Anda di halaman 1dari 12

TOKSISITAS SUBKRONIK PEWARNA NON PANGAN PADA KERANG HIJAU (Perna viridis) TERHADAP GINJAL MENCIT

PENDAHULUAN Kerang merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi karena di samping mengandung protein juga mengandung vitamin B12, riboflavin, thiamin, dan mineral (Fe, Cu, Mg, Zn, I, Ca, Na, K, dan Co), di mana komposisi kerang tersebut sangat beraneka ragam tergantung dari spesies, jenis kerang, umur, musim dan habitatnya (Djamar, 1984). Kerang hijau (Perna viridis) termasuk makanan yang baik untuk kesehatan karena dalam 100 g daging kerang hijau (protein 11,9 g, lemak 2,24 g, karbohidrat 3,69 g, serta mineral lainnya) (Murtini et al., 2008). Jenis kerang ini dibudidayakan di perairan teluk Jakarta. Sebagaimana cara makan kerang ini adalah menyaring air untuk menangkap makanannya yang berupa jasad renik dan

detritus.(Djamar, 1984). Kerang hijau dipasarkan dalam keadaan segar maupun rebus. Penampilan kerang hijau rebus kurang menarik pembeli karena warnanya yang pucat, oleh karna itu di campur pewarna kuning dan merah untuk mendapatkan warna orange (Bambang, 1999). Akan tetapi, pewarna yang dipakai pengolah adalah pewarna non pangan yang dilarang digunakan untuk pangan (rodamin B dan kuning metanil) yang membahayakan kesehatan yang mengkonsumsinya, karna tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan mengendap di hati, sehingga menyebabkan keracunan. Larangan penggunaannya dalam makanan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1168/Menkes/PER/X/1999. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas rodamin B dan kuning metanil yang terdapat pada kerang hijau yang diberikan pada mencit selama 4 minggu, dengan parameter kadar ureum dan kreatinin serta histopatologi ginjal mencit putih jantan. Kuning metanil mempunyai ikatan azo yang sangat berbahaya jika terhirup dan menyebabkan iritasi. Amin aromatik merupakan iritan kuat yang dapat menyebabkan edema dan perdarahan dalam paru-paru, nekrosis dan nefritis ginjal, nekrosis hati dan methemoglobinemia. Jika terkena kulit dalam jumlah banyak akan menimbulkan iritasi. Apabila tertelan, pewarna azo dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, hipotensi. Amin aromatik merupakan iritan yang kuat yang dapat diserap melalui saluran pencernaan. Pada pemaparan yang kronis dapat menimbulkan kanker saluran urin (Anon, 2005).

Pada penelitian sebelumnya, penggunaan pewarna non pangan pada kerang hijau yang mengandung rodamin B dan kuning metanil merusak organ lambung pada manusia yang mengkonsumsinya (Guyton,1999 ; Murtini, et al., 2010). Penelitian Sihombing (2001) membuktikan bahwa rodamin B dan kuning metanil bersifat racun dan karsinogenik terhadap tikus dan mencit. Zat pewarna tersebut ditambahkan pada kerang hijau (Perna viridis L) untuk memberikan warna yang menarik, walaupun zat pewarna tersebut mempunyai kelebihan tetapi dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Seperti di ketahui bahwa berdasarkan PerMenkes No. 239 / Men Kes / Per/V/1985 (Bambang, 1999) Penggunaan rodamin B dan kuning metanil pada produk olahan makanan terbukti tidak aman karena bersifat toksik terhadap hati mencit (Dwiyitno et al. , 2009), lambung mencit juga mengalami kerusakan meskipun tidak merusak usus mencit (Murtini et al., 2010). Organ penting yang lain yang terpengaruh oleh adanya zat warna tersebut adalah ginjal. Meningkatnya kadar ureum dan kreatinin dalam plasma adalah indikasi kerusakan pada ginjal (Guyton, 1999).

Gambar 1. Struktur rodamin B Figure 1. Structure of rhodamine B Sumber/Source : Maryadele, 2006 Rodamin B

Gambar 2. Struktur kuning metanil Figure 2. Structure of methanyl yellow

Rodamin B (Gambar 1) adalah zat warna sintetik yang tidak boleh digunakan untuk makanan. Rodamin B memiliki rumus molekul C28H31N20Cl, berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau dan sangat mudah larut dalam air, alkohol, HCl, NaOH yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluoresensi kuat. Rhodamin B biasanya dipakai dalam pewarna kertas, di laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au dan Mg. Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat dalam Hastuti (2005) memberikan ciri-ciri makanan yang diberi rodamin B adalah warna makanan merah terang dan mencolok. Rodamin B sangat berbahaya jika terhirup, mengenai mata, kulit, dan tertelan yang akan menimbulkan iritasi.

Kuning metanil Kuning metanil (Gambar 2) adalah zat pewarna sintesis yang digunakan pada industri tekstil. Kuning metanil di gunakan sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa. Pewarna Kuning metanil sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan yang akan menimbulkan iritasi, keracunan dan kanker pada kandung dan saluran kemih.(Anon, 2008). LD 50 pada tikus sebesar 4,5-4,98 gram/kg bobot tikus ( Yulianti, 2010). Keracunan senyawa kimia sulit dimonitor, tidak seperti keracunan mikrobiologis yang dalam waktu singkat dampaknya sudah kelihatan. Sampai sekarang belum ada laporan mengenai keracunan karena pewarna non pangan. Pewarna sintetis biasanya banyak digunakan pada makanan anak-anak yang warnanya menarik dan harganya murah. Siswa SDN Legowo Wetan 1 Ngawi keracunan es krim yang dikonsumsi karena terdapat kandungan bahan pewarna sintetis rodamin B (Pratiwi dalam Surya media online, 2011). Anon (2011) menuliskan bahwa belasan siswa SD Mancor 2 Kecamatan Wilangan Nganjuk keracunan makanan mie kering dan sosis yang diduga makanan tersebut tercampur zat pewarna tekstil. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh toksik subkronik kerang hijau (Perna viridis) yang di beri zat pewarna non pangan (rodamin B dan kuning metanil) terhadap ureum dan kretinin darah serta gambaran histopatologi ginjal mencit.

BAHAN DAN METODE BAHAN Bahan yang digunakan adalah kerang hijau (Perna viridis L) diperoleh dari Kamal Muara, direbus kemudian diberi pewarna campuran merah 5 sendok makan dan kuning 1 sendok makan dilarutkan dengan air 20 liter untuk merendam kerang yang telah direbus oleh pengolah selama 10 menit dan sebagian tanpa pewarna, kemudian dibawa ke laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP). Kemudian kerang rebus tersebut dibuat menjadi tepung dengan cara dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC. Selanjutnya tepung disaring (ukuran 100 mesh). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih galur DDY berjenis kelamin jantan (20-25 gram,per ekor,umur 2-3 bulan 72 ekor) yang diperoleh dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta. Sebelum digunakan dalam percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama 1 minggu untuk penyesuaian lingkungan, memastikan kesehatan dan berat badan.

METODE Tepung kerang hijau (residu rodamin B dan kuning metanil), kemudian ditetapkan kadar rodamin B (BPOM, 2006) dan kuning metanil (BPOM, 1995). Kadar residu Rhodamin B sebesar 539 ppm dan Kuning metanil sebesar 11 ppm. Faktor konversi terhadap mencit (20 g ) terhadap bobot manusia 70 kg adalah 0,0026 (Gosh, 1971). Untuk 50 gram kerang rebus dengan rendemen 29,66% yang merupakan dosis 1. Dosis tepung kerang dengan pewarna yang diberikan mencit adalah dosis 1 (38,54 mg/20g mencit), dosis 2 (77,09 mg/20g mencit), dosis 3 (18 mg/20g mencit, sedangkan tepung kerang tanpa pewarna, dosis kontrol negatif (K) adalah 154,18 mg/20 g berat mencit. Sedian uji dibuat dengan cara mensuspensikan tepung kerang kedalam 0,8 ml CMCNa, kemudian diberikan secara oral selama 4 minggu dan diteruskan recovery tanpa sediaan uji selama 2 minggu. Setiap kelompok dosis (18 ekor) setiap 2 minggu sejumlah enam ekor diambil darah dan organ kemudian dianalisis. Parameter yang digunakan adalah ureum plasma, kreatinin plasma diukur dengan Spotchem EZ-SP 4430 (Arkray Inc., 2008)

Pengamatan preparat histologi organ ginjal Pengamatan preparat dilakukan dengan menggunakan mikroskop medan terang dengan pembesaran 400 kali dengan menghitung kerusakan sel inti tubulus ginjal. Dilihat jumlah tubulus pada 5 lapang pandang tiap preparat diamati jumlah sel inti yang mengalami kerusakan dan dihitung secara persentase. Pengamatan ini ng dilakukan di Laboratorium FKH IPB di Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Kreatinin Plasma Pemeriksaan kadar kreatinin plasma mencit putih jantan dilakukan pada minggu (2,4,6). Hasil analisis kreatinin disajikan pada Tabel 1. Kadar kreatinin plasma mencit pada minggu (2,4,6) tidak beda nyata antar dosis yang diberikan selama waktu pemberian. Berarti dosis kerang berwarna yang mengandung rodhamin B dan methanil yellow tidak berpengaruh pada kadar kreatinin plasma mencit. Berarti tidak berpengaruh pada kadar kreatinin darah mencit selama 28 hari pemberian secara terus menerus.

Tabel 1. Kadar Kreatinin Plasma Mencit Table 1. Creatinine content of mouses plasma Kreatinin Plasma/ plasma creatinine (mg/dL) (mg/dL) Kelompok dosis/Group minggu ke 2/ minggu ke 4/ Week minggu ke 6/ Week of dosage Week 2nd 4th 6th Kontrol / Control 0.3330.05 0.3160.04 0.3000.00 Dosis 1/Dosage 1 0.3830.12 0.3160.04 0.3160.04 Dosis 2/Dosage 2 0.3000.00 0.3000.00 0.3000.00 Dosis 3/Dosage 3 0.3000.00 0.3000.00 0.3160.04 Kadar Ureum Plasma Pemeriksaan kadar ureum plasma mencit putih jantan dilakukan pada minggu ke2,4, dan 6. Data hasil ureum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar ureum plasma mencit Table 2. Ureum content of mouses serum Ureum Plasma/ serum ureum(mg/dL) Kelompok minggu ke 2/ minggu ke 4/ minggu ke 6/ dosis/Group Week 2nd Week 4th Week 6th of dosage Kontrol / Control 13.500 2.59 13.8331.47 14.1662.93 Dosis 1/Dosage 1 15.3334.13 12.503.73 11.0002.76 Dosis 2/Dosage 2 6.0001.26 11.3331.21 3.5003.56 Dosis 3/Dosage 3 13.0005.25 9.5003.72 11.1672.71 Dari Tabel 2 dan uji statistik terhadap ureum plasma pada minggu ke-2 ada perbedaan nyata pada dosis yang diberikan sedangkan pada minggu ke 4 dan 6 tidak ada perbedaan nyata. Dalam hal waktu pemberian pada minggu ke-6 ada perbedaan nyata sedangkan pada minggu ke-2 dan 4 tidak ada perbedaan yang nyata. Nilai rata-rata normal kadar ureum pada tikus jantan sebesar 11,01 19,9 mg/dl ( Winarno & Sundari, 2010). Berarti pemberian kerang berwarna yang mengandung rodhamin B dan kuning metanil dengan perbedaan dosis tidak berpengaruh nyata pada kadar ureum plasma mencit selama percobaan.

Persentase Kerusakan Tubulus Ginjal Mencit Hasil persentase kerusakan tubulus ginjal mencit pada minggu ke 2 dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% K D1 D2 D3 Perlakuan /treatment

Kerusakan /damage

Gambar 3. Grafik kerusakan tubulus ginjal mencit (%) pada minggu ke-2 Figure 3. Histogram of tubulus damage of mouses kidney (%) at the 2nd week Keterangan/Note : K : kontrol/control , D1 : dosis/dosage 1, D2 : dosis/dosage 2, D3 : dosis/dosage 3 Hasil pemeriksaan histopatologi dapat dilihat pada kerusakan tubulus, yang diamati dengan menghitung persentase terhadap jumlah tubulus yaitu setiap pengamatan dihitung lima lapang pandang tiap preparat. Kerusakan dilihat pada sel inti tubulus yang mengalami degenerasi dan nekrosis. Perubahan histopatologi organ ginjal bisa terjadi dengan pemeriksaan secara kimia dengan meningkatnya kadar kreatinin plasma dan kadar ureum plasma. Pada percobaan ini pemeriksaan kadar kreatinin dan kadar ureum tidak mengalami peningkatan tetapi pada histopatologi organ ginjal mengalami kerusakan yang dilihat pada sel inti tubulus. Katagori kerusakan histopatologi ginjal yaitu 0-30% masih ringan, 30-50% sedang dan 50% berat (Junquira, 1989). Hasil pemeriksaan histopatologi pada minggu ke-2 menunjukkan bahwa pada kontrol negatif kerusakan pada sel inti tubulus sebesar 12,26%, berarti kerusakan ginjal termasuk kategori ringan. Pada kelompok dosis 1 tidak ada perubahan patologi meskipun ada kerusakan pada tubulus sebesar 13,63%. Dengan meningkatnya dosis 2, kerusakan sebesar 17,12% terlihat bahwa terdapat pembendungan dan penebalan dinding pembuluh darah berwarna merah muda, tubulus terjadi degenerasi. Dengan meningkatnya dosis 3 terjadi kerusakan sebesar 21,79% pada tubulus mengalami degenerasi meningkat. Pada perlakuan minggu ke-2 kerusakan masih ringan karena kerusakan dibawah 30% dan tidak bersifat toksik

a b

Kontrol / Control

Dosis 1 / Dosage 1

Dosis 2/ Dosage

Dosis 3 / Dosage 3

Keterangan/Note : a = Tubulus, b = Sel inti/ nucleus Gambar 4. Histopatologi tubulus ginjal mencit pada minggu ke-2 Figure 4. Hystopathological profile of mouses kidney at the 2nd week.

Hasil persentase kerusakan tubulus ginjal mencit pada minggu ke 4 dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 adalah kerusakan tubulus ginjal.

20.00% 15.00% Kerusakan/ damage 10.00% 5.00% 0.00% K

D1

D2

D3

Perlakuan/treatment

Gambar 5. Grafik kerusakan tubulus ginjal mencit (%) pada minggu ke-4

Figure 5. Histogram of tubulus damage of mouses kidney (%) at the 4th week Keterangan/Note : K : kontrol/control , D1 : dosis/dosage 1, D2 : dosis/dosage 2, D3 : dosis/dosage 3

b a

Kontrol / Control

Dosis 1/ Dosage 1

Dosis 2/ Dosage 2

Dosis 3/ Dosage 3

Keterangan/Note : a = Tubulus, b = Sel inti/ nucleus Gambar 6. Histopatologi tubulus ginjal mencit pada minggu ke-4 Figure 6. Hystopathological profile of mouses kidney at the 4th week.

Hasil pemeriksaan histopatologi pada minggu ke-4 menunjukkan kerusakan kontrol negatif 12,07%. Pada kelompok dosis 1 terjadi kerusakan 13,44% tubulus mengalami degenerasi dan nekrosis begitu juga terhadap kelompok dosis 2 kerusakan 15,59% mengalami degenerasi dan nekrosis pada sel inti tubulus. Pada kelompok dosis 3 terjadi peningkatan kerusakan 19,74% tubulus mengalami degenerasi dan nekrosis. Pada perlakuan minggu ke-4 kerusakan dapat di katagorikan ringan karena dibawah 30% dan tidak bersifat toksik. Hasil persentase kerusakan tubulus ginjal mencit pada minggu ke 6 dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8 adalah kerusakan tubulus ginjal.

20.0% % Kerusakan 15.0% /damage 10.0% 5.0% 0.0%

D1

D2

D3

Perlakuan/treatment

Gambar 7. Grafik kerusakan tubulus ginjal mencit (%) pada minggu ke-6 Figure 7. Histogram of tubulus damage of mouses kidney (%) at the 6th week Keterangan/Note : K : kontrol/control , D1 : dosis/dosage 1, D2 : dosis/dosage 2, D3 : dosis/dosage 3

Kontrol / Control

Dosis 1/ Dosage 1

Dosis 2/ Dosage 2

Dosis 3/ Dosage

Keterangan/Note : a = Tubulus, b = Sel inti/ nucleus Gambar 8. Histopatologi tubulus ginjal mencit pada minggu ke-6 Figure 8. Hystopathological profile of mouses kidney at the 6th week.

Setelah 2 minggu kontrol negatif terdapat kerusakan sebesar 10,71%. Pada kelompok dosis 1;Dosis 2; Dosis 3 terdapat kerusakan sebesar 13,93%;16,42%;19,06%. Pada masa recovery selama 2 minggu ini terjadi penurunan kerusakan walaupun hanya sedikit, dengan kata lain terjadi perbaikan kerusakan ginjal walaupun hanya sedikit, apabila waktu recovery dipernjang kemungkinan pemulihan kerusakan ginjal akan lebih banyak. Perlakuan minggu ke-6 kerusakan dapat dikategorikan kerusakan ringan >30% dan tidak bersifat toksik. Pada perlakuan pemberian kerang berwarna pada mencit dalam dosis yang berbeda selama

percobaan memberikan kecenderungan kerusakan ginjal mencit meningkat walaupun pada kategori kerusakan ringan. Hal ini berarti mengkonsumsi kerang rebus dengan pewarna non pangan sebesar 200 gram secara berturut-turut selama 28 hari dapat menyebabkan

kerusakan ringan pada ginjal.

Kesimpulan Kadar kreatinin plasma pada minggu ke-2, ke-4 dan ke-6 tidak berbeda nyata antar tingkatan dosis dan waktu pemberian. Kadar ureum plasma pada minggu ke-2 ada beda nyata antar dosis tetapi pada minggu ke-4 dan ke-6 tidak ada perbedaan yang nyata antar tingkatan dosis. Histopatologi ginjal menunjukkan bahwa sejak minggu ke-2 terjadi

kerusakan pada inti tubulus ginjal. Kerusakan tubulus selama percobaan pada kontrol , dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 berturut-turut sebesar 10,70-12,26%, 13,44-13,93%, 15,59 -17,12% dan 19,06 - 21,79%. Kerusakan ginjal mencit dapat di kategorikan kerusakan ringan karena kerusakan tidak melebihi 30%. Hal ini berarti apabila manusia mengkonsumsi kerang rebus dengan pewarna non pangan sebesar 200 gram secara berturut-turut selama 28 hari dapat menyebabkan kerusakan ringan pada ginjal.

10

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2005. Pedoman pertolongan keracunan untuk Puskesmas. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. 42-49 p. Anonimous, 2008. Kenali zat kimia berbahaya dalam makanan http://healindonesia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 09 Juni 2008. 2.

Anonimous, 2011. Belasan siswa SD Mancor Nganjuk kercunan mie dan sosis. http://Bursanasional.com./2251.Diakses pada tanggal 08 Oktober 2011. Arkray, Inc. 2008. Spotchem EZ-SP 4430 Arkray. 57 Nishi Aketa-Cho, Higashi-Kujo, Minami-Ku, Kyoto 601-8045, Japan. Bambang T. 1999. Identifikasi zat warna karsinogenik pada makanan jajanan anak-anak di Bengkulu secara kromatografi. Fakultas Perguruan dan Ilmu Pendidikan. Bengkulu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 1995. Identifikasi Pewarna Methanil Yellow dalam Obat Tradisional Sediaan Cair. : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. hal 101-102 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2006. Penetapan kadar pewarna Rhodamin B dalam makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta . hal 40-41. Djamar S J. 1984. Studi beberapa aspek biologi kerang hijau (Perna viridis L) di teluk Jakarta. Laporan penelitian.: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Dwiyitno, Priyanto, N., Wulanjari, dan Atmawidjaja, S. 2009. Toksisitas Subkronik kerang hijau (Perna viridis) yang diberi pewarna sintetik terhadap hati mencit. Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 4(2): 113-120 Gosh, M.N. 1971. Fundamentals of Experimental Pharmacology, Scientific Book Agency, Calcutta Guyton, C.A. 1999. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Diterjemahkan oleh Andrianto P. EGC , Jakarta. 803 pp. Hastuti, R.K. 2005. Keragaan Pedagang dan Penggunaan Pewarna sintetik ( Rhodamin B) Pada Terasi yang digunakan oleh Pedagang di Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor . Bogor. Junqueira, L.C., dan Carneiro, J. 2009 . Histologi Dasar. Edisi 10. Diterjemahkan oleh Tambayong J. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 369-371. Maryadele J.ONeil. 2006. The Merck Index, an encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals. fourteenth edition. Merck & Co.,INC. Whitehouse station, NJ, USA

11

Murtini, J.T.,Kurniawan, AD., Dewi, EN. 2008. Pengaruh waktu perndaman dan konsentrasi karboksilmetil kitosan untuk menurunkan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang hijau (Perna viridis Linn.). JPB Perikanan 3(1) : 37-43 Murtini, J.T., Chomsamtun, S., dan Atmawidjaja, S. 2010. Toksisitas Pewarna non pangan pada kerang hijau (Perna viridis) terhadap organ lambung dan usus mencit. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan II. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 83-90.p Sihombing, G. 2001. An Exploratory Study on Three Syntetic Coloring Matters Commonly Used as Food Colours in Jakarta. Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Surya online, 2011. Keracunan gara-gara minuman mengandung rhodamin B. Selasa 18 Oktober 2011. http//www.surya.co.id/2011/10/18. Diakses pada tanggal 18 Maret 2012. Winarno, MW dan Sundari, D., 2010. Uji toksisitas sub kronik ekstrak daun kembang sungsang (Gloriosa superb L.) terhadap fungsi ginjal tikus putih. Bul.Penelit. Kesehat, 38 (4) 186-191. Yulianti, W., 2010. Amankah makanan kita. Kesehatan.kompasiana. com/makanan /2010/12/26. Diakses tanggal 8 Agustus 2012.

12

Anda mungkin juga menyukai