Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU POLITIK

Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


Dosen Pengampu :

DISUSUN OLEH :

NOVIA RISTIANI

1913032053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya selaku penyusun dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
…………….., yang saya susun bertujuan untuk memberikan pembahasan tentang
……………….
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, saya berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Pringsewu, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Ilmu Politik............................................................................................3

B. Perkembangan Ilmu Politik.................................................................................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .........................................................................................................29
B. Saran.....................................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara masalah perkembangan mengenai ilmu politik jelas bahwa seiring

dengan perkembangan zaman maka perkembangan ilmu politikpun terus

mengalami peningkatan dan terus berkembang, kebutuhan akan pentingnya ilmu

politik dalam keberlangsungan hidup bernegara dan peran serta memajukan atas

bangsa ini. Maka ilmu politikpun menjadi dianggap sangat penting untuk

menopang kemajuan tersebut. Manusia yang terus menerus melakukan penelitian

terhadap aspek kehidupan politik itu sendiri. Ilmu politik yang dianggap sebagai

bagian dari ilmu yang sangat penting terhadap pengelolaan ketatanegaraan maka

mulai dari SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi memberikan pengajaran

tentang aspek berpolitik, kalau dalam pendidikan dasar sampai sekolah menengah

atas itu terdapat didalam mata pelajaran PKN yang juga sama terdapat

didalamnya pola pengajaran/transper ilmu politik terhadap siswanya, maka di

tingkat perguruan tinggi sekarang sudah banyak fakultas atau jurusan atau

perguruan tinggi khusus yang mewadahi secara khusus mengenai ilmu politik.

Sebagai contoh FISIP, STISIP, dan ini merupakan ciri bahwa benar ilmu politik

dari zaman ke zaman terus mengalami perkembangan.

Sekarang zaman terus menuntut kita untuk terus berusaha dan terus

mengembangkan perkembangan terhadap ilmu itu sendiri, sangat penting kiranya

1
untuk mahasiswa hokum memahami betul akan esensi dari ilmu politik itu

sendiri, dengan belajar serta mengkaji mengenai ilmu politik kita

mengaktualisasikan dalam kehidupan bernegara/ dalam mengurusi bidang

kepemerintahan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1) Apa yang dimaksud dengan ilmu politik?

2) Bagaimana sejarah perkembangan ilmu politik?

3) Bagaimana perkembangan ilmu politik sebagai disiplin ilmu?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ilmu Politik

Sebelum mendefinisikan apa itu ilmu politik, maka perlu diketahui lebih dulu

apa itu politik. Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani ”polis” yang

berarti kota yang berstatus negara. Secara umum istilah politik dapat diartikan

berbagai macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses

menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Menurut Miriam Budiardjo dalam buku ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, ilmu

politik adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan

sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti

Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good

life(kehidupan yang baik).

Menurut Goodin dalam buku “A New Handbook of Political Science”, politik

dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan social secara paksa. Jadi, ilmu

politik dapat diartikan sebagai sifat dan sumber paksaan itu serta cara

menggunakan kekuasaan social dengan paksaan tersebut.

Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang

menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan

tujuan-tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh

3
masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Lagipula politik menyangkut

kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu.

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik

merupakan usaha untuk mecapai kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia kita

mengenal pepatah gemah ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan

Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life.[1] Pemikiran

mengenai politik didunia barat banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsuf yunani

kuno abad ke- 5 SM, plato dan Aristoteles menganggap politik sebagai suatu

usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik.

Bahwa politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah

kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan

publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).

Tidak dapat disangkal bahwa kegiatan politik disamping terdapat segi-segi

positif, juga mencakup segi-segi negatifnya. Hal inidisebabkan karena politik

mencerminkan tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang

buruk, perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan

sering bertentangan, mencakup rasa cinta, benci, setia, bangga, malu dan marah.

Politik menurut Rod Hogue adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana

kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan

mengikat meelalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara

anggota-anggotanya. Sedangkan politik menurut Andrew Heywood adalah

kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan

4
mengamandemen peraturan-pertauran umum yang mengatur kehidupannya, yang

berarti tidak terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Politik

Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang

ada, meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba

melacak asal-usul keberadaannya hingga zaman yunani kuno, tetapi hasil yang

dicaopai tidak segemilang apa yang telah dicapai oleh ilmu politik.

Apabila ilmu politik di pandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari

ilmu-ilmu social yang memilik dasar, rangka, focus, dan ruang lingkup yang jelas,

maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir

pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat

berdampingan dengan cabang-cabang ilmu social lainnya, seperti sosiologi,

antropologi, ekonomi, dan psikologi, dalam perkembangan ini saling

mempengaruhi.

Untuk mengetahui perkembangan ilmu politik, kita harus meninjau ilmu

politik dalam  kerangka yang luas. Sebagaimana telah diterangkan pada

presentasi makalah minggu yang lalu bahwa ilmu politik ditinjau dari kerangka

yang luas telah ada sekitar tahun 427 S.M. Sebagai pembahasan secara rasional

dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik tersebut

memiliki umur yang lebih tua lagi. Ilmu tersebut dikatakan tua karena pada taraf

perkembangannya, ilmu politik masih bersandar pada sejarah dan filsafat. 

5
Contohnya di Yunani Kuno misalnya, pemikiran mengenai negara sudah

dimulai pada tahun 450 S.M., yang terbukti dalam karya-karya ahli seperti

Herodotus, Plato, Aristoteles, Socrates, dan lain sebagainya. Bahkan Plato yang

telah meletakan dasar-dasar pemikiran ilmu politik dikenal sebagai Bapak  filsafat

politik,  sedangkan Aristoteles yang telah meletakan dasar-dasar keilmuan dalam

kajian politik dikenal sebagai Bapak ilmu politik.

Mengenai konsep negara ideal pada masa plato (427 – 347 SM) dan

selanjutnya dilanjutkan oleh aristoteles (384 – 322 SM) paling tidak ada 3 buah

karya yang sangat relevan dengan masalah kenegaraan, yaitu: pertama ’politea’

(the Republica); kedua, Politicos, (the Stateman); dan ketiga, Nomoi (the Law).

Keduanya memandang Negara dari perspektif filosof yang melihat semua

pengetahuan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Politea ini muncul dilatarbelakangi adanya penyelenggaraan negara yang

dipimpin oleh orang yang haus oleh harta, kekuasaan, dan gila hormat.

Pemerintah sewenang-wenang yang tidak memperhatikan penderitaan rakyatnya.

Oleh karena itu, pemikirannya yang dituangkan dalam Politea adalah, suatu

negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat, tempat keadilan

dijunjung tinggi. Agar supaya negara menjadi baik, maka pemimpin negara harus

diserahkan kepada filosof, kerena filosof adalah manusia yang arif bijaksana,

yang menghargai kesusilaan, berpengetahuan tinggi. Filosoflah yang paling

mengetahui apa yang baik bagi semua orang, dan apa yang buruk yang harus

dihindari. Karena itu kepada filosoflah seharusnya pimpinan negara dipercayakan,

6
tidak usah dikhawatirkan bahwa ia akan menyalahgunakan kekuasaan yang

diserahkan kepadanya. Ternyata, cita-cita yang ideal tersebut tidak pernah

terwujud, karena hampir tidak mungkin mencari manusia yang sempurna, bebas

hawa nafsu dan kepentingan pribadi.

Berdasarkan kenyataan inilah kemudian muncul pemikian ’Politicos’, yang

menganggap bahwa adanya hukum untuk mengatur warga negara, sekali lagi

hanya untuk warga negara saja. Hukum yang dibuat manusia tentunya tidak harus

berlaku bagi penguasa itu sendiri, karena penguasa di samping memiliki

pengetahuan untuk memerintah juga termasuk pengetahuan membuat hukum.

Dalam pemikiran selanjutnya, yang disebut ’Nomoi’ yang kemudian

dilanjutkan oleh muridnya bernama Aristoteles. Menurut Aristoteles, suatu negara

yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan

hukum, dengan menyatakan, ’Aturan yang konstitusional dalam negara

konstitusional dalam negara berkaitan secara erat, juga dengan pertanyaan

kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum terbaik, selama suatu

pemerintahan menurut hukum, oleh sebab itu supremasi hukum diterima sebagai

tanda negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak

selayaknya’.

Warisan jaman romawi kuno kepada ilmu politik yang utama adalah

sumbangannya dibidang hokum, yurisprudensi dan administrasi Negara, kesemua

bidnag tersebut sejalan dengan stoicisme mengenai kesamaan manusia,

persaudaraan setiap orang , ketuhanan dan keunikan nilai individu, yang

7
bagaimanapun rendahnya, mempercayai cahaya tuhan menjiwai seluruh semesta.

Filsafat demokrasi dengan asumsinya tentang rasionalitas, moralitas dan

persamaan serta konsepnya tentang hokum alam dan hak-hak alamiah, banyak

menurun dari faham stoic dan cicero, yang memadukan filsafat stoic kedalam

pemikiran barat.

Kemudian selaama abad pertengahan, Negara menjadi kurang penting

dibandingkan gereja, yang bisa memaksakan kekuasaanya pada raja dan memecat

para pangeran dan mengatur kebijakan umum. Dibawah dominasi intelektual dan

politik gereja Kristen, pemikiran politik pada abad pertengahan peratama-tama

berurusan dan untuk menjawab persoalan mengenai yang seharusnya (nilai),

bukan pertanayaan tentang yang ada (fakta). Dengan demikian pemikiran politik

pada masa abad pertengahan lebih dekat dengan tradisi Plato (filsafat) daripada

dengan tradisi Aristoteles (ilmu).

Di Asia ada beberapa pusat kebudayaan terkait dengan perkembangan ilmu

politik, antara lain : India dan China yang telah mewariskan tulisan-tulisan politik

yang bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul antara lain dalam kesusastraan

Dharmasastra dan Arthasastra yang berasal dari masa kira-kira 500 SM. Di antara

Filsuf China yang terkenal, seperti : Confucius atau Kung Fu Tzu (500 SM),

Mencius (350 SM) dan mazhab Legalist (antara lain Shang Yang 350 SM).

Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulisan yang membahas masalah

sejarah dan kenegaraan, seperti : Negara Kertagama (yang ditulis pada masa

Majapahit sekitar abad ke-13 dan 15 M) dan Babad Tanah Jawi. Namun sayang di

8
negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup bahasan politik mulai

akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran

Barat yang dibawa oleh negara-negara, seperti : Inggris, Jerman, Amerika Serikat

dan Belanda dalam rangka imperialism.

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad

ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik

hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan

filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.

Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan

untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada

pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan

perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat

mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat,

dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association (APSA)

pada 1904.

Ilmu politik masa kini telah berkembang dari berbagi bidang studi yang

berkaitan termasuk sejarah, filsafat, hokum dan ekonomi. Ditinjau dari tahap

perkembangannya sebagai ilmu, memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu

politik agak tertinggal dibelakang jika dibandingkan dengan ilmu lainnya, seperti

ilmu ekonomi yang mengalami kemajuan yang pesat seiring denagn era “revolusi

industry” pertengahan abad XVIII.

9
Sesudah perang dunia ke II perkembangan ilmu politik semakin pesat. Di

Negara Belanda, dimana waktu itu penelitian mengenai Negara dimonopoli oleh

Fakultas Hukum, didirikan Faculteit der Sociale Wetenschappen pada tahun1947

di Amsterdam. Di Indonesia pun didirikan fakultas-fakultas yang serupa, yang

dinamakan fakultas Ilmu Sosial dan Politik (seperti pada Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta) atau Fakultas ilmu-ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia,

Jakarta) dimana ilmu politik merupakan Departemen tersendiri. Akan tetapi, oleh

karena pendidikan tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan

apabila pada permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh

kuat oleh ilmu itu. Akan tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang

berangsur-angsu mulai di kenal.

Pesatnya perkembangan ilmu politik sesuda perang dunia ke II tersebut juga

disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional,

terutam UNESCO(United Nations Educational Scientific and Cultural

Organization). Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminology

dalam ilmu politik, UNESCO dalam tahun 1948 menyelenggarakan suatu survey

mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30 negara. Proyek ini dipimpin

oleh W. Ebenstein dari Princeton University Amerika Serikat kemudian di bahas

oleh beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan

buku “Contemporary Political Science”.

Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association

(IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di

10
samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini

dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W.

A. Robson dari London School of Economics and Political Science dalam

buku The University Teaching of Political Science. Buku ini diterbitkan oleh

UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu social (termasuk ekonomi, antropologi

budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk

membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang

berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak

memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan

ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan

banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah

ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting

dipelajari untuk mengerti tentang politik.

Oleh karena itu, sejarah ringkas perkembangan ilmu politik yang paling

mudah kita pahami menurut sejarah adalah bahwa politik sudah ditemukan dalam

literature klasik yunani kuno. Periode awal ada Plato, kkemudian disusul oleh

muridnya Aristoteles yang mengemukakan gagasan besar dan brilian mengenai

upaya mencapai kebaikan bersama. Kemudian disambung pada awal abad

pertengahan ada pemikir seperti augustinus (354-430) dengan doktrin tentang dua

belah pedang (civitate dei dan civitate terena). Kemudian ditengah abad

pertengahan ada Thomas Aquinas (1225-1274) yang memberikan gambaran

pentingnya hokum sebagai roda penggerak kehidupan kemasyarakatan. Lantas

11
pada abad pencerahan, pemikir seperti Niccolo Machiaveli (1469-1527), Thomas

Hobbes (1588-1778), john Locke (1632-1704), Montesquieu (1689-1755), serta

jean Jacques Rousseau (1712-1778) yang menjelaskan berbagai hal tentang

politik. Kemudian pemikir-pemikir abad Modern mulai dari Karl Marx hingga

Gabriel Almond, Robert Dahl, juga Samuel Huntington. Bahwa menurut mereka

semua tuujuan dari politik adalah melembagakan kebaikan bersama, melalui

organisasi yang kemudian kita kenal sampai saat ini dengan pemerintah.

C. Perkembangan Ilmu Politik Sebagai Sebuah Disiplin Ilmu

Menurut S. P. Varma ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari

berbagai cabang ilmu yang ada, tentunya bila hal ini ditinjau sebagai sebuah

pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik,

sedangkan Miriam Budiardjo menjelaskan apabila ilmu politik dipandang semata-

mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka,

fokus dan ruang lingkup yang jelas maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik

masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19.

Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu sosial

telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya, maka

apabila kita tinjau dari buku Varma tentang sejarah perkembangan ilmu politik

beliau membagi perkembangan ilmu politik pada tiga periode yaitu, periode

tradisional, behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post behavioralisme

12
(pendekatan pasca perilaku), dari ketiga periode tersebut Varma menjelaksan

ciri-ciri, ruang lingkup serta objek kajiannya.

Pada periode klasik ilmu politik memusatkan perhatiannya kepada masalah

negara ideal, para pemikir politik abad pertengahan ini melibatkan diri mereka

pada pengembangan suatu kerangka bagi adanya kerajaan Tuhan di dunia,

sedangkan para pemikir politik pada zaman sesudahnya telah melibatkan diri

mereka pada masalah-masalah lainya seperti kekuasaan, wewenang dan lain-lain.

Tetapi pada masa selanjutnya, ilmu politik berfokus kepada masalah kelembagaan

dan pendekatan yang digunakan semakin luas. Pendekatan yang digunakan pada

saat itu bersifat historis dalam pengertian bahwa para pemikir politik lebih

memusatkan perhatianya pada upaya melacak serta menggambarkan berbagai

fenomena politik yang ada, atau pada perkembangan lembaga-lembaga politik

yang bersifat khusus.

Jadi pada periode ini (periode tradisional) menurut Varma penekanan utama

objek kajian ilmu politik menitikberatkan pada pendekatan kelembagaan dan

aspek kesejarahan, walaupun terkadang para pemikir ilmu politik ini juga

mencoba juga menganalisis konsep-konsep seperti : negara, hak-hak, keadilan dan

tentang cara kerja pemerintahan, tetap kita akan sulit membedakan antara ilmu

politik dan ilmu sejarah pada periode ini. Saat itu ilmu politik masih merupakan

sebuah disiplin ilmu sosial yang hanya dapat dipelajari di perpustakaan atau

ruang-ruang belajar dari pada pembelajaran di lapangan, di mana interaksi-

interaksi politik sebenarnya terjadi disana.

13
Kencenderungan ilmu politik menggunakan analisa sejarah terus berlanjut,

sampai kemudian pendekatan sejarah ini ditambah dengan perspektif normatif,

sehingga para penulis politik mulai membahas teori perbandingan pemerintahan

dengan meneliti kekurangan dan kelebihan dari berbagai lembaga politik,

misalnya penelitian perbandingan sistem presidensil dan parlementer, sistem

pemilihan distrik dan proporsional serta negara kesatuan dan negara federal.

Tetapi penambahan perspektif baru pada penelitian ilmu politik tidak membawa

perubahan yang fundamental bagi perkembangan ilmu politik. Pada

perkembangan selanjutnya pendekatan ilmu politik ditambahkan lagi dengan

pendekatan yang bersifat taksonomi deskriptif, di mana ada suatu penekanan yang

begitu besar pada pengumpulan dan penggolongan fakta-fakta tentang lembaga-

lembaga serta proses-proses politik.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam ilmu politik tradisional

sebagaimana digambarkan yaitu bersifat analisisa historis, legal kelembagaan,

normatif perspektif dan taksonomi deskriptif, tidak begitu eksklusif satu sama lain

dan kadang-kadang objek penelitian mereka saling bertemu satu-sama lain.

Terlepas dari beberapa kekurangan pendekatan penelitian ilmu politik dalam

kerangka tradisional, para ilmuwan politik pada masa itu menurut Varma telah

mengembangkan pengetahuan yang lebih luas tentang cara kerja berbagai

lembaga politik, dari pada apa yang dilakukan pada beberapa abad sebelumnya.

Mereka telah berhasil menyelidiki dimana kekuasaan terletak dalam suatu

14
masyarakat serta bagaimana proses operasional kekuasaan tersebut di dalam

sebuah institusi lembaga pemerintahan.

Menurut Varma penekanan metodelogi penelitian pada struktur-struktur

lembaga politik formal oleh para ilmuwan politik tradisional, secara perlahan

mulai membuka jalan baru bagi penelitian ilmu politik yang lebih terarah,

sehingga ruang lingkup ilmu politik tidak lagi terbatas pada filsafat politik dan

deskripsi kelembagaan saja. Terdapat suatu kecenderungan yang lebih besar

dalam meneliti lembaga atau organisasi politik menggunakan metodelogi yang

bersifat empiris. Bahkan ada keinginan untuk lebih memanfaatkan disiplin ilmu

lain sebagai alat bantu analisa politik, seperti pemakaian metode kuntitatif dan

penggunaan peralatan riset untuk mengumpulkan dan mengolah data-data politik

yang ditemukan.

Perkembangan ini menurut Varma terjadi bukan sepenuhnya jasa dari

kaum behavioralis, sebelum pendekatan perilaku menjadi kiblat pendekatan

penelitian politik, para ilmuwan politik sudah mempunyai keinginan ilmu politik

menjadi subjek yang bersifat interdisipliner. Walaupun kemudian penelitian

politik yang dihasilkan oleh para ilmuwan politik ini dapat dianggap sangat akurat

dengan peralatan riset yang sangat primitif, tapi bagi Varma perkembangan

tersebut belum menunjukan bahwa ilmu politik mampu menjangkau metode

pengumpulan, pengelolaan serta analisa data yang canggih dan teliti.

Oleh karena itu ketidakpuasan terhadap keadaan ilmu politik benar-benar

tidak dapat dihindari. Ketidakpuasan ini menyebabkan keresahan serta tuntutan

15
supaya ilmu politik membutuhkan unit analisa, metode, teknik, dan teori

sistematis yang baru, terlebih pada masa perang dunia kedua ada kesan disiplin

ilmu politik tidak diakui oleh pemerintah Amerika Serikat terbukti dengan tidak

dilibatkanya para ilmuwan politik dalam proses pengambilan sebuah keputusan,

berbeda dengan para ilmuwan sosial dari disiplin ilmu ekonomi, ilmu sosiologi

dan antropologi, mereka mampu memberikan peranan pada setiap pembuatan

kebijakan pemerintah. Ada juga pendapat yang menjelaskan bahwa lembaga-

lembaga politik tidak lagi dianggap sebagai unit-unit dasar analisa dan penelitian,

sehingga penelitian lebih dititik beratkan ke arah perilaku individu-individu dalam

situasi-situasi politik, kedua hal tersebut menjadi faktor pendorong lahirnya

pendekatan perilaku (behavioral approach).

Pendekatan perilaku dalam ilmu politik menurut David E Apter

menggunakan paradigma ilmu pengetahuan alam yang dihubungkan dengan

doktrin positivisme Saint Simon yang menekankan metode-metode

ilmiah. Positivisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari

aliran empirisme yang didukung oleh para filosof Inggris seperti Locke, Berkeley

dan Hume.[16] Empirisme seperti yang kita ketahui bersama meyakini bahwa

realitas adalah sesuatu yang hadir melalui data sensoris, dengan kata lain

pengetahuan kita harus berawal dari verifikasi empirik dengan mengatakan bahwa

puncak pengetahuan manusia adalah ilmu-ilmu positif atau sains (ilmu-ilmu yang

berangkat dari fakta-fakta yang terverifikasi dan terukur secara ketat).

Kemunculan positivisme ini tidak dapat dilepaskan dari iklim kultur saat itu yang

16
memungkinkan berkembangnya gerakan untuk menerapkan cara kerja sains

dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

Sehingga positivisme menurut Donny Gahral Adian, menjadi sebuah dogma

epistemik dengan mengklaim bahwa ilmu pengetahuan haruslah mengikuti

doktrin unified science apabila ingin disebut ilmu pengetahuan ilmiah bukan

semata-mata pengetahuan sehari-hari praktis eksistensial.

Menurutnya positivisme memiliki beberapa ciri yang antara lain :

1) Objektif / bebas nilai, dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai

mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan realitas dengan

bersikap bebas nilai

2) Fenomenalisme : tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi, ilmu

pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi

tersebut

3) Reduksionisme : realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati

4) Mekanisme : tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-

prinsip sistem-sistem mekanis.

Para ilmuwan politik ini kemudian berusaha menjadikan disiplin ilmu politik

menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah dan sistematis, sehingga bisa

disejajarkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan lain (baik ilmu sosial dan ilmu alam),

salah satu caranya dengan menggunakan logika positivisme seperti yang

dijelaskan diatas sebagai metode penelitian untuk memahami realitas politik yang

17
terjadi di masyarakat. Mereka berargumen bahwa penelitian di bidang politik

harus mempunyai relevansi langsung dengan kenyataan politik praktis yang ada.

Beberapa ilmuwan politik seperti Charles Beard, AL Lowell dan Arthur

Bentley memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya memperluas ruang

lingkup ilmu politik ini dengan penggunaan metode teknik statistik, sedangkan

Arthur Bentley memberikan sumbangan dua gagasanya untuk pendekatan

perilaku yaitu gagasan kelompok dan konsep tentang proses. Selain ketiga

ilmuwan politik tersebut perkembangan pendekatan perilaku menganal Charles

Merriam, sumbangan Charles Merriam dalam perkembangan pendekatan perilaku

dalam ilmu politik adalah :

1) Ia berkeinginan penelitian-penelitian di bidang politik benar-benar

memanfaatkan kemajuan inteligensia manusia yang telah di bawa ke dunia

oleh ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam dan mendorong adanya penelitian

yang bersifat kooperatif dan kolaboratif

2) Ia berpendapat bahwa pendekatan disiplin sejarah tidak relevan digunakan

sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam ilmu politik, dengan

alasan pendekatan historis mengabaikan faktor-faktor psikologis, sosial dan

ekonomi. 

Pendekatan perilaku mencapai puncak perkembangnya setelah perang dunia

kedua, ilmu politik tidak lagi dianggap sebagai ilmu pengetahuan kelas dua,

perkembangan ini tentunya tidak lepas dari dukungan berbagai organisasi

penderma (donatur) seperti Carnegie, Rockefeller dan Ford yang memberikan

18
dana bagi penelitian-penelitian perilaku, tanpa dukungan organisasi-organisasi

ini, penelitian perilaku yang banyak memakan biaya tidak akan pernah

berkembang dengan baik hingga saat ini.

Menurut Varma mengutip pendapat Waldo perkembangan pendekatan

perilaku dalam ilmu politik selain mengandung sisi positif juga mengandung sisi

negatif, sisi positif perkembangan pendekatan perilaku bagi ilmu politik

diantaranya mendorong ilmu politik menggunakan metode-metode cabang ilmu

sosial dan ilmu alam yang telah lebih dulu maju dalam metode penelitian dan

riset, sehingga pendekatan penelitian yang digunakan ilmu politik bisa lebih

komprehensif untuk menjelaskan banyak fenomena politik yang terjadi, apalagi

dengan menerapkan sebanyak mungkin logika matematis khususnya metode

statistik kuantitatif dalam pendekatan perilaku bisa mencapai generalisasi yang

lebih tinggi yang mampu menerangkan banyak fenomena dengan lebih jelas.

Sedangkan sisi negatifnya pendekatan perilaku menentang analisa kelembagaan

serta menentang upaya melibatkan ilmu politik dengan masalah-masalah moral

dan etika serta menghindari pemihakan ilmuwan dalam penelitianya.

Sisi negatif dari pendekatan perilaku ini kemudian menjadi embrio

ketidakpuasan beberapa kalangan yang memunculkan pendekatan baru dalam

ilmu politik yang disebut pendekatan pasca perilaku (post behavioral

approach). Pendekatan pasca perilaku sangat dipengaruhi oleh aliran kiri baru

yang menjadi sebuah fenomena politik era tahun 1960an di Amerika Serikat

serta beberapa negara Eropa saat itu. Istiah kiri baru pertama kali digunakan oleh

19
kelompok Marxis liberal yang berpusat di sekitar New left Review , istilah itu

kemudian digunakan oleh gerakan mahasiswa dunia.

Pemikiran kaum kiri baru ini sangat dipengaruhi oleh para intelektual

Frankfurt di Jerman, mereka membudayakan aliran sosial kritis yang

bersifat emansipatoris, teori emansipatoris menurut mereka harus memenuhi tiga

syarat :

1) Bersikap kritis dan selalu curiga terhadap zamanya

2) Berpikir secara historis, berpijak pada masyarakat dalam prosesnya yang

historis

3) Tidak memisahkan teori dan praksis, tidak melepaskan fakta dari nilai.

Teori kritis senantiasa menolak logika pengetahuan yang dikembangkan oleh

aliran positivisme, menurut mereka positivisme hanya merekontruksi hukum-

hukum kausal yang bekerja dalam suatu tatanan masyarakat yang bisa diverifikasi

melalui empirical test, sehingga “membutakan” para ilmuwan sosial bahwasanya

perilaku manusia tidak bisa dipandang sebagai manifestasi suatu tata kausalitas,

perilaku manusia lebih menampilkan simbol yang berarti terhadap makna yang

mendasarinya.

Selain itu positivisme membimbing pelaku sejarah dan ilmuwan sosial pada

total pasitivity, kriteria bebas nilai yang diajukan membuat ilmuwan tidak mampu

melihat sesuatu yang salah dalam masyarakat, tugas seorang ilmuwan hanya

memaparkan, mendeskripsikan realitas sedetil-detilnya lewat fakta-fakta yang

terukur sehingga proses-proses sosial yang sifatnya melampaui fakta-fakta yang

20
terukur menjadi tertutupi. Realitas yang dideskripsikanya adalah realitas statis

dengan hukum-hukum objektif, sedangkan realitas sesungguhnya adalah realitas

yang penuh dinamika.  

Pengaruh teori kritis berimbas juga pada perkembangan ilmu politik

selanjutnya, banyak para ilmuwan politik dan sosial mempertanyakan kembali

pendekatan perilaku dalam menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di

masyarakat, serangkaian pertemuan digelar oleh Asosiasi Ilmu Politik Amerika

(APSA) merespon ketidakpuasan pendekatan perilaku selama ini, terlebih-lebih

suatu forum rapat (Caucus) pada tahun 1969 telah mengeluarkan manifestonya,

bahwa dibutuhkan pendekatan ilmu politik baru yang diarahkan untuk melayani

rakyat miskin, tertindas dan terbelakang, baik dalam negara mereka sendiri

maupun di luar negara, dalam perjuanganya melawan hirarki-hirarki, kelompok

elit serta bentuk-bentuk manipulasi kelembagaan yang telah mapan.

Munculnya pendekatan pasca perilaku ini dalam ilmu politik merupakam

sebuah antitesa terhadap kemapanan logika positivisme yang dikembangkan

dalam pendekatan perilaku, pendekatan ini menitikberatkan supaya para ilmuwan

politik mampu memahami masalah sosial dan politik yang terjadi dengan

memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahanya. Secara garis besar dalam

bukunya Varma menjelaskan dua tuntutan utama pendekatan pasca perilaku

yaitu relevansi dan tindakan, termasuk ada tujuh karakter yang dimiliki oleh

kaum pendekatan pasca perilaku. Ketujuh karakter tersebut adalah :

21
1. Dalam penelitian politik subtansi harus mendahului teknik artinya bahwa

setiap penelitian politik yang akan dilaksankan terlebih dahulu harus memiliki

tujuan untuk memecahkan permasalahan sosial politik yang terjadi.

2. Perubahan sosial harus menjadi penekanan yang utama pada pendekatan ilmu

politik, nilai social transformation menjadi kebutuhan utama dari pada social

preservation.

3. Ilmu politik tidak boleh melepaskan dirinya dari realitas sosial.

4. Ilmu politik jangan melepaskan dirinya dari sistem nilai.

5. Tugas utama ilmuwan ialah mempunyai peranan yang harus dimainkan dalam

masyarakat serta melindungi peradaban nilai-nilai kemanusiaan.

6. Ilmu pengetahuan khususnya ilmu politik memiliki komitmen untuk bertindak.

Ilmu politik bagi mereka harus menggantikan ilmu yang bersifat kontemplatif.

7. Kaum intelektual memiliki peranan positif dalam masyarakat dan peranan ini

menentukan tujuan yang pantas bagi masyarakat serta membuat masyarakat

bergerak sesuai dengan tujuan itu.

Perkembangan ilmu politik tersebut membuat kita mengerti tentang sejarah

tahapan-tahapan perkembangan ilmu politik, dari tahapan ilmu politik yang

menggunakan pendekatan tradisional, perilaku dan pasca perilaku. Dinamika

perkembangan ilmu politik tersebut tidak bisa dilepaskan dari konstruksi serta

relevansi sosial yang terjadi saat itu, menurut penulis pendekatan ketiganya

merupakan bentuk responsif ilmu politik terhadap perubahan serta dinamika yang

22
terjadi di masyarakat. Pendekatan perilaku muncul karena desakan situasi dan

kondisi saat itu di Amerika Serikat supaya ilmu politik bisa disejajarkan dengan

ilmu-ilmu pengetahuan lainya, sehingga kebutuhan akan unit analisa

komprehensif yang mencakup logika matematis, statistik kuantitatif, psikologi,

sosiologi dan beberapa metodelogi ilmu alam sangat dibutuhkan. Unit analisa

tersebut tentu saja tidak cukup memberikan kepastian ilmu politik bisa diakui

sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah dan sistematis. Ilmu

politik harus bisa merubah dirinya menjadi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

logika positivisme, sebuah logika yang diciptakan untuk menempatkan ilmu

pengetahuan dalam wilayah objektifitas, netralitas dan bebas nilai, karena ilmu

sosial pada umumnya termasuk didalamnya ilmu politik sangat rentan dengan

unsur-unsur subjektifisme.

Upaya para pakar ilmu politik untuk mengadakan pembidangan ilmu politik ke

dalam suatu pokok-pokok bahasan tertentu telah melewati masa yang cukup

panjang dan telah membuahkan konsep-konsep pembidangan dalam pengajaran

ilmu politik. Upaya tersebut jika ditelusuri secara teliti, dan literatur-literatur ilmu

politik yang ada, barangkali dapat dimulai dari apa yang pernah diekmukan oleh

APSA (The American Political Science Assoiartion - berdiri tahun 1904) lembaga

APSA ini memiliki komite, antara lain Comitte on Instmction yang mengadakan

penelitian untuk menggali informasi tentang perkembangan ruang lingkup

pengkajian (materi yang diajarkan) ilmu politik pada kurun waktu sebelum Prang

23
Dunia I. Dalam hasil penelitiammya dikemukakan 5 bidang utama dalam ilmu

politik, yaitu:

1. American Government (Pemerintahan Amerika)

2. Comparative Government (Perbandingan Pemerintah)

3. American Political Institutions and Processes

4. Comparative Political Instruction and Processes

5. International Relations, Organization and Law

Komite ini dalam tahun yang sama juga mengemukakan hasil penemuan atau

penelitiannya yang merupakan pengembangan penelitian pertama, yaitu:

1. Political Theory, History of Political Thought, and Methodology

2. American Government and Politics

3. Foreign and Comparative Government

4. International Politics, Law and Organization

Dalarn perkembangan selanjutnya, selain hasil penelitian APSA ada hasil

nemuan perorangan dan para pakar ilmu politik, antara lain seperti pakar ilmu

Iitik: Canton C, Rodee dkk, dan Joseph S. Roucek dkk. Rode dan kawan-kawan

mengemukakan pembidangan ilmu politik sebagai erikut :

1. Political Philosophy

2. Judicial and Legal Process

3. Executive process

4. Administrative Organization and Behavior

24
5. Legislative Politics

6. Political parties and Interest Groups

7. Voting and Public Opinion

8. Political Socialization and Political Culture

9. Comparative Politics

10. Political Development

11. International Politic

12. Political Theory and Methodology

Roucek dan kawan-kawan mengemukakan pembidangan ilmu politik sebagai

berikut:

1. Political Theory

2. Law

3. The Study of Government

4. Political Forces

5. International Relations

25
Sebagai standar, yakni dalam upaya untuk rnemeperoleh kesatuan pandangan dan

pendapat terhadap pembidangan pengajaran ilmu politik, UNESCO (United

Nation Educational, Secientific and Cultural Organization) memberikan semacam

benang merah pembidangan (ruang lingkup) ilmu politik untuk dijadikan

pedoman dalam pengajaran ilmu politik. Konferensi UNESCO (1964)

menghasilkan keputusan tentang pengajaran ilmu politik meliputi pembidangan

sebagai berikut :

1. Political Theory (Teori Politik)

Ø Political Theory (teori politik)

Ø History of political ideas (sejarah ide-ide politik)

2. Political Institutions (Lembaga-lembaga politik)

Ø Konstitusi

Ø Pemerintahan nasional

Ø Pemerintahan wilayah dan daerah

Ø Admimstrasi Negara

Ø Perbandingan lembaga-lembaga politik

3. Political Parties, Pressure Groups and Public Opinion (Partai Politik,

Kelompok-kelompok penekan dan pendapat umum)

Ø Partai politik

Ø Kelompok-kelompok penekan

Ø Partisipasi warganegara dalam pemerintahan dan administrasi

Ø Pendapat umum

26
4. International Relations (Hubungan Internasional)

Ø Politik intemaional

Ø Organisasi dan administrasi intemasional

Ø Hukum internasional

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik

merupakan usaha untuk mecapai kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia kita

mengenal pepatah gemah ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan

Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life.  Bahwa politik

dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah

kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan

publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).

Sejarah ringkas perkembangan ilmu politik dapat kita pahami menurut

pembabakan sejarah yang dimulai dan sudah ditemukan dalam literature klasik

Yunani kuno, kemudian pada awal abad pertengahan, kemudian ditengah abad

pertengahan, kemudian abad pencerahan, dan kemudian abad Modern.

Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu

sosial telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya,

maka apabila kita tinjau tentang sejarah perkembangan ilmu politik

perkembangan ilmu politik terbagi pada tiga periode yaitu, periode tradisional,

behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post behavioralisme (pendekatan

pasca perilaku).

28
B.  Saran

Perkembangan ilmu politik akan tarus dianamis seiring dengan

perkembangn gejala atau perubahan social dalam masyarakat, oleh karena itu

sebagai mahasiswa kita harus benyak belajar tentang politik yang baik agar dapat

diperguankan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan bernegara.

Semoga makalah yang ada di tangan kawan-kawan sekalian, walaupun

banyak kekurangan disana sini memberikan manfaat bagi kita semua. Kritik yang

bersifat membangun sangat kami harapkan dari kawan-kawan semua.

29
DAFTAR PUSTAKA

Azhary, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya,


Jakarta: UI Press, 1995

Carlton Clymer Rodee, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Rajawali Press, 2009

David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: CV.Rajawali, 1988

Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer : Atheisme, Positivieme Logis,


Neo Marxisme, Posmodernisme dan Post Ideology Syndrome, Yogyakrata :
Jalasutra

Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik Sebuah Bahasa Memahami Ilmu Politik,


Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007

Lyman Tower Sargent, Ideologi Politik Kontemporer, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986

Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008

S.P. Varma, Teori Politik modern, Jakarta: Rajawali, 1987

30

Anda mungkin juga menyukai