Kelompok 4
Kelas 3D
Studi Kasus Penyakit Kecacingan (Cestoda)
● Penyakit cacing pita adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing parasit taenia yang termasuk
dalam klasifikasi Cestoda (cacing pipih). Ada dua jenis utama parasit penyebab infeksi cacing
pita: Taenia saginata yang berasal dari sapi dan Taenia solium yang berasal dari babi. Infeksi
ini disebut dengan taeniasis pada manusia.
● Bovine cysticercosis adalah infeksi larva Taenia saginata yang disebut Cysticercus bovis
pada sapi. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit parasit tropis yang terabaikan dan
bersifat zoonosis. Bentuk dewasa dari larva ini berupa cacing pita, menyebabkan taeniasis
pada manusia. Untuk kelangsungan hidupnya, cacing pita memerlukan manusia sebagai
inang definitif dan ternak sapi sebagai inang antara. Cacing pita T. saginata ditemukan pada
usus manusia, sementara bentuk larva atau kistanya yaitu C. bovis menginfeksi otot sapi.
● Sistiserkosis adalah infeksi larva Taenia solium pada babi, penyakit ini merupakan parasit
zoonotic. Babi hutan merupakan inang antara T. solium selain babi domestik yang merupakan
sumber infeksi Cysticercus cellulosae (C. cellulosae) bagi manusia yang menyebabkan
terjadinya sisterkosis. Sistiserkosis pada babi biasanya tidak menunjukkan gejala klinis dan
gangguan kesehatan, sedangkan infeksi C. cellulosae pada manusia menimbulkan gangguan
kesehatan yang fatal.
Siklus hidup cacing pita T. saginata dan T. solium
Seroprevalensi Bovine Cysticercosis pada Sapi
Bali di Nusa Tenggara Barat, Indonesia
Analisis Situasi Data
Penyebaran kejadian infeksi sistiserkosis dibuat berdasarkan asal sapi yang
serumnya terdeteksi positif. Prevalensi kejadian infeksi C.bovis ini di tetapkan
dengan persentase menggunakan analisis point prevalence berdasarkan hasil uji
ELISA.
Jakem 1 0 0 1 100
Lape, 6 0 0 6 100
Penyebaran penyakit parasite ini meliputi Desa
Moyo Hulu 15 0 0 15 100 Lembar dam Desa Gerung di pulau Lombok serta
Moyu Utara 6 0 0 6 100 Desa Plampang di Pulau Sumbawa. Lalu dari hasil
Moyo Hilir 6 0 0 6 100
penelitian ini dapat dibuat peta penyebaran penyakit
di wilayah Nusa Tenggara Barat untuk kepentingan
Total 92 4 4,35 88 95,65
menyusun strategi penganggulangan di wilayah
tersebut.
Pengambilan Sampel Spesimen
Dari wawancara dan pengamatan lapangan diperoleh informasi bahwa babi hutan hasil hutan
biasanya dipotong dirumah penduduk bukan di tempat pemotongan hewan sehingga
pemeriksaan daging tidak pernah dilakukan. Lalu infkesi sistiserkosis pada babi hutan
biasanya disebabkan karena terjadinya kontak dengan masyarakat sekitar yang terinfeksi.
Dan babi hutan yang banyak dikonsumsi masyarkat memiliki risiko penularan kemanusia.
Jenis Hasil
Jumlah Prevalensi
No. Kecamatan asal kelamin
sampel Positif Negatif (%)
(J/B)
1. Banjit 87 41/46 1 86 1.15
2. Blambangan Umpu 13 3/10 0 13 0
Total 100 44/56 1 99 i
Berdasarkan tabel di atas, hasil pengujian ELISA terhadap 100 serum babi hutan yang berasal dari
2 kecamatan diperoleh seropositive sebanyak 1 sampel (1%). Sampel babi seropositive berasal
dari Kecamatan Banjit dengan jenis kelamin betina.
Sistiserkosis di Kabupaten Way Kanan tidak hanya ditemukan pada babi hutan, tetapi jg ada pada
babi peliharaan dengan seroprevalensi 1,78%. Seropositif pada babi peliharaan ditemukan di
Kecamatan Negeri Agung dan Kecamatan Pakuan Ratu, sedangkan seropositif pada babi hutan
ditemukan di Kecamatan Banjit.
Pengambilan Sampel Spesimen
Sampel yang diambil dari specimen merupakan darah segar dari babi hutan yang keluar
saat terkena jerat. Serum babi hutan yang dikumpulkan sebanyak 100 sampel. Sampel
darah yang telah diambil dimasukkan kedalam tabung venoject dan kemudian disimpan dan
didiamkan sampai serum terpisah. Serum yang terbentuk kemudian diambil dan dimasukkan
kedalam microtube dan disimpan dalam suhu -20°C sebelum dilakukan analisis serologi.
Faktor-faktor yang mepengaruhi
Lingkungan Budaya
Sistem sanitasi yang buruk, peliharaan/ Masyarakat masih banyak yang
ternak yang tidak dikandangkan dengan memasak air sumber utamanya
baik. adalah air sungai dan mata air.
Pengolahan air untuk keperluan
minum dapat menjadi sumber
penyakit apalagi ditunjang oleh
Hygine sanitasi
kebiasaan membuang air besar
Kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan mandi, di sungai dan hewan ternak babi
kebiasaan buang air besar, jenis pekerjaan, yang tidak di kandangkan dapat
mengolah makanan yang kurang matang serta memakan kotoran manusia yang
kebiasaan makan yang kurang sehat. terinfeksi penyakit sisterkosis.
Upaya Pengendalian dan Pencegahan
● Sistiserkosis kadang-kadang dapat dideteksi pada otot di sekitar pipi dan pada lidah sapi dengan
melakukan palpasi, teraba adanya benjolan/nodul di bawah jaringan kulit atau intramuskuler.
● Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah kontaminasi tanah dengan tinja manusia.
● Menjaga kebersihan diri seperti Selalu cuci tangan dengan baik sebelum makan, menyajikan, dan
mengolah makanan.
● Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar bila memelihara hewan peliharaan atau ternak.
Pastikan kotorannya tidak mencemari area kegiatan sehari-hari.
● Cuci bersih semua bahan makanan mentah sebelum diolah dan disajikan. Gunakan larutan garam atau
cairan pembersih untuk buah dan sayuran bila diperlukan. Lalu siram bahan makanan dengan air mengalir.
● Memasak daging hingga matang sepenuhnya di suhu yang aman. Kalau memungkinkan, termometer
makanan harus digunakan untuk mengukur suhu dalam daging yang dimasak. Jangan mencicipi daging
jika belum matang.
● United States Department of Agriculture (USDA) merekomendasikan sejumlah hal berikut sebagai cara
mengolah daging yang benar:
✓ Untuk potongan daging utuh (tidak termasuk daging unggas): Masak sampai setidaknya daging
bersuhu 63°C yang diukur dengan termometer makanan yang ditusukkan di bagian daging yang paling
tebal. Lalu diamkan dagingnya sebentar selama tiga menit sebelum dikonsumsi.
✓ Untuk daging cincang (tidak termasuk daging unggas): Masak sampai setidaknya daging bersuhu
71°C. Daging cincang tidak memerlukan waktu istirahat sebelum dikonsumsi.
Referensi
Yulianto, H., Satrija. F., Lukman, D. W., & Sudarwanto, M. (2015). Seroprevalensi Positif
Sistiserkosis pada Babi Hutan di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Jurnal Veteriner.
16(2). 187-195
THANK
YOU