TIM DOSEN
Aep Indarna, S.Kep., Ners., M.Pd
Disusun:
Agus Ramdani Azzaki AK.1.16.005
Astiyani AK.1.16.007
Ferdy Fatullah AK.1.16.020
Palma Alfira AK.1.16.042
Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Trafficking Human” yang
merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Trafficking Human” mendapat ridho dari
Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Amiin....
Tim Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
BAB IV Penutup 59
4.1 Kesimpulan 59
4.2 Saran 59
Daftar Pustaka 60
BAB I
PENDAHULUAN
Dari definisi di atas ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari
beberapa pengertian trafficking yaitu:
a. Adanya proses perekrutan, pengiriman, eksploitasi, pemindahan,
penampungan atau penerimaan manusia baik itu lintas wilayah maupun
negara.
b. Ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan
perempuan maupun anak untuk melakukan sebuah pekerjaan (dibayar atau
tidak), sebagai hubungan kerja yang eksploitatif (secara ekonomi atau
seksusal), baik itu TKW, prostitusi, buruh manual atau industri, perkawinan
paksa, atau pekerjaan lainnya.
c. Ada korban baik perempuan maupun anak yang karena keperempuanan dan
kekanakannya dimanfaatkan dan di eksploitasi baik secara ekonomi maupun
seksual, guna kepentingan pihak-pihak tertentu dengan cara paksa, disertai
ancaman, maupun tipuan ataupun penculikan, penipuan, kebohongan,
kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam hal ini termasuk juga
terhadap beberapa korban yang menyatakan persetujuan yang mana dipahami
bahwa situasi-situai tertentu yang mengakibatkan para korban setuju, misalnya
karena kebutuhan ekonomi, ada tekanan kekuasaan dan lain sebagainya.
3. Faktor Pendidikan
6. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa
waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual,
baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara.
Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan
dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, ini baru mulai menjadi
perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun terakhir ini.
Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang
terorganisir dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang
membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa paa masa
lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak
dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek
teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek
tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan
budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk
pada
perempuan dan anak, salah satunya adalah berkembangannya perdagangan seks
pada anak.
3. Penjualan Bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga
modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker.
Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil
pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk
mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan
lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.
Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga
miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran
pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan.
Misalnya hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian
dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke
Amerika.
Selama tahun 2007, gugus tugas anti trafficking Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan sekitar 500 anak
Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak hanya
mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja janinpun
bisa mereka tampung.
Dari sumber yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 2003 di
perbatasan Indonesia-Malaysia harga orok bermata sipit dan berkulit
putih dihargai sekitar 18.000 -25.000 Ringgit Malaysia. Sedangkan untuk
orok bermata bundar dan berkulit hitam dihargai 10.000-15.000 Ringgit
Malaysia.
Cara atau modus penjualan bayi bervariasi. Misalnya, beberapa
buruh migran Indonesia yang menjadi korban sebagai perkawinan palsu
saat di luar negeri, dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi
secara illegal. Dalam kasus lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh
pembantu rumah tangga kepercayaannya yang melarikan bayi majikannya
kemudian menjual bayi tersebut kepasar gelap.
4. Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan
tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau
tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada para
TKW, di mana ketika mereka berangkat ke negara tujuan dibiayai oleh
PJTKI dan mereka harus mengganti dengan gaji sekitar empat bulanan
yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang dikeluarkan oleh PJTKI
tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para TKW harus tetap
bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan sampai habis masa
kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada kerja paksa
dan membuka kemungkinan terjadinya kekerasan dan eksploitasi
terhadap pekerja.
Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang
yang menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari
dari hutangnya. Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat
dibayarkan dalam jangka waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan terus
ditingkatkan sampai si peminjam tidak dapat melunasinya.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus
yang paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang
bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari
penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan
suntikan ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius.
Kemudian korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu
korban diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa
membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.
2) Kecemasan
3) Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku
seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil,
suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Secara kognitif korban umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi,
kebingungan, fokus menyempit / preokupasi, misinterpretasi, bloking,
berkurangnya kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat
keputusan, mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa. Afek korban
terkadang tampak sedih, bingung, gelisah, apatis / pasif, kesepian, rasa
tidak berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal.
Korban sering semakin sering mengeluh kelemahan, pusing, kelelahan,
keletihan, sakit kepala, perubahan siklus haid. Keluarga mungkin
melaporkan perubahantingkat aktivitas pada korban, mudah tersinggung,
kurang spontanitas, sangat tergantung, mudah menangis. Kecenderungan
untuk isolasi, partisipasi sosial berkurang pada tingkat lanjut mungkin
akan tampak pada korban (Rahmalia, 2010)
2. Dampak Sosial
Secara sosial para perempuan korban trafficking teralenasi, karena
sejak awal direkrut, diangkut atau ditangkap oleh jaringan trafficker mereka
sudah disekap, diisolir agar tidak berhubungan dengan dunia luar atau
siapapun sampai mereka tiba ditempat tujuan. Eksploitasi seksual yang di
alami para korban ditempat pekerjaan membatasi mereka untuk bertemu
dengan orang lain (Course Instructions, 2011: 3, 4), kecuali harus melayani
nafsu bejat para tamu (lelaki hidung belang). Para korban semestinya
memandang dunia dan masa depan dengan mata bersinar, hidup aman
tentram bersama perlindungan dan
kasih sayang keluarganya, tibatiba harus tercabut masuk ke dalam situasi yang
eksploitatif dan kejam, menjadi korban sindikat trafficking.
Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang
terjadi pada salah satu putrinya, yang menjadi korban – dan pada akhirnya
penyintas – perdagangan orang pada akhir 2013.
“Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja
untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika
saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak
berhubungan,” kata Ibu Sulis berapi-api.
“Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin
itu yang menyebabkan dia memutuskan pergi,” jelas Ibu Sulis yang berasal dari
Palopo, Sulawesi Selatan.
“Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,”
tegas ibu Sulis, 45 tahun.
Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan iming-
iming gaji Rp 10 juta per bulan sebagai SPG. Dia mendapat tawaran dari teman
masa kecilnya yang memang sudah lebih dulu bekerja di Dobo, kota kecil di
Kepulauan Aru di Maluku.
Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban
akan kegalauannya. Dari kampung mereka, Rawamangun di Palopo, gadis-gadis
sebaya ini berangkat ke Makassar., Menginap satu malam di sebuah hotel dan
bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik kelab
malam. Lalu berangkat dengan pesawat menuju Ambon pada keesokan harinya.
Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan sistem
sel yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain., Hampir serupa dengan cara
sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari Ambon, gadis-gadis Palopo ini
bertemu dengan orang yang berbeda yang membawa mereka ke Pulau Aru. Dan
cerita sedih berkepanjangan dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di tempat
kerja mereka.
“Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja
melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian
seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh
telanjang,” kata Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya.
“Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi dari
pulau dan tidak pernah kembali.”
Cerita Bella hanyalah satu dari ribuan kisah pilu perdagangan orang.
Tersamarkan dengan berbagai modus yang terus diperbaharui seiring dengan
perkembangan jaman untuk menjerat korbannya. Iming-iming gaji bulanan
dengan jumlah fantastis masih sering digunakan, tetapi para pemangsa mulai
menggunakan media sosial untuk menjerat targetnya. Dan sudah ada pula kasus-
kasus dimana korban dijerat melalui perjalanan umrah.
3.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Nn. B DENGAN KORBAN HUMAN
TRAFFICKING
DI RUANG.............................................................
Nama Klp : Kelompok 3 Tg/ Jam MRS :
Tgl/ Jam Pengkajian : No. RM :
Sumber Data : Ny. S Ruangan/ Kelas :
Metode : No. Kamar :
Alat/ Bahan :
Diagnosa Medis :
I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. B
2. Umur : Lahir tahun 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : SPG
5. Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopo
6. Penanggung Jawab & : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya
Hubungan dg Klien
XV. TERAPI
(Tidak Terdapat dalam Kasus)
Bandung, ……………….
Mahasiswa
(……………………….)
ANALISA DATA
Nama Klien : Nn. B
Umur : Lahir Tahun 1995
Ruangan/ Kamar :
No. RM :
PRIORITAS MASALAH
No. Tanggal
Masalah Keperawatan Paraf
Ditemukan Teratasi
1. Proses Perubahan Keluarga
2. Resiko Harga Diri Rendah
3.1 Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
NO. DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1. Proses Perubahan Pasien dan Keluarga Setelah…..Pertemuan pasien 1. Pengkajian
Keluarga mampu: mampu: a. Kaji Interaksi antara pasien
1. Memahami perubahan 1. Mengidentifikasi Pola dan keluarga, waspada
dalam peran keluarga Koping terhadap potensi perilaku
2. Berpartisipasi dalam proses merusak
membuat keputusan tentang b. Kaji Keterbatasan anak,
perawatan setelah rawat inap dengan demikian dapat
3. Berfungsi untuk saling mengakomodasi anak untuk
memberikan dukungan berpartisipasi dalam
kepada setiap anggota aktivitas sehari-hari
keluarga 2. Intervensi Umum
4. Mengidentifikasi cara untuk a. Bina Hubungan Saling
berkoping lebih efektif Percaya
45 | A s u h a n K e p e r a w a t a n J i w a H u m a n T r a f f i c k i n g
b. Beri Kesempatan kepada
Keluarga sebagai Individu
dan Sebagai Kelompok
untuk saling berbagi tentang
perasaan yang mereka
pendam
c. Tekankan bahwa anggota
keluarga tidak bertanggung
jawab atas kebiasaan mabuk
anggota keluarga lainnya.
d. Gali keyakinan keluarga
tentang situasi yang mereka
hadapi dan tujuan mereka.
e. Bicarakan tentang metode
tak efektif yang digunakan
keluarga
f. Bantu keluarga memahami
efek dari upaya mereka
46 | A s u h a n K e p e r a w a t a n J i w a H u m a n T r a f f i c k i n g
mengontrol kebiasaan
mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti
pertama- tama harus
membantu diri mereka
sendiri
h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa
pemulihan, dinamika
keluarga mereka akan
berubah drastic.
i. Bicarakan tentang
kemungkingan kambuh dan
factor penunjang
j. Bila terdapat diagnosis
keperawatan individu atau
keluarga tambahan, lihat
tindak penganiyaan anak
atau tindak kekerasan dalam
rumah tangga dibawah
diagnosis ketidakmampuan
koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan
kesehatan mengenai sumber
daya komunitas dan lakukan
perujukan sesuai indikasi.
3. Promosi Integritas Keluarga
l. Kaji Perasaan Bersalah
yang mungkin dialami
keluarga
m. Kaji jenis hubungan
keluarga
n. Pantau hubungan keluarga
saat ini
o. Kaji pemahaman keluarga
tentang penyebab penyakit
p. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara
anggota keluarga
4. Penyuluhan untuk Pasien/
Keluarga
a. Ajari keterampilan merawat
pasien yang diperlukan oleh
keluarga (misalnya,
manajemen waktu,
pengobatan)
b. Ajari keluarga perlunya
kerjasama dengan system
sekolah untuk menjamin
akses kesempatan
pendidikan yang sesuai
untuk penderita penyakit
kronis atau anak cacat.
5. Aktivitas Kolaboratif
a. Pelopori konferensi
multidisiplin perawatan
pasien, dengan melibatkan
pasien/ keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan
fasilitasi komunikasi
b. Berikan perawatan
berkelanjutan dengan
mempertahankan
komunikasi yang efektif
antara anggota staf mrlalui
catatan keperawatan dan
rencana perawatan
c. Anjurkan pelayanan
konsultasi social untuk
membantu keluarga
menentukan kebutuhan
pascahospitalisasi dan
identifikasi sumber
dukungan di komunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga
(NIC), rujuk untuk terapi
keluarga sesuai indikasi.
SP.3 (Tgl…....................................)
Menyusun RTL
keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP. 3 (Tgl…...............................)
4.1 Kesimpulan
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan
perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia
‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan,
penggunaan kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan
kekuasaan atau kedudukan.
Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional,
eksploitasi seksual phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan
penari erotis. Faktor penyebab utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah
karena kemiskinan dan beberapa diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan
yang rendah, penganiyaan terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan
kondisi sosial budaya masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa
ditimbulkan dari trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
59 | A s u h a n K e p e r a w a t a n J i w a H u m a n T r a f f i c k i n g
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta:
EGC