Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PROJECT WORK

KELAS XIII KIMIA ANALISIS


IDENTIFIKASI ZAT PENGAWET DAN PEWARNA BERBAHAYA PADA
BAHAN PENAMBAH CITARASA MAKANAN DI WILAYAH
YOGYAKARTA

Disusun oleh :
1. Chandra Aryo Wibowo NIS. 179191
2. Elena Della Kumala NIS. 179193
3. Monica Audrey Berliana N NIS. 179163
4. Luthfi Anas Afifadi NIS. 179162

Laboratorium Kimia Analisis SMK SMTI Yogyakarta

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SMTI
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini telah diterima dan disahkan oleh :

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SMTI YOGYAKARTA

Pada tanggal : 21 November 2020

Mengetahui,

Kepala Sekolah Pembimbing

Rr.Ening Kaekasiwi, ST. MP Triana Quari Sedyasthi, S.Si

NIP. 196804112002122004 NIP. 197901252005022001


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan
1. Melakukan pengujian analisis kulaitatif boraks, formalin dan Rhodamine
B pada bahan penambah citarasa makanan.
2. Mengidentifikasi boraks, formalin, dan Rhodamine B pada bahan
penambah citarasa makanan secara kualitatif.
B. Dasar Teori
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena seluruh masyarakat tanpa terkecuali
merupakan konsumen pangan. Makanan yang dikemas biasanya
mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan-bahan yang ditambahkan
ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan atau
penyimpanan untuk tujuan tertentu.
Saus adalah olahan makanan yang umumnya berasal dari buah dan
sayur yang merupakan jenis bumbu penyedap makanan berbentuk bubur,
dengan warna oranye hingga merah yang berasal dari bahan baku alami
maupun penambahan zat pewarna makanan. Bahan baku saus pada
dasarnya berasal dari pasta tomat akan tetapi dapat diganti dengan buah
yang memiliki karakteristik pink-merah seperti buah pepaya yang
memiliki daging buah tebal dan berwarna merah cerah.
Saus dibuat dalam bentuk pasta yang terdiri atas campuran buah
dengan penambahan cabai untuk menambah rasa pedas. Saus memiliki
berbagai variasi rasa tergantung bumbu yang ditambahkan. Saus
umumnya dapat disimpan dalam waktu yang lama akibat penambahan
bahan pengawet.
Secara umum jenis saus yang disukai khususnya adalah saus yang
memenuhi selera dan terlihat menarik, yaitu baik dalam hal rupa, warna,
bau, rasa, suhu dan tekstur. Agar saus terlihat lebih menarik, citarasa yang
baik dan tahan lama biasanya diberi zat aditif pada makanan atau biasa
disebut dengan BTP (Bahan Tambahan Pangan).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan,
tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan. Ada banyak jenis bahan tambahan makanan, seperti
Antioksidan, Antikempal, Pengatur Keasaman, Pemanis Buatan ,Pemutih
dan Pematang Telur,Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental, Pengawet,
Pengeras, Pewarna, Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour,
Flavour Enhancer), Sekuestran. Diantara bahan tambahan makanan yang
banyak digunakan produsen atau pedagang adalah pewarna dan pengawet.
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Jadi, penambahan zat
pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur
atau bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak
makanan. Makanan produk industri yang menggunakan minyak tumbuhan
atau lemak hewan sangat perlu ditambahi zat pengawet. Menurut
Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, Nomor 1168/
Menkes/Per/X/1999, dan Nomor 033/Menkes/Per/VII/2012, boraks dan
formalin merupakan zat pengawet yang tidak diperbolehkan pada
makanan.
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat Boron (B),
Boraks merupakan antiseptik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak
digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada
kosmetik (Svehla 1985 dalam Widayat 2011). Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, boraks
merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan pangan yang dilarang
digunakan dalam produk makanan. Dampak buruk dari mengkonsumsi
boraks yaitu menyebabkan iritasi saluran cerna, yang ditandai dengan
sakit kepala, pusing, muntah, mual, dan diare. Gejala lebih lanjut ditandai
dengan badan menjadi lemas, kerusakan ginjal, bahkan shock dan
kematian bila tertelan 5 – 10 g/kg berat badan.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid
dalam air. Formalin sering digunakan sebagai bahan desinfektan, bahan
insektisida, bahan baku industri plastik dan digunakan juga pada berbagai
macam industri seperti industri tekstil, farmasi, kosmetika serta digunakan
untuk mengawetkan mayat (Buletin Servis, 2006). Formalin mempunyai
kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang
bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-
NCHOH). Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau
direndam larutan formalin, maka gugus aldehida dari formaldehida akan
mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat
digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi
awet.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/MENKES/PER/IX/88, Pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Pewarna
membuat aneka produk makanan dan minuman tampil semakin menarik
dan mengundang selera. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No. 239/Menkes/Per/V/1985 menetapkan 30 zat
pewarna berbahaya. Rhodamine B merupakan zat pewarna berbahaya dan
dilarang digunakan pada produk pangan. Namun demikian,
penyalahgunaan Rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih
sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa.
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa
digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat
yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine
dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di
Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine B pada kerupuk, sambak
botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan
minuman. Rhodamine B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan
sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat
ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk
berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi
dalam sinar matahari.
Peluang terjadi penyalahgunaan zat warna Rhodamine B serta zat
pengawet boraks dan formalin dalam makanan dapat terjadi pada setiap
pedagang makanan. Harga yang murah menjadi salah satu alasan oleh
produsen untuk menggunakan zat pewarna dan pengawet tekstil tersebut
pada produk makanan. Selain itu zat pewarna tekstil ini memiliki warna
yang lebih menarik dibanding dengan zat pewarna untuk makanan
biasanya.
Uji kualitatif Rhodamine B dalam makanan dan minuman dapat
dilakukan dengan metode ekstraksi. Prinsip ujinya adalah zat warna
Rhodamine B dalam lingkungan basa dapat terekstraksi dalam eter,
kemudian dengan penambahan asam, Rhodamine B akan terekstraksi
dalam asam. Sedangkan uji boraks bisa dilakukan dengan uji nyala, dan
untuk uji kualitatif formalin dilakukan dengan uji dengan pereaksi fehling.
BAB II
PROSEDUR ANALISIS

A. Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Gelas Ukur
b. Mortar dan Pestel
c. Kertas Saring
d. Batang Pengaduk
e. Tabung Reaksi
f. Kompor Listrik
g. Gelas Beker
h. Pipet Tetes
i. Cawan Porselen
j. Pembakar Spiritus
k. Gelas Kimia
l. Penangas Air
2. Bahan yang digunakan yaitu :
a. Sampel Saus sambal, Saus Tomat, Bumbu Mie Instan, dan Selai
b. Pereaksi Fehling A dan Fehling B
c. Asam Sulfat Pekat
d. Aquadest
e. Larutan Asam Asetat 10% atau Kalium Hidrogen Sulfat
f. Alkohol 70%
g. Larutan NaOH 10%
h. Larutan HCl 10%
B. Cara Kerja
1. Preparasi sampel untuk bahan yang larut dalam air
Larutkan dalam air. Lalu periksa keasamannya. Jika perlu diasamkan
dengan asam asetat atau kalium hidrogen sulfat (KHSO4).
2. Uji nyala boraks
a. Timbang 0,5 – 1 gram sampel dalam cawan porselen.
b. Tambahkan 10 tetes asam sulfat pekat dan 2 ml alkohol.
c. Kemudian bakar dan amati nyala api yang dihasilkan.
d. Jika uji nyala ini menghasilkan warna hijau, maka sampel
mengandung boraks.
3. Uji kualitatif formalin dengan menggunakan pereaksi fehling
a. Ambil 1-2 gram sampel, kemudian haluskan menggunakan mortar dan
pestle.
b. Tambahkan 10 ml akuades, aduk sampai rata, kemudian saring.
c. Ambil ± 2 ml filtrat hasil penyaringan, kemudian masukkan ke dalam
tabung reaksi.
d. Tambahkan 2 ml larutan Fehling (larutan Fehling A : larutan Fehling
B = 1 : 1), kemudian panaskan ± 5 menit.
e. Amati perubahan yang terjadi.
f. Jika larutan yang mula-mula berwarna biru berubah menjadi hijau dan
terbentuk endapan berwarna kuning atau merah, maka sampel
mengandung formalin.
4. Uji kualitatif rhodamine B
a. Masukkan 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi.
b. Tambahkan 1 ml larutan NaOH 10%.
c. Tambahkan 2 ml eter, lalu kocok hingga homogen.
d. Ambil lapisan eter, masukkan ke dalam tabung reaksi yang lain.
e. Tambahkan 2 ml larutan HCl 10%, lalu dikocok.
f. Amati perubahan warna larutan. Jika terjadi warna merah pada lapisan
asam (lapisan bawah), maka sampel positif mengandung Rhodamine
B.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan
1. Uji nyala boraks
Sampel Hasil Pengamatan Keterangan
Baku Pembanding Boraks Warna pada api hijau Positif (+)
Sampel Selai A Warna pada api biru Negatif (-)
keunguan
Sampel Selai B Warna pada api biru Negatif (-)
keunguan
Sampel Saus Sambal A Warna pada api Negatif (-)
merah oranye
Sampel Saus Sambal B Warna pada api biru Negatif (-)
keunguan
Sampel Saus Tomat A Warna pada api biru Negatif (-)
keunguan
Sampel Saus Tomat B Warna pada api biru Negatif (-)
keunguan
Sampel Bumbu Mie Instan A Warna pada api Negatif (-)
merah oranye
Sampel Bumbu Mie Instan B Warna pada api Negatif (-)
merah oranye

2. Uji formalin dengan pereaksi fehling


Sampel Hasil Pengamatan Keterangan
Baku Pembanding Formalin Terbentuk endapan Positif (+)
kuning
Baku Pembanding negatif Terbentuk endapan Negatif (-)
merah
Sampel Selai A Terbentuk endapan Negatif (-)
merah
Sampel Selai B Terbentuk endapan Negatif (-)
cokelat
Sampel Saus Sambal A Terbentuk endapan Negatif (-)
merah
Sampel Saus Sambal B Terbentuk endapan Negatif (-)
merah
Sampel Saus Tomat A Terbentuk endapan Negatif (-)
cokelat
Sampel Saus Tomat B Terbentuk endapan Negatif (-)
merah
Sampel Bumbu Mie Instan A Terbentuk endapan Negatif (-)
hitam
Sampel Bumbu Mie Instan B Terbentuk endapan Negatif (-)
merah

3. Uji Rhodamine B
Sampel Hasil Pengamatan Keterangan
Baku Pembanding Rhodamine B Terbentuk warna Positif (+)
merah keunguan pada
lapisan asam
Sampel Selai A Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam
Sampel Selai B Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam
Sampel Saus Sambal A Terbentuk warna Negatif (-)
kuning pada lapisan
asam
Sampel Saus Sambal B Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam
Sampel Saus Tomat A Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam
Sampel Saus Tomat B Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam
Sampel Bumbu Mie Instan A Terbentuk warna Negatif (-)
kuning pada lapisan
asam
Sampel Bumbu Mie Instan B Tidak berwarna pada Negatif (-)
lapisan asam

B. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi kualitatif zat pengawet dan
pewarna makanan yang dilarang penggunaanya. Penelitian didasarkan pada
Peraturan Kementrian Kesehatan mengenai Bahan Tambahan Pangan yang
dilarang penggunaanya. Pada pengawet makanan didasarkan pada Permenkes
RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, Nomor 1168/ Menkes/Per/X/1999, dan
Nomor 033/Menkes/Per/VII/2012, mengenai boraks dan formalin merupakan
zat pengawet yang tidak diperbolehkan pada makanan. Sedangkan pada
pewarna didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/MENKES/PER/IX/88 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.
239/Menkes/Per/V/1985.
Sampel yang digunakan meliputi golongan saus sambal, saus tomat,
selai, dan bumbu mie instan. Setiap sampel diambil sebanyak 2 kemasan,
meliputi 2 saos sambal, 2 saos tomat, 2 selai stroberi, dan 2 bumbu mie instan.
Sehingga, sampel yang dianalisis sebanyak 8 buah. Pengambilan sampel
dilakukan sebanyak 2 kali dalam waktu dan tempat yang berbeda yaitu pada
tanggal 22 November 2020 dan 25 November 2020 bertempat di pedagang
gorengan dan swalayan daerah Yogyakarta. Untuk sampel selai digunakan
produk tanpa merk sedangkan sampel lainnya berkemasan dan bermerek.
Pengujian dilakukan bertempat di Laboratorium Kimia Analisis SMK
SMTI Yogyakarta pada 01 Desember 2020. Pengujian yang dilakukan
meliputi Uji Borak (uji nyala), Uji Formalin (uji Fehling) dan Uji Rhodamine
B.
Sebelum pengujian dilakukan preparasi sampel dan pembuatan reagen.
Preparasi sampel dilakukan untuk mengubah sampel menjadi bentuk yang
sesuai dengan kebutuhan pada saat analisis.
Reagen yang diperlukan dalam analisis ini meliputi Pereaksi Fehling
A dan Fehling B, Asam Sulfat Pekat, Aquadest, Larutan Asam Asetat 10%
atau Kalium Hidrogen Sulfat, Alkohol 70%, Larutan NaOH 10%, Larutan
HCl 10%. Reagen yang dibuat yaitu Larutan NaOH 10%, Larutan HCl 10%
dan Larutan Fehling A dan B (1:1), sedangkan yang lain sudah tersedia.
Untuk pembuatan Larutan NaOH 10% dibuat dengan cara melarutkan padatan
NaOH sebanyak 10 gram dalam 100 mL akuades pada labu takar. Untuk
pembuatan Larutan HCl 10% dibuat dengan cara mengambil HCl 37,5 %
sebanyak 27 mL kemudian diencerkan menggunakan akuades sampai
volumenya 100 mL pada labu takar. Untuk pembuatan Larutan Fehling yaitu
dengan mengambil 1 mL Fehling A dan 1 mL Fehling B (1:1) dan
dihomogenkan dalam beaker gelas.
Analisis kandungan borak dalam sampel dilakukan dengan metode uji
nyala. Pengujian borak dilakukan dengan penambahan H2SO4 sebagai
pencipta suasana asam sehingga Natrium Tetraborat menjadi Asam Borat,
sedangkan penambahan alkohol dilakukan untuk bahan bakar dalam proses
pembakaran sehingga dapat menghasilkan nyala api. Adanya kandungan
borak pada sampel ditandai dengan munculnya nyala api berwarna hijau yang
berasal dari atom Boron pada senyawa Metil Borat B(OCH 3)3. Reaksi yang
terjadi adalah :
Boraks + Asam pekat Asam Borat (H3BO3)
H3BO3 + Alkohol Metil Borat
H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O (atom Boron = hijau)
Setelah dilakukan pengujian terhadap 8 sampel diperoleh warna nyala
api yang dihasilkan oleh pembakaran tidak menunjukkan warna hijau seperti
pada control (+). Sehingga, dari 8 sampel yang diuji tidak terdapat kandungan
borak sebagai bahan tambahan makanan didalamnya.
Analisis kandungan formalin dilakukan dengan metode Fehling.
Prinsip pengujian ini berdasarkan reaksi Formalin dengan Fehling dan disertai
pemanasan maka akan menghasilkan asam karboksilat dan endapan Cu2O
berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi adalah :
R-CO-H+2CuO(aq) R-CO-OH+Cu2O(s)
Pada pengujian control (+) didapatkan warna larutan kuning dengan
adanya endapan berwarna kuning. Setelah dilakukan pengujian terhadap 8
sampel, dapat dilihat bahwa sampel selai dengan kode A memiliki hasil yang
menyerupai control (+) yaitu dengan terbentuknya larutan berwarna kuning
dan terdapat endapan berwarna merah kekuningan. Sehingga, untuk
meyakinkan hasil dilakukan pengujian kedua untuk sampel selai A dengan
metode KMnO4. Dalam proses ini terjadi reaksi reduksi dan oksidasi.
Formalin bertindak sebagai reduktor, sedangkan KMnO4 bertindak
sebagai oksidator. Ketika Formalin direaksikan dengan KMnO4maka akan
terbentuk Asam Karboksilat dan MnO2 yang berwarna coklat kemerahan.
Reaksi yang terjadi adalah :
R-CO-H+KMnO4(aq) R-CO-OH+KMnO3
Pada larutan control (+) berupa Formaldehida terbentuk endapan
berwarna hitam dan hilangnya warna larutan KMnO 4 menjadi tak berwarna.
Sedangkan dilakukan juga dengan menggunakan control (-) dengan
mengambil sampel berkemasan yang lolos uji sehingga pada hasil
pengujiannya tidak terjadi perubahan warna pada KMnO4. Sampel yang
dicurigai memiliki hasil pengujian yang sama dengan control (-) yaitu tidak
terbentuk pengendapan dan perubahan warna KMnO4 menjadi coklat
kemerahan. Sehingga, sampel tersebut tidak mengandung formalin. Hal
tersebut juga berlaku pada 7 sampel lainnya.
Penggunaan boraks dan formalin sebagai pengawet pada makanan
dapat digantikan dengan bahan pengawet alami makanan yang dapat menjadi
alternatif pengganti, salah satunya adalah karagenan. Karagenan merupakan
bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut (Euchena sp) dan aman
dikonsumsi manusia. Bentuknya seperti tepung agar-agar dan sudah banyak
beredar di pasar.
Analisis kandungan Uji kualitatif Rhodamine B dalam makanan dan
minuman dapat dilakukan dengan metode ekstraksi. Prinsip ujinya adalah zat
warna Rhodamine B dalam lingkungan basa dapat terekstraksi dalam eter,
kemudian dengan penambahan asam, Rhodamine B akan terekstraksi dalam
asam. Penambahan NaOH bertujuan sebagai pelarut Rhodamine B dalam
sampel. Kemudian penambahan eter bertujuan untuk pendistribusian zat
warna kedalam eter sehingga terdapat dua lapisan. Larutan eter ditambahkan
HCl untuk identifikasi adanya Rhodamine B dalam sampel yang ditandai
dengan perubahan warna merah pada larutan sampel. Hal ini disebabkan
karena gugus organil Cl dalam HCl berikatan dengan Rhodamine B
membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Reaksi yang terjad adalah :
C28H31N2O3Cl+HCl C28H32N2O3+Cl2
Setelah dilakukan pengujian terhadap control (+) terbentuk warna
ungu kemerahan pada lapisan asam yang menandakan adanya Rhodamine B.
Sedangkan, pada kedelapan sampel tidak ditunjukkan adanya perubahan
warna menyerupai control (+). Sehingga, dapat diketahui semua sampel diuji
tidak terdapat Rhodamine B di dalamnya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Telah dilakukan analisis pengawet dan pewarna makanan meliputi
Boraks, Formalin dan Rhodamine B dalam sampel Saos Tomat, Saos
Sambal, Selai dan Bumbu Mie.
2. Dari hasil analisis Boraks, Formalin dan Rhodamine B didapatkan hasil
negatif pada semua sampel.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai