Anda di halaman 1dari 16

SOSIOLOGI POLITIK

“Konflik dan Integrasi Politik”

Dosen Pengampu: Prayetno, S.IP., M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 4

Erika Aprilia 3182111004

Dewani Irawan 3182111012

Olivia Anggi 3183111039

Delita Br Sitepu 3153111007

Dandi Sinambel 3181111012

Yaser Nadapdap 3181111007

March Kevin Simanjuntak 3183111029

Jonathan Siagian 3183111035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat,
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas rutin ini dengan tepat waktu. Makalah dengan
judul “Konflik dan Integrasi Politik” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas untuk mata
kuliah Sosiologi Politik. Melalui makalah ini, kami berharap agar para pembaca mampu mengenal
lebih jauh mengenai konflik dan integrasi politik yang terjadi di Negara Republik Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
proses penyusunan tugas rutin ini, khususnya kepada dosen pengampu kami, yaitu Prayetno, S.IP.,
M.Si yang bersedia membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap agar makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan inspirasi bagi
pembaca dan penulis yang lain. Kami juga berharap agar tugas rutin ini menjadi acuan yang baik
dan berkualitas.

Kami pun menyadari begitu banyak kekurangan dari tugas rutin ini, sehingga kami sangat
berharap mendapatkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya kami dapat melakukan
tugas rutin yang lebih baik lagi.

Medan, 20 Maret 2020

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
A. Konflik dan Proses Politik .............................................................................................. 3
B. Integrasi Politik ............................................................................................................. 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”,
seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu,
kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok
dengan pemerintah.
Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia masyarakat dan
bernegara. Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah penyelesaian
konflik yang melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian” konflik politik yang tidak
bersifat kekerasan ada tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini meliputi politisasi atau koalisi,
tahap pembuatan keputusan, dan tahap tahap pelaksaaan dan integrasi.
Integrasi Politik menunjukkan pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk
akhir’ penyatuan politik ditingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang
terpisah. Integrasi Politik merupakan penyatuan kelompok yang berbeda, masyarakat
maupun wilayah, kedalam suatu organisasi politik yang bisa bekerja atau bertahan hidup.
Dalam proses Integrasi geo politik di Indonesia mulai menonjol pada awal abad 16 dan
dalam proses integrasi bangsa Indonesia tersebut banyak faktor yang berperan antara lain
pelayaran dan perdagangan antar pulau serta adanya bahasa Melayu sebagai bahasa
pergaulan. Merujuk pada tulisan Ramlan Subakti, integrasi politik dibagi dalam lima jenis
yaitu : (1) integrasi bangsa; (2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5)
perilaku yang integratif.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami uraikan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana terjadinya konflik poilitik?
2. Bagaimana terjadinya proses politik?
3. Bagaimana terjadinya integrasi politik?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui terjadinya konflik politik
2. Untuk mengetahui terjadinya proses politik
3. Untuk mengetahui integrasi politik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konflik Politik dan Proses Politik

Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan untuk
memandang massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktural-fungsional
(konsensus) dan pendekatan struktural konflik. Pendekatan konsensus berasumsi masyarakat
mencangkup bagian-bagian yang berbeda fungsi ntapi berhubungan satu sama lain secara
fungsional. Kecuali itu, masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nialai yang disepakati bersama
sehingga masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan konflik
berasumsi masyarakat mencangkup berbagia bagian yang memiliki kepentingan yang saling
bertentangan. Kecuali itu, masyarakat terintergasi dengan suatu paksaan dari kelompok yang
dominan sehingga masyarakat selalu dalam keadaan konflik. Kedua pendekatan ini mengandung
kebenaran tetapi tidak lengkap.

Konflik terjadi antar kelompok yang memperebutukan hal yang sama, tetapi konflik akan
selalu menuju kearah kesepakatan (konsensus). Selain itu, masyarakat tidak mungkin
terintegrasikan secara permanen denagan mengandalkan kekuasaan dari kelompok yang dominan.
Sebaliknya masyarakat yang terintegrasi atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan
secara permanen tanpa adanya kekuasaan paksaan. Jadi konflik konsesnsus munurut Ramlan
Surbakti gejala-gejala yang tak terrelakkan dalam masyarakat.

Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti
kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti
perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan
kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.
Masing-masing berupaya keras untuk mendapatkan dan atau mempertahankan sumber yang sama.
Namun, guna mendapatkan dan atau mempertahankan sumber yang sama itu kekerasan bukan
satu-satunya cara. Pada umumnya, kekerasan cenderung digunakan sebagai alternative yang
terakhir. Dengan demikian, konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud
kekerasan dan konflik yang tidak berwujud kekerasan.
Konflik yang mengandung kekerasan, pada umumnya terjadi dalam masyarakat-negara
yang belum memiliki consensus dasar mengenai dasar dan tujuan negara dan mengenai mekanisme
pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga. Hura-hara (riot), kudeta, pembunuhan atau
sabotase yang berdimensi politik (terorisme), pemberontakan, dan separatism, serta revolusi
merupakan sejumlah contoh konflik yang mengandung kekerasan. Konflik yang tidak berwujud
kekerasan pada umumnya dapat ditemukan dalam masyarakat-negara yang memiliki consensus
mengenai dasar dan tujuan negara, dan mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik
yang melembaga. Adapun contoh konflik yang tidak berwujud kekerasan, yakni unjuk-rasa
(demonstrasi), pemogokan (dengan segala bentuknya), pembangkangan sipil (civil disobedience),
pengajuan petisi dan protes, diaog (musyawarah), dan polemic melalui surat kabar.

Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negative seperti yang diduga orang banyak.
Apabila ditelaah secara seksama, konflik mempunyai fungsi positif, yakni sebagai pengintegrasi
masyarakat dan sebagai sumber perubahan. Menurut Ramlan Subakti (1992:8), konflik adalah
perbedaan pendapat, perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya
mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-niai. Oleh karena itu, menurut pandangan konflik,
pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik merupakan gejala
yang serba hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses politik. Selain itu, konflik merupakan
gejala yang melekat dalam setiap proses politik.

a. Faktor penyebab konflik:

 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian
dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.

 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.


Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka
sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para
pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna
mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat.
Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,
sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan
memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi
yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan
nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi
pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.

b. Tipe-tipe konflik

Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif dan
konflik negative. Yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang tak mengancam
eksistensi system politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang
disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga
demokrasi, seperti partai politik, badan-badan pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan
foru-forum terbuka lainnya. Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik yang positif.
Sedangkan konflik yang negative adalah penyaluran melalui tindak anarki, kudeta, saparatisme,
dan revolusi.

c. Struktur konflik

Menurut paul conn, situasi konflik ada dua jenis, pertama Konflik menang-kalah (zero-sum-
confict) dan konflik menang-menang(non- zero-sum-confict). Konflik menang kalah adalah
konflik yang bersifat antagonistic sehingga tidak tidak mungkn tercapainya suatu kompromi antara
masing-masing pihak yang bersangkutan. Ciri dari konflik ini adalah tidak mengadakan kerjasama,
dan hasil kompetensi akan dinikmati oleh pemenang saja. Konflik menang-menang adlah suatu
konflik dalam mana pihak-pihak yang terlibat masih mungkin mengadakan kompromi dan
kerjasama sehingga semua pihak akan mendapatkan konflik tersebut.

Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia masyarakat dan bernegara.
Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah penyelesaian konflik yang
melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian” konflik politik yang tidak bersifat kekerasan ada
tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini meliputi politisasi atau koalisi, tahap pembuatan keputusan,
dan tahap tahap pelaksaaan dan integrasi. Apabila dalam masyarakat terdapat konflik politik di
antara berbagai pihak, dengan segala motifasi yang mendorongnya maka masing-masing pihak
akan berupaya merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah selaku pembuat dan
pelaksana politik. Agar tuntutan didengar oleh pemerintah lalu para kontetan akan berusaha
mengadakan politisasi, seperti melalui meida massa. Dengan kata lain hal tersebut akan menjadi
tranding topic sehingga pemerintah memprhatikan.

B. Integrasi Politik
Setiap negara menghadapi masalah penciptaan identitas bersama untuk membentuk suatu
bangsa. Identitas bersama ini biasanya dirumuskan dalam sistem nilai yang dianut dan dihayati
oleh suatu masyarakat. Terbentuknya suatu sistem nilai bagi suatu bangsa inilah yang merupakan
mendasari bagi terbentuknya komunitas politik. Syarat berdirinya suatu negara baik secara de facto
maupun secara de jure dimana adanya wilayah yang didiami oleh warga negara, sistem
pemerintahan, rakyat, pengakuan dari negara lain belum cukup untuk membentuk suatu negara.
Faktor sosiologis yang menjadi faktor penunjang lainnya harud terpenuhi. Faktor tersebut adalah
adanya sistem nilai yang memiliki kekuatan menggerakkan warga negara ke arah mana tujuan
negara hendak dicapai.
Integrasi Politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’
penyatuan politik di tingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang terpisah. Menurut
pandangan Nazaruddin Sjamsuddin (1989) tentang integrasi politik menekankan pada aspek
integrasi sebagai proses. Integrasi politik mengandung bobot politik karenanya prosesnya bersifat
politik pula. Ronald L. Watts: “integrasi politik adalah penyatuan kelompok yang berbeda,
masyarakat maupun wilayah, kedalaman suatu organisasi politik yang bisa bekerja ataupun
bertahan hidup”. “Proses integrasi politik di Indonesia menurut A. Sartono Kartodirjo dapat dibagi
dalam 2 jenis, yaitu: pertama, integrasi geopolitik yang dimulai sejak jaman prasejarah sampai
awal abad 20; dan kedua, proses integrasi politik kaum elite sejak awal abad 20 sampai jaman
Hindia Belanda berakhir”. Dalam proses integrasi geopolitik di Indonesia mulai menonjol pada
awal abad 16 dan dalam proses integrasi bangsa Indonesia tersebut banyak faktor yang berperan
antara lain pelayaran dan perdagangan antar pulau serta adanya bahasa Melayu sebagai bahasa
pergaulan. Para pedagang-pedagang Islam menjadi motor penggerak terjadinya proses integrasi,
hal ini karena dalam ajaran Islam tidak membedakan manusia baik berdasarkan kasta, agama,
suku/etnis atau golongan.
Merujuk pada tulisan Ramlan Surbakti, integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
(1) integrasi bangsa; (2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5) perilaku yang
integratif. Penyatuan dari lima jenis integrasi tersebut dalam suatu sistem politik dapat ditempuh
melalui sebuah proses yang disebut pembangunan politik.
1) Integrasi Bangsa
Integrasi Bangsa merupakan proses penyatuan berbagai kelompok sosio budaya
kedalam suatu kesatuan wilayah kedalam suatu indentitas nasional. Integrasi bangsa perlu
dibangun dalam sebuah sistem politik jika dalam suatu negara terbentuk atas dasar struktur
masyarakat yang majemuk. Berbagai suku, ras, penganut agama, pengguna bahasa,
penganut adat, penghayat nilai, dan ideologi yang berbeda-beda tersebut perlu disatukan
dalam sebuah sistem politik yang integratif. Berbagai elemen atau komponen bangsa yang
berbeda-beda tersebut disatukan dalam satu kesatuan yang utuh, sehingga perbedaan nilai-
nilai kultural masing-masing komponen pembentuk bangsa dalam bentuk hubungan yang
saling berhubungan dan dalam keadaan yang saling tergantung antara satu sama lain.
Melalui proses dan upaya penggabungan ini, maka paksi-paksi kecil dalam bentuk elemen
bangsa akan membentuk sebuah tatanan yang lebih besar yang disebut sebagai bangsa.
Cliford Geertz mengemukakan bahwa pada dasarnya ada lima pola nyata
keragaman primordial dalam masyarakat majemuk, yaitu : (1) pola kelompok dominan
dengan minoritas; (2) pola kelompok sentral dengan beberapa kelompok menengah yang
agak menentang; (3) pola tidak ada kelompok yang dominan; (4) pola kelompok budaya
yang seimbang; (5) pola berdasarkan pembagian etnik yang terdiri atas banyak kelompok
kecil. Berdasarkan lima pola tersebut, maka Ramlan Surbakti merujuk pendapat Weiner
mengajukan garis besar kebijakan yang bisa ditempuh oleh pemerintah dalam
mengintegrasikan bangsa. Kebijakan tersebut diantaranya:
1. Penghapusan sifat kultural utama dari kelompok-kelompok minoritas dan
mengembangkan semacam “kebudayaan nasional”, biasanya kebudayaan kelompok
budaya yang dominan. Kebijakan seperti ini biasanya disebut asimilasi.
2. Pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok budaya
yang kecil-kecil. Kebijakan seperti ini disebut kebijakan unity of diversity atau kesatuan
dalam perbedaan, yang sevara politis ditandai dengan penjumlahan etnik.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang jika mengikuti pendapat
yang dikemukakan oleh Geertz tergolong dalam kelompok sentral dengan beberapa
kelompok menengah yang agak menentang, yaitu Jawa dan Luar Jawa. Akan tetapi, pada
kenyataannya justru bahasa nasional yang diambil tidak dari bahasa Jawa, justru diambil
dari bahasa budaya kelompok minorita, yaitu bahasa Melayu, walaupun pada akhirnya
bahasa tersebut dalam perkembangannya diperkaya dengan kosa-kata dari bahasa Jawa,
bahasa dari daerah lain, dan bahasa asing, sedangkan dalam menangani masalah integrasi
bangsa. Perbedaan antara unsur-unsur budaya tersebut terangkum dalam prinsip Bhinneka
Tunggal Ika. Akan tetapi, asumsi ini juga tidak benar seluruhnya, sebab dalam
kenyataannya kebudayaan nasional Indonesia lebih banyak didominasi kebudayaan Jawa.
Hal ini dapat dilihat dari simbol-simbol, lambang negara, dan kebiasaan politik di tingkat
nasional yang acap kali menggunakan simbol-simbol Jawa.\
2) Integrasi Wilayah
Integrasi Wilayah adalah pembentukan kewenangan nasional pusat terhadap
wilayah atau daerah politik yang lebih kecil yang mungkin berdasarkan kelompok sosial
budaya tertentu. Yang dikemukakan oleh Organsky bahwa salah satu problema yang
dihadapi oleh pemerintah dalam negara-negara baru terbentuk adalah pembentukan
pemerintah pusat yang menguasai seluruh wilayah dan penduduk yang ada dalam batas
wilayah tersebut.
Pengertian Negara (state) ditujukan pada adanya pusat kekuasaan yang menguasai
wilayah-wilayah yang menjadi batas wilayahnya, pengertian Bangsa (nation) lebih
menunjukkan pada adanya kesamaan identitas pada penduduk atau warga yang mendiami
wilayah negara tersebut dan adanya kesetiaan kepada negara. Pengertian ini mendasari
asumsi bahwa integrasi wilayah suatu negara erat kaitannya dengan pembinaan negara
(state building) dan integrasi bangsa berhubungan dengan pembinaan bangsa (nation
building).
3) Integrasi Nilai
Integrasi nilai dipahami sebagai persetujuan bersama mengenai tujuan dan prinsip
dasar politik, prosedur-prosedur pemecahan masalah bersama, dan penyelesaian konflik
yang timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Integrasi nilai akan menciptakan suatu
sistem nilai tertentu yang akan menjadi tujuan bersama masyarakat dan akan menjadi
prosedur penyelesaian konflik yang timbul diantara warga masyarakat atau warga negara.
Maka kedua dasar ideologi dan konstitusional tersebut dijadikan pijakan dalam setiap
menentukan arah tujuan negara atau dasar negara, sehingga melalui rumusan tersebut
negara diselenggarakan. Sistem nilai yang dirumuskan didalam Pancasila dan UUD 1945
tersebut menjadi tujuan berbangsa dan bernegara dan menjadi pemersatu bangsa.
4) Integrasi Elite
Integrasi elite dengan khalayak adalah upaya untuk menghubungkan antara kaum
elite yang memerintah dengan khalayak atau rakyat yang diperintah. Kekuasaan dipahami
sebagai hubungan sosial dimasa seseorang atau sekelompok memiliki kemampuan
memengaruhi pihak lain terlepas dalam bentuk apa pengaruh itu, tetapi pihak yang
dipengaruhi merupakan kelompok yang secara riil menjadi pihak penurut atas kehendak
pihak yang memengaruhi.
Kewenangan merupakan bentuk pengaruh dari penguasa kepada pihak yang
dikuasai, tetapi bentuk pengaruh tersebut memiliki dasar persetujuan bersama. Antara
kekuasaan dan kewenangan adalah sama-sama dalam bentuk adanya pihak yang
memerintah dan yang diperintah, akan tetapi perbedaannya terletak pada sifat memerintah
dari pihak penguasa tersebut diakui kepemerintahannya oleh pihak yang diperintah atau
tidak. Didalam struktur pemerintahan negara yang merdeka dianggap sebagai sistem
pemerintahan yang lebih absah karena dasar kepemerintahan yang ada adalah adanya
kesepakatan nilai-nilai antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah.
5) Perilaku Integratif
Perilaku Integratif adalah kesediaan warga masyarakat untuk bekerjasama dalam
suatu organisasi (pemerintah) dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu
pencapaian tujuan organisasi tersebut. Perilaku integratif dipahami sebagai kesesuaian
antara perilaku pihak yang memerintah dengan yang diperintah dalam mencapai tujuan
berbangsa dan bernegara. Dalam menghadapi berbagai tantangan, suatu bangsa harus
mengintegrasikan sikap dan perilaku antara pemerintah selaku pembuat kebijakan dan
rakyat yang akan menerima kebijakan tersebut. Perlu sekali dalam program dan
pelaksanaan pembangunan, perlu diintegrasikan antara sikap dan perilaku rakyat dengan
sikap dan perilaku para pemimpinnya, sehingga interaksi yang terjadi didalam sistem
politik tersebut berada dalam posisi konsensus.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan untuk
memandang massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktural-fungsional
(konsensus) dan pendekatan struktural konflik. Pendekatan konsensus berasumsi
masyarakat mencangkup bagian-bagian yang berbeda fungsi ntapi berhubungan satu sama
lain secara fungsional. Kecuali itu, masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nialai yang
disepakati bersama sehingga masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan
harmonis. Lalu pendekatan konflik berasumsi masyarakat mencangkup berbagia bagian
yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan.
Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif
dan konflik negative. Yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang tak
mengancam eksistensi sistem politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme
penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang
dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi, seperti partai politik, badan-badan
pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan forum-forum terbuka lainnya.
Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik yang positi
Didalam pembahasan mengenai Integrasi Politik dapat kami simpulkan bahwa :
Integrasi Politik menunjuk pada sebuah ‘proses kepada’ atau sebuah ‘produk akhir’
penyatuan politik di tingkat global atau regional diantara unit-unit nasional yang terpisah.
Menurut pandangan Nazaruddin Sjamsuddin (1989) tentang integrasi politik menekankan
pada aspek integrasi sebagai proses. Dapat dijelaskan juga bahwa merujuk pada tulisan
Ramlan Surbakti, integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yaitu: (1) integrasi bangsa;
(2) integrasi wilayah; (3) integrasi nilai; (4) integrasi elite; (5) perilaku yang integratif.
Didalam integrasi politik harus ada pola-pola yang dapat menghubungkan antara
pemerintah dengan rakyat yang diperintah yang disusun dan dilembagakan atas dasar
sistem nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Yang dimaksud dengan integrasi politik
suatu bangsa dalam hal ini adalah penyatuan masyarakat dalam sistem politik.
B. Saran
Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini akan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi semua pihak pembaca terutama kami sebagai penyusun, dan tidak
lupa pula kami mengharapkan masukkan, kritik maupun saran yang sifatnya membangun
guna penyempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

http://hanzputara.blogspot.com/2012/12/makalah-konflik-dan-proses-politik.html
http://madeaguspramanaputra.blogspot.com/2017/01/sosiologi-dan-politik-integrasi-
politik.html

Anda mungkin juga menyukai