Anda di halaman 1dari 13

Rosaria Puspasari

240210120119
V.

PEMBAHASAN

Bahan Tambahan Makanan (BTM) merupakan bahan atau campuran bahan


yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan antara
lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
BTM sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, penglolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan (Cahyadi.2006).
Tujuan penambahan BTM secara umum adalah untuk:
1.

Meningkatkan nilai gizi makanan.

2.

Memperbaiki nilai sensori makanan.

3.

Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.

4.

Sering digunakan untuk memproduksi makanan untuk kelompok konsumen


khusus, seperti penderita diabetes, pasien yang baru mengalami operasi, orangorang yang menjalankan diet rendah kalori atau rendah lemak, dan sebagainya.
Teknik pengolahan pangan yang semakin meningkat, membuat penambahan

BTM pada produk pangan sulit untuk dihindari akibatnya keamanan pangan telah
menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan yang akan dikonsumsi. Keamanan
pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari karena manusia semakin sadar
akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada di dalam makanannya.
aban manusia dari waktu ke waktu, hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu
pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk
mengawasi keamanan pangan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dalam beberapa tahun
terakhir ini telah menemukan empat jenis bahan tambahan makanan yang berbahaya
yang sering ditemukan dalam makanan, yaitu formalin, boraks, pewarna rhodamin B
dan methanyl yellow. Keamanan pangan merupakan hal yang penting, kaerna itu
perlu dilakukan suatu uji terhadap kandungan racun ataupun zat-zat berbahaya yang
terkandung dalam suatu produk makanan. Pengujian ini dapat member informasi

Rosaria Puspasari
240210120119
mengenai makanan apa saja yang aman dari semua bahan tambahan makanan yang
tidak selayaknya ditambahkan pada makanan ini. Praktikum kali ini melakukan
pengujian identifikasi warna tekstil, identifikasi boraks, dan identifikasi formalin
dengan cara 1 dan cara 2.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah mie basah, nugget,
kerupuk, dendeng, jelly, ikan asin, kornet, lontong, bakso sapi, dan terasi. Sampel
diamati karateristiknya terlebih dahulu sebelum dilakukan uji BTM. Data yang
diperoleh adalah
Tabel 1. Karateristik Sampel yang Digunakan
kelompok

sampel

warna

mie
basah

kuning
terang

nugget

coklat
keemasan

kerupuk

putih pink,
hijau

dendeng

coklat
kehitaman

jelly

kuning
mencolok

ikan
asin

putih
kekuningan,
ada bagian
hitam

7
8
9
10

aroma kecerahan kekenyalan kekerasan


khas
tidak
mie
cerah (+8)
keras (+6)
kenyal (+)
basah
khas
sedikit
agak pucat
keras (+7)
nugget
kenyal
bau
minyak cerah (+4)
keras (+5)
tanah
khas
kenyal (+)
dendeng
khas
pemanis cerah (+4) kenyal (++) keras (+)
buatan
khas
ikan
asin

daging
kornet
tidak
segar
putih
khas
lontong
gading
lontong
bakso
khas
abu-abu
sapi
baso
khas
terasi
ungu pekat
cerah (+4)
terasi
(Sumber : dokumentasi pribadi, 2013)
coklat muda
keputihan

sedikit
kenyal (++)

keras (+)

kenyal (++)

keras (+)

kenyal
(+++)
kenyal
(++++)
-

Rosaria Puspasari
240210120119
5.1. Identifikasi Warna Tekstil
Pengujian zat pewarna makanan dan tekstil dilakukan dengan menggunakan
prinsip kromatografi. Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik
pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase
tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile) pemisahan-pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini (Sastrohamidjojo,1991). Prinsip
kerjanya adalah kromatografi kertas dengan pelarut air (PAM, destilata, atau air
sumur), setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan (elusi), air dari
bawah akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat pewarna
makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.
Kromatografi kertas biasa di pakai dalam menganalisa senyawa-senyawa
kimia yang terkandung dalam simplisia ataupun bahan lainnya. Keuntungan
utama kromatografi kertas ialah dari proses kemudahannya dan kesederhanaannya
dalam pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku
sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga, keterulangan bilangan Rf
yang besar pada kertas ini membuat pengukuran Rf dapat menjadi parameter yang
baik dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah mie basah, nugget,
kerupuk, dendeng, jelly, ikan asin, kornet, lontong, bakso sapi, dan terasi. Sampel
ditimbang terlebih dahulu sebanyak 5 gram, lalu dihaluskan dengan menggunakan
mortar. Air sebanyak 5 ml lalu ditambahkan ke sampel. Pipet filtrate yang terbentuk
pada sampel, lalu diteteskan di kertas saring. Kertas saring lalu diletakkan di pinggir
tabung reaksi yang berisi air. Uji ini ditandai dengan, jika sampel naik maka zat
warna tersebut merupakan zat warna alami, jika tidak naik maka zat warna tersebut
zat warna sintesis. Berikut merupakan hasil pengamatan uji ini

Rosaria Puspasari
240210120119
Tabel 2. Hasil Pengamatan Identifikasi Warna Tekstil
Kelompok
Sampel
1
mie basah
2
nugget
3
kerupuk
4
dendeng
5
jelly
6
ikan asin
7
kornet
8
lontong
9
bakso sapi
10
terasi
(Sumber : dokumentasi pribadi, 2013)

Pewarna
+
+
+
+
+

Berdasarkan data yang diperoleh, sampel mie basah, kerupuk, jelly, bakso
sapi, dan terasi positif terdapat zat pewarna tekstil. Sampel mie basah dan jelly
memiliki warna kuning terang atau mencolok, hal ini merupakan salah satu ciri
adanya zat pewarna sintesis pada makanan, karena zat pewarna buatan akan
menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil mesiki dalam jumlah yang sedikit
dibandingkan dengan pewarna alami. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan
akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan,
sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat
diolah dan disimpan.
Sampel yang mengandung zat warna alami akan naik karena zat warna
tersebut bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air dan akan naik seiring
naiknya air pada kertas saring, sedangkan sampel yang mengandung zat warna tekstil
tidak akan naik karena zat warna tersebut bersifat hidrofobik sehingga dapat tidak
larut dalam air dan tidak akan naik seiring naiknya air pada kertas saring. Contoh
pewarna buatan yaitu untuk warna kuning (tartrazin, sunset yellow), warna biru (biru
berlian), dan warna merah (allura, eritrosin, amaranth).
Rhodamin B juga merupakan salah satu pewarna sintetik yang digunakan
untuk memberikan warna merah. Rhodamin termasuk senyawa atau molekul yang
memberikan warna akibat adanya gugus kromofor, dimana gugus kromofor tersebut
yaitu quinoid. Kuantitas warna yang ditimbulkan rhodamin B sangat tajam, hal ini

Rosaria Puspasari
240210120119
disebabakan oleh adanya dua gugus auksokrom, dimana gugus auksokrom tersebut
adalah dimetil ammin. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan,
berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan
berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003)
Rhodamin B memiliki sifat yang mudah larut dalam air, metanol, dan etanol.
Rhodamin B jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang
menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada
mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hati/liver (Trestiati,
2003).

Gambar 1. Struktur kimia Rhodamin B


(sumber : Helmnestine, 2011)
Zat pewarna alami yang sering digunakan dalam makanan adalah karoten
(warna jingga hinga merah) yang dapat diperoleh dari wortel atau papaya, biksin
(warna kuning seperti mentega) yang diperoleh dari biji pohon Bixa Orellana,
klorofil (warna hijau) dapat diperoleh dari daun, antosianin (warna merah, orange,
ungu, dan biru) banyak terdapat dalam bunga dan buah-buahan.

5.2. Identifikasi Boraks


Boraks merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal, warna putih, tidak
berbau, larut dalam air dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Nama IUPAC dari
boraks adalah Sodium tetraborate decahydrate dan nama kimianya adalah natrium
tetrabonat (NaB4O7.10H2O). Boraks disalahgunakan pada bahan pangan dengan
tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun,

Rosaria Puspasari
240210120119
sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam
pangan. Boraksjika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat
(H3BO3). Boraks digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik
lemah.
Boraks maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat
buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena
diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Asam borat yang masuk ke dalam
tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan
ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Boraks jika tertelan 510g oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian.
Uji yang dilakukan untuk menguji boraks dalam bahan makanan disebut uji
nyala. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam
makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk
boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Sampel yang dibakar
menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.
Pengujian boraks dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 1 gram .
sampel yang digunakan adalha mie basah, nugget, kerupuk, dendeng, jelly, ikan asin,
kornet, lontong, bakso sapi, terasi. Sampel lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen
dan diabukan dalam tanur selama 2 jam pada suhu 600oC. Pengabuan ini dilakukan
untuk menghilangkan zat-zat selain boraks pada sampel. Sampel lalu didinginkan
selama 1 jam dan ditambahkan 8 tetes H2SO4 pekat serta 1 ml metanol. Penambahan
H2SO4 pekat serta metanol bertujuan untuk membentuk metal borat B(OCH3)3, yang
jika terbakar akan menghasilkan nyala api berwarna hijau. Warna hijau ini
menandakan bahwa pada sampel positif mengandung boraks. Data yang diperoleh
adalah

Rosaria Puspasari
240210120119
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Boraks
Kel

Sampel

Pewarna

Boraks

Mie basah

Nugget

+++

Kerupuk

Dendeng

Jelly

Ikan asin

Kornet

++++

Lontong

++

Bakso sapi

10

Terasi

(sumber : dokumentasi pribadi, 2013)


Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa beberapa sampel seperti
nugget, dendeng, kornet, dan lontong yang diuji positif mengandung boraks. Hal ini
ditandai dengan munculnya warna hijau pada api hasil pembakaran abu sampel.
Menurut literatur, jika sedikit boraks dicampurkan dengan asam sulfat pekat dan
methanol atau etanol dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan
maka alkohol akan terbakar dengan nyala yang berwarna hijau. Hal ini disebabkan
oleh pembentukan metilborat B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Berikut reaksi
yang terjadi :
H3BO3 + 3 CH3OH B(OCH3)3 + 3 H2O
Sampel yang positif mengandung boraks tidak dapat dinyatakan layak atau
tidaknya untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan tidak dilakukan pengujian lebih
lanjut terhadap kadar boraks dalam sampel tersebut. Pengujian yang dilakukan pada
praktikum ini merupakan uji kualitatif untuk menyatakan ada tidaknya kandungan
boraks pada sampel yang diuji. Boraks ditambahkan pada makanan untuk
menciptakan efek kenyal, sehingga zat ini banyak digunakan pada bakso. Ciri-ciri
bakso yang mengandung boraks adalah teksturnya sangat kenyal, warna tidak
kecokelatan seperti penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan. Tekstur

Rosaria Puspasari
240210120119
yang lebih kenyal dan penampakan yang ditunjukan dengan penambahan boraks
sebenarnya dapat diganti dengan menggunakan zat lain yang lebih aman bagi
kesehatan tubuh. Bahan alami yang bisa digunakan untuk menggantikan borak dan
memberikan efek sama (sebagai pengenyal maupun pengawet) adalah air abu, air
kapur sirih, dan keragenan. Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat
digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang
aman pengganti boraks.
PerMenkes No.722/Menkes/Per/IX/ tahun 1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan menyatakan bahwa boraks beracun terhadap semua sel, bila tertelan boraks
dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi
tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami
kerusakan dibandingkan dengan orang lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan
untuk anak-anak 3-6 g.

5.3. Identifikasi Formalin


Formalin adalah nama dagang formaldehida yang dilarutkan dalam air dengan
kadar 36 40 %. Formalin biasa juga mengandung alkohol 10 15 % yang berfungsi
sebagai stabilator agar formaldehid tidak mengalami polimerisasi. Salah satu jenis
bahan pangan yang kerap menggunakan formalin adalah tahu. Tahu yang tidak
direndam formalin hanya bertahan 1 2 hari kemudian berlendir. Sedangkan yang
direndam formalin akan bertahan 4 5 hari bahkan bisa sampai 1 bulan dalam kadar
tertentu. Praktikum kali ini melakukan pengujian formalin dengan dua cara, yaitu
pengujian formalin cara I dan cara II.
Pengujian formalin cara I dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak
5 gram lalu dihaluskan. Tujuan penghalusan ini agar formalin yang ada di dalam
makanan dapat mudah untuk dilarutkan. Sampel ditambahkan 5 mL air agar formalin
dapat larut. Sampel disaring lalu diambil filtratnya. Filtrat ditambahkan larutan
KMnO4 0,02 N. jika warna larutan KMnO4 hilang maka positif formalin. Dibuat juga
suatu control untuk membandingkan warna KMnO4 yang terbentuk. Warna dari

Rosaria Puspasari
240210120119
larutan KMnO4 dapat hilang karena KMnO4 yang ditambhakan akan mengalami suatu
reduksi menjadi suatu ion Mn2+ yang tidak berwarna.
Pengujian formalin dengan cara II dillakukan dengan menghaluskan sampel
menggunakan mortar terlebih dahulu, lalu ditambahkan sedikit akuades. Tahapan ini
dilakukan dalam rangka memudahkan dalam pengujian menggunakan alat destilat.
Sampel yang telah dihaluskan tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam labu destilat
dan didiamkan hingga 30 menit. Tahapan selanjutnya adalah menyalakan alat destilat
hingga cairan mendidih. Saat proses pendidihan, akan keluar destilat berupa cairan
yang ditampung dalam labuerlenmeyer sebanyak 100 ml. Tahapan selanjutnya setelah
didapatkan cairan destilat sebanyak 100 ml adalah pengambilan 2 ml destilat untuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk dilakukan pengujian. Destilat yang telah
dmasukkan ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan 5 ml asam kromatropat 5%,
lalu dipanaskan selama 15 menit di penangas.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Formalin
Sampel

Formalin Cara I

Mie basah

Nugget

Kerupuk

Dendeng

Jelly

Ikan asin

Kornet

Lontong

Bakso sapi

10

Terasi

(sumber : dukumentasi pribadi, 2013)

Formalin Cara II (Sampel


Tahu)

POSITIF

Kel

Rosaria Puspasari
240210120119
Hasil pengmatan pada cara I menunjukkan bahwa semua sampel mengandung
formalin dengan ditunjukkannya hilangnya warna larutan KMnO4. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan dari formalin yang sudah sangat luas dan dapat
membahayakan konsumen bila sering dikonsumsi dan masukkan ke dalam tubuh.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi
alergi dan bahaya kanker pada manusia. Kandungan formalin yang terlalu tinggi
dalam tubuh, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel,
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau
bisa menyebabkan kanker.
Formalin dalam jumlah sedikit akan larut dalam air, serta akan dibuang ke
luar bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam
darah. Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam
tubuh. Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat
mungkin formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap
kesehatan. Formalin dapat masuk ke dalam tubuh melalui dua jalan, yaitu dari mulut
dan pernapasan. Formalin kiti hirup sehari-hari dari polusi yang dihasilkan oleh asap
knalpot dan pabrik. Asap rokok atau air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya
juga mengandung formalin.
Hasil pengamatan formalin pada cara II menunjukkan adanya penggunaan
formalin pada sampel yang diujikan (tahu). Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya
perubahan warna pada cairan destilat menjadi biru saat dilakukan pemanasan selama
15 menit. Berikut ini terdapat beberapa ciri penggunaan formalin, walaupun tidak
terlampau khas untuk mengenali pangan berformalin, namun dapat membantu
membedakannya dari pangan tanpa formalin (Pipit, 2005)
Ciri-ciri mi basah yang mengandung formalin:

Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan
bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)

Bau agak menyengat, bau formalin

Rosaria Puspasari
240210120119

Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal

Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin:

Sudah rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan
bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius)

Tahu terlampau keras, namun tidak padat

Bau agak mengengat, bau formalin (dengan kandungan formalin 0.5-1ppm)

Ciri-ciri baso yang mengandung formalin:

Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)

Teksturnya sangat kenyal

Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin:

Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)

Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna
daging ikan putih bersih

Bau menyengat, bau formalin

Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin:

Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius)

Bersih cerah

Tidak berbau khas ikan asin

Rosaria Puspasari
240210120119
VI.

KESIMPULAN

Pengujian zat warna sintesis menunjukkan bahwa sampel mie basah, kerupuk,
jelly, dan baso sapi menggunakan zat warna sintesis.

Pengujian boraks menunjukkan sampel nugget, dendeng, kornet, dan lontong


menggunakan boraks sebagai zat pengawet.

Pengujian formalin menunjukkan semua sampel menggunakan formalin


sebaagai zat pengawet

Rosaria Puspasari
240210120119
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.


Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia Press :
Jakarta
Pipit.

2005. Ciri-ciri Makanan Berformalin. Available online at


http://pipit.wordpress.com/2005/12/30/ciri-ciri-makanan-yang-mengandungformalin/. (Diakses pada tanggal 2 Januari 2014)

Trestiati, M. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak
SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih Kabupaten
Bandung). Thesis. ITB. Bandung
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai