GASTRITIS
Disusun Oleh:
Silvia Hastuti
B. Klasifikasi
Menurut Wibowo (2007), gastritis diklasifikasikan menjadi :
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan
terjadi erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe
yaitu gastritis stres akut, gastritis erosif kronis, dan gastritis eosinofilik.
Semua tipe gastritis akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang
gastritis akut dapat menyebabkan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
bervariasi. Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar
disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung
menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis
atropi dan gastritis hipertropi.
C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi
(mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.
2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.
3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii, streptococci,
staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan
secondary syphilis.
4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus
lambung.
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan
minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi
mukosa lambung.
8. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen
penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.
9. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke
lambung.
10. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi
dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
1. Gastritis Akut
a. Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual,
dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.
c. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.
d. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
e. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari.
2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh
anoreksia (nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan, kembung,
rasa asam di mulut, atau mual dan muntah.
E. Patofisiologi
1. Gastritis Akut.
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa
lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung.
Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di
lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan
HCI dan NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan
asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan
meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan
& elektrolit.
b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika
mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari
kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi
penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung
maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan
sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan
yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
2. Gastritis Kronik.
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga
terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan
sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya
akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya
rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta
formasi ulser.
F. Pathway
Makanan yang pedas, Stress Zat kimia
panas, dan asam
Resiko syok
Hipovolemia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapt dilakukan menurut Nurarif & Kusuma
(2015):
1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody H.pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan
lambung akibat gastritis.
2. Pemeriksaan pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.pylori
atau tidak.
3. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylory dalam feces atau tidak. Hasil
yang positif dapat mengindikasikan terjadi infeksi.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar – X .
5. Rongent saluran cerna bagian atas
Tes ini akan mengetahui adanya tanda – tanda gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut Dermawan (2010) antara lain :
1. Gastritis Akut
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas, yang merupakan kedaruratan
medis, terkadang perdarahan yang terjadi cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan kematian.
b. Ulkus, jika prosesnya hebat
c. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat.
2. Gastritis Kronik
Yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
penyempitan daerah antrum pylorus.
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b. Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-
gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida
dan istirahat.
c. Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d. Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara
menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e. Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
f. Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap,
cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka
penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :
alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus
lemon encer atau cuka encer
b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi. terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative,
antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin
diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene
atau jaringan perforasi. Gastrojejunostomi atau reseksi lambungmungkin
diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi
dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istiratahat, mengurangi
stress dan memulai farmakoterapi. H. Pilory data diatasi dengan antibiotic
( seperti tetrasiklin atau amoksisilin ) dan garam bismu ( pepto bismo ).
Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B 12
yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap factor instrinsik.
3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:
a. Tirah baring
b. Mengurangi stress
c. Diet
d. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya berespon
terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang berbumbu
banyak atau berminyak.
sakit. Pengkajian ini dapat dilanjutkan ketika pasien sudah dalam keadaan
1) Sign and Symtoms (tanda dan gejala utama yang dirasakan dan
diobservasi).
3) Medications (terapi terakhir yang sudah diberikan klien dan apakah terapi
4) Past medical history (riwayat medis sebelum klien dirawat saat ini).
5) Last oral intake (terakhir kali pasien makan dan minum dan jenis detail
dari makanan atau minuman yang baru saja dimakan atau diminum).
d. Program Terapi
Terapi obat apa yang diperoleh pasien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan faktor pencidera fisiologis (inflamasi
akut)
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan
c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan volume
cairan.
3. Intervensi Keperawatan
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Dx
1. Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama ... x ... jam komperhensif
diharapkan masalah nyeri teratasi b. Observasi reaksi non verbal dari
dengan kriteria hasil : ketidaknyamanan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu c. Control lingkungan yang dapat
penyebab nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk mengurangi kebisingan
nyeri, mencari bantuan) d. Ajarkan teknik nonfarmakologi
b. Melaporkan bahwa nyeri e. Kolaborasi dengan dokter dalam
berkurang dengan menggunakan pemberian analgetik untuk
manajemen nyeri mengurangi nyeri
c. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Setelah dilakukan tindakan a. Monitor intake dan output cairan
keperawatan selama ... x ... jam pasien serta status hidrasi
bebas dari masalah hipovolemi dengan b. Berikan intake cairan melalui IV
kriteria hasil : maupun peroral
a. Tanda – tanda vital dalam batas c. Edukasi pasien tentang pemenuhan
normal kebutuhan cairan pada pasien
b. Pasien tidak mengalami tanda – d. Kolaborasi dengan dokter dalam
tanda dehidrasi pemberian cairan IV
c. Elastisitas turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, tidak
ada rasa haus berlebih
4. Implementasi
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yang
telah direncanakan.
5. Evaluasi
Merupakan penilaian dari hasil proses keperawatan. Evaluasi dapat
menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) atau
SOAPIER (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning, Implementasi,
Evaluasi, Reassessment)
DAFTAR PUSTAKA
Hirlan. 2009. Gastritis Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 5. Jakarta :
InternaPublishing
Muttaqin, A., Sari, K. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Wibowo, Y.A. 2007. Gastritis. Diambil dari
http://fkuii.org/tikidownloadwiki_attachment.php?attdl=1078&page=Yoga
%20Agua%20Wibowo. Diakses tanggal 8 April 2018.