatif,
terdapat minimal satu bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan. Keterlibatan
perempuan dalam dunia politik memiliki sebuah peningkatan. Banyak para
perempuan yang terjun langsung dalam politik praktis. Ada beberapa perempuan
yang menjabat sebagai menteri pada kebinet Gotong Royong, selain itu banyak
perempuan-perempuan yang menjabat sebagai kepala daerah. Karena, semakin
banyak perempuan yang terjun secara langsung dalam politik, maka semakin
besar kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak dan perlindungan terhadap
perempuan yang selama ini belum secara maksimal diberikan oleh Negara.

Oleh sebab itu peran perempuan harus diawali dengan pemberdayaan diri
kemudian diberikan kedudukan dan tanggung jawab. Kedudukan yang diberikan
kepada perempuan dibutuhkan untuk dapat meningkatkan posisi perempuan
harus didukung pula dengan kesempatan, pendidikan, materi, kesempatan dan
keterwakilan politik

13
D. FAKTOR PENGHAMBAT PEREMPUAN DALAM POLITIK
Salah satu bidang yang menjadi sorotan kurangnya peran perempuan adalah di
bidang politik, sangat pentingnya peran perempuan dalam bidang politik
dikarenakan dalam politiklah sesungguhnya kaum perempuan bisa
memperjuangkan hak-hak yang belum mereka dapatkan dalam konteks
bernegara, apalagi Negara juga mengakomodir dengan lahirnya Undang-Undang
yang memberikan ruang kepada perempuan antara lain:
1. Undang Undang No. 31 Tahun 2002 Tentang partai politik.
2. Undang Undang No.12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan umum.
3. Undang Undang No. 2 tahun 2008 Tentang partai politik
4. Undang Undang No. 7 tahun 2017 Tentang pemilihan umum.

Undang-undang yang disebitkan di atas memberikan ruang kepada pihak


perempuan dimana mengharuskan partai politik dalam pendirian maupun
kepengurusan ditingkat pusat harus menyertakan keterlibatan 30 % perempuan.
Walaupun Negara sudah mengakomodir peran perempuan dalam bidang politik,
akan tetapi target 30% dari keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif
belum dapat memenuhi kuota. Setidaknya terdapat dua faktor yang melatar
belakangi belum terpenuhnya kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam
lembaga legislatif yaitu:

a) Agama
Kurangnya kontribusi kaum perempuan dalam dunia politik juga terdapat
dalam faktor agama Islam, karena banyak orang terutama kaum laki-laki
memandang sinis terhadap majunya perempuan ke dalam dunia politik,
karena menurut orang yang berpandangan seperti itu bahwa perempuan
pada hakekatnya hanya sebagai ma’mum tidak bisa menjadi imam, dan
posisi di legislatif dianggap sebagai menjadi imam dan menyalahi aturan
agama sendiri, Apa lagi situasi inmi terdapat pada perempuan yang sudah
menikah maka akan sulit sekali untuk masuk ke dunia politik karena bagi
perempuan yang sudah menikah tugas sebagai istri adalah melayani suami
baik dalam hal lahiriah maupun batiniah.
b) Budaya
Bahwa masyarakat Indonesia ketika mendengar kalimat politik maka yang
membayangi adalah suatu praktek yang buruk, dunia atau bidang yang saling
menipu, dunia keras sehingga dianggap perempuan tidak akan bisa bertahan
lama dalam bidang politik karena masyarakat beranggapan bahwa
perempuan mahkluk yang lemah sehingga jika berada adi bidang politik akan
kalah dengan kaum laki-laki.

14
Kedua faktor inilah yang menjadi alasan yang kuat keterwakilan perempuan
pada lembaga legislatif tidak memenuhi 30%. Betapa pentingnya pemenuhan
30% keterwakilan perempuan pada lembaga legislatif adalah bahwa lembaga
legislatif adalah salah satu dari tiga lembaga utama di ketatanegaraan Indonesia,
salah satu tupoksi dari lembaga legislatif adalah legislasi (pembuatan undang-
undang) dan penganggaran.

Meskipun kuota keterwakilan perempuan telah disediakan sebanyak 30%, akan


tetapi adanya kuota tersebut belum dapat diikuti dengan perubahan paradigma
tentang budaya patiarki di masyarakat. Dengan demikian mengubah stigma
masyarakat tidaklah mudah, masyarakat kita masih berfikir bahwa politik
merupakan wilayah publik yang tidak hanya diisi oleh laki-laki, namun
perempuan juga berhak untuk turut berpartisipasi di dalamnya.

Di harapkan adanya keterwakilan kuota sebesar 30% kaum perempuan dapat


menghasilkan produk undang-undang yang ramah terhadap perempuan dan
anak atau dapat membantu kaum perempuan dan anak untuk mendapatkan hak-
haknya yang masih mendapatkan perlakuan diskriminasi, dengan demikian ke
depannya tidak ada lagi kasus-kasus yang keputusannya memberatkan kaum
perempuan atau adanya ketidak adilan terkait keputusan kasus yang menimpa
kaum perempuan.

Jika bisa disimpulkan terhadap penjelasan faktor kurangnya peran perempuan


dalam konteks politik kebangsaan adalah bukan karena agama maupun budaya,
akan tetapi sebagian kaum laki-laki yang mempunyai kepentingan dalam politik
secara nasional menggunakan agama dan budaya sebagai alat untuk
mendiskriminasi kaum perempuan. Ditambah lagi salah satu faktor terbesar dari
akar permasalahan kurangnya kontribusi peran perempuan dalam bidang politik
adalah bertemunya doktrin atau aturan dari budaya dengan Agama khususnya
Agama Islam, sehingga ke dua faktor ini lah yang seharusnya lebih mendorong
peran perempuan lebih berkonstribusi kepada bidang politik malah dipakai oleh
sebagian kaum laki-laki untuk mendiskriminasi perempuan sehingga sekan-akan
peran perempuan memang hanya sebagai pelengkap atau hanya sebagai
pelengkap secara tertulis saja. Kedua faktor inilah yang seharusnya lebih
mendorong peran perempuan lebih berkonstribusi kepada bidang politik malah
dipakai oleh sebagian kaum laki-laki untuk mendiskriminasi perempuan sehingga
sekan-akan peran perempuan memang hanya sebagai pelengkap atau hanya
sebagai pelengkap secara tertulis saja.

15
Di Indonesia secara normatif tidak ada peraturan perundang-undangan dalam
biadng politik yang mendiskriminasi perempuan. Bahkan tingkat partisipasi
perempuan khususnya di bidang politik telah dijamin secara yuridis formal dalam
Konstitusi UUD 1945. Namun pada kenyataannya, tingkat partisipasi politik
perempuan masih sangat rendah dan memprihatinkan. Temuan berupa
identifikasi hambatan-hambatan terhadap partisipasi politik perempuan yaitu:

1. Partai politik yang sangat maskulin termasuk juga sistem pemilu yang tidak
berpihak pada perempuan.
2. Gerakan perempuan cenderung mengalami fragmentasi aktivis perempuan
berdasarkan aliran-aliran yang mempengaruhi pola gerakan mereka, hal ini
membuat gerakan perempuan menjadi tidak solid dan nampak terpecah-
pecah berdasarkan kepentingan dan orientasi gerakan para aktivisnya.
3. Meskipun tampaknya hidup berkecukupan secara ekonomi, tetapi sering
perempuan ternyata tidak memiliki aset apa-apa secara hukum.
4. Pembagian peran gender secara biologis antara perempuan dan laki-laki,
juga merupakan hambatan karier perempuan dalam politik. sehingga
perempuan yang akan berpartisipasisi wilayah politik tidak mendapatkan
dukungan dari lingkungannya atau bahkan dirinya sendiri.
5. Media massa juga menjadi faktor penghambat karena merupakan kelompok
yang sering mendeskreditkan, menyudutkan, tidak memberi kesan baik atau
memberi pelabelan negatif tentang perempuan.
6. Kepercayaan publik untuk memilih perempuan menjadi anggota legislatif.
Dari beberapa temuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa paling tidak
ada enam hal yang dianggap responden sebagai hambatan yang berasal dari
diri perempuan sendiri, dan dari factor di luar diri perempuan.

Walaupun dalam politik perempuan hanya beberapa yang ikut berpastisipasi ini
menunjukan bahwa perempuan juga bisa berpolitik dan ikut serta dalam dunia
politik sama dengan laki-laki dan hampir juga bisa disamakan dan disetarakan
haknya. Adanya peraturan tentang diharuskannya caleg perempuan sebanyak
30% merupakan salah satu kebijakan yang penting dalam proses perjalanan
demokrasi kita. Aturan tersebut tertulis dalam beberapa UU, yakni UU no 31
tahun 2002, UU no. 12 tahun 2003, UU no. 2 tahun 2008, UU no, 10 tahun 2008
dan UU no 7 tahun 2017. Hal tersebut disebabkan karena kaum perempuan
lebih banyak yang memilih untuk terlibat dalam urusan rumah tangga daripada
urusan politik, tingkat partisipasi politik kaum perempuan lebih rendah jika
dibandingkan dengan tingkat partisipasi pilitik kamu laki-laki.

16
Terdapat UU yang mengatur mengenai kuota 30%, faktanya pada Pemilu 2019,
hanya beberapa caleg perempuan yang lolos dan terpilih di partai politiknya
masing-masing. Terdapat enam kendala sehingga keikutsertaan perempuan
tidak maksimal, yaitu:

1. Adanya pemahaman keagamaan yang mendorong perempuan untuk hanya


beraktifitas di wilayah domestik (rumah tangga)
2. Stigma negatif dari masyarakat bahwa politik itu tidak cocok untuk kaum
perempuan dan hanya cocok untuk kaum laki-laki
3. Perempuan selalu berfikir ulang ketika aktif berkiprah di dunia politik yang
nota bene memiliki jam kerja yang tidak pasti dan kerap dilakukan di malam
hari. Rapat-rapat dan kegiatan partai seringkali dilakukan tidak pasti dalam
hal waktunya dan kebanyakan dilakukan pada sore atau malam hari.
4. Perempuan cenderung mencari atau memilih pekerjaan yang memiliki jam
kerja pasti dan dapat diatur antara pekerjaan publik dan pekerjaan domestik.
5. Perempuan yang ingin aktif juga terkendala dengan tidak mendapatkan ijin
dari suaminya
6. Kualitas perempuan dalam bidang politik masih jauh di bawah kaum laki-laki

Selain itu terdapat sebuah permasalahan dilematis dimana jumlah caleg


perempuan yang terpilih tidak mempunyai kompetensi yang cukup dalam
pembuatan kebijakan. Sehingga perlu peran serta masyarakat untuk mendorong
Caleg perempuan yang mempunyai kualitas untuk maju di Pemilu selanjutnya.
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa caleg-caleg perempuan
merupakan bagian penting dari Organisasi-organisasi yang terdapat di
masyarakat. Dasar supaya menciptakan perubahan sudah terwujud bagi
perempuan dalam dunia politik. Namun, karena sedikitnya jumlah perempuan
dalam ranah politik keyakinan belum tercermin dalam perubahan yang nyata.
Perempuan sering mengalami hambatan disebabkan oleh, memerangi stereotipe
tentang harus tinggal di rumah dengan anak-anaknya san tidak mempunyai
waktu dan uang yang cukup untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Lagi pula,
masalah dengan metode organisasi LSM karena keterbatasan pemberian
informasi, jaringan maupun tujuan bersama antara organisasi dan kaukus
perempuan.

Sangat sulit bagi memasuki bidang politik karena budaya politik, money poltik,
dan nepotisme. Selain ini, mempersulit perekrutan perempuan yang memiliki
kemapuan politik yang akan memungkinkan mereka bersaing atas dasar
kesetaraan dengan laki-laki.

17
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Peran Permpuan di Politik
Perjuangan perempuan Indonesia di era demokrasi seperti sekarang ini
terutama dalam bidang politik masih perlu upaya yang cukup keras dari
seluruh stakeholders terutama kaum perempuan. Salah satu strategi yang
harus dikembangkan adalah melakukan pendidikan politik bagi pelaku-pelaku
politik dan pemilih khususnya perempuan. Pendidikan politik diharapkan
dapat mengubah “image” masyarakat tentang politik yang selama ini
diasumsikan sebagai hak monopoli kaum lelaki.
Prestasi dan keterampilan yang tinggi yang ditunjukkan oleh kaum
perempuan, telah berhasil membuktikan bahwa perempuan memiliki banyak
persamaan dengan laki-laki. Salah satu kesuksesan perempuan di luar
dunianya, dapat dilihat dari kepemimpinan seorang perempuan. Bahkan,
keberhasilan perempuan dalam kepemimpinan dapat melebihi laki-laki,
karena pada perempuan tersimpan kekuatan berupa ketegasan, ketegaran,
dan kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat, sebagai syarat-
syarat yang diperlukan bagi seorang pemimpin.
2. Hambatan Perempuan di Politik
Perlu diingatkan lagi kesetaraan gender dalam parlemen dicapai, para politisi
perempuan ingin mencapai kesetaraan ditengah masyarakat. Hambatan tak
lepas dari budaya, money politik, kewajiban sehari-hari perempuan, metode
organisasi, hambatan lainnya semua hasil dari budaya patriaki
mengakibatkan perempuan dan isu-isunya yang dianggap kurang penting
dalam masyarakat.
Hasil penelitian tidak memberikan pandangan pasti pada kontribusi dan
pengaruh perempuan dalam politik. Tiga pandangan yaitu, pertama
perempuan dianggap kurang mampu, memiliki posisi yang lebih rendah
maupun terdregadasi kebidang yang dianggap lembut. Kedua perempuan
lebih sabar dan penuh perhatian dan yang terakhir perempuan dan laki-laki
memberikan kontribusi sama untuk proses politik dan kualitas kontribusi
politisi tergantung pada kemampuan individu dan bukan jenis kelaminnya. Hal
ini akan tergantung pada organisasi dan kaukus perempuan bekerja sama
upaya agar mengurangi dampak hambatan-hambatan yang diciptakan oleh
budaya pariaki.
Mudah-mudahan upayanya dapat menjamin kesetaraan gender ditingkatkan
dan masa depan perempuan dipolitik ditingkatkan kemudian juga
masyarakatnya.

18
B. SARAN
Secara keseluruhan, perlu ditingkatkan tentang perempuan dalam politik. Secara
khusus masa depan dan peran perempuan harus ditingkatkan, agar perempuan
tidak dipandang sebagai kaum lemah. Selain itu metode yang paling efektif
dalam meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik dengan mendukung
perempuan bergeser dari bawah keatas dalam bidang politik.

Kesejajaran antara perempuan dengan laki-laki merupakan suatu usaha yang


tidak sia-sia apabila perempuan itu sendiri berusaha sesuai dengan
kemampuannya, sehingga dengan kemampuan yang sama maka akan sanggup
bersaing di kehidupan ini dengan kaum laki-laki sesuai dengan sifat
keperempuanannya. Mendorong lebih banyak perempuan menjadi terlibat dalam
politik ditingkat bawah agar bisa meningkatkan partisipasi perempuan diseluruh
ranah politik.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiyatmi, 2002, Menjadi Perempuan Terdidik, Yogyakarta, UNY Press.


2. Yudi Rustiana, Ismail Nurdin, 2017, Dinamika Politik Komtepore, Bandung,
CV Alfabeta.
3. Rutih Rahayu, 2007, Gerakan Perempuan Indonesia Dalam Belenggu
Historigrafi Indonesia, Semarang, Esal Untuk Simposium Historigrafi Nasional
4. Wieringa.S, 2010, Pasang Surut Gerakan Perempuan Indonesia, Jakaeta,
Digital Academic Repository.
5. Hendrarto,2009, Peran Perempuan Dalam Politik Di Era Reformasi,
Magelang.
6. https://era.id/sejarah/41284/sejarah-politik-indonesia-gonta-ganti-sistem-
pemerintahan-hingga-menjamurnya-partai-politik
7. https://id.wikipedia.org/wiki/Politik
8. https://magdalene.co/story/seniman-ika-vantiani-pertanyakan-definisi-kata-
perempuan
9. https://komunitasbambu.id/sejarah-perempuan-indonesia/
10. https://satunama.org/3877/catatan-kecil-sejarah-gerakan-perempuan-
indonesia/
11. https://www.kompasiana.com/firdausfirken/54f7b908a33311707a8b4c42/penti
ngnya-peran-perempuan-dalam-kancah-perpolitikan
12. https://mediaindonesia.com/opini/294046/

20

Anda mungkin juga menyukai